Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang


penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom
kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang
mendukung pola hidup sehat.1

Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan
defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus
terutama di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting
terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita. 2 Secara umum di
Indonesia terdapat 2 masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi
mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang
disebabkan kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi mikro adalah
masalah gizi yang utamanya disebabkan karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan asupan energi protein. Kurang gizi menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat
kecerdasan, kreatifitas dan produktifitas penduduk.1

Kurangnya pemberdayaan keluarga dan berkurangnya pemanfaatan


sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak
langsung. Faktor langsung seperti makanan dan penyakit yang dapat secara
langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya kurang gizi tidak hanya
dikarenakan asupan makanan yang berkurang, tetapi juga penyakit. Anak yang
mendapatkan makanan yang cukup tetapi sering menderita sakit pada akhirnya
menderita gizi kurang.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat
yang gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan kwashiokor, yaitu kondisi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.3,4

2.2. Etiologi

Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada


beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit
tersebut, antara lain faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi,
kemiskinan dan lain-lain.4

1. Peranan Diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi
kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor,
sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang
akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus.4,5

2. Peranan Faktor Sosial


Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit KEP adalah : 4
a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah
mempunyai banyak anak dengan suaminya yang merupakan
pencari nafkah tunggal.

b) Pada pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan


anak sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat

2
memberi cukup makan pada anggota keluarganya yang besar
tersebut.

c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu,


sehingga anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh
sakit dan mereka tidak mendapat perhatian dan pengobatan
semestinya.

3. Peranan Kepadatan Penduduk


Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan bahwa
meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk
merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan
yang bergizi baik, di samping kuantitasnya.4
4. Peranan Infeksi
Ada interaksi antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat
memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi ringan sekalipun mempunyai
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini
sinergis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya mempunyai
konsekuensi yang lebih besar.4
5. Peranan Kemiskinan
Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin. Pentingnya
kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on
Protein pada tahun 1974. Dianggap bahwa kemiskinan merupakan dasar
penyakit KEP.4

2.3. Epidemiologi
Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, Food and Agriculture
Organization (FAO) memperkirakan sekitar 870 juta orang dari 7,1 miliar
penduduk dunia atau 1 dari delapan orang penduduk dunia menderita gizi buruk.

3
Sebagian besar (sebanyak 852 juta) diantaranya tinggal di negara-negara
berkembang.4
Di Indonesia, perkembangan gizi buruk menurut Riskesdas pada 2013,
terdapat 19,6 persen kasus balita kekurangan gizi dan jumlah tersebut terdiri dari
5,7 persen balita dengan gizi buruk.4

2.4. Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : host (tubuh
sendiri), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi
tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah
menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama kurangnya intake makanan,
jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah
lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan
asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan.
Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lain,
protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses
ini berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidakcukupan
asupan energi dan protein.2,4.5

4
2.5. Gejala Klinis
Pada marasmus, penderita tampak sangat kurus, wajah seperti orangtua,
cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak
ada, perut cekung, iga gambang dan sering disertai penyakit infeksi (umumnya
kronis berulang) serta diare kronik atau konstipasi.4,5,6

Gambar 1. manifestasi klinis marasmus

Pada kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia 2 hingga 3 tahun yang
sering terjadi pada anak yang terlambat disapih sehingga komposisi gizi makanan
tidak seimbang terutama dalam hal protein. Biasanya tampak edema umumnya di
seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) yang jika ditekan
melekuk, tidak sakit dan lunak, wajah yang membulat dan sembab (sugar baby),
pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung,
mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status mental, apatis dan rewel,
pembesaran hati, otot mengecil (hipertrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi

5
berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
dermatosis) dan signé de bandera (flag sign) yaitu perubahan warna terang dan
gelap pada rambut dan sering disertai penyakit infeksi akut serta anemia dan
diare.1,4,5

Gambar 2. Manifestasi klinis kwashiorkor

Gambar 3. Manifestasi klinis Marasmus-Kwashiorkor

6
Pada marasmus-kwashiokor, gejala klinisnya merupakan gabungan antara
marasmus dan kwashiokor yang disertai oleh edema, dengan BB/U <60% baku
Median WHO NCHS. Gambaran yang utama ialah kwashiokor edema dengan
atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti
pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan
penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwashiokor
muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah.5,6

Pada marasmus-kwashiorkor didapatkan gejala marasmus yaitu: wajah


seperti orangtua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat
sedikit sampai tidak ada, perut cekung, iga gambang dan sering disertai penyakit
infeksi (umumnya kronis berulang) serta diare, sedangkan untuk gejala
kwashiorkornya yaitu: tampak edema umumnya di seluruh tubuh, terutama pada
punggung kaki (dorsum pedis) yang jika ditekan melekuk, tidak sakit dan lunak,
wajah yang membulat dan sembab (sugar baby), pandangan mata sayu, apatis dan
rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipertrofi), lebih nyata bila diperiksa pada
posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas
dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
dermatosis).

