PENDAHULUAN
Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan
defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus
terutama di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting
terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita. 2 Secara umum di
Indonesia terdapat 2 masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi
mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang
disebabkan kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi mikro adalah
masalah gizi yang utamanya disebabkan karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan asupan energi protein. Kurang gizi menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat
kecerdasan, kreatifitas dan produktifitas penduduk.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Marasmus-Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi berat
yang gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan kwashiokor, yaitu kondisi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai edema.3,4
2.2. Etiologi
1. Peranan Diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi
kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor,
sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang
akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus.4,5
2
memberi cukup makan pada anggota keluarganya yang besar
tersebut.
2.3. Epidemiologi
Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, Food and Agriculture
Organization (FAO) memperkirakan sekitar 870 juta orang dari 7,1 miliar
penduduk dunia atau 1 dari delapan orang penduduk dunia menderita gizi buruk.
3
Sebagian besar (sebanyak 852 juta) diantaranya tinggal di negara-negara
berkembang.4
Di Indonesia, perkembangan gizi buruk menurut Riskesdas pada 2013,
terdapat 19,6 persen kasus balita kekurangan gizi dan jumlah tersebut terdiri dari
5,7 persen balita dengan gizi buruk.4
2.4. Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : host (tubuh
sendiri), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi
tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah
menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama kurangnya intake makanan,
jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah
lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan
asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan.
Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lain,
protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses
ini berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidakcukupan
asupan energi dan protein.2,4.5
4
2.5. Gejala Klinis
Pada marasmus, penderita tampak sangat kurus, wajah seperti orangtua,
cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak
ada, perut cekung, iga gambang dan sering disertai penyakit infeksi (umumnya
kronis berulang) serta diare kronik atau konstipasi.4,5,6
Pada kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia 2 hingga 3 tahun yang
sering terjadi pada anak yang terlambat disapih sehingga komposisi gizi makanan
tidak seimbang terutama dalam hal protein. Biasanya tampak edema umumnya di
seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) yang jika ditekan
melekuk, tidak sakit dan lunak, wajah yang membulat dan sembab (sugar baby),
pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung,
mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status mental, apatis dan rewel,
pembesaran hati, otot mengecil (hipertrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
5
berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
dermatosis) dan signé de bandera (flag sign) yaitu perubahan warna terang dan
gelap pada rambut dan sering disertai penyakit infeksi akut serta anemia dan
diare.1,4,5
6
Pada marasmus-kwashiokor, gejala klinisnya merupakan gabungan antara
marasmus dan kwashiokor yang disertai oleh edema, dengan BB/U <60% baku
Median WHO NCHS. Gambaran yang utama ialah kwashiokor edema dengan
atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti
pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan
penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwashiokor
muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah.5,6
Manifestasi Klinis
Marasmus Kwashiorkor
Pertumbuhan berkurang atau Perubahan mental sampai apatis
berhenti Anemia
Terlihat sangat kurus Perubahan warna dan tekstur
Penampilan wajah seperti orangtua rambut, mudah dicabut/rontok
Perubahan mental Gangguan sistem gastrointestinal
Cengeng Pembesaran hati
Kulit kering, dingin, mengendor, Perubahan kulit
keriput Atrofi otot
Lemak subkutan menghilang hingga Edema simetris pada kedua
7
turgor kulit berkurang punggung kaki, dapat sampai
Otot atrofi sehingga kontur tulang seluruh tubuh
terlihat jelas
Vena superfisialis tampak jelas
Ubun-ubun besar cekung
Tulang pipi dan dagu kelihatan
menonjol
Mata tampak besar dan dalam
Kadang terdapat bradikardi
Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmus-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor
Tabel 1. Manifestasi klinis marasmus-kwashiorkor
2.6. Diagnosis
8
Yang dimaksud dengan gizi buruk adalah terdapatnya edema pada kedua
kaki atau adanya severe wasing (BB/TB < 70% atau <-3SD), atau ada gejala klinis
gizi buruk (kwahiokor, marasmus, dan marasmus-kwashiokor). Walaupun kondisi
klinis pada kwashiokor, marasmus, dan marasmus kwashiokor berbeda tetapi
tatalaksananya sama.6,7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila: 6,7
1) BB/TB <-3SD atau <70% dari median (marasmus)
2) Edema pada kedua punggung kaku sampai seluruh tubuh (kwashiokor :
BB/TB > -3SD atau marasmus-kwashiokor : BB/TB <-3SD)
2.7. Penatalaksanaan
9
Ditempatkan di ruangan yang hangat (25-30oC, bebas dari angin)
10
Gambar 5. Alur pelayanan anak gizi buruk di rumah
sakit/puskesmas perawatan
Tatalaksana umum
Penilaian triase anak dengan gizi buruk dilakukan dengan tatalaksana syok pada
anak dengan gizi buruk :
11
Lakukan penanganan ini hanya jika ada tanda syok dan anak letargis
atau idak sadar.
