Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BATASAN PERSALINAN ABNORMAL

Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan persalinan abnormal maka

harus dipahami terlebih dulu proses persalinan normal. Persalinan normal adalah

peristiwa adanya kontraksi uterus yang disertai dengan kemajuan proses dilatasi dan

pendataran serviks. 5

Persalinan normal adalah peristiwa lahirnya bayi hidup dan plasenta dari dalam

uterus dengan presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa mengunakan alat

pertolongan pada usia kehamilan aterm dengan berat badan bayi 2500 gram atau lebih,

dengan lama persalinan kurang dari 24 jam yang dibantu dengan kekuatan kontraksi

uterus dan tenaga mengejan.5

Sedangkan menurut WHO, persalinan normal adalah peralinan yang dimulai

secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir ), mempunyai

resiko rendah pada awal persalinan dan presentasi belakang kepala pada usia

kehamilan antara 37-42 minggu, dan setelah persalinan ibu dan bayi berada dalam

kondisi baik.6

Persalinan abnormal ( distosia ) adalah persalinan yang berjalan tidak normal.

Seringkali pula disebut sebagai partus lama, partus tak maju , disfungsi persalinan atau

disproporsi sepalo pelvik (CPD )7

Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karakteristik

kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan abnormal atau lambat

Universitas Sumatera Utara


umum terjadi bila ada disproporsi antara ukuran bagian terbawah janin dengan jalan

lahir. Pada presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini untuk

seksio sesaria primer. CPD (cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari panggul

sempit, ukuran kepala janin yang besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua di atas.

Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat

mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul sempit bisa terjadi pada pintu atas

panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umumnya kombinasi dari

ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan midlet,

diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan

dengan evaluasi ukuran kepala janin.1

Panggul sempit sebagai salah satu kendala dalam melahirkan secara normal

karena menyebabkan persalinan macet yang insidensinya adalah 1-3% dari

persalinan.2,3,4

Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa

pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu

dapat berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi

intrapartum, ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau

fistula vesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara

kepala janin dengan tulang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa

meningkatkan kematian perinatal, dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala

janin bahkan bisa menimbulkan fraktur pada os parietalis.5,6

Pada tahun 2007, angka seksio sesaria adalah 31.8% - angka seksio tertinggi

yang pernah dilaporkan di Amerika Serikat. Menurut American College of Obstetricians

Universitas Sumatera Utara


and Gynecologists (2003), kira-kira 60% seksio sesaria emergensi di Amerika Serikat

dihubungkan dengan distosia7. Di Inggris insiden meningkat kurang dari 5% pada tahun

1973 menjadi 10% pada tahun 1986. Di Indonesia, angka seksio sesarea di RSUD. Dr.

Pirngadi Medan meningkat dari 20,4% pada tahun 1994 menjadi 34,83% pada tahun

1998. 8,9,10

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting

untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan panggul. Pada wanita dengan tinggi

badan kurang dari 145 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul. Dengan

pemeriksaan dalam (manual) mempunyai arti yang penting untuk menilai secara kasar

pintu atas panggul serta panggul tengah, dan untuk memberi gambaran yang jelas

mengenai pintu bawah panggul. Pelvimetri rontgenologik diperoleh gambaran yang

jelas tentang bentuk panggul dan ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul. Akan

tetapi pemeriksaan ini dalam masa kehamilan beresiko, khususnya bagi janin. Menurut

English James,dkk CT pelvimetri tingkat radiasinya terhadap janin lebih kurang

sepertiga dari tingkat radiasi secara X-ray pelvimetri sehingga lebih aman

penggunaannya, namun tetap saja membahayakan janin. Oleh sebab itu tidak dapat

dipertanggung jawabkan untuk menjalankan pelvimetri rontgenologik secara rutin pada

masa kehamilan, kecuali atas indikasi yang kuat.5,15

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil penelitian oleh Friedman, persalinan dibagi menjadi 3

stadium:

1. Persalinan kala I , berawal sejak adanya kontraksi uterus yang teratur sampai

dilatasi servik lengkap. Terbagi menjadi 2 fase : fase laten ( dilatasi sampai

dengan 3 – 4 cm ) dan fase aktif ( dilatasi servik 4 cm sampai lengkap ). Fase

aktif dibagi lagi menjadi 3 subfase yaitu fase akselerasi, fase dilatasi maksimal

dan fase deselerasi.