Manifestasi Klinis
Marasmus Kwashiorkor
 Pertumbuhan berkurang atau  Perubahan mental sampai apatis
berhenti  Anemia
 Terlihat sangat kurus  Perubahan warna dan tekstur
 Penampilan wajah seperti orangtua rambut, mudah dicabut/rontok
 Perubahan mental  Gangguan sistem gastrointestinal
 Cengeng  Pembesaran hati
 Kulit kering, dingin, mengendor,  Perubahan kulit
keriput  Atrofi otot
 Lemak subkutan menghilang hingga  Edema simetris pada kedua

7
turgor kulit berkurang punggung kaki, dapat sampai
 Otot atrofi sehingga kontur tulang seluruh tubuh
terlihat jelas
 Vena superfisialis tampak jelas
 Ubun-ubun besar cekung
 Tulang pipi dan dagu kelihatan
menonjol
 Mata tampak besar dan dalam
 Kadang terdapat bradikardi
 Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmus-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor
Tabel 1. Manifestasi klinis marasmus-kwashiorkor

Pada kwarshiorkor, terdapat pula kelainan kulit berwarna merah muda


meluas dan berubah menjadi cokelat kehitaman. Namun kelainan ini terjadi pada
lipatan- lipatan kulit. crazy pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang
khas bagi penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik
merah menyerupai ptechia berpadu menjadi bercak yang lambat laun menjadi
hitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian-bagian yang
merah dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering
membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus
mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy pavement dermatosis, seperti
punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun dapat
ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang
mendalam tanpa tanda-tanda inflamsi. Kadang-kadang pada kasus yang sangat
lanjut ditemui ptechia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi
penderita.3,4

2.6. Diagnosis

8
Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua
kaki atau adanya severe wasing (BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis
gizi buruk (kwahiokor, marasmus, dan marasmus-kwashiokor). Walaupun kondisi
klinis pada kwashiokor, marasmus, dan marasmus kwashiokor berbeda tetapi
tatalaksananya sama.6,7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila: 6,7
1) BB/TB <-3SD atau <70% dari median (marasmus)
2) Edema pada kedua punggung kaku sampai seluruh tubuh (kwashiokor :
BB/TB > -3SD atau marasmus-kwashiokor : BB/TB <-3SD)

2.7. Penatalaksanaan

Gambar 4. Alur pemeriksaan anak gizi buruk

Pada saat masuk rumah sakit

 Anak dipisahkan dari pasien infeksi

9
 Ditempatkan di ruangan yang hangat (25-30oC, bebas dari angin)

 Dipantau secara rutin

 Memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera


keringkan.

Demi keberhasilan tatalaksana diperlukan:

 Fasilitas dan staf yang professional (Tim Asuhan Gizi)

 Timbangan badan yang akurat

 Penyediaan dan pemberian makan yang tepat dan benar

 Pencatatan asupan makanan dan berat badan anak, sehingga


kemajuan selama perawatan dapat dievaluasi

 Keterlibatan orang tua

10
Gambar 5. Alur pelayanan anak gizi buruk di rumah
sakit/puskesmas perawatan

Tatalaksana umum

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dilakukan dengan tatalaksana syok pada
anak dengan gizi buruk :

11
 Lakukan penanganan ini hanya jika ada tanda syok dan anak letargis
atau idak sadar.

 Pastikan anak menderita gizi buruk dan benar-benar menunjukkan


tanda syok.

 Timbang anak untuk menghitung volume cairan yang harus


diberikan

 Pasang infus (dan ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium


gawat darurat)

 Masukkan larutan Ringer Laktat dengan dekstrose 5% (RLD5%)


atau Ringer Laktat atau Garam Normal – pastikan aliran infus
berjalan lancar. Bila gula darah tinggi maka berikan Ringer Laktat
(tanpa dekstrose) atau Garam Normal.