Hitung denyut nadi dan frekuensi napas anak mulai dari pertama
kali pemberian cairan dan setiap 5-10menit
Jika ada perbaikan tapi belum adekuat (denyut nadi melambat, frekuensi napas
anak melambat, dan capillary refill >3 detik):
Jika ada perbaikan dan sudah adekuat (denyut nadi melambat, frekuensi napas
anak melambat, dan capillary refill < 2 detik):
12
o Alihkan ke terapi oral atau menggunakan NGT dengan ReSoMal
10ml/kgBB/jam hingga 10 jam
Jika kondisi anak menurun selama diberikan cairan infus (napas anak meningkat 5
kali/menit atau denyut nadi 15 kali/menit), hentikan infus karena cairan infus
dapat memperburuk kondisi anak. Alihkan ke terapi oral atau menggunakan pipa
nasogastrik dengan ReSoMal, 10 ml/kgBB/jam hingga 10 jam.6
Selama proses triase, semua anak dengan gizi buruk akan diidentifikasi sebagai
anak dengan tanda prioritas, artinya mereka memerlukan pemeriksaan dan
penanganan segera.
Pada saat penilaian triase, akan ditemukan sebagian kecil anak gizi buruk dengan
tanda kegawatdaruratan.
13
Gambar 6. Klasifikasi tanda bahaya atau tanda kegawatdaruratan
Anak dengan tanda dehidrasi berat tapi tidak mengalami syok tidak boleh
dilakukan rehidrasi dengan infus. Hal ini karena diagnosis dehidrasi berat pada
anak dengan gizi buruk sulit dilakukan dan sering terjadi salah diagnosis. Bila
diinfus berarti menempatkan anak ini dalam resiko over-hidrasi dan kematian
karena gagal jantung. Dengan demikian, anak ini harus diberi perawatan
rehidrasi secara oral (melalui mulut) dengan larutan rehidrasi khusus untuk gizi
buruk (ReSoMal). 8
14
Anak dengan tanda syok dinilai untuk tanda lainnya (letargis atau tidak sadar).
Pada gizi buruk, tanda gawat darurat umum yang biasa terjadi pada anak syok
mungkin timbul walaupun anak tidak mengalami syok.
o Jika anak letargis atau tidak sadar, jaga agar tetap hangat dan berikan cairan
infus dan glukosa 10% 5ml/kgBB iv.
