Anda di halaman 1dari 28

DRAF PETUNJUK TEKNIS

PEMETAAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH TA. 2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat mutlak
dalam mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan
nasional. Di sisi lain, secara filosofis lahan memiliki peran dan fungsi
sentral bagi masyarakat Indonesia yang bercorak agraris karena
memiliki nilai ekonomis, nilai sosial budaya dan religius. Permasalahan
yang dihadapi saat ini adalah tingginya tekanan terhadap lahan berupa
alih fungsi lahan yang sangat besar.

Luas alih fungsi lahan pangan khususnya sawah menjadi non sawah
semakin meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun sehingga
berpotensi mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam
ketahanan pangan nasional. Salah satu penyebab alih fungsi lahan
adalah peningkatan jumlah penduduk (sekitar 1,49 persen per tahun),
sementara luas lahan yang ada relatif tetap. Selain itu, kompetisi
pemanfatan lahan untuk pembangunan, termasuk pemekaran wilayah
provinsi dan kabupaten/kota merupakan salah satu faktor utama
ketersediaan lahan untuk memenuhi kecukupan pangan nasional
semakin terancam. Alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non
pertanian dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 diperkirakan
seluas 110.000 (seratus sepuluh ribu) hektar/tahun (menurut PP No1
Tahun 2011).

Alih fungsi lahan pertanian menimbulkan dampak langsung dan tidak


langsung. Secara langsung, alih fungsi lahan berdampak pada
hilangnya produksi pangan dalam negeri serta hilangnya investasi
pemerintah di lahan tersebut akibat alih fungsi. Secara tidak langsung,
alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap
lingkungan fisik serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan
perdesaan yang kehidupannya bergantung pada lahannya.
Permasalahannya semakin komplek, terutama lahan pertanian pangan
subur terdapat di Pulau Jawa yang dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan sektor, sementara lahan-lahan di luar Pulau Jawa belum
dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian pangan karena tingkat
kesuburan tanah rendah dan keterbatasan infrastruktur.

2
Rata-rata penguasaan lahan pertanian pangan oleh petani makin
sempit disebabkan oleh pewarisan kepemilikan lahan serta persaingan
yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan, terutama antara sektor
pertanian dan non-pertanian. Secara perlahan-lahan para pelaku
usaha pertanian pangan akan meninggalkan sektor tanaman pangan
apabila tidak diimbangi dengan pengendalian alih fungsi, pemberian
insentif dan pemberdayaan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini,
apabila paradigma dan sudut pandang para pemangku kepentingan
dalam perencanaan pemanfaatan ruang hanya terfokus pada nilai
ekonomi sewa lahan (land rent economics), maka tidak ada
keseimbangan pembangunan pertanian dengan pembangunan sektor
lainnya. Oleh karena itu, penetapan lahan pertanian pangan
berkelanjutan dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan
merupakan salah satu kebijakan yang sangat strategis.

Pengendalian alih fungsi lahan merupakan hal yang sangat mendesak.


Langkah awal dalam pengendalian alih fungsi lahan adalah dengan
melakukan pemetaan alih fungsi lahan sawah. Diharapkan dengan
tersedianya informasi luas dan sebaran lahan sawah yang dialih
fungsikan untuk peruntukan lainnya, terutama kawasan industri dan
pemukiman maupun yang sudah diberikan izin pemanfaatan ruang
untuk penggunaan lain, dapat dianalisis dan dikaji dampak dari alih
fungsi lahan sawah baik segi sosial, ekonomi dan budaya serta
kerugian investasi pemerintah akibat alih fungsi lahan sawah dan
faktor-faktor pendorong lainnya yang dapat mempengaruhi kedaulatan
dan ketahanan pangan. Untuk itu, perlu dilakukan rangkaian kegiatan
yang mendukung upaya pengendalian lahan tersebut.

Pada tahun 2020, kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah


dilakukan untuk mengidentifikasi luas lahan sawah yang telah
dialihfungsikan serta untuk mendapatkan Rekomendasi Strategis
pengendalian alih fungsi. Kedua output tersebut berguna sebagai dasar
kebijakan untuk mengendalikan alih fungsi sawah yang semakin pesat.
Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dilakukan melalui
persiapan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi. Agar
pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dapat
berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan, maka disusun
pedoman teknis ini sebagai acuan umum bagi aparat dan dinas baik di
pusat maupun daerah.

3
1.2. Tujuan
Tujuan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah adalah
memfasilitasi Dinas Pertanian Kabupaten untuk melaksanakan
amanah Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah, meliputi kegiatan:
1. Sosialisasi dan koordinasi peraturan perlindungan lahan.
2. Pemetaan alih fungsi lahan sawah.
3. Monitoring dan evaluasi Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah.

1.3. Sasaran
Sasaran kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah adalah Dinas
Pertanian Kabupaten di 42 Kabupaten.