2. Persalinan kala II, sejak dilatasi serviks lengkap sampai bayi lahir

3. Persalinan kala III, kala persalinan plasenta

2.2. INDIKASI PERSALINAN DENGAN TINDAKAN AKIBAT DISTOSIA

INDIKASI NULIPARA MULTIPARA

Fase Laten Memanjang > 20 jam > 14 jam

Kala II rata-rata 50 menit 20 menit

Kala II memanjang tanpa > 2 jam (>3 jam) >1 jam (>2 jam)

(dengan) anestesi epidural

Protracted dilation <1.2cm / jam <1.5cm/jam>

Protracted descent <1> <2>

Arrest of dilation* <2> <2>

Arrest of descent* <2> <1>

Kala II memanjang > 30 menit >30 menit

* Kontraksi uterus adekuat = 200 Montevideo Unit per 10 menit selama 2 jam.

Universitas Sumatera Utara


* Secara klinis kriteria kontraksi uterus yang adekuat :

1. Fundal dominan

2. Berlangsung 3 – 4 kali dalam waktu 10 menit

3. Masing-masing his berlangsung sekitar 40 detik

4. Terdapat fase relaksasi yang memadai\

5. Intensitas kontraksi normal ( ~ 200 MVU )

Diagnosis persalinan abnormal ditegakkan bila terdapat penyimpangan dari kurva

persalinan yang normal. Perlu diingat bahwa : 7

1. Diagnosis persalinan abnormal yang terjadi pada fase laten sering disebabkan

oleh kesalahan dalam menentukan saat inpartu.

2. Dewasa ini terdapat kontroversi mengenai aplikasi kurva persalinan Friedman.

Secara umum, persalinan abnormal adalah merupakan akibat dari beberapa

faktor berikut :7,8

1. Power ( kontraksi uterus ) ; pada kala I dan II, selain gangguan kontraksi uterus

juga dapat disebabkan oleh gangguan kemampuan meneran.

2. Passage ( jalan lahir ) , jalan lahir keras ( tulang panggul ) atau jalan lahir lunak (

organ sekitar jalan lahir )

3. Passanger ( janin ) , besar janin, letak, posisi dan presentasi janin.

Universitas Sumatera Utara


2.3. PATOFISIOLOGI

Fase laten memanjang dapat disebabkan akibat over sedasi atau menegakkan

diagnosis inpartu terlampau dini dimana masih belum terdapat dilatasi dan pendataran

serviks. Diagnosis adanya hambatan atau berhentinya kemajuan persalinan pada fase

aktif lebih mudah diotegakkan dan umumnya disebabkan oleh faktor 3 P sebagai

berikut: Power , komponen power, frekuensi kontraksi uterus mungkin memadai namun

intensitas nya tidak memadai. Adanya gangguan hantaran saraf untuk terjadinya

kontraksi uterus misalnya adanya jaringan parut pada bekas sectio caesar, miomektomi

atau gangguan hantaran saraf lain dapat menyebabkan kontraksi uterus berlangsung

secara tidak efektif. Apapun penyebabnya, gangguan ini akan menyebabkan kelainan

kemajuan dilatasi dan pendataran sehingga keadaan ini seringkali disebut sebagai

distosia fungsionalis. , Passage ( atau kapasitas panggul ) , kelainan pada kapasitas

panggul (kelainan bentuk, luas pelvik ) dapat menyebabkan persalinan abnormal. Baik

janin maupun kapasitas panggul dapat menyebabkan persalinan abnormal akibat

adanya obstruksi mekanis sehingga seringkali dinamakan dengan distosia mekanis.