o Jika anak sadar (tidak syok) jaga agar tetap hangat dan berikan glukosa 10%
10ml/kgBB lewat mulut atau pipa nasogastrik dan lakukan segera penilaian
menyeluruh dan pengobatan lebih lanjut. 8
Catatan : ketika memberikan cairan infus untuk anak syok, pemberian cairan
infus tersebut berbeda dengan anak yang dalam kondisi gizi baik. Syok yang
terjadi karena dehidrasi dan sepsis mungkin dapat terjadi secara bersamaan dan
hal ini sulit untuk dibedakan dengan tampilan klinis semata. Anak dengan
dehidrasi memberikan reaksi yang baik pada pemberian cairan infus (napas dan
denyut nadi lebih lambat, capillary refill lebih cepat). Anak yang mengalami
syok sepsis dan tidak dehidrasi, tidak akan memberikan reaksi. Jumlah cairan
yang diberikan harus melihat reaksi anak. Hindari terjadi over-hidrasi. Pantau
denyut nadi dan pernapasan pada saat infus dimulai dari tiap 5-10 menit untuk
melihat kondisi anak mengalami perbaikan atau tidak. Ingat bahwa jumlah dan
kecepatan aliran cairan infus berbeda pada gizi buruk.8
Semua anak dengan gizi buruk membutuhkan penilaian dan pengobatan segera
untuk mengatasi masalah serius seperti hipoglikemi, hipotermi, infeksi berat,
anemia berat dan kemungkinan besar kebutaan pada mata. Penting juga
melakukan pencegahan timbulnya maslah tersebut bila belum terjadi pada saat
anak dibawa ke rumah sakit. 8
15
berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang
dikelompokkan menjadi 5, yaitu:7
Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan
Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu:7
1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui
NGT sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis :
5ml/kgBB setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30
menit
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.Lakukan Rencana
III, dengan tindakan segera, yaitu:7
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
16
2. 2 Jam pertama
berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis
5ml/kgBB setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera,
yaitu:7
1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui
NGT sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai
dengan berat badan (NGT)
catat nadi, frekuensi nafas
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare
atau dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:7
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2. Catat nadi, frekuensi nafas
17
Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:7
18
Gambar 7. Bagan Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk7
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang
harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase
rehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:7
19
Gambar 7. Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk7
20
4. Jangan berikan diuretik pada penderita kwashiorkor.
21
Berikan cairan intravena (iv) berupa Ringer Laktat dan Dextrose/Glukosa 10%
dengan perbandingan 1:1 (=RLG 5%) sebanyak 15ml/kgBB selama 1 jam
pertama atau 5 tetes/menit/kgBB
Selanjutnya berika larutan Glukosa 10% secara intravena (iv) (bolus) sebanyak
5ml/kgBB
*5 gram gula pasir (=1 sendok teh munjung) + air matang s/d 50ml
Pemantauan6 :
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah
30 menit.
Jika kadar gula darah < 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.
Jika suhu rectal <35,50C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hiponatremia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani
sesuai keadaan (hiponatremia dan hipoglikemia).
Pencegahan7,8 :
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika
perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3
jam siang malam.
22
5. Cadangan energi anak gizi buruk sangat terbatas, sehingga tidak mampu
memproduksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
6. Setiap anak gizi buruk harus dipertahankan suhu tubuhnya dengan menutup
tubuhnya dengan penutup yang memadai.
7. Tindakan menghangatkan tubuh, adalah usaha untuk menghemat penggunaan
cadangan energi pada anak tersebut.
23
1. Bila suhu <360C harus dilakukan tindakan menghangati untuk mengembalikan
kembali suhu tubuh anak.
2. Pemanasan suhu tubuh anak yang hipotermia adalah dengan cara “kanguru”,
yaitu dengan mengadakan kontak langsung kulit ibu dan kulit anak untuk
memindahkan panas tubuh ibu kepada tubuh anak dan anak digendong serta
diselimuti seluruh tubuhnya.
3. Pemanasan tubuh anak juga dapat dilakukan dengan menggunakan lampu.
Lampu harus diletakkan 50cm dari tubuh anak.
4. Suhu tubuh harus dimonitor setiap 30 menit untuk memastikan bahwa suhu
tubuh anak tidak terlalu tinggi akibat pemanasan.
5. Hentikan pemanasan bila suhu tubuh sudah mencapai 370C.
Pemantauan6 :
1. Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36,5 0C
atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan
pemanasan bila suhu mencapai 36,50C.
2. Patikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam
hari.
3. Periksa kadar gula darah bila ditemukan hiponatremi.
Tatalaksana7,8
24
1. Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, keciali pada kasus dehidrasi berat
dengan/tanpa syok.
2. Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding
jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
Beri 5ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama.
Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 ml.kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama setiap jam selama 10 jam.
Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang
keluar, dan apakah anak muntah.
Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan mempunyai
kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan yang lebih tepat adalah
ReSoMal.
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam.
Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia <1th: 50-100ml
setiap buang air besar, usia ≥ 1 thL 100-200ml setiap buang air besar.
