Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN NEFROTIK SYNDROM

DISUSUN OLEH :

SRI RUSMILAWATI
(11194691910055)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
NEUROBLASTOMA

A. Definisi
Neuroblastoma adalah tumor embrional dari system saraf otonom yang mana sel
tidak berkembang sempurna. Neuroblastoma umumnya terjadi bayi usia rata-rata 17
bulan. Tumor ini berkembang dalam jaringan sistem saraf simpatik, biasanya dalam
medula adrenal atau ganglia paraspinal, sehingga menyebabkan adanya sebagai lesi
massa di leher, dada, perut, atau panggul. Insiden neuroblastoma adalah 10,2 kasus per
juta anak di bawah 15 tahun. Yang paling umum kanker didiagnosis ketika tahun pertama
kehidupan (Jhon, 2010).
Neuroblastoma  merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest
neuralis yang merupakan prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis.
Neuroblastoma dapat timbul di tempat terdapatnya jaringan saraf simpatis. Tempat tumor
primer yang umum adalah abdomen, kelenjar adrenal atau ganglia paraspinal toraks,
leher dan pelvis. Neuroblastoma umumnya bersimpati dan seringkali bergeseran dengan
jaringan atau organ yang berdekatan (Cecily & Linda, 2002)
Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering,
meliputi 8-10% dari seluruh kanker masa kanak-kanak, dan merupakan neoplasma bayi
yang terdiagnosis adalah 2 tahun, 90% terdiagnosis sebelum 5 tahun.Neuroblastoma
berasal dari sel krista neuralis sistem saraf simpatis dan karena itu dapat timbul di
manapun dari fossa kranialis posterior sampai koksik. Sekitar 70% tumor tersebut timbul
di abdomen, 50% dari jumlah itu di kelenjar adrenal. 20% lainnya timbul di toraks,
biasanya di mediastinum posterior. Tumor itu paling sering meluas ke jaringan sekitar
dengan invasi lokal dan ke kelenjar limfe regional melalui nodus limfe. Penyebaran
hematogen ke sumsum tulang, kerangka, dan hati sering terjadi. Dengan teknik
imunologik sel tumor dapat dideteksi dalam darah tepi pada lebih dari 50% anak pada
waktu diagnosis atau relaps. Penyebaran ke otak dan paru pada kasus jarang (Nelson,
2000).
Neuroblastoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel Krista neurak embronik,
dapat timbul disetiap lokasi system saraf simpatis, merupakan tumor padat ganas paling
sering dijumpai pada anak. Insiden menempati 8% dari tumor ganas anak, atau di posisi
ke-4. Umumnya ditemukan pada anak balita, puncak insiden pada usia 2 tahun. Lokasi
predeileksi di kelenjar adrenal retroperitoneal, mediastrinum, pelvis dan daerah kepala-
leher. Tingkat keganasan neuroblastoma tinggi, sering metastasis ke sumsum tulang,
tulang, hati, kelenjar limfe, dll (Willie, 2008).
Tumor ini biasanya tidak memungkiri asalnya, dengan mengeluarkan hormon
katekolamin. Tekanan darah tinggi yang merupakan akibat tumor ini jarang menimbulkan
keluhan, tetapi dapat berfungsi sebagai zat penanda tumor: di dalam air kemih dapat
dilihat hormon yang dikeluarkan, sehingga diagnosis tumor menjadi jelas. Dengan dapat
dipastikan, apakah tumornya neuroblastoma atau nefroblastoma (Wim De Jong,  2005).
      
B. Etiologi
Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Ada laporan yang
menyebutkan bahwa timbulnya neuroblastoma infantile (pada anak-anak) berkaitan
dengan orang tua atau selama hamil terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti
hidantoin, etanol, dll. (Willie ,  2008).
Kelainan sitogenik yang terjadi pada neuroblastoma kira-kira pada 80% kasus,
meliputi penghapusan (delesi) parsial lengan pendek kromosom 1, anomali kromosom
17, dan ampifilatik genomik dari oncogen N-Myc, suatu indikator prognosis buruk
(Nelson, 2000).
I. COVID 19

A. Definisi

Corona Virus Disiase merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan

tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.

Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik

genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus,

deltacoronavirus dan gamma coronavirus (Huang Z et al. 2020; Wang Z et al. 2020;

Fehr Ar & Perlman S. 2015).


B. Karakteristik

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering pleimorfik

dengan diameter sekitar 50-200m (Wang Z et al. 2020). Semua virus ordo Nidovirales

memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom RNA

sangat panjang (Fehr Ar & Perlman S. 2015). Struktur coronavirus membentuk struktur

seperti kubus dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike

protein merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur

utama untuk penulisan gen. Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya

virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang) (Wang Z et

al. 2020; Fehr Ar & Perlman S. 2015).

Gambar 2.1. Struktur Coronaviru Korsman, et all. 2012)

Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/290940-menyibak-tabir-covid-19

C. Prognosis & Patofisiologi


Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.

Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan

kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda,

kucing dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang

ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa

patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu (Huang Z et

al. 2020; Wang Z et al. 2020; Fehr Ar & Perlman S. 2015).

Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa

ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber

utama untuk kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East

respiratory syndrome (MERS) (Korsman, et al. 2012; Li W. et al. 2005). Namun

pada kasus SARS, saat itu host intermediet (masked palm civet atau luwak) justru

ditemukan terlebih dahulu dan awalnya disangka sebagai host alamiah. Barulah

pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa luwak hanyalah sebagai host

intermediet dan kelelawar tapal kuda (horseshoe bars) sebagai host alamiahnya

(Guan, Y. Et al. 2003; Tn. C. Et al. 2004). Secara umum, alur Coronavirus dari

hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi

droplet, rute feses dan oral (Wang Z. Et al. 2020).

Berdasarkan penemuan, terdapat tujuh tipe Coronavirus yang dapat

menginfeksi manusia saat ini yaitu dua alphacoronavirus (229E dan NL63) dan

empat betacoronavirus, yakni OC43, HKU1, Middle East respiratory syndrome-

associated coronavirus (MERS-CoV), dan severe acute respiratory syndrome-

associated coronavirus (SARS- CoV). Yang ketujuh adalah Coronavirus tipe baru

yang menjadi penyebab kejadian luar biasa di Wuhan, yakni Novel Coronavirus

2019 (2019-nCoV). Isolat 229E dan OC43 ditemukan sekitar 50 tahun yang lalu.
NL63 dan HKU1 diidentifikasi mengikuti kejadian luar biasa SARS. NL63 dikaitkan

dengan penyakit akut laringotrakeitis (croup) (Huang C. Et al. 2020)

Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, dengan

gejala klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai berat seperti SARS

atau MERS serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Infeksi

Coronavirus biasanya sering terjadi pada musim dingin dan semi. Hal tersebut

terkait dengan faktor iklim dan pergerakan atau perpindahan populasi yang

cenderung banyak perjalanan atau perpindahan. Selain itu, terkait dengan

karakteristik Coronavirus yang lebih menyukai suhu dingin dan kelembaban tidak

terlalu tinggi (Fehr AR & Perlmen S. 2015).

Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis

baru dapat terjadi pada pasien immunocompromis dan populasi normal, bergantung

paparan jumlah virus. Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu,

dapat menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal. Orang-

orang dengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi

lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Infeksi

Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini

lagi sehingga dapat terjadi re-infeksi (Wang Z. Et al. 2020).

D. Manifestasi Klinis

Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi:

1. Tidak berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala

yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat

disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri

otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien

immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain


itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif

ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya

dehidrasi, sepsis atau napas pendek.

2. Pneumonia ringan

Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak

ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat

ditandai dengan batuk atau susah bernapas

3. Pneumonia berat

Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas.

Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit), distress

pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar.

4. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah diketahui

kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi hipoksemia.

Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO₂) dibagi fraksi oksigen

inspirasi (FIO₂) kurang dari< 300 mmHg.

5. Sepsis

Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek

infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda disfungsi

organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas cepat,

saturasi oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi

teraba lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat

bukti laboratorium koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau

hiperbilirubinemia.
E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:

1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada

pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi

subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan ground- glass.

Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan

intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian

berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di

kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan

“white-lung” dan efusi pleura (jarang).

2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah Saluran napas atas

dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring). Saluran napas bawah

(sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal tube dapat

berupa aspirat endotrakeal)

3. Bronkoskopi

4. Pungsi pleura sesuai kondisi

5. Pemeriksaan kimia darah

a) Darah perifer lengkap

Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit

menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.

b) Analisa Gas Darah

6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas

(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk

bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan

menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah).

7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).


F. Penatalaksanaan

Deteksi dini dan pemilahan pasien yang berkaitan dengan infeksi COVID-19

harus dilakukan dari mulai pasien datang ke Rumah Sakit. Triase merupakan garda

terdepan dan titik awal bersentuhan dengan Rumah Sakit sehingga penting dalam

deteksi dini dan penangkapan kasus. Selain itu, Pengendalian Pencegahan Infeksi

(PPI) merupakan bagian vital terintegrasi dalam managemen klinis dan harus

diterapkan dari mulai triase dan selama perawatan pasien.

Pada saat pasien pertama kali teridentifikasi, isolasi pasien di rumah atau

isolasi rumah sakit untuk kasus yang ringan. Pada kasus yang ringan mungkin tidak

perlu perawatan di rumah sakit, kecuali ada kemungkinan perburukan cepat. Semua

pasien yang dipulangkan diinstruksikan untuk kembali ke rumah jika sakit memberat

atau memburuk.

Beberapa upaya pencegahan dan kontrol infeksi perlu diterapkan prinsip-prinsip

yaitu hand hygiene, penggunaan alat pelindung diri untuk mencegah kontak langsung

dengan pasien (darah, cairan tubuh, sekret termasuk sekret pernapasan, dan kulit

tidak intak), pencegahan tertusuk jarum serta benda tajam, managemen limbah

medis, pembersihan dan desinfektan peralatan di RS serta pembersihan lingkungan

RS. Pembersihan dan desinfektan berdasarkan karakteristik Coronavirus yaitu

sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan

mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol,

asam perioksiasetat dan kloroform. klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan

virus.

G. Pencegahan

Adapun pencegahan yang dapat dilakukan perawat untuk mengurangi penularan

infeksi COVID- 19 yaitu:

1) Lakukan hand hygiene


2) Jaga jarak minimal 1 meter,

3) Gunakan masker bedah ketika satu ruangan sama dengan pasien

4) Buang benda segera setelah digunakan, cuci tangan setelah kontal dengan

sekret saluran napas

5) Hindari kontak dengan cairan tubuh, secret mulut atau saluran napas

6) Mempertahankan diet yang sehat dengan makanan yang dijadwalkan secara

rutin

7) Usahakan mencari waktu luang untuk mengurus diri sendiri sambil mengurus

pasien Anda.

8) Berbagi pengalaman dengan mentor, senior atau guru anda

9) Luangkan waktu untuk bersantai dan mengisi hari dengan kegiatan yang

menyenangkan.

10) Selalu menjaga keseimbangan antara bekerja dan bermain.

Selalu pupuk berpikir positif. Serta menetapkan harapan tinggi dan bekerja
dengan baik. Hindari orang-orang bersikap negatif Jangan cemas yang berlebihan.

C. Patofisiologi
Neuroblastoma adalah tumor embrional dari sistem saraf simpatis. Tumor ini
muncul selama fetal atau kehidupan awal postnatal dari sel sympathetic (sympathogonia)
berasal dari neural crest. Secara histologi,gambaran dari neuroblastoma tidak spesifik, sel
tumor bulat biru kecil dengan sel-sel yang seragam, dengan inti hiperkromatik padat dan
sitoplasma minimal. Menurut klasifikasi International Neuroblastoma Pathology
Classification System (INPC), tumor diklasifikasikan baik dan kurang baik, tergantung
pada derajat diferensiasi neuroblast, berisi Schwannian stroma, indeks mitosis-
karyorrhexis, dan usia saat diagnosis
Neuroblastoma paling sering berasal dari jaringan kelenjar adrenal di perut. Kanker
ini biasanya segera menyebar ke kelenjar getah bening, hati, tulang dan sumsum tulang.
Sel-sel kanker yang berasal dari medula adrenal dan sistem saraf simpatik berploriferasi,
menekan jaringan sekitarnya, kemudian menginfasi sel-sel normal disekitarnya. Tahap-
tahap pada neuroblastoma :
1. Tahap I :Tumor terlokalisasi pada daerah asal tumor, nodus limfe belum terkena
2. Tahap II :Tumor unilateral, nodus limfe belum terkena
3. Tahap III :Tumor menginfiltrasi kearah tengah, tumor unilateral dengan terkenanya
nodus limfe, tumor mengenai seluruh nodus limfe.
4. Tahap IV :Tumor menginvasi nodus limfe lebih jauh, mengenai tulang sumsum
tulang, hati dan organ lain.
5. Tahap IV-S : tumor dengan cirri tahap I atau II tetapi dngan metastase pada hati,
sumsum tulang atau kulit Simpatis.
Neuroblastoma berasal dari sel Krista neuralis system saraf dan karena itu dapat
timbul dimanapun dari fossa kranialis sampai koksik. Secara histologis,
Neuroblastoma terdiri atas sel bulat kecil dengan granula yang banyak

D. Manifestasi Klinis
Menurut Cecily & Linda (2002), gejala dari neuroblastoma yaitu:
Gejala yang berhubungan dengan massa retroperitoneal, kelenjar adrenal, paraspinal.
1. Massa abdomen tidak teratur,tidak nyeri tekan, keras, yang melintasi garis tengah.
2. Perubahan fungsi usus dan kandung kemih
3. Kompresi vaskuler karena edema ekstremitas bawah
4. Sakit punggung, kelemahan ekstremitas bawah
5. Defisit sensoris
6. Hilangnya kendali sfingter
Gejala-gejala yang berhubungan dengan masa leher atau toraks.
1. Limfadenopati servikal dan suprakavikular
2. Kongesti dan edema pada wajah
3. Disfungsi pernafasan
4. Sakit kepala
5. Proptosis orbital ekimotik
6. Miosis
7. Ptosis
8. Eksoftalmos
9. Anhidrosis 
Menurut Willie (2008) manifestasi klinis dari neuroblastoma berbeda tergantung dari 
lokasi metastasenya:
1. Neuroblastoma retroperitoneal
Massa menekan organ dalam abdomen dapat timbul nyeri abdomen, pemeriksaan
menemukan masa abdominal yang konsistensinya keras dan nodular, tidak
bergerak, massa tidak nyeri dan sering melewati garis tengah. Pasien stadium lanjut
sering disertai asites, pelebaran vena dinding abdomen, edema dinding abdomen.
2. Neurobalstoma mediastinal
Kebanyakan di paravertebral mediastinum posterior, lebih sering di mediastinum
superior  daripada inferior. Pada awalnya tanpa gejala, namun bila massa besar
dapat menekan dan timbul batuk kering, infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila
penekanan terjadi pada radiks saraf spinal, dapat timbul parastesia dan nyeri lengan.
3. Neuroblastoma leher
Mudah ditemukan, namun mudah disalahdiagnosis sebagai limfadenitis atau
limfoma maligna. Sering karena menekan ganglion servikotorakal hingga timbul
syndrome paralisis saraf simpatis leher(Syndrom horner), timbiul miosis unilateral,
blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata.
4. Neuroblastoma pelvis
Terletak di posterior kolon presakral, relative dini menekan organ sekitarnya
sehingga menimbulkan gejala sembelit sulit defekasi, dan retensi urin.
5. Neuroblastoma berbentuk barbell
yaitu neuroblastoma paravertebral melalui celah intervertebral ekstensi ke dalam
canalis vertebral di ekstradural. Gejala klinisnya berupa tulang belakang kaku
tegak, kelainan sensibilitas, nyeri. Dapat terjadi hipomiotonia ekstremitas bawah
bahkan paralisis.

E. Klasifikasi
Beberapa system penentuan stadium staging, system kelompok evans dan
kelompok Onkologi Pediatrik (Pediatrik Oncology Group POG ). System klasifikasi
stadium neuroblastoma terutama memakai system klasifikasi stadium klinis
neuroblastoma internasional (INSS).
Klasifikasi stadium INSS :
a. Stadium  I
Tumor terbatas pada organ primer, secara makroskopik reseksi utuh, dengan atau tanpa
residif mikroskopik. Kelenjar limfe regional ipsilateral negative.
b. Stadium IIA
Operasi tumor terbatas tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional ipsilateral
negative.
c. Stadium IIB
Operasi tumor terbatas dapat ataupun tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional
ipsilateral positif.
d. Stadium III
Tumor tak dapat dieksisi, ekspansi melewati garis tengah, dengan atau tanpa kelenjar limfe
regional ipsi atau tanpa kelenjar limfe regional ipsilateral positif.
e. Stadium IV :
Tumor primer menyebar hingga kelenjar limfe jauh, tulang, sumsum tulang, hati, kulit atau
organ lainnya.
f. Stadium IVS
Usia <1 tahun, tumor metastasis ke kulit,hati, sumsum tulang, tapi tanpa metastasis tulang.
System Pediatric Oncologic group (POG) membagi stadium neuroblastoma menjadi :
a. Stadium A   
Tumor yang direseksi sacara kasar.
b. Stadium B   
Tumor local tidak direseksi.
c. Stadium C
Metastasis ke kelenjar limfe intraktivita yang tidak berdekatan
d. Stadium D
Metastasis di luar kelenjar limfe
e. Stadium Ds
Bayi dengan adrenal kecil terutama dengan penyakit metastasis terbatas pada kulit, hati dan
sumsum tulang
f. Stadium D Neonatus
Telah diketahui dengan mengalami remisi spontan. Keterlibatan sumsum tulang pada
stadium ini merupakan factor prognosis yang buruk (Nelson, 2000).
F. Komplikasi
Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini ke
berbagai organ secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke sum-
sum tulang, tulang, hati, otak, paru, dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke tulang
cranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri ekstremitas,
artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sum-sum tulang menyebabkan anemia,
hemoragi, dan trombositopenia.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada neuroblastoma antara lain :
1. Foto abdomen bisa memperlihatkan klasifikasi tumor. Tumor adrenalis menggeser ginjal,
tetapi biasanya tidak merubah system pelvicalyces pada urogram intravena atau
pemeriksaan ultrasonografi.
2. Peningkatan kadar kartekolamin urina (VMA dan VA) mengkonfirmasi diagnosis pada
90% kasus dan juga merupakan indicator rekuensi yang sensitive. Kadang-kadang timbul
metastasis tulang (Thomas, 1994)
3. CT Scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada dan abdomen.
4. Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.
5. Analisa urine untuk mengetahui adanya Vanillymandelic acid (VMA) homovillic acid
(HVA), dopamine, norepinephrine.
6. Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N myc.
7. Meningkatnya ferritin, neuron spesific enolase (NSE), ganglioside (GDZ).
H. Penatalaksanaan
Menurut Cecily (2002), International Staging System untuk neuroblastoma
menetapkan definisi standar untuk diagnosis, pertahapan, dan pengobatan serta
mengelompokkkan pasien berdasarkan temuan-temuan radiografik dan bedah, ditambah
keadaan sumsum tulang.
Tumor yang terlokalisasi dibagi menjadi tahap I, II, III, tergantung cirri tumor
primer dan status limfonodus regional. Penyakit yang telah mengalami penyebaran dibagi
menjadi tahap IV dan IV (S untuk spesial ), tergantung dari adanya keterlibatan tulang
kortikal yang jauh, luasnya penyakit sumsum tulang dan gambaran tumor primer.
Anak dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan pengobatan, pengobatan
minimal, atau banyak reseksi. Reseksi dengan tumor tahap I. Untuk tahap  II pembedahan
saja mungkin sudah cukup, tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan terkadang
ditambah dengan radioterpi lokal. Neuroblastoma tahap IVS mempunyai angka regresi
spontan yang tinggi, dan penatalaksanaannya mungkin hanya terbatas pada kemoterapi
dosis rendah dan observasi ketat.
Neuroblastoma tahap II dan IV memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi,
terapi radiasi, pembedahan, transplantasi sumsum tulang autokolog atau alogenik,
penyelamatan sumsum tulang, metaiodobenzilquainid (MIBG), dan imunoterapi dengan
antibody monklonal yang spesifik terhadap neuroblastoma.
Pengobatan terdiri atas penggunaan kemoterapi multiagens secara simultan atau
bergantian.
1. Siklofosfamid – menghambat replikasi DNA.
2. Doksorubisin – mengganggu sintesis asam nukleat dan memblokir transkripsi DNA.
3. VP-16 – menghentikan metaphase dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat.
Jenis terapi :
1. Neuroblastoma berisiko rendah
Perawatan untuk pasien neuroblastoma beresiko rendah meliputi:
a. Operasi yang diikuti oleh watchful waiting (penungguan yang diawasi dengan ketat).
b. Watchful waiting sendirian untuk bayi-bayi tertentu.
c. Operasi diikuti oleh kemoterapi, jika kurang dari separuh dari tumor yang dikeluarkan
atau jika gejala-gejala serius tidak dapat dibebaskan dengan operasi.
d. Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan
serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.
e. Kemoterapi dosis rendah.
2. Neuroblastoma beresiko sedang
Perawatan untuk pasien neuroblastoma berisiko sedang mungkin meliputi :
a. Kemoterapi.
b. Kemoterapi yang diikuti oleh operasi dan/atau terapi radiasi.
c. Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan
yang serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.
3. Neuroblastoma beresiko tinggi
a. Kemoterapi dosis tinggi yang diikuti oleh operasi untuk mengeluarkan sebanyak
mungkin tumor.
b. Terapi radiasi pada tempat tumor dan, jika diperlukan, pada bagian-bagian lain tubuh
dengan kanker.
c. Transplantasi sel induk (Stem cell transplant).
d. Kemoterapi yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.
e. Percobaan klinik dari monoclonal antibody therapy setelah kemoterapi.
f. Percobaan klinik dari terapi radiasi dengan yodium ber-radioaktif sebelum stem cell
transplant.
g. Percobaan klinik dari stem cell transplant yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.

I. Prognosis
Kelangsungan hidup 5 tahun 60%. Kadang-kadang dilaporkan pemulihan spontan.
Identifikasi factor prognosis spesifik adalah penting untuk perencanaan terapi. Prediktor
paling menonjol bagi keberhasilan adalah umur dan stadium penyakit. Anak yang berusia
kurang dari satu tahun agak lebih baik daripada anak berumur lebih tua dengan stadium
penyakit yang sama. Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit berstadium rendah
melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan hidup
jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan penyakit stadium stadium rendah umumnya
mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak tergantung umur. Makin tua umur
penderita dan makin menyebar penyakit, makin buruk prognosisnya. Meskipun dengan
terapi konvensional atau CST yang agresif, angka ketahanan hidup bebas penyakit untuk
anak lebih tua dengan penyakit lanjut jarang melebihi 20% (Nelson, 2000)
Factor yang terpenting dalam prognosis neuroblastoma adalah ada tidaknya ampilifikasi
oncogen N-myc.
1. ampilifikasi oncogen N-myc  di atas 10 kopi menunjukkan prognosis buruk dan terapi
perlu diperkuat.
2. Pasien stadium III tanpa  ampilifikasi oncogen N-myc digunakan terapi kombinasi agresif
dan survival dapat mencapai 50%
3. Pasien stadium I/II  dan IVS tanpa ampilifikasi oncogen N-myc dapat memiliki survival
mencapai 90% lebih (Willie, 2008)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEUROBLASTOMA


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim,
cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
Ibu mengatakan anaknya demam
c. Riwayat penyakit sekarang
Terdapat benjolan di kepala bagian belakang An.I, dua bulan yang lalu terdapat uci-
uci di lehernya. An. I pucat dan berat badannya turun 2 Kg.  
d. Riwayat penyakit masa lalu
-
e. Riwayat penyakit keluarga
-
f. Riwayat alergi
-
g. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
1. Bentuk kepala ; makrosefali atau mikrosefali
2. Tulang tengkorak :
1. Anencefali : tidak ada tulang tengkorak
2. Encefalokel : tidak menutupnya fontanel occipital
3. Fontanel anterior menutup : 18 bulan
4. Fontanel posterior : menutup 2 – 6 bulan
5. Caput succedeneum : berisi serosa , muncul 24 jam pertama dan hilang
dalam 2 hari
6. Cepal hematoma : berisi darah,muncul 24 – 48 jam dan hilang 2 – 3
minggu
3. Distribusi rambut dan warna
a. Jika rambut berwearna / kuning dan gampang tercabut merupakan indikasi
adanya gangguan nutrisi
4. Ukuran lingkar kepala 33 – 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal
kebagian occipital.
b. Muka
1. simetris kiri kanan
2. Tes nervus 7 ( facialis )
a. Sensoris : Menyentuhkan air dingin atau air hangat daerah maksilla dan
mandibula dan menyebutkan apa yang dirasakan.
b. Motorik : pasien diminta mengerutkan dahi,kemudian menutup mata kuat-
kuat sementara jari-jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata agar tetap
terbuka.
3. Tes nervus 5 ( trigeminus )
a. Sensorik : menyentuhkan kapas pada daerah wajah dan apakah ia
merasakan sentuh tersebut
b. Motorik : menganjurkan klien untuk mengunyah dan pemeriksa meraba
otot masenter dan mandibula.
c. Mata
1. simetris kanan kiri
2. Alis tumbuh umur 2-3 bulan
3. Kelopak mata :
a. Oedema
b. Ptosis : celah kelopak matamenyempit karena kelopak mata atas turun.
c. Enof : kelopak mata mnyempit karena kelopak mata atas dan bawah
tertarik kebelakang.
d. Exoptalmus : pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata atas dan
bawah tertarik kebelakang.
4. Pemeriksaan nervus II ( optikus),test konfrontasi dan ketajaman
penglihatan.
a. Sebagai objek mempergunakan jari
b. Pemeriksa dan pasaien duduk berhadapan ,mata yang akan diperiksa
berhadapan dengan mata pemeriksa ,yang biasanya berlawanan, mata kiri
dengan mata kanan,pada garis ketinggian yang sama.
c. Jarak antara keduanya berkisar 60 – 100 cm. Mata yang lain ditutup,obyek
mulai digerakkkan oleh pemeriksa mulai dari samping telinga ,apabila
obyek sudah tidak terlihat oleh pemeriksa maka secara normal obyek
tersebut dapat dillihat oleh pasien.
d. Anak dapat disuruh membaca atau diberikan Snellen Chart.
5. Pemeriksaan nervus III ( Oculomotoris refleks cahaya)
a. Pen light dinyalakan mulai dari samping) atrau, kemudian cahaya
diarahkan pada salah satu pupil yang akan diperiksa, maka akan ada rekasi
miosis.
b. Apakah pupil isokor kiri atau kanan
6. Pemeriksaan Nervus IV ( Troclearis ) pergerakan bola mata
a. Menganjurkan klien untuk melihat ke atas dan ke bawah.
b. Pemeriksaan nervus VI ( Abdusen )
c. Menganjurkan klien untuk melihat ke kanan dan ke kiri.
7. Pemeriksaan nervus V( Trigeminus) Refleks kornea
a. Tutup mata yang satu dengan penutup
b. Minta klien untuk melirik kearah laterosuperior ( mata yang tidak
diperiksa)
c. Sentuhkan pilinan kapas pada kornea, respon refleks berupa kedipan
kedua mata secara cepat.
d. Glaberal refleks: mengetuk dahi diantara kedua mata,hasil positif bila tiap
ketukan mengakibatkan kedua mata klien berkedip.
e. Doll eye refleks : bayi dipalingkan dan mata akan ikut ,tapi hanya
berfookus pada satu titik.
d. Hidung
1. Posisi hidung apakah simetris kiri kanan
2. Jembatan hidung apakah ada atau tidak ada, jika tidak ada diduga down
syndrome.
3. Cuping hidung masih keras pada umur < 40 hari
4. Pasase udara : gunakan kapas dan letakkan di depan hidung, dan apabila
bulu kapas bergerak, berarti bayi bernafas.
5. Gunakan speculum untuk melihat pembuluh darah mukosa, secret, poliup,
atau deviasi septum.
6. Pemeriksaan nervus I ( Olfaktoris)
7. Tutup salah satu lubang hidung klien ,berikan bau bauan , lalu klien
diminta untuk menyebutkan bau apa.Tiap hidung diuji secara terpisah.
e. Mulut
1. Bibir kering atau pecah – pecah
2. Periksa labio schizis
3. Periksa gigi dan gusi apakah ada perdarahan atau pembengkakan
4. Tekan pangkal lidah dengan menggunakan spatel,hasil positif bila ada
refleks muntah ( Gags refleks)
5. Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan
6. Pemeriksaan nervus X ( VAGUS )
7. Tekan lidah dengan menggunakan spatel, dan anjurkan klien untuk
memngatakan “ AH “ dan perhatikan ovula apakah terngkat.
8. Pemeriksaan nervus VII ( facialis) sensoris
a. Tetesi bagian 2/3 anterior lidah dengan rasa asin, manis dan pahit,
kemudian menentukan zat apa yang dirasakan dan 1/3 bagian belakang lidah
untuk pemeeriksaan Nervus IX.
b. Pemeriksaan Nervus XI Hipoglosus
c. Menyuruh pasien untuk menjulurkan lidah lurus lurus kemudian menarik
dengan cepat dan disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan dan
sementara itu pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk
merasakan kekuatn lidah.
d. Rooting refleks : bayi akan mencari benda yang diletakkan disekitar mulut
dan kemudian akan mengisapnya.
e. Dengan memakai sarung tangan, masukkan jari kelingking kedalam
mulut, raba palatum keras dan lunak apabila ada lubang berarti labio palato
shizis,kemudian taruh jari kelingking diatas lidah , hasil positif jika ada
refleks mengisap (Sucking Refleks)
f. Telinga
1. Simetris kiri dan kanan
2. Daun telinga dilipat, dan lama baru kembali keposisi semula menunjukkan
tulang rawan masih lunak.
3. Canalis auditorious ditarik kebawah kemudian kebelakang,untuk melihat
apakah ada serumen atau cairan.
4. Pemeriksaan tes nervus VIII (Acustikus)
5. menggesekkan rambut, atau tes bisik.
6. Mendengarkan garpu tala (Tes Rinne,Weber)
7. Starter refleks :tepuk tangan dekat telinga, mata akan berkedip.
g. Leher
1. Lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa.
2. Periksa arteri karotis
3. Vena Jugularis
4. posisi pasien semifowler 45 dan dimiringkan,tekan daerah nodus krokoideus
maka akan tampak adanya vena.
a. Taruh mistar pada awal dan akhir pembesaran vena tersebut kemudian
tarik garis imajiner untuk menentukan panjangnya.
b. Raba tiroid : daerah tiroid ditekan,dan p[asien disuruh untuk
menelan,apakah ada pembesaran atau tidak.
c. Tonick neck refleks : kedua tangan ditarik, kepala akan mengimbangi.
d. Neck rigting refleks refleks : posisi terlentang,kemudian tangan ditarik
kebelakang,pertama badan ikut berbalik diikuti dengan kepala.
e. Pemeriksaan nervus XII (Asesoris)
f. Menganjurkan klien memalingkan kepala, lalu disuruh untuk menghadap
kedepan ,pemeriksa memberi tahanan terhadap kepala.sambil meraba otot
sternokleidomasatodeus.
h. Dada
1. Bentuk dada apakah simetris kiri dan kanan
2. Bentuk dada barrel anterior – posterior dan tranversal hampir sama 1:1 dan
dewasa 1: 2
3. Suara tracheal : pada daerah trachea, intensitas tinggi, ICS 2 1:1
4. suara bronchial : pada percabangan bronchus, pada saat udara masuk
intensitas keraspada ICS 4-5 1:3
5. Suara broncho vesikuler : pada bronchus sebelum alveolus, intensitas
sedang ICS 5.
a. suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru, intensitas rendah 3:1
b. Wheezing terdengar pada saat inspirasi dan rales pada saat ekspirasi
c. Perkusi pada daerah paru suara yang ditimbulkan adalah sonor
6. Apeks jantung pada mid klavikula kiri intercostals 5
7. Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 ( bunyi katup aorta), sternal kiri ICS 2 (
bunyi katup pulmonal), sternal kiri ICS 3-4 ( bunyi katup tricuspid), sternal kiri
mid klavikula ICS 5 ( bunyi katup mitral).
8. Perkusi mpada daerah jantung adalah pekak.
i. Abdomen
1. Tali pusat : Dua arteri satu vena.
2. Observasi adanya pembengkakan atau perdarahan.
3. Observasi vena apakah terbayang atau tidak.
4. Observasi distensi abdomen.
5. Terdengar suara peristaltic usus.
6. Palpasi pada daerah hati, teraba 1 – 2 cm dibawah costa, panjangnya pada garis
media clavikula 6 – 12 cm.
7. Palpasi pada daerah limpa pada kuadran kiri atas
8. Perkusi pada daerah hati suara yang ditimbulkan adakah pekak Perkusi pada
daerah
9. lambung suara yang ditimbulkan adalah timpani
10. Refleks kremaster : gores pada abdomen mulai dari sisi lateral kemedial
terlihat kontraksi.
j. Punggung
1. Susuri tulang belakang , apakah ada spina bivida okulta : ada lekukan pada
lumbo sacral,tanpa herniasi dan distribusi lanugo lebih banyak.
2. Spina bivida sistika : dengan herniasi , meningokel ( berisi meningen dan
CSF) dan mielomeningokel ( meningen + CSF + saraf spinal).
3. Rib hum and Flank: dalam posisi bungkuk jika tulang belakang
rata/simetris( scoliosis postueral) sedangkan jika asimetris atau bahu tinggi
sebelah danvertebra bengkok ( scoliosis structural) skoliometer >40
k. Tangan
1. Jumlah jari – jari polidaktil ( .> dari 5 ) , sindaktil ( jari – jari bersatu)
2. Pada anak kuku dikebawakan, dan tidak patah , kalau patah diduga
kelainan nutrisi.
3. Ujung jaru\i halus
4. Kuku klubbing finger < 180 ,bila lebih 180 diduga kelainan system
pernafasan
5. Grasping refleks : meletakkan jari pada tangan bayi, maka refleks akan
menggengam.
6. Palmar refleks : tekan pada telapak tangan ,akan menggengam
l. Pelvis
1. CDH : test gluteal , lipatan paha simetris kiri kanan
2. Ortholani test : lutut ditekuk sama tinggi/tidak
3. Barlow test : kedua lutut ditekuk dan regangkan kesamping akan terdengar
bunyi klik
4. Tredelenburg test : berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis apakah
simetris kiri dan kanan.
5. Waddling gait : jalan seperti bebek.
6. Thomas test : lutut kanan ditekuk dan dirapatkan kedada,sakit dan lutut kiri
akan terangkat
m. Lutut
1. Ballotemen patella : tekan mendorong kuat akan menimbulkan bunyi klik
jika ada cairan diantaranya
2. Mengurut kantong supra patella kebawah akan timbul tonjolan pada kedua
sisi tibia jika ada cairan diduga ada atritis.
3. Reflek patella, dan hamstring.
n. Kaki
1. Lipatan kaki apakah 1/3, 2/3, bagian seluruh telapak kaki.
2. Talipes : kaki bengkok kedalam.
3. Clubfoot : otot-otot kaki tidak sama panjang, kaki jatuh kedepan
4. Refleks babinsky
5. Refleks Chaddok
6. Staping Refleks

9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostic
PA           : Neuroblastoma dengan metastase ke sum-sum tulang belakang
CT Scan   : Menunjukkan tumor telah metastase ke sum-sum tulang belakang  
2. Pemeriksaan laboratorium
Hb                        : 8,5 g/dl                      PH       : 7,34
Leukosit               : 3100 x 10 u/l             PCO2  : 39
Trombosit            : 100.000                     PO2     : 75%
Eritrosit                : 2,8 juta/uL (mm3)     HCO3 : 27
Albumin               : 2,0 /dL  
3. Terapi
Paracetamol 100 mg
Injeksi novalgin 100 mg
Injeksi ampicilin subaktan 4 x 225 mg
Transfuse PRC (Pocket Red Cell) 2 x 100 cc
2. Diagnosa
1. Hipertermi berhubungan dengan leukositopenia karena metastase ke  sum-sum
tulang
2. Pk Anemia berhubungan dengan metastase ke sum-sum tulang
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Hipertermi Tujuan: setelah dilakukan 1. BHS 1. Pasien
Berhubungan asuhan keperawatan P dengan kooperatif
dengan selama 1x12 jam pasien 2. Untuk
leukositopenia diharapkan panas pasien 2. Kom mengurangi panas pasien
karena metastase akan berkurang pres dengan air 3. Untuk
ke  sum-sum KH: biasa mengetahui keadaan
0
tulang 1. Suhu : 37 C 3. Kaji pasien
  2. Nadi : 140 denyut tanda-tanda 4. Untuk
per menit vital mencegah terjadinya
3. RR : 40 kali per 4. Anju dehidrasi
menit rkan pasien 5. Paraceta
untuk minum mol untuk menurunkan
air sedikit tapi panas dan inj ampisilin
sering membantu mencegah
5. Kola terjadinya infeksi sebagai
borasi dengan akibat dari menurunya
tim medis jmlah leukosit dalam
dalam darah
pemberian
terapi
 