Harus pula diingat bahwa selain tulang panggul , organ sekitar jalan lahir dapat pula

menyebabkan hambatan persalinan ( soft tissue dystocia akibat vesica urinaria atau

rektum yang penuh). Passanger (janin) , kelainan besar dan bentuk janin serta kelainan

letak, presentasi dan posisi janin dapat menyebabkan hambatan kemajuan persalinan.
10

Universitas Sumatera Utara


2.4. ANGKA KEJADIAN

Dari semua persalinan presentasi kepala, 8 – 11% akan mengalami gangguan

pada persalinan kala I. Persalinan seksio sesarea atas indikasi distosia adalah sekitar

60%. 7,8,9

2.5. MORTALITAS DAN MORBIDITAS

Morbiditas dan mortalitas ibu dan anak meningkat pada kasus persalinan

abnormal. Hal ini lebih merupakan akibat dari hubungan akibat-akibat dibandingkan

hubungan sebab-akibat. Meskipun demikian, identifikasi persalinan abnormal dan

pengambilan keputusan yang cepat dan tepat akan menurunkan resiko tersebut. 9

2.6. ABNORMALITAS PERSALINAN KALA I FASE LATEN

Pemanjangan persalinan fase laten jarang sekali terjadi dan umumnya

disebabkan oleh kesalahan dalam menegakkan diagnosis inpartu.Diagnosis

pemanjangan fase laten ditegakkan bila pada nulipara batas 20 jam atau pada

multipara batas 14 jam dilampaui.

Etiologi :

1. Kontraksi uterus hipertonik

2. Pemberian sedatif yang terlampau dini dan berlebihan

3. Kontraksi uterus hipotonik

Universitas Sumatera Utara


Identifikasi keadaan etiologi pemanjangan fase laten umumnya tidak sulit dan dapat

dilakukan dengan melakukan palpasi untuk menentukan kualitas kontraksi uterus.

Luaran persalinan untuk ibu dan anak umumnya baik. Adapun penatalaksanaan yang

dilakukan sebagai berikut:

• Tergantung pada etiologi

• Pemanjangan fase laten akibat pemberian sedasi atau analgesik yang

berlebihan dan terlampau dini akan berakhir setelah efek obat mereda

• Kontraksi uterus hipertonik diatasi dengan istirahat dan diberikan terapi sedatif

dan analgetik

• Kontraksi uterus hipotonik diatasi dengan akselerasi persalinan dengan infus

oksitosin.

2.7. JENIS-JENIS PERSALINAN

• Persalinan Normal

Persalinan spontan : Persalinan yang berlangsung dengan

kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir

(pervaginam).

• Persalinan Abnormal

Persalinan buatan : Persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar

(misalnya ekstraksi vakum dan ekstraksi forsep )

Persalinan per-abdominal dengan seksio sesarea8,9,10.

Universitas Sumatera Utara


2.8. PERSALINAN DENGAN TINDAKAN

Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal

secara spontan atau tidak berjalan sendiri, oleh karena terdapat indikasi adanya

penyulit. Sehingga persalinan dilakukan dengan memberikan tindakan

menggunakan alat bantu. Persalinan tindakan dilakukan jika kelahiran spontan

diduga berisiko lebih besar pada ibu atau anak daripada tindakannya.

Persalinan tindakan terdiri dari :

1.Persalinan tindakan pervaginam

Apabila persyaratan pervaginam tidak termenuhi. Persalinan tindakan

pervaginam meliputi : ekstraksi vakum dan forsep untuk bayi yang masih hidup

dan embriotomi untuk bayi yang sudah meninggal.

2.Persalinan tindakan perabdominam

Apabila persyaratan persalinan pervaginam tidak memenuhi. Persalinan

tindakan ini berupa seksio sesaria.