Resep ReSoMal
ReSoMal mengandung 37,5 mmol Na, 40 mmol K, 3 mmol Mg per liter8
Bahan Jumlah
Oralit WHO* 1 sachet (200ml)
Gula pasir 10 gr
Larutan mineral-mix** 8 ml
Ditambah air sampai menjadi 400
*2,6 g NaCl; 2,9 g trisodium citrate dehydrate, 1.5 g KCl, 13.5 g glukosa dalam
1L
**Lihat resep larutan mineral mix
Bila larutan mineral mix tidak tersedia, sebagai pengganti ReSoMal dapat
dibuat larutan sebagai berikut:
Bahan Jumlah
Oralit 1 sachet (200ml)
Gula pasir 10 g
25
Bubuk Kcl 0,8 g
Ditambah air sampai menjadi 400 ml
Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka dapat
diberikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula
diberikan MgSO4 40% IM 1x/hari dengan dosis 0,3 ml.kgBB, maksimum 2
ml/hari.
Larutan Mineral-mix
Larutan ini digunakan pada pembuatan F-75, F-100 dan ReSoMal.
Jika tidak tersedia larutan mineral-mix siap pakai, buatlah larutan dengan
menggunakan bahan berikut ini :
Bahan Jumlah (g)
Kalium klorida (KCL) 89,5
Tripotassium citrate 32,4
Magnesium klorida (MgCl2, 30,5
6H2O) 3,3
Seng asetat (Zn asetat, 2H2O) 0,56
Tembaga sulfat (CuSO4, 1000 ml
5H2O)
Air tambahkan menjadi
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah
jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.
Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bias
mengakibatkan gagal jantung dan kematian.7,8
Periksalah
Frekuensi napas
Frekuensi nadi
Frekuensi miksi dan jumlah produksi urin
Frekuensi buang air besar dan muntah
26
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai
ada dieresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan fontanel
berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi,
tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun
rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat
badan.6
Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada
anak dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti
larutan oralit standar.
Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI
Pemberian F-75 sesegera mungkin
Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.
Berikan :
- Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
- Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)
27
- Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
- Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
28
Dan
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang
sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria
positif.9
29
- Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah
mendapat suplementasi vit.A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda/gejala
defisiensi vit.A, berikan vitamin dosis terapi. 8
Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit
dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.
Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.8,9
30
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
- Protein 4-6 gram/kgBB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.9
31
Protein gram 9 11 29
Laktosa gram 13 13 42
Kalium mmol 40 42 63
Natrium mmol 6 6 19
Magnesium mmol 4.3 4.6 7.3
Seng mg 20 20 23
Tembaga mg 2.5 2.5 2.5
% energi protein - 5 6 12
% energi lemak - 32 32 53
Osmolaritas mOsm/l 413 334 419
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal.8,9
Formula khusus seperti F-75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan
harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas:
(lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak
terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.8
32
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg
BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan
lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.8,9
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik,
tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan
dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.7,8
33
Peragakan kepada orangtua :
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- terapi bermain terstruktur.
Sarankan:
- Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:
Þ bulan I : 1x/minggu
Þ bulan II : 1x/2 minggu
Þ bulan III : 1x/bulan
- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
- Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.
34
bersamaan
Umur Dosis
< 6 bulan 50.000 (1/2 kapsul biru)
6 – 12 bulan 100.000 ( 1 kapsul biru)
1-5 tahun 200.000 (1 kapsul
merah)
Bila ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1,2, dan 15.8
Catatan :
Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia sehingga selalu
menutup matanya. Penting untuk memeriksa mata dengan hati-hati untuk
menghindari rupture kornea.6,8
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan jika:
Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl dan anak mengalami gangguan pernapasan atau tanda gagal
jantung.
Pada anak gizi burukm transfuse harus diberikan secara lebih lambat dan
dalam volume lebih kecil dibanding anak sehat. Beri :
Darah utuk (whole blood), 10 ml/kgBB secara lambat selama 3 jam,
Furosemid, 1 mg/kg IV pada saat transfuse dimulai.
35
Bila terdapat gejala gagal jantung, berikan komponen sel darah merah
(packed red cells) 10 ml/kgBB. Anak dengan kwashiorkor mengalami
redistribusi cairan sehingga terjadi penurunan Hb yang nyata dan tidak
membutuhkan transfuse. Hentikan semua pemberian cairan lewat oral/NGT
selama anak ditransfusi.4,8
Monitor frekuensi nadi dan pernapasan setiap 15 menit selama transfuse. Jika
terjadi peningkatan (frekuensi napas meningkat 5x/menit atau nadi
25x/menit), perlambat transfuse.4,8
Catatan: Jika Hb tetap rendah setelah transfuse, jangan ulangi transfuse dalam
4 hari. 4,8
Intoleransi laktosa
36
Diare jarang disebabkan oleh intoleransi laktosa saja. Tatalaksana intoleransi
laktosa hanya diberikan jika diare terus menerus ini menghambat perbaikan
secara umum. Perlu diingat bahwa F-75 sudah merupakan formula rendah
laktosa. 4,8
Pada kasus tertentu :
Ganti formula dengan yoghurt atau susu formula bebas laktosa.
Pada fase rehabilitasi, formula yang mengandung susu diberikan kembali
secara bertahap.
Diare osmotic
Diare osmotic perlu diduga jika diare makin memburuk pada pemberian F-75
yang hiperosmolar dan akan berhenti jika kandungan gula dan osmolaritasnya
dikurangi. 4,8
Pada kasus seperti ini gunakan F-75 berbahan dasar serealia dengan
osmolaritas yang lebih rendah.
Berikan F-100 untuk tumbuh kejar secara bertahap.
5. Tuberkulosis
Jika anak diduga kuat menderita tuberkulosis,lakukan: 4,8
Tes Mantoux (walaupun seingkali negative palsu)
Foto thoraks, bila mungkin
Untuk diagnosis dan tatalaksana sesuai dosis pengobatan TB pada anak
37
Menu dan cara membuat makanan kaya energia dan padat dizi serta frekuensi
pemberian makan yang sering.
Sarankan:
Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan
Mengikuti program pemberian vitamin A
38
Beri anak makanan tersendiri/terpisah, sehingga asupan makan anak dapat
dicek.
Beri suplemen mikronutrien dan elektrolit.
ASI diteruskan sebagai tambahan.
2.8. Komplikasi
Gizi buruk atau KEP berat seperti marasmus-kwashiorkor memiliki komplikasi-
komplikasi yaitu :2,3,5
Perkembangan mental
Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa dini
perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat
terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak
normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis
protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan
ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak
yang pernah menderita KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut,
deficit tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil
pemeriksaan EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah
5 tahun lalu meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun
setelahnya.
39
Noma
Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang
bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu, biasanya disertai
nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan lokasi noma tersebut.
Noma merupakan salah satu penyakit yang menyertai KEP berat akibat imunitas
tubuh yang menurun, noma timbul umumnya pada tipe kwashiorkor.
Xeroftalmia
Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat defisiensi
dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat juga terjadi pada
marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita KEP berat karena
ditakutkan akan mengalami kebutaan.
Kematian
Kematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya
penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru,
radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-
tanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas
pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan
semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit
infeksi juga akan semakin berat.
2.9. Pencegahan
Tindakan pencegahan penyakit KEP bertujuan untuk mengurangi insidensi KEP
dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Akan tetapi tujuan yang lebih
luas dalam pencegahan KEP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia
Indonesia yang dapat bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang cukup. Ada
40
berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau
lebih dari satu faktor dasar penyebab KEP, yaitu :2,4,5,8
Meningkatkan hasil produksi pertanian, agar persediaan bahan
makanan menjadi lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan
penghasilan rakyat.
Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan
tinggi energi untuk anak-anak yang disapih.
Memperbaiki infrastruktur pemasarna.
Subsidi harga bahan makanan.
Pemberian makanan suplementer.
Pendidikan gizi yang bertujuan untuk mengajarkan rakyat untuk
mengubah kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara
menghidangkan makanan agar menghasilkan makanan yang bermutu.
Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan:
o Pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu, misalnya ke
Pusksesmas, Posyandu.
o Melakukan imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi yang
memiliki prevalensi yang tinggi.
o Memperbaikin higienitas lingkungan.
o Mendidik rakyat untuk mengunjungi Puskesmas secepatnya jika
kesehatan terganggu.
o Menganjurkan keluarga berencana.
2.10. Prognosis
Malnutrisi yang berat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian
sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara
kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari
stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun
kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat
dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari sel-sel tubuh
41
akibat gizi buruk/KEP berat.4-6,9
42
DAFTAR PUSTAKA
43
44