 Alirkan cairan infus 10ml/kgBB selama 30 menit

 Hitung denyut nadi dan frekuensi napas anak mulai dari pertama
kali pemberian cairan dan setiap 5-10menit

Jika ada perbaikan tapi belum adekuat (denyut nadi melambat, frekuensi napas
anak melambat, dan capillary refill >3 detik):

o Berikan lagi cairan di atas 10 ml/kgBB selama 30 menit

o Nilai kembali setelah volume cairan infus yang sesuai telah


diberikan

Jika ada perbaikan dan sudah adekuat (denyut nadi melambat, frekuensi napas
anak melambat, dan capillary refill < 2 detik):

12
o Alihkan ke terapi oral atau menggunakan NGT dengan ReSoMal
10ml/kgBB/jam hingga 10 jam

o Mulai berikan anak makanan dengan F-75 (resep formula


modifikasi)

Jika tidak ada perbaikan, lanjutkan dengan pemberian cairan rumatan


4ml/kgBB/jam dan pertimbangkan penyebab lain selain hipovolemik

o Transfusi darah 10ml/kgBB selama 1 jam (bila ada perdarahan


nyata yang signifikan dan darah tersedia)

o Bila kondisi stabil rujuk ke rumah sakit dengan kemampuan lebih


tinggi.

Jika kondisi anak menurun selama diberikan cairan infus (napas anak meningkat 5
kali/menit atau denyut nadi 15 kali/menit), hentikan infus karena cairan infus
dapat memperburuk kondisi anak. Alihkan ke terapi oral atau menggunakan pipa
nasogastrik dengan ReSoMal, 10 ml/kgBB/jam hingga 10 jam.6

Catatan pada saat memberikan penanganan gawat-darurat pada anak


dengan gizi buruk6

Selama proses triase, semua anak dengan gizi buruk akan diidentifikasi sebagai
anak dengan tanda prioritas, artinya mereka memerlukan pemeriksaan dan
penanganan segera.

Pada saat penilaian triase, akan ditemukan sebagian kecil anak gizi buruk dengan
tanda kegawatdaruratan.

13
Gambar 6. Klasifikasi tanda bahaya atau tanda kegawatdaruratan

 Anak dengan tanda dehidrasi berat tapi tidak mengalami syok tidak boleh
dilakukan rehidrasi dengan infus. Hal ini karena diagnosis dehidrasi berat pada
anak dengan gizi buruk sulit dilakukan dan sering terjadi salah diagnosis. Bila
diinfus berarti menempatkan anak ini dalam resiko over-hidrasi dan kematian
karena gagal jantung. Dengan demikian, anak ini harus diberi perawatan
rehidrasi secara oral (melalui mulut) dengan larutan rehidrasi khusus untuk gizi
buruk (ReSoMal). 8

14
 Anak dengan tanda syok dinilai untuk tanda lainnya (letargis atau tidak sadar).
Pada gizi buruk, tanda gawat darurat umum yang biasa terjadi pada anak syok
mungkin timbul walaupun anak tidak mengalami syok.

o Jika anak letargis atau tidak sadar, jaga agar tetap hangat dan berikan cairan
infus dan glukosa 10% 5ml/kgBB iv.

o Jika anak sadar (tidak syok) jaga agar tetap hangat dan berikan glukosa 10%
10ml/kgBB lewat mulut atau pipa nasogastrik dan lakukan segera penilaian
menyeluruh dan pengobatan lebih lanjut. 8

 Catatan : ketika memberikan cairan infus untuk anak syok, pemberian cairan
infus tersebut berbeda dengan anak yang dalam kondisi gizi baik. Syok yang
terjadi karena dehidrasi dan sepsis mungkin dapat terjadi secara bersamaan dan
hal ini sulit untuk dibedakan dengan tampilan klinis semata. Anak dengan
dehidrasi memberikan reaksi yang baik pada pemberian cairan infus (napas dan
denyut nadi lebih lambat, capillary refill lebih cepat). Anak yang mengalami
syok sepsis dan tidak dehidrasi, tidak akan memberikan reaksi. Jumlah cairan
yang diberikan harus melihat reaksi anak. Hindari terjadi over-hidrasi. Pantau
denyut nadi dan pernapasan pada saat infus dimulai dari tiap 5-10 menit untuk
melihat kondisi anak mengalami perbaikan atau tidak. Ingat bahwa jumlah dan
kecepatan aliran cairan infus berbeda pada gizi buruk.8

 Semua anak dengan gizi buruk membutuhkan penilaian dan pengobatan segera
untuk mengatasi masalah serius seperti hipoglikemi, hipotermi, infeksi berat,
anemia berat dan kemungkinan besar kebutaan pada mata. Penting juga
melakukan pencegahan timbulnya maslah tersebut bila belum terjadi pada saat
anak dibawa ke rumah sakit. 8

Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat


berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan

15
berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang
dikelompokkan menjadi 5, yaitu:7

Pemberian cairan dan makanan untuk stabilisasi berdasarkan kondisi


pada pasien gizi buruk:
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi.Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:7
1. Pasang O2 1-2L/menit
2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan
perbandingan 1:1 (RLG 5%)
3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB
bersamaan dengan
4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT

Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan
Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu:7
1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui
NGT sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
 berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis :
5ml/kgBB setiap pemberian
 catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30
menit

Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana
III, dengan tindakan segera, yaitu:7
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)

16
2. 2 Jam pertama
 berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis
5ml/kgBB setiap pemberian
 catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera,
yaitu:7
1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui
NGT sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
 berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai
dengan berat badan (NGT)
 catat nadi, frekuensi nafas

Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare
atau dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:7
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2. Catat nadi, frekuensi nafas

17
Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:7

18
Gambar 7. Bagan Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk7

Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang
harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase
rehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:7

19
Gambar 7. Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk7

Hal – hal penting yang harus diperhatikan :7


1. Jangan berikan Fe sebelum minggu ke-2 (Fe diberikan pada fase
stabilisasi)
2. Jangan berikan cairan intravena kecuali syok atau dehidrasi berat.
3. Jangan berikan protein terlalu tinggi pada fase stabilisasi.

20
4. Jangan berikan diuretik pada penderita kwashiorkor.

A. Prinsip Dasar Pengobatan Gizi Buruk (10 Langkah utama)

Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia


Tanda-tanda hipoglikemi7,8 :
1. Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah yang sangat
rendah.
2. Anak gizi buruk, dianggap hipoglikemia bila kadar glukosa darah < 3
mmol/liter atau <54 mg/dl.
3. Hipoglikemia biasanya juga terjadi bersamaan dengan hipotermia.
4. Tanda lain hipoglikemia adalah letargis, nadi lemah, dan kehilangan kesadaran.
5. Gejala hipoglikemia berupa berkeringat dan pucat, sangat jarang dijumpai pada
anak gizi buruk.
6. Kematian karena hipoglikemia pada anak gizi buruk, kadang-kadang hanya
didahului dengan tanda seperti mengantuk saja.
7. Di unit pelayanan kesehatan yang belum mampu memeriksa kadar glukosa
darah, setiap anak gizi buruk yang dating harus dianggap mengalami
hipoglikemia. Oleh karena itu harus segera mendapatkan perawatan dan
penanganan sebagai penderita hipoglikemia.

Cara mengatasi hipoglikemia:7,8


1. Sadar (tidak letargis)
 Berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir 10% * secara oral atau
NGT (bolus) sebanyak 50ml
2. Tidak sadar (letargis)
 Berikan larutan Glukosa 10% secara intravena(iv) (bolus) sebanyak 5 ml/kgBB
 Selanjutnya berikan larutan Glukosa 10% atau larutan gula pasir 10% secara
oral atau NGT (bolus) sebanyak 50 ml.
3. Renjatan(syok)

21
 Berikan cairan intravena (iv) berupa Ringer Laktat dan Dextrose/Glukosa 10%
dengan perbandingan 1:1 (=RLG 5%) sebanyak 15ml/kgBB selama 1 jam
pertama atau 5 tetes/menit/kgBB
 Selanjutnya berika larutan Glukosa 10% secara intravena (iv) (bolus) sebanyak
5ml/kgBB
*5 gram gula pasir (=1 sendok teh munjung) + air matang s/d 50ml

Pemantauan6 :
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah
30 menit.
 Jika kadar gula darah < 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.
 Jika suhu rectal <35,50C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hiponatremia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani
sesuai keadaan (hiponatremia dan hipoglikemia).

Pencegahan7,8 :
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika
perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3
jam siang malam.

Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia


Hipotermia7,8 :
1. Adalah suatu keadaan tubuh dimana suhu aksiler <360C
2. Hipetermia biasanya terjadi bersama-sama dengan kejadian hipoglikemia.
3. Hipoglikemia daan hipotermia pada anak gizi buruk biasanya merupakan tanda
dari adanya infeksi sistemik yang serius.
4. Semua anak gizi buruk dengan hiponatremia harus mendapat pengobatan untuk
mengatasi hipoglikemia dan infeksi.

22
5. Cadangan energi anak gizi buruk sangat terbatas, sehingga tidak mampu
memproduksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
6. Setiap anak gizi buruk harus dipertahankan suhu tubuhnya dengan menutup
tubuhnya dengan penutup yang memadai.
7. Tindakan menghangatkan tubuh, adalah usaha untuk menghemat penggunaan
cadangan energi pada anak tersebut.