Universitas Sumatera Utara


PERSALINAN DENGAN EKSTRAKSI VAKUM.

Persalinan melalui vagina atau jalan lahir dengan menggunakan bantuan

alat ekstraksi vakum, yaitu suatu cup yang dibuat dari baja atau sebuah plastik

yang fleksibel lentur.

Persalinan vaginal operatif mengacu pada penerapan baik forceps atau

alat vakum untuk membantu ibu dalam mempengaruhi persalinan pervaginam

janin. Insiden persalinan pervaginam operatif di Amerika Serikat saat ini

diperkirakan sekitar 5%, atau sekitar 1 dari 20 kelahiran,meskipun ada

perbedaan geografis yang luas di tingkat persalinan pervaginam operatif di

country. Tingkat terendah dari persalinan pervaginam instrumental (? 5%) adalah

terlihat di timur laut dan tingkat tertinggi (20% -25%) berada di South. 15

SEJARAH EKSTRAKSI VAKUM

Gagasan untuk melahirkan kepala janin dengan memakai tenaga

vakum,mula- mula dipelajari oleh Young (1706) dari Inggris, yang kemudian

secara berturut-turut dikembangkan oleh ahli-ahli obstetri di negara – Negara

Universitas Sumatera Utara


Eropa dalam bentuk yang bermacam-macam. Bentuk ekstraktor vakum yang

bermacam-macam ini ternyata kurang popular dalam pemakaiannya, karena

banyak hambatan-hambatan teknik. Akhirnya pada tahun 1952-1956 Tage

Malmstrom dari Gothenburg, Swedia menciptakan ekstraktor vakum yang

setelah mengalami percobaan-percobaan dan modifikasi dalam bentuknya, sejak

tahun 1956 menjadi sangat popular dipakai sampai saat ini.16

BENTUK DAN BAGIAN-BAGIAN EKSTRAKTOR VAKUM

1.Mangkuk(cup)

Bagian yang dipakai untuk membuat kaput subsedeneum artifisialis. Dengan

mangkuk inilah kepala diekstraksi. Diameter mangkuk: 3,4,5,6 cm. Pada dinding

belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk tanda letak denominator/

2.Botol

Tempat membuat tenaga negative(vakum). Pada tutup botol terdapat

manometer, saluran menuju kepompa penghisap, dan saluran menuju ke

mangkok yang dilengkapi dengan pentil.

3.Karet penghubung

4.Rantai penghubung antara mangkok dan pemegang

5.Pemegang

6.Pompa penghisap.16

Universitas Sumatera Utara


INDIKASI EKSTRAKSI VAKUM

Ibu

1.Untuk memperpendek kala II :

a. Penyakit jantung kompensata

b. Penyakit paru-paru fibrotic

c. Hipertensi

2.Waktu

Kala II memanjang

Janin

Gawat janin

KONTRA INDIKASI

Ibu

1.Ruptura uteri membakat

2.Pada penyaki-penyaki di mana ibu secara mutlak tidak boleh mengejan

misalnya penyakit payah jantung, Pre eklampsia berat.

Janin

1.Letak muka

2.After coming head

3.Janin preterm16

Universitas Sumatera Utara


SYARAT EKSTRAKSI VAKUM

1.Syarat-syarat ekstraksi vakum sama dengan ekstraksi cunam, hanya disini

syarat lebih luas, yaitu :

- Pembukaan lengkap

- Penurunan kepala janin di hodge III +

2.Harus ada kontraksi rahim dan ada tenaga mengejan.16

PERSALINAN PRE ABDOMINAL ATAU SEKSIO SESARIA

Seksio sesaria merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan

insisi melalui abdomen dan uterus. Risiko penyerta prosedur bedah harus

dipertimbangkan. Di Inggris angka mortalitas untuk prosedur elektif antara 15

dan 17 per 100.000 kasus maternitas selama tahun 1991-1996 (Doh 1998).

