Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

NSTEMI

Disusun oleh :

Nurul hidayah

TINGKAT II D-IV JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
TAHUN AJARAN 2018
    A.    Pengertian NSTEMI
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner
adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri dari infark miokard akut
dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard
Infark/ STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina
pektoris tidak stabil (APTS).
NSTEMI adalah adanya ke tidak seimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen ke
miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel
pada tingkat sel dan jaringan. (Sylvia,2006).

      B.     Patofisiologi


NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi
faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi
ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak
dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
merangsang pengeluaranseperti TNF hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)

      C.    Etiologi


NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis
akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada
subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun
menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari
penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah
dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner
mungkin juga bertanggung jawab.
a.Faktor resiko
1) Yang tidak dapat diubah
a) Umur
b) b)      Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah  
menopause
c) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia muda (anggota keluarga
laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari
usia 65 tahun).
d) Hereditas
e) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Yang dapat diubah
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi lemak
jenuh, kalori.
b) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress psikologis
berlebihan.
3) Faktor penyebab
No
Penyebab ST/Nstemi
.
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

2. Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)

3. Obstruksi mekanik yang progresif

4. Inflamasi dan atau infeksi

5. Faktor atau keadaan pencetus

      D.    Manifestasi Klinis


a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c.       Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d.      Bisa atipik:
 Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
 Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa
tanpa disertai nyeri dada.

      E.     Komplikasi


Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a.Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran,
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut
remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c.Gagal jantung
d.Syok kardiogenik
e.Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g.Perikardiatis
h.Ruptur
i.Ventrikrel
j.Otot papilar
k.Kelainan septal ventrikel
l.Disfungsi katup
m.Aneurisma ventrikel
n.Sindroma infark pascamiokardias
F. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
1. Memeriksa tanda-tanda vital
2. Mendapatkan akses intra vena
3. Merekam dan menganalisis EKG
4. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
5. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta pemeriksaan
koagulasi.
6. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk mendapatkan ada
tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat masuk, jika normal diulang 6-12 jam
kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada pasien dengan onset < 6 jam dan pada
pasien pasca infark < 2minggu dengan iskemik berulang untuk mendeteksi reinfark atau
infark periprosedural.
Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:
1. Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)
2. Aspirin 160 mg (dikunyah).
3. Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila masih nyeri dada.
4. Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.

     G.    Pemeriksaan Penunjang


1.      Biomarker Jantung:
a.Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat penting
pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA).
Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan
sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki
nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
(a)  Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik
yang berfungsi mengikat aktin.
(b)   Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.
b. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST depresi yang
menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi
terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila
pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB
(creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina
tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar
troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan
oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi
yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
c.       Echo Cardiografi  pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
a.       Area Gangguan
b.      Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada
prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik
dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi
ejeksi tidak normal.
c. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami
derajat stenosis 50% pada pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami
stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent.

KONSEP ASKEP
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau compos mentis
(CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perusi sistem saraf pusat.
B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas seperti
tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga
dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan
tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah
oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark
miokardium yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.
B2 (Blood)
-          Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di daerah
substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi
nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
-          Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi biasanya tidak ditemukan.
-          Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang disebabkan IMA.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa
komplikasi
-          Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis,
menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri
dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardia,
dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.

B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena itu, perawat perlu
memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena merupakan tanda awal syok
kardiogenik.

B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan
pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan tanda utama IMA.

B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan, kelelahan,
tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur. perubahan postur tubuh.
Kaji higienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan
melakukan tugas perawatan diri.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan
kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas.
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan / kematian ditandai dengan ketakutan,
gelisah dan perilaku takut.
4. Resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, konduksi elektrikal.

3. Intervensi
Dx 1 Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan
kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: dalam waktu 1x24jam terdapat penurunan respons nyeri dada
KH : klien mengatakan penurunan rasa nyeri dada
TTV dalam batas normal
Wajah rileks
Tidak terjadi penurunan perfusi perifer
Intervensi
1.Catat karakteristk nyeri, lokasi, intensitas, lamanya, dan penyebaran.
R/ Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri yang terjadi dianggap sebagai temuan
pengkajian.
2.Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
R/ Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian
mendadak.
3.Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
R/ Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan oksigen kejaringan yang mengalami iskemia.
1. Istirahatkan klien
R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan menurunkan
kebutuhan mikardium yang membutuhkan oksigen untuk menurunkan iskemia
2. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan indikasi
R/ meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus
mengurangi ketidaknyamanan sekunder terhadap iskemia.
4. Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
R/ Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri ekternal dan pembatasan pengunjung
akan membantu meningkatan kondisi oksigen ruangan. Oksigen ruangan akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.

5.Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri.


R/ Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat sekunder dari
iskemia jaringan.

Dx 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas.
Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama
pemberian obat.
Intervensi:
1.      Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk merentang
aktivitas dan yang diprogramkan.
2.      Laporkan gejala-gejala curah janutng menurun atau gagal jantung : TD menurun,
ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun.
3.      Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan penurunan
amplitude, yang merupakan sinyal gagal jantung.
4.      Berikan O2 dan obat-obatan sesuai program.
5.      Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan oleh
toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas.
6.      Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit

Dx 3 Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan / kematian ditandai dengan


ketakutan, gelisah dan perilaku takut.
  Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.
Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.
Intervensi:
1. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi.
2. Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
3. Mempertahankan kepercayaan.
4. Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien.
5.Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi
pertanyaan dan masalah.
6.Dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

Dx 4 Resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan


frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria : tekanan darah dkm batas normal, curah jantung kembali meningkat, asupan dan
keluaran sesuai, irama jantung tidak menunjukkan tanda-tanda disritmia.
Intervensi :
1. Ukur tekanan darah. Bandingkan tekanan darah kedua lengan, ukur dalam keadaan
berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkinkan
2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi
3. Pantau frekuensi jantung dan irama
4. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah, batasi asupan
kafein.
5.Kolaborasi dengan tim medis dan pemberian terapi sesuai program
Daftar Pustaka

http://niawatulapriliya.blogspot.co.id/2015/12/laporan-pendahuluan-nstemi.html

http://www.skepners.id/2017/08/laporan-pendahuluan-non-st-elevation.html

Anda mungkin juga menyukai