Suhu tubuh 36-370C 7,8


Keadaan ini pada anak gizi buruk dapat dengan mudah jatuh pada
hiponatremia, cara untuk mempertahankan (pencegahan) agar tidak hipotermia
adalah :
1. Tutuplah tubuh anak termasuk kepalanya
2. Hindari adanya hembusan angin dalam ruang perawatan
3. Petahankan suhu ruangan sekitar 25-300C.
4. Jangan membiarkan anak tanpa baju terlalu lama pada saat tindakan
pemeriksaan dan penimbangan.
5. Usahakan tangan dari pemberi perawatan pada saat menangani anak gizi buruk
dalam keadaan hangat.
6. Segeralah ganti baju atau peralatan tidur yang basah oleh karena air kencing
atau keringat atau sebab-sebab yang lain.
7. Bila anak baru saja dibersihkan tubuhnya dengan air, segera keringkan dengan
sebaik-baiknya.
8. Jangan menghangati anak dengan air panas dalam botol, hal ini untuk
menghindari ibu anak/pengasuh lupa membungkus botol dengan kain akan
menyebabkan kulit anak terbakar.

Suhu tubuh <360C (hipotermia)7,8


Cara untuk memulihkan penderita gizi buruk yang mengalami hipotermia
adalah:

23
1. Bila suhu <360C harus dilakukan tindakan menghangati untuk mengembalikan
kembali suhu tubuh anak.
2. Pemanasan suhu tubuh anak yang hipotermia adalah dengan cara “kanguru”,
yaitu dengan mengadakan kontak langsung kulit ibu dan kulit anak untuk
memindahkan panas tubuh ibu kepada tubuh anak dan anak digendong serta
diselimuti seluruh tubuhnya.
3. Pemanasan tubuh anak juga dapat dilakukan dengan menggunakan lampu.
Lampu harus diletakkan 50cm dari tubuh anak.
4. Suhu tubuh harus dimonitor setiap 30 menit untuk memastikan bahwa suhu
tubuh anak tidak terlalu tinggi akibat pemanasan.
5. Hentikan pemanasan bila suhu tubuh sudah mencapai 370C.
Pemantauan6 :
1. Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36,5 0C
atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan
pemanasan bila suhu mencapai 36,50C.
2. Patikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam
hari.
3. Periksa kadar gula darah bila ditemukan hiponatremi.

Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi


Diagnosis7
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang
berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal
ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada
anak dengan gizi buruk hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak
gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi
ringan.
Catatan: hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.

Tatalaksana7,8

24
1. Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, keciali pada kasus dehidrasi berat
dengan/tanpa syok.
2. Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding
jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
 Beri 5ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama.
 Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 ml.kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama setiap jam selama 10 jam.
Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang
keluar, dan apakah anak muntah.
Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan mempunyai
kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan yang lebih tepat adalah
ReSoMal.
 Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam.
 Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia <1th: 50-100ml
setiap buang air besar, usia ≥ 1 thL 100-200ml setiap buang air besar.

Resep ReSoMal
ReSoMal mengandung 37,5 mmol Na, 40 mmol K, 3 mmol Mg per liter8
Bahan Jumlah
Oralit WHO* 1 sachet (200ml)
Gula pasir 10 gr
Larutan mineral-mix** 8 ml
Ditambah air sampai menjadi 400
*2,6 g NaCl; 2,9 g trisodium citrate dehydrate, 1.5 g KCl, 13.5 g glukosa dalam
1L
**Lihat resep larutan mineral mix

Bila larutan mineral mix tidak tersedia, sebagai pengganti ReSoMal dapat
dibuat larutan sebagai berikut:
Bahan Jumlah
Oralit 1 sachet (200ml)
Gula pasir 10 g

25
Bubuk Kcl 0,8 g
Ditambah air sampai menjadi 400 ml
Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka dapat
diberikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula
diberikan MgSO4 40% IM 1x/hari dengan dosis 0,3 ml.kgBB, maksimum 2
ml/hari.

Larutan Mineral-mix
Larutan ini digunakan pada pembuatan F-75, F-100 dan ReSoMal.
Jika tidak tersedia larutan mineral-mix siap pakai, buatlah larutan dengan
menggunakan bahan berikut ini :
Bahan Jumlah (g)
Kalium klorida (KCL) 89,5
Tripotassium citrate 32,4
Magnesium klorida (MgCl2, 30,5
6H2O) 3,3
Seng asetat (Zn asetat, 2H2O) 0,56
Tembaga sulfat (CuSO4, 1000 ml
5H2O)
Air tambahkan menjadi

Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah
jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.
Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bias
mengakibatkan gagal jantung dan kematian.7,8

Periksalah
 Frekuensi napas
 Frekuensi nadi
 Frekuensi miksi dan jumlah produksi urin
 Frekuensi buang air besar dan muntah

26
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai
ada dieresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan fontanel
berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi,
tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun
rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat
badan.6

Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit


dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera
dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.6,7,8

Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada
anak dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti
larutan oralit standar.
 Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI
 Pemberian F-75 sesegera mungkin
 Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit


Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na
plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan
paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.8

Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema (jangan


obati edema dengan pemberian diuretikum)9

Berikan :
- Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
- Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)

27
- Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
- Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.

Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan


langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1 liter
formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk cara
pembuatan larutan).7,8

Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi


Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak.8
Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin :
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah
diimunisasi (tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi
anak menjadi baik.9
Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7 hari)
sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat perbaikan
mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik
akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.7,8

Pilihan antibiotik spektrum luas:


Bila tanpa komplikasi:
 Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari selama 5 hari (2,5 ml
bila berat badan < 4 Kg)
Atau Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:
hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
o Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan
Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila
amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.

28
Dan
 Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
 Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.

Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang
sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria
positif.9

Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian


hingga 10 hari.
Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi
infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan
mineral telah diberikan dengan benar.8

Langkah Ke-6: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien


Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun
anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe),
tetapi tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya
setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk
keadaan infeksinya.8,9

Berikan setiap hari:


- Suplementasi multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
- Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
- Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBB/hari

29
- Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah
mendapat suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda/gejala
defisiensi vit.A, berikan vitamin dosis terapi. 8

Langkah Ke-7: Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi


Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan ≥ 50
g/minggu. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan,
biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk
menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi
bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.8

Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari


formula khusus awal ke formula khusus lanjutan9 :
- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100
ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200
ml/kgBB/hari).

Pemantauan pada masa transisi:


• frekuensi nafas
• frekuensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit
dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.
Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.8,9

30
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
- Protein 4-6 gram/kgBB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.9

Pemantauan setelah periode transisi:


Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Evaluasi kenaikan BB setiap minggu

Bila kenaikan BB:


- kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh :
cek apakah asupan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat
diatasi.
- Baik (≥ 50 g/minggu), lanjutkan pemberian makanan
Resep formula WHO F-75 dan F-1008
F-75
Bahan makanan Per 1000 ml F-75 F-100
(=sereal)
Susu krim gram 25 25 85
bubuk gram 100 70 50
Gula pasir
Tepung gram - 35 -
beras/maizena gram 27 27 60
Minyak sayur
Larutan ml 20 20 20
elektrolit ml 1000 1000 1000
Tambahan air
s/d
Nilai gizi/1000ml
Energi Kkal 750 750 1000

31
Protein gram 9 11 29
Laktosa gram 13 13 42
Kalium mmol 40 42 63
Natrium mmol 6 6 19
Magnesium mmol 4.3 4.6 7.3
Seng mg 20 20 23
Tembaga mg 2.5 2.5 2.5
% energi protein - 5 6 12
% energi lemak - 32 32 53
Osmolaritas mOsm/l 413 334 419

Langkah Ke-8: Memberikan makanan untuk tumbuh kejar


Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.8,9

Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal.8,9

Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :


Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
Berikan secara oral/nasogastrik
Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.

Formula khusus seperti F-75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan
harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas:
(lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak
terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.8

32
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg
BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan
lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.8,9

Pantau dan catat :


- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- BB (harian)

Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik,
tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan
dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.7,8

Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional


Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan:8
 Kasih sayang
 Lingkungan yang ceria
 Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
 Aktifitas fisik segera setelah sembuh
 Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah


Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U,
dapat dikatakan anak sembuh.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah
setelah penderita dipulangkan.8

33
Peragakan kepada orangtua :
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- terapi bermain terstruktur.

Sarankan:
- Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:
Þ bulan I : 1x/minggu
Þ bulan II : 1x/2 minggu
Þ bulan III : 1x/bulan
- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
- Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.

B. Pengobatan Penyakit Penyerta

1. Masalah pada mata


Jika anak mempunyai gejala defisiensi vitamin A, lakukan hal seperti di bawah
ini6 :
Gejala Tindakan
Hanya bercak Bitot saja Tidak memerlukan obat tetes mata
(tidak ada gejala mata
yang lain)
Nanah atau peradangan Beri tetes mata kloramfenikol atau
tetrasiklin (1%)
Kekeruhan pada kornea  Tetes mata kloramfenikol 0,25%-1%
Ulkus pada kornea atau tetes tetrasiklin (1%); 1 tetes, 4x
sehari, selama 7-10 hari
 Tetes mata atropine (1%); 1 tetes, 3x
sehari, selama 3-5 hari.
Jika perlu, kedua jenis obat tetes mata
tersebut dapat diberikan secara

34
bersamaan

 Jangan menggunakan sediaan yang berbentuk salep.