Embolisme paru, perdarahan, sepsis terus terjadi sebagai penyebab mortalitas

yang menonjol. Pendelegasian yang tidak tepat, fasilitas yang tidak adekuat dan

komunikasi yang buruk menjadi penyebab perawatan dibawah standard dan

memerlukan perbaikan. 16

Universitas Sumatera Utara


INDIKASI SEKSIO SESARIA

Seksio sesaria dapat dibagi ke dalam kategori elektif, darurat terencana,

darurat yang tidak terencana dan kategori peri mortem serta post mortem untuk

memudahkan audit. Komplikasi dan mortalitas yang jelas prosedur bedah harus

dibedakan dari akibat adanya komplikasi obstetri dan masalah medis ibu.16

Seksio sesaria dilakukan untuk;

1. Mengatasi disproporsi sefalo pelvic dan aktifitas uterud yang abnormal

2. Mempercepat pelahiran untuk keselamatan ibu dan janin

3. Mengurangi trauma janin pada ibu ( misalnya presentasi bokong premature kecil

) dan infeksi janin ( misalnya risiko tertular infeksi herpetic atau HIV )

4. Mengurangi risiko pada ibu ( misalnya gangguan jantung tertentu , lesi

intracranial atau keganasan pada serviks ) Memungkinkan ibu untuk

menjalankan pilihan sesuai keinginan.16

Determinan Hasil

Determinanhasil merupakan determinan dekat yang merupakan proses

yang paling dekat dengan kejadian kematian itu sendiri, yaitu kehamilan dan

komplikasi dari kehamilan itu sendiri, persalinan dan masa nifas. Wanita yang

hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi, baik komplikasi kehamilan

maupun komplikasi persalinan, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak

memiliki risiko tersebut.19

Universitas Sumatera Utara


Determinan Antara

Status kesehatan ibu

Status kesehatan ibu yang berpengaruh terhadap kejadian kematian ibu

meliputi status gizi, anemia, penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi

pada kehamilan dan persalinan sebelumnya.30

Status gizi ibu hamil dapat dilihat dari hasil pengukuran terhadap lingkar

lenganatas (LILA).Pengukuran LILA bertujuan untuk mendeteksi apakah ibu

hamiltermasuk kategori kurang energi kronis (KEK) atau tidak.Ibu dengan status

giziburuk memiliki risiko untuk terjadinya perdarahan dan infeksi pada masa

nifas.Keadaan kurang gizisebelumdanselama kehamilan memberikan kontribusi

terhadaprendahnya kesehatan maternal,masalah dalam persalinan dan masalah

pada bayi yangdilahirkan.Berdasarkandata Susenas tahun 2000 dan sensus

penduduk tahun 2000,prevalensi ibu yangmenderita KEK (LILA ibu < 23,5 cm)

adalah 25%. Risiko KEK pada ibuhamil lebihbanyak ditemukan di pedesaan

(40%) daripada di perkotaan (26%) dan lebih banyakdijumpai pada kelompok

usia ibu di bawah 20 tahun (68%).

Anemia merupakan masalah penting yang harus diperhatikan selama

kehamilan.Menurut WHO, seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia jika

kadarhemoglobin (Hb) kurang dari 11g/dl.Anemia dapat disebabkan oleh

berbagai sebab,yang dapat saling berkaitan, yaitu intake yang kurang adekuat,

investasi parasit,malaria, defisiensi zat besi, asam folat dan vitamin A.Menurut

WHO, 40%kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam

Universitas Sumatera Utara


kehamilan.Anemia defisiensi besi merupakan 95% penyebab anemia selama

kehamilan.,27,21,30

Kurang lebih 50% dari seluruh ibu hamil di seluruh dunia menderita

anemia.Wanitayang menderita anemia berat akan lebih rentan terhadap infeksi

selama kehamilandan persalinan, akan meningkatkan risiko kematian akibat

perdarahan dan akanmemiliki risiko terjadinya komplikasi operatif bila dibutuhkan

persalinan denganseksio sesaria.27Anemia ibu hamil di Indonesia masih

merupakan masalah nasionalkarena anemia mencerminkannilai kesejahteraan

sosial ekonomi masyarakat danpengaruhnya sangat besar terhadap kualitas

sumber daya manusia.Dari Studi FollowUp Ibu Hamil, SKRT 2001 ditemukan

prevalensi ibu hamil dengan kadar Hb rendah(< 11,0 gram/ dl, WHO 2000)

sebesar 40,1% dan diantaranya 0,3% memiliki kadarHb < 7,0 gram/ dl. Anemia

lebih banyak ditemukan pada ibu hamil di pedesaan(42%) daripada di perkotaan

(38%).Menurut Soejoenoes, anemia memberikan risiko relatif 15,3 kali untuk

terjadinya kematian maternal bila dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak

menderita anemia. Pola penyakit yang mengakibatkan kematian secara umum di

Indonesia telah mengalami perubahan, akibat adanya transisi epidemiologi.

Riwayat obstetri yang buruk seperti persalinan dengan tindakan, perdarahan,

partus lama, bekas seksio sesaria akan mempengaruhi kematian maternal. 15%

persalinan yang terjadi di Negara berkembang merupakan persalinan dengan

tindakan,dalam hal ini seksio sesaria paling sering dilakukan.Semua persalinan

dengan tindakan memiliki resiko,baik terhadap ibu maupun bayinya.22,29,21

Universitas Sumatera Utara


Penyakit jantung merupakan penyebab non obstetrik penting yang

menyebabkan kematian maternal, dan terjadi pada 0,4 – 4% kehamilan. Angka

kematian maternal bervariasi dari 0,4% pada pasien – pasien dengan klasifikasi

New York HeartAssociation (NYHA) I dan II dan 6,8% atau lebih pada pasien

dengan NYHA III danIV. Keadaan ini disebabkan oleh adanya peningkatan

beban hemodinamik selama kehamilan dan persalinan, yang akan memperberat

gejala dan mempercepat terjadinya komplikasi pada wanita yang sebelumnya

telah menderita penyakit jantung.26 Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit

jantung tergantung dariberatnya penyakit, usia penderita dan penyulit – penyulit

lain yang tidak berasal dari jantung.31

Status reproduksi

Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian kematian

ibu adalah usia ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan dan status

perkawinan ibu.20

a. Terlalu Tua

Kehamilan diatas usia 35 tahun menyebabkan wanita terpapar pada

komplikasi medik dan obstetrik. Kejadian perdarahan pada usia kehamilan

lanjut meningkat pada wanita yang hamil di usia > 35 tahun, dengan

peningkatan insidensi perdarahan akibat solusio plasenta dan plasenta previa.

Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa kematian

maternal akan meningkat 4 kali lipat pada ibu yang hamil pada usia 35–39

Universitas Sumatera Utara


tahun bila dibanding wanita yang hamil pada usia 20–24 tahun.Usia kehamilan

yang paling aman untuk melahirkan adalah usia 20 – 30 tahun.20,23,26

b. Terlalu Muda

Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko

untuk hamil dan melahirkan (Kemenkes RI, 1994). Wanita yang melahirkan

pada usia 14 tahun mengalami resiko kematian saat melahirkan sebesar 5

sampai 7 kali. Sedangkan wanita yang melahirkan pada usia antara 15 sampai

19 tahunmengalami risiko kematian saat melahirkan sebesar 2 kali

lipat.Tingginya tingkat kematian tersebut disebabkan oleh preeklampsi,

perdarahan post partum, sepsis, infeksi HIV dan malaria (Nour,2009).

Kekurangan akses ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan perawatan

kehamilan dan persalinan merupakan penyebab yang penting bagi terjadinya

kematian maternal di usia muda.Keadaan ini diperburuk oleh kemiskinan dan

buta huruf, ketidaksetaraan kedudukan antara pria dan wanita, pernikahan usia

muda dan kehamilan yang tidak diinginkan.20,23,26

c. Terlalu Sering

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

kematianmaternal. Paritas≤1 (belum pernah melahirkan/baru melahirkan

pertama kali) dan paritas > 4 memiliki angka kematian maternal lebih tinggi

(Saifudin,1994). Paritas ≤ 1 dan usia muda berisiko karena ibu belum siap

Universitas Sumatera Utara


secara medis maupun secara mental, sedangkan paritas di atas 4 dan usia tua,

secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan .24,20,21

d. Terlalu Dekat

Jarak antar kehamilan yang kurang dari 2 tahun dapat meningkatkan

risiko terjadinya kematian maternal (Kemenkes RI, 2004).Persalinan dengan

interval kurang dari 24 bulan merupakan kelompok resiko tinggi untuk

perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu (Kemenkes RI, 2004).

Penelitian yang dilakukandi tiga rumah sakit di Bangkok memperlihatkan bahwa

wanita dengan interval kehamilan kurang dari dua tahun memiliki resikodua

setengah kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan dengan wanita yang

memiliki jarak kehamilan lebih lama 24,20,21

Akses terhadap pelayanan kesehatan

Hal ini meliputi keterjangkauan lokasi tempat pelayanan kesehatan,

tempat pelayanan yang lokasinya sulit dicapai oleh para ibu menyebabkan

berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan, jenis dan

kualitas pelayanan yang tersedia dan keterjangkauan terhadap informasi.

Akses terhadap tempat pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa

faktor, seperti lokasi dimana ibu dapat memperoleh pelayanan kontrasepsi,

pemeriksaan antenatal, pelayanan kesehatan primer atau pelayanan

kesehatan rujukan yang tersedia di masyarakat .24,23

Universitas Sumatera Utara


Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan

Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain meliputi

perilaku penggunaan alat kontrasepsi. Ibu yang mengikuti program

keluarga berencana (KB) akan lebih jarang melahirkan dibandingkan dengan

ibu yang tidak mengikuti program Keluarga Berencana. Demikian juga perilaku

pemeriksaaan tenatal, ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal secara

teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan komplikasinya.24

Termasuk juga dalam hal ini adalah penolong persalinan, ibu yang

ditolong oleh dukun berisiko lebih besar untuk mengalami kematian dan

kesakitan dibandingkan dengan ibu yang melahirkan dibantu oleh tenaga

kesehatan, serta tempat persalinan, persalinan yang dilakukan di rumah akan

menghambat akses untuk mendapatkan pelayanan rujukan secara cepat

apabila sewaktu-waktu dibutuhkan .25,28

Determinan jauh

Meskipun determinan ini tidak secara langsung mempengaruhi kematian

maternal, akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi, keagamaan dan faktor–

faktor lain juga perlu dipertimbangkan dan di satukan dalam pelaksanaan

intervensi penanganan kematian ibu.19.21

Termasuk dalam determinan jauh adalah status wanita dalam keluarga

dan masyarakat,yang meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan ibu dan kemiskinan.

Wanita yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan

diri dan keluarganya, sedangkan wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah,

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan kurangnya pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa

ibu hamil maupun bayinya terutama dalam hal kegawat-daruratan kehamilan

dan persalinan. Ibu–ibu terutama di daerah pedesaan dengan pendidikan

rendah, tingkat independensinya untuk mengambil keputusanpun rendah dan

berdasarkan pada budaya ‘berunding’ yang berakibat pada keterlambatan

merujuk. Kemiskinan dapat menjadi sebab rendahnya peran serta masyarakat

pada upaya kesehatan.Kematian maternal sering terjadi pada kelompok miskin,

tidak berpendidikan, tinggal di tempat terpencil, dan mereka tidak memiliki

kemampuan untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri (Kemenkes RI,2004).