 
 

2. Pk Anemia Tujuan: setelah dilakukan 1. BHSP 1. P


berhubungan asuhan keperawatan dengan pasien asien kooperatif
dengan selama 2x12 jam 2. Pantau sel 2. M
metastase ke diharapkan anemia darah merah encegah terjadinya
sum-sum tulang berkurang dari keadaan 3. Kaji tanda- nekrosis jaringan perifer
  sebelumnya. tanda vital 3. M
KH: pasien engetahui keadaan pasien
1. Hb 11-16 g/dL 4. Anjurkan 4. M
2. Eritrosit 4juta/mm3 keluarga untuk encegah terjadinya cidera
  menemani 5. U
pasien ntuk mengurangi
5. Kolaborasi terjadinya anemia akut
dengan tim
medis dalam
pemberian
terapi PRC
2x100cc
3. Nutrisi kurang Tujuan:setelah dilakukan 1. BHSP 1. Pasien kooperatif
dari kebutuhan asuhan keperawatan dengan pasien 2. Pemberian makanan
berhubungan selama 1x12 jam 2. Berikan yang disukai diharapkan
dengan diharapkan pasien dapat makanan yang akan meningkatkan nafsu
anoreksia memenuhi kebutuhannya disukai kecuali makan pasien
KH: ada kontra 3. Agar dapat memenuhi
1. BB meningkat indikasi nutrisi meskipun hanya
2. Albumin: 3,5- 3. Berikan sedikit
5,5/dL makanan 4. Untuk mengetahui
3. Hb: 11-16 g/dL sedikit tapi perubahan BB dan
4. malaise berkurang sering menjadi data evaluasi
5. porsi makan habis 4. Ukur BB dalam pengobatan maupun
pasien 2 hari 1x perawatan lebih lanjut
5. Kolaborasi 5. Mengetahui kebutuhan
dengan ahli nutrisi pasien dengan tepat
gizi dalam dan benar
menentukan  
makanan
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA

Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri  Edisi 3.  Jakarta: EGC.
De Jong,Wim. 2005. Kanker, Apakah itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan Dukungan
Keluarga. Jakarta: ARCAN.
Japaries, Willie. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI.
Maris, Jhon. 2010. Recent Advances in Neuroblastoma. Disitasi dari  
http://www.nejm.org/ pada 5 November 2010.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Jilid 3. Jakarta: EGC.
Suriadi & Yulianni,Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV. SAGUNG
SETO.
Thomas,R. 1994. Atlas bantu Pedriatri. Jakarta: Hipokrates.
Wilkinson,Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai