Anda di halaman 1dari 3

Penanganan Wabah Penyakit

Menurut Ilmuwan Muslim Klasik


(3)
Jumat 13 Mar 2020 21:45 WIB
Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Muhammad Hafil

Penanganan Wabah Penyakit Menurut Ilmuwan Muslim Klasik . Foto: Ilustrasi Novel Coronavirus (2019-nCoV) atau virus corona jenis baru
yang disediakan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (CDC via AP)
Foto: CDC via AP

Wabah penyakit diketahui sudah muncul sejak dulu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Andalusia (Spanyol) pada abad ke-14 juga ikut


terimbas the Black Death. Hanya saja, para sarjana Muslim setempat lebih lanjut
meneliti apa penyebab dan bagaimana metode penanganannya. Di antara mereka
adalah Ahmad bin Ali bin Kha timah. Ilmuwan dari Almeria itu menulis Tahsil al-Gharad
al-Qasid fii Tafil al-Marad al- Wafid sekitar tahun 1349. Ibnu Khatimah menduga
buruknya kualitas udara sebagai pemicu persebaran wabah.
Terkait the Black Death, ia menduga beberapa faktor penyebabnya. Misalnya, musim
yang datang tak menentu sehingga mengubah drastis suhu udara, curah hujan, atau
kecepatan angin. Selain itu, ia mengatakan, hawa tak sedap yang muncul dari bangkai-
bangkai atau jasad yang dibiarkan terbuka juga turut memperparah persebaran wabah.
Belakangan, pendapatnya tentang musim yang fluktuatif itu dibantah Ibnu al-Khatib.

Ilmuwan lainnya yang juga menelaah ihwal wabah berasal dari Granada, Spanyol.
Dialah Muhammad bin Ali asy-Syaquri. Ia menulis Tahqiq an-Naba 'an Amr al-Waba'.
Isinya terutama berkaitan dengan metode penanganan korban wabah. Sarjana Muslim
berikutnya adalah Lisanuddin bin al-Khatib (1313-1374). Ibnu al-Khatib mengarang
kitab Muqni'at al-Sail 'an al-Marad al-Hail. Di dalamnya, sosok asal Granada itu
menjelaskan hipotesis tentang transmisi atau penularan penyakit.

Gagasan al-Khatib belakangan diadopsi oleh ahli biolog Prancis, Louis Pasteur, ratusan
tahun kemudian. Ibnu al-Khatib memaksudkan Muqniat sebagai bantahan terhadap
Ibnu Khatimah. Baginya, perlu penelitian yang lebih intens untuk menemukan penyebab
suatu wabah. Tidak bisa ilmuwan hanya menduga-duga tanpa eksperimen, misalnya,
dugaan menyebut perubahan musim sebagai musababnya. Dols mengutip salah satu
uraian Muqni'at mengenai antisipasi wabah: Kebanyakan orang-orang yang telah
mengadakan kontak dengan seorang penderita wabah akan meninggal dunia.

Sementara itu, mereka yang tidak begitu akan tetap sehat. Pakaian atau keranjang
(yang sebelum nya dipakai penderita wabahRed) boleh jadi membawa penyakit ke
dalam rumah; bahkan, sebuah anting sekalipun dapat berakibat fatal bila dipasang
pada telinga seseorang (yang sehat). Penyakit itu dapat mun cul dari suatu rumah di
suatu kota, kemudian ia menyebar dari orang ke orangtetangga, saudara, atau tamu
rumah itu.

Suatu pelabuhan yang tadinya bebas dari wabah dapat ikut terjangkit setelah seorang
pengidap berlabuh di sana. Bahkan, sekalipun ia berlayar dari kota lain yang jauh sekali
dari pelabuhan itu. Al-Khatib juga menekankan keutamaan menjauhi keramaian atau
tetap berada dalam rumah kecuali memang benar-benar perlu keluar. Hal itu dinilainya
penting dilakukan kala wabah menerjang. Dia menutur kan suatu bukti, yakni seorang
tokoh bernama Ibnu Abi Madyan.

Ulama yang tinggal di Sale tersebut, al-Khatib mengatakan, selama wabah


berlangsung, hanya meng habiskan waktu di dalam rumahnya. Ia pun memasok
persediaan kebutuhan sehari-hari serta melarang keluarganya untuk keluar rumah
terlalu sering. Ketika banyak warga kota tempat tinggalnya terpapar wabah penyakit,
Ibnu Abi Madyan dan keluarganya ternyata tetap sehat walafiat.

Contoh lainnya, lanjut al-Khatib, ialah narapidana di Barak Seville. Meskipun mayoritas
Kota Seville lumpuh diterpa wabah, para tahanan di sana semua tak ikut sakit. Al-
Khatib juga menuturkan kasus lain yang dilaporkan kepadanya, yakni orang-orang
nomaden di Afrika Utara. Mereka diketahui hanya mengalami gejala ringan di tengah
situasi wabah. Sebab, lanjut al-Khatib, tenda tempat tinggal mereka memiliki sirkulasi
udara yang bagus. Alhasil, embusan angin dari luar tak lamalama terkurung di
dalamnya.

Di ambil dari: Republika.co.id (06 April 2020)

Anda mungkin juga menyukai