 Gunakan kasa penutup mata yang dibasahi larutan garam normal.
 Gantilah kasa setiap hari.
 Beri vitamin A

Umur Dosis
< 6 bulan 50.000 (1/2 kapsul biru)
6 – 12 bulan 100.000 ( 1 kapsul biru)
1-5 tahun 200.000 (1 kapsul
merah)

Bila ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1,2, dan 15.8

Catatan :
Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia sehingga selalu
menutup matanya. Penting untuk memeriksa mata dengan hati-hati untuk
menghindari rupture kornea.6,8

2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan jika:
Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl dan anak mengalami gangguan pernapasan atau tanda gagal
jantung.
Pada anak gizi burukm transfuse harus diberikan secara lebih lambat dan
dalam volume lebih kecil dibanding anak sehat. Beri :
 Darah utuk (whole blood), 10 ml/kgBB secara lambat selama 3 jam,
 Furosemid, 1 mg/kg IV pada saat transfuse dimulai.

35
Bila terdapat gejala gagal jantung, berikan komponen sel darah merah
(packed red cells) 10 ml/kgBB. Anak dengan kwashiorkor mengalami
redistribusi cairan sehingga terjadi penurunan Hb yang nyata dan tidak
membutuhkan transfuse. Hentikan semua pemberian cairan lewat oral/NGT
selama anak ditransfusi.4,8
Monitor frekuensi nadi dan pernapasan setiap 15 menit selama transfuse. Jika
terjadi peningkatan (frekuensi napas meningkat 5x/menit atau nadi
25x/menit), perlambat transfuse.4,8
Catatan: Jika Hb tetap rendah setelah transfuse, jangan ulangi transfuse dalam
4 hari. 4,8

3. Lesi kulit pada kwashiorkor


Defisiensi seng (Zn); sering terjadi pada anak dengan kwashiorkor dan
kulitnya akan membaik secara cepat dengan pemberian suplementasi seng. 4,8
Sebagai tambahan:
 Kompres daerah luka dengan larutan Kalium permanganate PK; KMnO4)
0,01% selama 10menit/hari.
 Bubuhi salep/krim (seng dengan minyak kastor, tulle gras) pada daerah yang
kasar, dan bubuhi gentian violet (atau jika tersedia, salep nistatin) pada lesi
kulit yang pecah-pecah.
 Hindari penggunaan popok-sekali-pakai agar daerah perineum tetap kering. 4,8
4. Diare persisten
Tatalaksana
Giardiasis dan kerusakan mukosa usus
 Jika mungkin, lakukan pemeriksaan mikroskopis atas specimen feses.
 Jika ditemukan kista atau trofozoit dari Giardia lamblia, beri Metronidazol
7,5 mg/kg setiap 8 jam selama 7 hari).

Intoleransi laktosa

36
Diare jarang disebabkan oleh intoleransi laktosa saja. Tatalaksana intoleransi
laktosa hanya diberikan jika diare terus menerus ini menghambat perbaikan
secara umum. Perlu diingat bahwa F-75 sudah merupakan formula rendah
laktosa. 4,8
Pada kasus tertentu :
 Ganti formula dengan yoghurt atau susu formula bebas laktosa.
 Pada fase rehabilitasi, formula yang mengandung susu diberikan kembali
secara bertahap.

Diare osmotic
Diare osmotic perlu diduga jika diare makin memburuk pada pemberian F-75
yang hiperosmolar dan akan berhenti jika kandungan gula dan osmolaritasnya
dikurangi. 4,8
 Pada kasus seperti ini gunakan F-75 berbahan dasar serealia dengan
osmolaritas yang lebih rendah.
 Berikan F-100 untuk tumbuh kejar secara bertahap.

5. Tuberkulosis
Jika anak diduga kuat menderita tuberkulosis,lakukan: 4,8
 Tes Mantoux (walaupun seingkali negative palsu)
 Foto thoraks, bila mungkin
 Untuk diagnosis dan tatalaksana sesuai dosis pengobatan TB pada anak

C. Pemulangan dan tindak lanjut


Bila telah tercapai BB/TB > -2SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak
telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak
berperwakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus
tetap dilanjutkan di rumah.4,8
Berikan contoh kepada orang tua: 4,8

37
 Menu dan cara membuat makanan kaya energia dan padat dizi serta frekuensi
pemberian makan yang sering.
Sarankan:
 Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan
 Mengikuti program pemberian vitamin A

Pemulangan sebelum sembuh total


Anak-anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh.
Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko.
Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan
lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk
mencegah kekambuhan. 8
Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil :
Anak seharusnya : 8
 Telah menyelesaikan pengobatan antibiotic
 Mempunyai nafsu makan yang baik
 Menunjukkan kenaikan berat badan yang baik
 Edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang
Ibu atau pengasuh seharusnya : 8
 Mempunyai waktu untuk mengasuh anak
 Memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah
dan frekuensi)
 Mempunyai sumber daya untuk member makan anak. Jika tidak mungkin,
nasihati tentang dukungan yang tersedia.
Penting untuk mempersiapkan orang tua dalam hal perawatan di rumah. Hal ini
mencakup: 8
 Pemberian makanan seimbang dengan bahan local yang terjangkau.
 Pemberian maknan minimal 5 kali sehari termasuk makanan selingan (snacks)
tinggi kalori di antara waktu makan (misalnya susu,pisang,roti, biscuit).
 Bantu dan bujuk anak untuk menghabiskan makanannya.

38
 Beri anak makanan tersendiri/terpisah, sehingga asupan makan anak dapat
dicek.
 Beri suplemen mikronutrien dan elektrolit.
 ASI diteruskan sebagai tambahan.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebeblum sembuh


Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai
anak sembuh:
 Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local untuk
melakukan supervise dan pendampingan.
 Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan
kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi
penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit. 8

2.8. Komplikasi
Gizi buruk atau KEP berat seperti marasmus-kwashiorkor memiliki komplikasi-
komplikasi yaitu :2,3,5
 Perkembangan mental
Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa dini
perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat
terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak
normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis
protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan
ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak
yang pernah menderita KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut,
deficit tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil
pemeriksaan EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah
5 tahun lalu meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun
setelahnya.

39
 Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang
bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu, biasanya disertai
nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan lokasi noma tersebut.
Noma merupakan salah satu penyakit yang menyertai KEP berat akibat imunitas
tubuh yang menurun, noma timbul umumnya pada tipe kwashiorkor.

 Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat defisiensi
dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat juga terjadi pada
marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita KEP berat karena
ditakutkan akan mengalami kebutaan.

 Kematian
Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya
penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru,
radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-
tanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas
pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan
semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit
infeksi juga akan semakin berat.

2.9. Pencegahan
Tindakan pencegahan penyakit KEP bertujuan untuk mengurangi insidensi KEP
dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Akan tetapi tujuan yang lebih
luas dalam pencegahan KEP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia
Indonesia yang dapat bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang cukup. Ada

40
berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau
lebih dari satu faktor dasar penyebab KEP, yaitu :2,4,5,8
 Meningkatkan hasil produksi pertanian, agar persediaan bahan
makanan menjadi lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan
penghasilan rakyat.
 Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan
tinggi energi untuk anak-anak yang disapih.
 Memperbaiki infrastruktur pemasarna.
 Subsidi harga bahan makanan.
 Pemberian makanan suplementer.
 Pendidikan gizi yang bertujuan untuk mengajarkan rakyat untuk
mengubah kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara
menghidangkan makanan agar menghasilkan makanan yang bermutu.
 Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan:
o Pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu, misalnya ke
Pusksesmas, Posyandu.
o Melakukan imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi yang
memiliki prevalensi yang tinggi.
o Memperbaikin higienitas lingkungan.
o Mendidik rakyat untuk mengunjungi Puskesmas secepatnya jika
kesehatan terganggu.
o Menganjurkan keluarga berencana.

2.10. Prognosis
Malnutrisi yang berat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian
sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara
kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari
stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun
kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat
dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari sel-sel tubuh

41
akibat gizi buruk/KEP berat.4-6,9

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and health in developing countries.


CMAJ. February 28, 2016: 173 (3). CMA Media inc.
2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nutritional
requirements in nelson textbook of pediatric. 20th Edition. United States of
America.2016. Page; 297-306.
3. Departement of Child and Adolescent Health and Development.
Management of the Child with Serious Infection or Severe Malnutrition :
Guidelines for Care at the First-Refferal Level in Developing Countries.
United States of America : World Health Organization. 2012. Page: 80-91.
4. Pudjiadi S. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak. Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Univesitas
Indonesia. Jakarta. 2015 : 95-137.
5. Emedicine. Protein Energy Malnutrition. Diunduh pada tanggal 25
November 2012 dari : http://emedicine.medscape.com/article/1104623-
overview#a0101
6. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku : Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Tingkat Pertama di
Kabupaten/Kota. Jakarta : Departemen Kesehatan dan WHO. 2015. Hal :
193-221.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2011.
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Petunjuk
Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2011.
9. Ashworth A. Nutrition, Food Security, and Helath in Nelson Textbook of
Pediatrics. 20th Edition. United States of America. Page : 292-306

43
44

Anda mungkin juga menyukai