1.4. Output
Output kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah di masing-masing
provinsi adalah sebagai berikut:
1) Laporan Sosialisasidan Koordinasi Peraturan Perlindungan Lahan.
2) Laporan Pemetaan Alih Fungsi Lahan, paling sedikit mencakup:
a. Peta Alih Fungsi Lahan Sawah Aktual: Skala cetak minimal
1:10.000 (Minimal Ukuran A3).
b. Peta Alih Fungsi Lahan sawah berdasarkan Rencana Pola Ruang
atau Black Design: Skala cetak disesuaikan dengan skala Peta
Pola Ruang (Minimal Ukuran A3).
c. Peta Alih Fungsi Lahan sawah berdasarkan Izin Pemanfaatan
Ruang (HGU dan HGB): Skala Peta disesuaikan dengan data
yang tersedia (Minimal Ukuran A3).
d. Rekomendasi Strategis Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Sawahberdasarkan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah,
termasuk Analisis Kerugian Investasi Pemerintah akibat Alih
Fungsi Lahan Sawah.
e. Softcopy Laporan dan Peta Alih Fungsi dalam bentuk (.shp dan
.pdf).
3) Laporan Monitoring dan Evaluasi Pemetaan Alih Fungsi Lahan
Sawah.

1.5. Ruang Lingkup


Pelaksana Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Dinas Pertanian
Kabupaten, meliputi kegiatan:

4
1. Sosialisasi dan Koordinasi Peraturan Perlindungan Lahan
2. Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
3. Monitoring dan evaluasi Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah

Ruang Lingkup Pedoman Teknis meliputi:


1) Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan, sasaran, output,
dan ruang lingkup.
2) Dasar hukum.
3) Ketentuan Perlindungan dan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
4) Pelaksanaan kegiatan
5) Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
6) Penutup

5
BAB II
DASAR HUKUM

Dasar hukum yang menjadi pedoman di dalam kegiatan ini disampaikan


sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
3. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih
Fungsi Lahan Sawah
4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih
Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif Lahan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan
Perlindunan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional.
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41 Tahun 2009 tentang Pedoman
Teknis Kriteria Kawasan Peruntukan Pertanian.
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pedoman
Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 79 Tahun 2013 tentang Pedoman
Kesesuaian Lahan pada Komoditas Tanaman Pangan.
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 80 Tahun 2013 tentang Pedoman
Kriteria dan Tata Cara Penilaian Petani Berprestasi Tinggi pada Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 81 Tahun 2013 tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
14. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 19 Tahun 2016
tentang Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada Wilayah
yang Belum terbentuk Rencana Tata Ruang Wilayah.
15. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 6 Tahun 2017
tentang Tata Cara Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah.

6
16. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 8 Tahun 2017
tentang Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi Dalam Rangka
Penetapan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
17. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 1 Tahun 2018
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
Kabupaten/Kota.
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2017 tentang
Kebijakan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun
2018 dimana percepatan pengintegrasian KP2B dalam RTRW dan/atau
disusun dalam Perda tersendiri.
19. Surat Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
124/SR.040/M/9/2016 tanggl 13 September 2016 perihal Permohonan
Tindak Lanjut Hasil Perluasan Areal Sawah Baru.
20. Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor B-
10074/01-15/12/2016 tanggal 20 Desember 2016 perihal Program
bantuan pertanian dengan memprioritaskan pemberian bantuan kepada
petani/pemilik lahan yang telah di-LP2B-kan.
21. Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor
B/10173/LIT.04/01-15/11/2019 tanggal 28 November 2019 perihal Alih
Fungsi Lahan Baku Sawah.
22. Surat Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
21/SR.020/M/91/2020 tanggl 29 Januari 2020 perihal Permohonan
Tindak Lanjut Hasil Perluasan Areal Sawah Baru.
23. Surat Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Nomor B-
11/PW.030/B/01/2017 tanggal 13 Januari 2017 perihal Program
bantuan pertanian dengan memprioritaskan pemberian bantuan kepada
petani/pemilik lahan yang telah di-LP2B-kan (tindak lanjut surat KPK RI
Nomor B-10074/01-15/12/2016 tanggal 20 Desember 2016).
24. Surat Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Nomor B-
39/RC.210/B/01/2018 tanggal 17 Januari 2018 perihal Percepatan
Penetapan LP2B dalam Revisi RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota.
25. Surat Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam
Negeri RI Nomor 520/636/Bangda tanggal 5 Februari 2018 perihal
Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) pada Revisi
RTRW Kabupaten/Kota.
26. Surat Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Nomor B-
86/RC.210/B/02/2019 tanggal 11 Februari 2019 perihal Perlindungan

7
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ditujukan kepada seluruh
Bupati/Walikota se-Indonesia beserta Kepala Dinas Pertanian TPH
Provinsi seluruh Indonesia.
27. Surat Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Nomor B-
211/SR.010/B/04/2019 tanggal 15 April 2019 perihal Persetujuan
Gubernur terkait Penyampaian Usulan Penetapan LP2B.

8
BAB III
KETENTUAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN (PLP2B)

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan dilakukan terhadap


Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) yang berada di dalam atau di luar
kawasan pertanian pangan.Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dilakukan dengan penetapan (1) Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (KP2B), (2) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di
dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), dan (3)
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) di dalam dan di
luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).

3.1. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B)


Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem
dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan,
memanfaatkan, serta membina, mengendalikan dan mengawasi lahan
pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan


dengan tujuan:
1. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara
berkelanjutan;
2. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara
berkelanjutan;
3. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
4. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
5. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan
masyarakat;
6. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;
7. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang
layak;
8. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan
9. mewujudkan revitalisasi pertanian.

9
3.2. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah proses
menetapkan lahan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
melalui tata cara yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan meliputi:
a) Kawasan Pertanian Pangan berkelanjutan.
b) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan
c) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

3.3. Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah Pertanian Pangan


Berkelanjutan

a. Pengertian Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah


perubahan fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi
bukan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap
maupun sementara.

Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan


Berkelanjutan (LP2B) dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.Alih
fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan hanya dapat
dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka:
a. pengadaan tanah untuk kepentingan umum; atau
b. terjadi bencana.

Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dilakukan


dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum
sebagaimana dimaksud dalam terbatas pada kepentingan umum
yang meliputi:
a. jalan umum;
b. waduk;
c. bendungan;
d. irigasi;
e. saluran air minum atau air bersih;
f. drainase dan sanitasi;
g. bangunan pengairan;
h. pelabuhan;
i. bandar udara;
10
j. stasiun dan jalan kereta api;
k. terminal;
l. fasilitas keselamatan umum;
m. cagar alam; dan/atau
n. pembangkit dan jaringan listrik.

Selain kepentingan umum sebagaimana dimaksud di atas, alih


fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga dapat dilakukan
untuk pengadaan tanah guna kepentingan umum lainnya yang
ditentukan oleh Undang-Undang.

Rencana pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana


dimaksud harus sesuai dalam rencana tata ruang wilayah dan/atau
rencana rinci tata ruang.

b. Persyaratan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam rangka
pengadaan tanah untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan
dengan persyaratan :
1) memiliki kajian kelayakan strategis;
2) mempunyai rencana alih fungsi lahan;
3) pembebasan kepemilikan hak atas tanah; dan
4) ketersediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang dialihfungsikan.

Kajian kelayakan strategis paling sedikit mencakup:


1) luas dan lokasi yang akan dialihfungsikan;
2) potensi kehilangan hasil;
3) resiko kerugian investasi; dan
4) dampak ekonomi, lingkungan, sosial, dan budaya.

Rencana alih fungsi lahan paling sedikit mencakup:


1) luas dan lokasi yang akan dialihfungsikan;
2) jadwal alih fungsi;
3) luas dan lokasi lahan pengganti;
4) jadwal penyediaan lahan pengganti; dan
5) pemanfaatan lahan pengganti.

11
Pembebasan kepemilikan hak atas tanah pada lahan dilakukan
dengan memberikan ganti rugi oleh pihak yang melakukan alih
fungsi.Besaran ganti rugi dilakukan oleh Penilai yang ditetapkan
oleh lembaga pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelaksanaan pembebasan kepemilikan hak
atas tanah pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lahan pengganti harus memenuhi kriteria kesesuaian lahan dan


dalam kondisi siap tanam.Lahan pengganti dapat diperoleh dari:
a) pembukaan lahan baru pada Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;
b) pengalihfungsian lahan dari bukan pertanian ke Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan terutama dari tanah terlantar
dan/atau tanah bekas kawasan hutan; atau
c) penetapan lahan pertanian pangan sebagai Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan.

c. Tata Cara Alih Fungsi LP2B


Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam rangka
pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau terjadi bencana
diusulkan oleh pihak yang mengalihfungsikan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan kepada:
a) bupati/walikota dalam hal lahan yang dialihfungsikan dalam 1
(satu) kabupaten/kota;
b) gubernur setelah mendapat rekomendasi bupati/walikota dalam
hal lahan yang dialihfungsikan lintas kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi; atau
c) Presiden setelah mendapat rekomendasi bupati/walikota dan
gubernur dalam hal lahan yang dialihfungsikan lintas provinsi.

Usulan sebagaimana dimaksud disampaikan setelah mendapat


persetujuan Menteri.

12
3.4. Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah Sawah Sesuai Peraturan
Presiden 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Sawah

Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah sawah merupakan salah satu


strategi peningkatan kapasitas produksi padi dalam negeri, sehingga
perlu dilakukan percepatan penetapan peta lahan sawah yang
dilindungi dan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah sebagai program
strategis nasional. Hal ini menjadi penting mengingat luas alih fungsi
lahan pangan khususnya sawah menjadi non sawah semakin
meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun sehingga berpotensi
dapat mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam
ketahanan pangan nasional;

Berdasarkan Peraturan Presiden 59 Tahun 2019, pengertian alih


fungsi lahan sawah adalah perubahan lahan sawah menjadi bukan
lahan sawah baik secara tetap maupun sementara. Sementara itu,
Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah adalah serangkaian kegiatan yang
dimaksudkan untuk mengendalikan perubahan Lahan Sawah menjadi
bukan Lahan Sawah baik secara tetap maupun sementara.