20.21

KOMPLIKASI KEHAMILAN

PRE-EKLAMPSIA / EKLAMPSIA

Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah

140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai

triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia

adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia, yang juga

dapat disertai koma. Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan

kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama

masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan

bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6- 8% wanita hamil di

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-

eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed

hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan

hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta

tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama. Berikut

ini akan dijelaskan mengenai pembagian di atas.32

PERDARAHAN

Sebab–sebab perdarahan yang berperan penting dalam menyebabkan

kematian maternal selama kehamilan adalah perdarahan, baik yang terjadi pada

usia kehamilan muda / trimester pertama, yaitu perdarahan karena abortus

(termasuk di dalamnyaadalah abortus provokatus karena kehamilan yang tidak

diinginkan) dan perdarahan karena kehamilan ektopik terganggu (KET), maupun

perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut akibat perdarahan

antepartum.Penyebab perdarahan antepartum pada umumnya adalah plasenta

previa dan solusio plasenta.33

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12

g/dl pada wanita tak hamil dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa

nifas. Penurunan ringan kadar hemoglobin selama kehamilan di sebabkan oleh

ekspansi volume plasma yang relatif lebih dibandingkan dengan peningkatan

volume sel darah merah. Disproporsi antara kecepatan penambahan plasma dan

Universitas Sumatera Utara


eritrosit ke dalam sirkulasi ibu paling besar selama trimester kedua. Menjelang

akhir kehamilan, ekspansi plasma pada hakikatnya berhenti, sementara masa

hemoglobin semakin bertambah.

Setelah kelahiran, kadar hemoglobin berfluktuasi dan kemudian

meningkat serta biasanya melebihi kadar ibu tak hamil. Kecepatan dan besar

peningkatan pada awal masa nifas ditentukan oleh jumlah hemoglobin yang

ditambahkan selama kehamilan dan jumlah darah yang hilang sewaktu proses

kelahiran yang dimodifikasi oleh penurunan normal volume plasma postpartum.33

Universitas Sumatera Utara


2.8.Kerangka Teori

Determinan jauh Determinan antara Determinan Hasil

StatusKesehatan
Status wanita
Ibu
dalam keluarga Kehamilan
1.status gizi
dan masyarakat
2. penyakit ibu
1. pendidikan
3. riwayat
2. pekerjaan
komplikasi

Status Reproduksi Komplikasi

1. usia 1. Kompl. kehamilan

2. paritas 2. Kompl. persalinan


Status keluarga
dalam
masyarakat Akses ke pelayanan

1. pendidikan kesehatan

2. pekerjaan 1. lokasi pelayanan


kesehatan
2. jangkauan yankes
3. kualitas yankes
Jenis Persalinan :
- Persalinan normal
Perilaku kesehatan - Persalinan dengan
1. penggunaan KB tindakan
2. pemeriksaan
antenatal
3. penolong persalinan
Status masyarakat
4. tempat persalinan
1. kesejahteraan
5. pelaksanaan aborsi
2. sumber daya masyarakat
yang tidak

Faktor lain yang


tidak diketahui

Universitas Sumatera Utara


2.9. Kerangka Konsep
Faktor Risiko Ibu Hamil:

(1) Determinan Jauh


yang meliputi:
pendidikan ibu dan
pekerjaan suami
V V

(2) Determinan Antara A A


Persalinan normal
yang meliputi: usia ibu, R R
paritas, tempat tinggal, I I
status rujukan, jumlah A A
kunjungan antenatal
B Persalinan dengan B
care (ANC), jarak
E E
kehamilan dan riwayat tindakan
penyakit ibu L L

I D
N E
D P
E E

(3) Determinan Hasil


yang meliputi: jenis
persalinan, komplikasi
dalam kehamilan dan
komplikasi persalinan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai