Paper Kelompok 13
Paper Kelompok 13
FAKULTAS HUKUM
PAPER
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah PLKH Alternatif Penyelesaian Sengketa
Kelas A
Oleh :
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Taufik Yahya, Resolusi Konflik dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam: Studi di Kabupaten Batang
Hari, dalam Pelatihan Hukum Guna Membangun Partisipasi Masyarakat dalam Penyelesaian Konflik
Pertanahan dengan Perusahaan Perkebunan di Kabupaten Batang Hari, hlm. 144
tidak ditemukannya cara penyelesaian konflik/sengketa yang memuaskan
pihak yang berkonflik/bersengketa.
Dalam berbagai kasus yang menyangkut masalah lingkungan,
biasanya Korporasi merupakan subyek paling dominan sebagai dalang yang
menyebabkan terjadinya penurunan mutu lingkungan hidup di suatu wilayah
atau lingkungan masyarakat tertentu. Hal ini tidak terlepas dari kegiatan
korporasi yang mengeksploitasi sumber daya alam dalam jumlah besar
sebagai salah satu faktor produksi untuk menunjang operasional yang secara
langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan dampak terhadap
masyarakat sekitar. Hal ini tentu bisa menjadi pemicu timbulnya sengketa
antara korporasi dan masyarakat.2
Sebagai contoh dalam konflik pembangunan pabrik semen di
Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah yang bermula dari rencana pembangunan
pabrik semen dari PT Semen Indonesia di Sukolilo, Pati Utara, Jawa Tengah.
Warga Desa Sukolilo merasa dengan adanya pembangunan pabrik semen akan
merusak lingkungan sekitar. Maka dari itu, masyarakat Desa Sukolilo
menggelar aksi demonstrasi dan menggugat PT Semen Indonesia tentang
menolak pembangunan pabrik semen. Pada tahun 2009, warga Desa Sukolilo
memenangkan gugatan di Mahkamah Agung dan PT Semen Indonesia angkat
kaki dari wilayah tersebut.3
Pada tahun 2009, PT Semen Indonesia mengubah rancangan wilayah
pembangunan pabrik semen ke wilayah Rembang, Jawa Tengah. Tepatnya di
Kecamatan Gunem, Pegunungan Kendeng, Rembang. Pada tanggal 14
Oktober 2010, Pemerintah daerah memberikan ijin pembangunan pabrik
semen dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 545/68/2010
mengenai Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Surat keputusan ini
2
Bagaimana Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Dalam Hukum Indonesia,
https://bplawyers.co.id/2017/06/22/bagaimana-penyelesaian-sengketa-lingkungan-hidup-dalam-
hukum-indonesia/, diakses pada tanggal 6 September 2019, pukul 10.00 WIB.
3
Farida dalam Siti Khoerunnisa, Legal Opinion Kasus PT Semen Indonesia di Rembang, hlm. 2.
diikuti dengan adanya Pemberian Izin Lokasi Eksplorasi untuk pembangunan
pabrik semen, lahan tambang bahan baku, dan sarana pendukung lainnya
dengan nomor 591/40/2011.4 Hingga pada tahun 2017, setelah disahkannya
keputusan Mahkamah Agung, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo
mengeluarkan izin pembangunan baru kepada PT Semen Indonesia dengan
mengatakan bahwa izin lingkungan dapat dilaksanakan apabila PT Semen
Indonesia melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi. Hal ini tidak tepat
dengan keputusan Mahkamah Agung yang mengatakan bahwa membatalkan
ijin pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia dan tidak ada
perintah untuk diperbaiki. Sedangkan perbaikan dan penyempurnaan izin
lingkungan hanya tercantum dalam pertimbangan hakim, bukan keputusan
final dari Mahkamah Agung. 5
Betitik tolak dari kasus pendirian pabrik semen di Pegunungan
Kendeng oleh PT Semen Indonesia di atas, maka penulis tertarik untuk
menuangkannya kedalam sebuah penelitian yang berjudul : Alternatif
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Forum Arbitrase
(Analisis Kasus PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng,
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah)
Dalam penelitian ini penulis mencoba menganalisis pengaturan forum
arbitrase sebagai pilihan forum penyelesaian sengketa lingkungan hidup.
Selanjutnya penulis mencoba menganalisis efektifitas penyelesaian sengketa
lingkungan hidup antara PT Semen Indonesia dengan Masyarakat
Pegunungan Kendeng menggunakan forum arbitrase dengan melakukan
komparasi antara forum arbitrase dan penyelesaian sengketa yang
menggunakan forum di dalam pengadilan untuk selanjutnya dipetakan
keunggulan dan kelemahan masing-masing forum penyelesaian tersebut
dengan seksama.
4
Kandi dalam Siti Khoerunnisa, Legal Opinion Kasus PT Semen Indonesia di Rembang, hlm. 2.
5
Erdiyanto dalam Siti Khoerunnisa, Legal Opinion Kasus PT Semen Indonesia di Rembang, hlm. 2.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
6
TM. Lutfi Yazid, 1999, Penyelesaian Sengketa Lingkungan (environmetal Dispute Resolution),
Surabaya: Airlangga University Press–Yayasan Adikarya IKAPI–Ford Foundation, hlm. 9.
Sebagaimana diatur dalam pasal 84 Undang-Undang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal tersebut mengatur bahwa
7
Hikmahanto Juwana, 2009, Arbitrase sebagai Forum Penyelesaian Sengketa, Materi Workshop
Arbitrase sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, diselenggarakan pada tanggal 30-31 Mei
2009, Purwokerto: Alsa Fakultas Hukum UNSOED
menghasilkan putusan. Hukum di Indonesia yang mengatur tentang arbitrase
adalah Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut “Undang-undang
Arbitrase”). Terdapat sejumlah kelebihan,
8
Lihat pasal 85 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
penyelesaian sengketa yang disediakan oleh non negara atau swasta yang
disebut sebagai “Arbitrase”.9
10
Pasal 27 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872).
11
Pasal 60 Undang-Undang a quo.
12
Pasal 62 ayat (3) Undang-Undang a quo.
13
Handri Wirastuti Sawitri dan Rahadi Wasi Bintoro, “Sengketa Lingkungan dan Penyelesaiannya”,
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10, No. 2, Mei 2010, hlm. 164-174.
14
Elvie Wahyuni. “Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan”, Jurnal al-Ihkam,
Vol. 4, No. 2, Desember 2009, hlm. 276-290.
kerusakan yang semakin berat pada lingkungan. Dalam arbitrase, arbiter yang
ditentukan oleh para pihak harus memiliki pengalaman serta menguasai secara
aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun. 15 Sehingga penyelesaian sengketa
dapat dilakukan oleh orang yang memahami permasalahan lingkungan hidup,
dan meminimalisir terjadinya hasil akhir yang justru memperburuk
lingkungan.
15
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang a quo.
16
Handri Wirastuti Sawitri dan Rahadi Wasi Bintoro, Op.cit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Rekomendasi
Undang-Undang
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Buku
TM. Lutfi Yazid, 1999, Penyelesaian Sengketa Lingkungan (environmetal Dispute
Resolution), Surabaya: Airlangga University Press–Yayasan Adikarya
IKAPI–Ford Foundation
Jurnal
Handri Wirastuti Sawitri dan Rahadi Wasi Bintoro, “Sengketa Lingkungan dan
Penyelesaiannya”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10, No. 2
Elvie Wahyuni. “Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan”,
Jurnal al-Ihkam, Vol. 4, No. 2
Website
Bagaimana Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Dalam Hukum Indonesia,
https://bplawyers.co.id/2017/06/22/bagaimana-penyelesaian-sengketa-
lingkungan-hidup-dalam-hukum-indonesia/, diakses pada tanggal 6 September
2019, pukul 10.00 WIB.
Lain-lain
Taufik Yahya, Resolusi Konflik dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam: Studi di
Kabupaten Batang Hari, dalam Pelatihan Hukum Guna Membangun
Partisipasi Masyarakat dalam Penyelesaian Konflik Pertanahan dengan
Perusahaan Perkebunan di Kabupaten Batang Hari.
Siti Khoerunnisa, Legal Opinion Kasus PT Semen Indonesia di Rembang