a. Tujuan

Tujuan dari Peraturan Presiden 59 Tahun 2019 adalah :


1) mempercepat penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi
dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah
untuk mendukung kebutuhan pangan nasional;
2) mengendalikan Alih Fungsi Lahan Sawah yang semakin pesat;
3) memberdayakan petani agar tidak mengalihfungsikan Lahan
Sawah; dan
4) menyediakan data dan informasi Lahan Sawah untuk bahan
penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

b. Penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi

Penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi dilakukan melalui:


1) verifikasi Lahan Sawah;
2) sinkronisasi hasil verifikasi Lahan Sawah; dan
3) pelaksanaan penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi.

13
Lahan sawah yang akan ditetapkan dalam peta Lahan Sawah
tersebut berada di kawasan lindung atau kawasan budidaya.

Lahan Sawah yang akan ditetapkan dalam peta Lahan Sawah yang
dilindungi meliputi :
1) Lahan Sawah beririgasi meliputi Lahan Sawah:
a) Irigasi permukaaan; Lahan Sawah Irigasi permukaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
i. irigasi teknis;
ii. Irigasi semi teknis;
iii. Irigasi sederhana;
iv. Irigasi desa.
b) Irigasi rawa;
c) Irigasi air bawah tanah; dan
d) Irigasi pompa.

2) Lahan Sawah tidak beririgasi. Lahan Sawah tidak beririgasi


sebagaimana dimaksud merupakan Lahan Sawah tadah hujan
dan sawah yang tidak dilengkapi sistem Irigasi.

c. Alih Fungsi Lahan Sawah yang Dilindungi

Terhadap Lahan Sawah yang masuk dalam peta Lahan Sawah yang
dilindungi namun belum ditetapkan sebagai bagian dari penetapan
lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam rencana tata ruang,
tidak dapat dialihfungsikan sebelum mendapat rekomendasi
perubahan penggunaan tanah dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria pertanahan dan tata ruang.

14
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1. Tahapan Pelaksanaan

4.1.1. Persiapan
Persiapan pelaksanaan Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan
Sawah dilakukan dengan:

a) Membentuk Pokja
Wajib membentuk kelompok kerja tingkat Kabupaten diketuai
oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten dan beranggotakan
antara lain Dinas Pertanian Kabupaten, Bappeda Kabupaten,
Dinas Tata Ruang Kabupaten, Kanwil ATR/BPN, Balai Besar
Sungai dan Rawa Kementerian PUPR, Dinas Kehutanan, Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu Daerah, Tim Teknis Pengolahan
Data Spasial dan anggota TKPRD Kabupaten serta para pihak
lainnya sesuai kebutuhan. Pokja sudah ditetapkan pada
selambat-lambatnya bulan Februari Tahun 2020.

Pembentukan pokja dimaksudkan sebagai sarana melakukan


koordinasi baik terkait kebijakan, teknis dan data dan informasi
yang dibutuhkan dalam kegiatan ini. Oleh sebab itu, mengingat
banyak kewenangan maupun data informasi bukan berada pada
kewenangan dinas pertanian maka keberhasilan kegiatan ini
sangat ditentukan oleh efektivitas kerja tim pokja. Selain dengan
Satuan Perangkat Daerah terkait, pokja perlu melibatkan
konstra tani sebagai ujung tombak sumber data di lapangan.

b) Koordinasi
Koordinasi pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan
Sawah dilakukan secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan
oleh Tim Pokja dan dapat mengundang narasumber terkait.
Koordinasi Pokja merupakan syarat mutlak keberhasilan
pelaksanaan kegiatan.

c) Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi dan kampanye pengendalian alih fungsi
lahan dilaksanakan di tingkat Kabupaten oleh Dinas Pertanian

15
Tanaman Pangan Kabupaten. Sosialisasi dan kampanye
dilaksanakan secara interaktif melibatkan stakeholder terkait.

1. Materi/bahan pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan


Kampanye
Materi/bahan pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan kampanye
paling sedikit berupa:
1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;
3) Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang
Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah Sawah.
4) Peraturan Daerah tentang RTRW yang sudah ditetapkan
maupun rencana peninjauan kembali (PK) khususnya
substansi pertanian dan LP2B.
5) Lesson learn dari penerapan perlindungan dan Pemetaan
Alih Fungsi Lahan Sawah dari pakar maupun stakeholder
terkait.

2. Peserta
Peserta pertemuan minimal mencakup:
1) Kepala Bappeda Kabupaten;
2) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten;
3) Kepala Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten;
4) Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten;
5) Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten; dan
6) Kepala Bidang yang menangani kegiatan Prasarana dan
Sarana Pertanian dari Dinas Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Kabupaten.
7) Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD)
Kabupaten.
8) Unsur Penyuluh/Mantri Tani Dinas Pertanian Kabupaten.
9) Konstra Tani.
10) Perwakilan Kelompok Tani

16
4.1.2. Pelaksanaan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah

Pelaksanaan Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah terdiri


dari Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan Rekomendasi Strategis
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah dilakukan dengan
mekanisme swakelola bekerjasama dengan Instansi Pemerintah Lain
(IPL) atau swakelola Tipe II, mengacu kepada Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa
pemerintah beserta aturan perubahannya.

Kegiatan pemetaan alih fungsi lahan sawah dilakukan dengan


metode studi peta secara desk dan verifikasi di tingkat lapangan,
dengan tahapan sebagai berikut:

I. Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah


Pemetaan alih fungsi lahan sawah dilakukan dengan tiga
pendekatan sebagai berikut :
1) Alih fungsi aktual di lapangan berbasis peta spasial.
2) Rencana alih fungsi (black design alih fungsi) berbasis
dokumen perencanaan ruang, Program Strategis Nasional
(PSN), Program Strategis Provinsi (PSP), dan Program
Strategis Kabupaten (PSK).
3) Alih fungsi lahan sawah secara legal berbasis data
pertanahan maupun izin pemanfaatan ruang dan/atau izin
lainnya.

1) Alih Fungsi Aktual


Alih Fungsi Lahan Sawah Aktual dilakukan dengan tahapan :

a) Inventarisasi dan Identifikasi Data dan Peta


Inventarisasi dan Identifikasi Data dan Petatingkat
kabupaten dilakukan dengan mengumpulkan berbagai
Data dan Peta Series Lahan Baku Sawah yaitu data dan
peta Audit Lahan Sawah Kementerian Pertanian tahun
2012, peta Lahan Baku Sawah ATR/BPN Tahun 2013,
maupun peta Lahan Baku Sawah sesuai SK Menteri
ATR/Kepala BPN-RI No. 399/Kep-23.3/X/2018 tanggal 8
Oktober 2018, peta Lahan Baku Sawah ATR/BPN tahun
2019, peta usulan LP2B Dinas Pertanian Provinsi Tahun
17
2019, peta tutupan lahan terbaru atau data citra terbaru
(CSRT skala1:5.000 dan/atau 1:10.000 SPOT 6/7 dari
LAPAN tahun akuisisi 2012 dan 2018-2019 (ditekankan
citra yang diperoleh adalah citra yang terkomposit dan
sudah terorthorektifikasi), serta peta-peta lainnya yang
terkait.

b) Analisis Data, Peta, Overlay Peta–peta hasil


Inventarisasi
Overlay peta peta hasil inventarisasi dilakukan untuk
menghasilkan Peta Kerja yang akan digunakan dalam
survey dan verifikasi luas alih fungsi lahan sawah aktual
di lapangan.

c) Survei dan Verifikasi Lapangan

Survei dan verifikasi lapangan dilakukan berbasis


kecamatan pada wilayah-wilayah yang secara aktual
terdapat alih fungsi lahan sawah yang cukup besar atau
diduga terdapat kejanggalan data karena luas sawah
bertambah dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, namun faktanya dilapangan diduga berubah.

Selain itu, dilakukan wawancara/kuesioner dengan


penyuluh/mantri tani, pemilik lahan, dan petani
penggarap terkait dengan perubahan peruntukan dari
pertanian ke non pertanian. Survei dan verifikasi lapang
ini dilaksanakan dengan melibatkan konstratani dan
penyuluh/mantri tani.

d) Pengolahan Data, Peta dan Overlay serta update lahan


sawah tingkat kabupaten

Pada tahap ini dilakukan penginputan data hasil verifikasi


di lapangandan perhitungan luas alih fungsi. Setelah itu,
pengolahan data, peta, serta overlay dilakukan secara
spasial, tekstual dan numerik untuk mengetahui luasan
alih fungsi lahan sawah.

18
Output pengolahan data, peta, serta overlay peta-peta
hasil inventarisasi yaitu :
 Update perkiraan data luas dan sebaran lahan sawah
tingkat Kabupaten Tahun 2020.
 Jumlah dan sebaran alih fungsi lahan sawah.
 Peruntukan perubahan lahan sawah.

e) Analisis dan Kajian


Analisis, kajian, dan langkah strategis pengendalian
dilakukan dengan penelaahan aspek spasial, tekstual serta
numerik (aspek sosial, ekonomi, budaya, dan
kelembagaan), serta analisis kerugian investasi pemerintah
(cakupan layanan irigasi dan jaringan irigasi) akibat
perubahan peruntukkan lahan pertanian ke non
pertanian. Hal tersebut dilakukan untuk merumuskan
faktor-faktor penyebab alih fungsi lahan serta
memformulasikan langkah strategis pengendalian alih
fungsi lahan sawah.

2) Rencana Alih Fungsi Lahan Sawah (Black Design Alih


Fungsi)
Rencana alih fungsi (black design alih fungsi) dilakukan
berbasis dokumen perencanaan ruang, Program Strategis
Nasional (PSN), Program Strategis Provinsi (PSP) dan Program
Strategis Kabupaten (PSK). Kajian rencana alih fungsi (black
design alih fungsi) dilakukan dengan tahapan :

a) Inventarisasi dan Identifikasi Data dan Peta


Inventarisasi dan Identifikasi Data dan Peta tingkat
kabupaten dilakukan dengan mengumpulkan berbagai
data dan peta yaitu data dan peta Rencana Pola Ruang
Provinsi dan Kabupaten (RTRW dan/atau RDTR), draf
rencana peta pola ruang Peninjauan Kembali (PK) RTRW
Provinsi dan Kabupaten/Kota, peta lahan baku sawah
ATR/BPN tahun 2019, peta usulan LP2B Dinas Pertanian
Provinsi Tahun 2019, peta Daerah Irigasi Kewenangan
Pusat, Provinsi dan Kabupaten Tahun 2019, peta Program
Strategis Nasional (PSN), peta Program Strategis Provinsi
(PSP), peta Program Strategis Kabupaten (PSK), peta
19
Kesesuaian Lahan, peta Kawasan Hutan (SK Kemenhut
Terbaru), peta Kawasan Industri (KI) dan Kawasan
Peruntukan perindustrian (KPI), serta peta lainnya.

b) Analisis Data, Peta, Overlay Peta–peta hasil


Inventarisasi

Overlay peta-peta hasil inventarisasi dilakukan untuk


menghasilkan Peta Kerja yang akan digunakan dalam
survei dan verifikasi maupun analisis rencana alih fungsi
(black design alih fungsi) di lapangan.

c) Survei dan Verifikasi Lapangan

Survei dan verifikasi lapangan dilakukan berbasis


kecamatan pada wilayah-wilayah yang secara Rencana
Alih Fungsi (black design alih fungsi) terdapat
potensi/rencana alih fungsi lahan sawah yang cukup
besar.

Selain itu, dilakukan wawancara/kuesioner dengan


penyuluh/mantri tani, pemilik lahan, dan petani
penggarap terkait dengan perubahan peruntukan dari
pertanian ke non pertanian. Survei dan verifikasi lapang ini
dilaksanakan dengan melibatkan konstratani dan
penyuluh/mantri tani.

d) Pengolahan Data, Peta dan Overlay


Pada tahap ini dilakukan penginputan data hasil verifikasi
di lapangandan perhitungan.Setelah itu, pengolahan data,
peta, serta overlay dilakukan secara spasial, tekstual dan
numerik untuk mengetahui luasan Rencana alih fungsi
(black design alih fungsi).

Berdasarkan hasil pengolahan data akan dihasilkan


informasi:

20
 Informasi luas, sebaran, dan jenis-jenis peruntukan
lainnya dari perubahan lahan sawah terutama kawasan
industri dan pemukiman.
 Luas Lahan sawah yang direncanakan tetap sebagai
lahan sawah dalam kawasan pertanian.
 Lahan sawah yang dialih fungsikan untuk peruntukan
lainnya.
 Informasi lahan sawah yang sudah diberikan izin
pemanfaatan ruang untuk penggunaan lain.

e) Analisis dan Kajian


Analisis, kajian, dan langkah strategis pengendalian
dilakukan dengan penelaahan aspek spasial, tekstual
serta numerik (aspek sosial, ekonomi, budaya, dan
kelembagaan), serta analisis kerugian investasi
pemerintah (cakupan layanan irigasi dan jaringan irigasi)
yang mungkin timbul akibat rencana perubahan
peruntukkan lahan pertanian ke non pertanian. Hal
tersebut dilakukan untuk merumuskan faktor-faktor
penyebab rencana alih fungsi lahan serta
memformulasikan langkah strategis pencegahan alih
fungsi lahan.

3) Alih Fungsi Secara Legal


Alih fungsi secara legal adalah alih fungsi yang dilakukan
pada lahan sawah yang sudah dikeluarkan izin peruntukan
lain maupun telah memiliki HGB dan HGU maupun data
pertanahan. Kajian alih fungsi secara legal dilakukan dengan
tahapan :

a) Inventarisasi dan Identifikasi Data dan Peta


Inventarisasi dan Identifikasi Data dan Peta tingkat
kabupaten dilakukan dengan mengumpulkan berbagai
Data dan Peta Lahan Baku Sawah 2019 seperti alih fungsi
aktual serta inventarisasi peta dan daftar izin peruntukan
lain yang telah dikeluarkan oleh Pemda serta peta HGU
dan HGB maupun hak guna lainnya yang dikeluarkan oleh
Kementerian ATR/BPN pada lahan sawah eksisting.

21
b) Analisis Data, Peta, Overlay Peta–peta hasil
Inventarisasi
Izin-izin serta HGU dan HGB dianalisis status keaktifan
dan kelayakannya sebagai dasar verifikasi alih fungsi
secara legal. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut diperoleh
data luas lahan sawah yang berubah peruntukannya
karena sudah diberikan izin-izin, HGU dan HGB, maupun
lahan yang dialihfungsikan tetapi izin-izinnya tidak berlaku
lagi. Overlay peta-peta hasil inventarisasi dilakukan untuk
menghasilkan Peta Kerja yang akan digunakan dalam
survei dan verifikasi alih fungsi secara legal di lapangan.

c) Survei dan Verifikasi Lapangan

Survei dan verifikasi lapangan dilakukan berbasis


kecamatan pada sawah yang memiliki izin peruntukan
lain, HGB, HGU, maupun data pertanahan yang cukup
besar.

Selain itu, dilakukan wawancara/kuesioner dengan


penyuluh/mantri tani, pemilik lahan, dan petani
penggarap terkait dengan perubahan peruntukan dari
pertanian ke non pertanian. Survei dan verifikasi lapang ini
dilaksanakan dengan melibatkan konstratani dan
penyuluh/mantri tani.

d) Pengolahan Data, Peta dan Overlay


Pada tahap ini dilakukan penginputan data hasil verifikasi
di lapangan dan perhitungan. Setelah itu, pengolahan
data, peta, serta overlay dilakukan secara spasial, tekstual
dan numerik untuk mengetahui luasan lahan sawah yang
memiliki izin peruntukan lain, HGB, HGU, maupun data
pertanahan (luas alih fungsi secara legal).

e) Analisis dan Kajian


Analisis, kajian, dan langkah strategis pengendalian
dilakukan dengan penelaahan aspek spasial, tekstual
serta numerik (aspek sosial, ekonomi, budaya, dan
kelembagaan), serta analisis kerugian investasi

22
pemerintah (cakupan layanan irigasi dan jaringan irigasi)
akibat perubahan peruntukkan lahan pertanian ke non
pertanian. Hal tersebut dilakukan untuk merumuskan
faktor-faktor penyebab rencana alih fungsi lahan serta
memformulasikan langkah strategis pencegahan alih
fungsi lahan.

II. Rekomendasi Strategis Pengendalian Alih Fungsi Lahan


Sawah
Berdasarkan Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah,
Dinas Pertanian Kabupaten menyusun Rekomendasi Strategis
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.

Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah yang mencakup:


a) Hasil Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan langkah-langkah
pengendaliannya berdasarkan kajian alih fungsi lahan sawah
aktual, rencana alih fungsi (black design alih fungsi), dan alih
fungsi lahan sawah secara legal.

b) Analisis Hasil Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah


Analisis kajian hasil Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
diantaranya minimal mencakup: kajian potensi kehilangan
produksi, kehilangan investasi pemerintah maupun analisis
lainnya yang disebabkan karena alih fungsi lahan aktual,
rencana alih fungsi (black desain alih fungsi), serta alih
fungsi secara legal.

c) Rekomendasi Strategis disampaikan kepada:


Satker yang menangani tata ruang di tingkat Kabupaten dan
ditembuskan ke pusat c.q. Direktur Perluasan dan
Perlindungan Lahan.

4.2. Jadwal Kegiatan


Dinas Pertanian Kabupaten wajib menyusun jadwal kegiatan Pemetaan Alih
Fungsi Lahan Sawah sesuai dengan tahap pelaksanaan. Jadwal
pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam jadwal palang.

23
Tabel 2. Jadwal Palang Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah

4.3. Mekanisme Pelaksanan


Pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah terdiri dari
Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan Strategi Pengendaliannya,
dilaksanakan melalui mekanisme swakelola bekerjasama dengan Instansi
Pemerintah Lain (IPL) atau Swakelola Tipe II, mengacu kepada Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.

Dalam hal kegiatan pemetaan alih fungsi Lahan sawah, maka mekanisme
pelaksanaan masing-masing kegiatan sebagai berikut:
a. Pembentukan Tim
Berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 untuk pelaksanaan
kegiatan melalui mekanisme swakelola bekerjasama dengan IPL atau
Tipe II. Dalam hal ini, PPK harus membentuk Tim, terdiri dari (a) Tim
perencana/Tim teknis, (b) Tim pengawas, (c) Tim pelaksana, dan (d)
Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (Tim PPHP).

b. Penerbitan Petunjuk Teknis oleh Kabupaten


c. Sosialisasi dan Koordinasi masing-masing kegiatan oleh Tim
Perencana/Tim Teknis
Pelaksanaan Sosialisasi dan Koordinasi dilakukan bersama Tim
Perencana/Tim Teknis dengan Tim Pelaksana, Dinas Pertanian
Kabupaten, Bappeda, Tata Ruang, Kantor Pertanahan ATR/BPN,
TKPRD, Dinas Pertanian Kabupaten, serta instansi terkait rencana
persiapan pelaksanaan kegiatan kajian alih fungsi lahan dan strategi
pengendaliannya serta penyusunan peta LP2B.
d. Pembuatan Kerangka Acuan Kerja
e. Rencana anggaran biaya (RAB)
24
f. Jadwal kegiatan
g. Target keluaran (output) kegiatan
h. Nota Kesepahaman (MOU) antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
dengan IPL.
i. Perjanjian Kerjasama/Kontrak antara PPK dengan Pelaksana
Swakelola atau IPL.
Perjanjian Kerjasama/Kontrak dilaksanakan antara PPK dengan
Pelaksana IPL, minimal memuat:
 Ruang Lingkup Pekerjaan
 Jangka Waktu Kontrak
 Spesfikasi Output
 Kualifikasi dan Jumlah Tenga Ahli dan Tenaga Pendukung,
minimal terdiri dari:
1) Tenaga Ahli Pemetaan/GIS/Geodesi/Geomatika/Geografi,
2) Tenaga Ahli Pertanian/Sosial EkonomiPertanian,
3) Tenaga Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota/Pedesaan
 Tahapan Kegiatan
 Nilai Kontrak
 Tahapan/Termin Pembayaran
 Nomor Rekening
 Hak dan Kewajiban masing-masing Pihak
 Adendum (jika ada)
 Melampirkan KAK dan RAB

4.4. Pendanaan Kegiatan


Pendanaan kegiatan dibiayai dari DIPA Ditjen PSP TA. 2020 melalui dana
tugas pembantuan ke Dinas Pertanian Kabupaten dengan satuan biaya
1(satu) paket sebesar Rp.400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) dengan
rincian sebagai berikut:
a. Sosialisasi dan koordinasi peraturan perlindungan lahansebesar
Rp.60.000.000,-.
b. Pelaksanaan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan Strategi
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah sebesar Rp. 300.000.000,-
c. Monitoring dan evaluasi sebesar Rp.40.000.000,-.

25
Tabel 2. Contoh Rencana Anggaran Biaya (RAB) Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi
Lahan TA 2020.
Harga
No Kegiatan Vol Anggaran
Satuan

Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah 400.000.000

Output Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah


Tanpa sub output
Komponen Persiapan 60.000.000

Sosialisasi dan koordinasi UU No 41 Tahun 2009 dan


Subkomponen
Perpres Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah

Belanja Bahan 10.000.000


-Konsumsi rapat 1 Tahun 10.000.000 10.000.000

Belanja Jasa Profesi 9.000.000


- Honor narasumber 12 OJ 750.000 9.000.000

Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota 30.000.000


- Akomodasi dan Konsumsi Peserta 40 OH 750.000 30.000.000

Belanja Honor Output Kegiatan 11.000.000


-Honor Tim Perencana 4 OB 500.000 2.000.000
-Honor Tim Pengawas 8 OB 500.000 4.000.000
Honor Tim PPHP 3 OB 500.000 1.500.000
Honor Pokja 7 OB 500.000 3.500.000

Komponen Pelaksanaan 300.000.000


Sub komponen Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
Belanja Barang untuk Bantuan Lainnya yang Memiliki
300.000.000
Karakteristik Bantuan Pemerintah
- Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah 1 Dokumen 300.000.000 300.000.000
Komponen Monitoring dan Evaluasi 40.000.000
Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Subkomponen
Sawah
Belanja Perjalanan Biasa 40.000.000
Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah 40 OP 1.000.000 40.000.000
Catatan : RAB disesuaikan dengan unit cost (SBU) dan jumlah orang

26
BAB V
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN

5.1. Pemantauan dan Evaluasi


Pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah yang
dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten harus terus dipantau
dan dievaluasi secara berkala dan berkelanjutan sehingga dapat
diketahui tingkat kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan
permasalahannya. Hal-hal yang perlu dipantau dan dievaluasi sebagai
berikut:
a. SK Pokja Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah.
b. Pelaksanaan Koordinasi Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan
Sawah.
c. Pelaksanaan Sosialisasi dan Kampanye Pengendalian Alih Fungsi
Lahan Sawah
d. Pelaksanaan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan Strategi
Pengendaliannya.
e. Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pemetaan Alih
Fungsi Lahan Sawah.
f. Laporan pelaksanaan koordinasi dan sosialisasi, laporan
pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah, serta
laporan monitoring dan evaluasi.

5.2. Pelaporan
Laporan pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
disampaikan ke Pusat c.q. Direktur Perluasan dan Perlindungan
Lahan, Jl. Taman Margasatwa No. 3, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta
Selatan, 12550.

27
BAB VI
PENUTUP

Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah merupakan kegiatan strategis


dan perlu dilaksanakan dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan
dengan menjaga lahan sawah untuk produksi pangan. Alih fungsi sawah
merupakan bagian dari melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan
yang diintegrasikan dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota maupun dalam Perda tersendiri. Melalui
kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah diperoleh data dan peta alih
fungsi lahan sawah, baik aktual di lapangan, alih fungsi lahan sawah yang
direncanakan sebagai black design dalam dokumen tata ruang daerah, alih
fungsi secara legal melalui perolehan izin, serta langkah-langkah strategis
untuk meningkatkan upaya perlindungan terhadap lahan pertanian pangan
secara berkelanjutan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
Januari 2020
DIREKTUR JENDERAL,

SARWO EDHY
NIP196203221983031001

28

Anda mungkin juga menyukai