Anda di halaman 1dari 30

Case-Based Discussion

EFUSI PLEURA ec. TUBERKULOSIS PARU

Nama : Nadya Larasati


NRP : 1915071
Preseptor : dr. Desman Situmorang, Sp.A

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RS IMMANUEL BANDUNG
2019

IDENTITAS
• Nama : An. AAN
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Tanggal Lahir : 29 November 2007
• Umur : 12 tahun 00 bulan
• Nama Ayah : Tn. AR
• Nama Ibu : Ny. IF
• Pekerjaan Ayah/Ibu : Wiraswasta
• Alamat : Kopo
• Tanggal mulai dirawat : 18 Desember 2019
• Tanggal pemeriksaan : 21 Desember 2019

ANAMNESIS
• Autoanamnesis
• Keluhan utama : Sesak nafas
• Riwayat perjalanan penyakit:
Seorang anak laki-laki berumur 12 tahun datang dengan keluhan sesak
nafas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas dilihat semakin
berat dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak tidak disertai rasa nyeri saat
inspirasi, suara mengi, mengorok, kebiruan pada ujung jari-jari dan sekitar mulut.
Keluhan ini disertai dengan panas badan yang cukup tinggi, panas badan hilang
timbul terutama pada malam hari. Keluhan panas disertai dengan keringat malam.
Keluhan panas tidak disertai penurunan kesadaran.
Pasien juga mengalami batuk sejak kurang lebih 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit, batuk terdengar berdahak namun sulit dikeluarkan. Batuk tidak
disertai dengan darah. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 4 kg
dalam dua minggu terakhir, nafsu makan pasien sangat turun semenjak sakit.
Pasien menyangkal adanya pilek, mual, muntah, gangguan pada BAB dan BAK.
Pasien memiliki riwayat kontak langsung dengan penderita yang batuk-
batuk lama, yaitu kakek pasien yang dikatakan menderita TBC dan sedang
menjalani pengobatan selama 3 bulan. Ibu pasien mengatakan ventilasi rumah
kurang baik dan rumahnya dihuni oleh 6 orang di lingkungan yang padat
penduduk.
• Riwayat Penyakit Dahulu

1
Pasien pernah mengalami batuk-batuk lama dan dinyatakan TBC saat usia 6
bulan dan menjalani pengobatan hingga tuntas.
• Riwayat Penyakit Keluarga
Kakek pasien mengalami gejala serupa dan sedang pengobatan TBC selama 4
bulan. Tidak ada riwayat asma di keluarga.
• Riwayat Lingkungan
Rumah pasien memiliki ventilasi dan sirkulasi udarah yang kurang baik, serta
tinggal di pemukiman padat penduduk.
• Riwayat Pemakaian Obat
Pasien sudah dibawa berobat ke puskesmas untuk batuk dan demam dan
diberikan antibiotik 3x2 cth, obat penurun panas 3x2 cth dan obat batuk 3x2
cth.
• Riwayat Alergi
Tidak ada alergi obat maupun alergi makanan.
• Riwayat Obstetri
Pasien anak pertama dari tiga bersaudara, dari Tn. AR dan Ny. IF, P3A0, lahir
secara spontan dibantu oleh bidan, aterm 38-39 minggu, menangis kuat.
BBL: 4000 gram
PBL: 50 cm
Ibu tidak minum obat-obatan selama kehamilan.
Riwayat pemeriksaan antenatal di bidan dan teratur.
Riwayat pemberiaan ASI hingga 18 bulan dan mulai MPASI saat 6 bulan.
• Riwayat Imunisasi
Dasar Ulangan
BCG + -
DTP + + + - -
Polio + + + - -
Hep B + + + - -
Campak + - -

• Tumbuh Kembang Anak


- Berbalik : 5 bulan
- Duduk : 8 bulan

2
- Berdiri : 12 bulan
- Berjalan : 14 bulan
- Bicara 1 kata : 12 bulan
- Bicara 1 kalimat : 2 tahun
- Membaca : 7 tahun
- Menulis : 7 tahun
• Riwayat Asupan Makan dan Gizi
Makanan biasa (nasi, daging, sayur, buah)

PEMERIKSAAN FISIK (20 Desember 2019)


Keadaan umum : tenang
Kesan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital:
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 28x/menit, tipe torakoabdominal
Suhu : 36,6C (DPO) telah diberikan obat
Saturasi O2 : 99% dengan oksigen 2 liter per menit
Antropometri:
Berat badan : 40 kg
Tinggi badan : 156 cm
BMI : 16.46 kg/m2

Status pertumbuhan berdasarkan WHO Growth Reference:


1. Tinggi badan menurut usia berada di garis 1 SD (normal)
2. BMI menurut usia berada di 0 SD s/d -1 SD (normal)

3
Gambar 1.1 Height for Age Boys
Sumber: World Health Organization

Gambar 1.2 BMI for Age Boys


Sumber: World Health Organization

4
Status Generalis
• Kepala: Bentuk simetris dan ukuran normal, rambut hitam, tidak mudah
dicabut, tidak terdapat lesi pada kulit kepala.
- Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat,
isokor, refleks cahaya +/+.
- Hidung: Bentuk hidung normal, tidak ada pernapasan cuping hidung,
tidak ada sekret maupun perdarahan hidung.
- Mulut: Mukosa bibir basah, tidak ada pendarahan gusi, tonsil T1/T1,
faring tidak hiperemis.
- Telinga: Bentuk dan ukuran normal, tidak ada sekret
 Leher: KGB tidak teraba membesar, terdapat retraksi suprasternal.
 Paru-paru:
 Inspeksi: Bentuk normal, pergerakan simetris kanan=kiri, tidak terdapat
retraksi interkostal dan subkostal.
 Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, taktil fremitus
kanan<kiri
 Perkusi: Dull mulai dari ICS IV thorax dextra
 Auskultasi: vesicular breath sound + melemah mulai dari ICS IV thorax
dextra, ronkhi +/-, wheezing -/-, tidak terdapat slem.
 Jantung:
 Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi: tidak ada perbesaran jantung
 Auskultasi: Bunyi jantung S1=S2, murni, reguler, tidak ada murmur
 Abdomen:
 Inspeksi: datar, terdapat retraksi epigastrium
 Auskultasi: Bising usus (+) normal
 Perkusi: Timpani, ruang Traube kosong
 Palpasi: Soepel, nyeri tekan epigastrium (-) hepar dan lien tidak teraba
membesar

5
 Ekstremitas: akral kedua tangan hangat,capillary refill time <2 detik, tidak
sianosis, tidak ikterik, turgor kembali cepat, tidak ada ptechiae dan rash.
 Status Neurologis:
 Motorik: kesan parese: −/−
 Sensorik: kesan dalam batas normal
 Refleks fisiologis: Knee Pess Reflex +/+
 Refleks patologis: Babinsky -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 16 Desember 2019:


- Hemoglobin : 13.3 g/dL
- Hematokrit : 42%
- Leukosit : 7.870/mm3
- Trombosit : 291.000 /mm3
- Eritrosit : 5.19 juta/mm3
- MCV : 80.9 fL
- MCH : 25.3 pg
- MCHC : 31.3 %
- Basofil : 1%
- Eosinofil : 0%
- Neutrofil batang : 0%
- Neutrofil segmen : 67% (shift to the right)
- Limfosit : 22% (meningkat)
- Monosit : 10% (meningkat)
- Laju Endap Darah : 30mm/jam (meningkat)
Analisa cairan pleura pada tanggal 19 Desember 2019
1. Warna : Kuning kemerahan
2. Kejernihan : keruh
3. Jumlah sel : 2600/mm3 (meningkat)

6
4. Poly : 20.0%
5. Mono : 80.0%
6. Berat jenis : 1.035 (meningkat)
7. Rivalta : Positif
8. Total protein : 5.8 g/dL
9. Glukosa : 117 mg/dL
10. ADA (Pleura) : 44.0 U/L (TB: >30)

Sitologi Cairan Pleura (20 Desember 2019)


Makroskopis : Cairan pleura dalam botol No. 2 dan 3 @ volume 50cc. Warna
sedikit kemerahan encer.
Mikroskopis : Sediaan apus mengandung limfosit, eritrosit dan mesothel. Tidak
tampak sel-sel ganas.
Kesimpulan : Gambaran sitology menunjang proses spesifik sebagai penyebab.

Pemeriksaan foto Thorax AP (16 Desember 2019)


Pulmo: Sinus kostofrenikus kanan terobliterasi, fissura minor menebal, cor tidak
membesar, tidak tampak bercak lunak, costae, clavikula, dan jaringan lunak
dinding dada normal. Kesan: Efusi pleura kanan ec. TB

7
RESUME
ANAMNESIS
Keluhan sesak nafas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak
nafas dilihat semakin berat dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak tidak
disertai rasa nyeri saat inpirasi, suara mengi, mengorok, kebiruan pada ujung jari-
jari dan sekitar mulut. Keluhan ini disertai dengan panas badan yang cukup tinggi,
panas badan hilang timbul terutama pada malam hari. Keluhan panas disertai
dengan keringat malam.
Pasien juga mengalami batuk sejak kurang lebih 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit, batuk terdengar berdahak namun sulit dikeluarkan. Batuk tidak
disertai dengan darah. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 4 kg
dalam dua minggu terakhir, nafsu makan pasien sangat turun semenjak sakit.
Riwayat kontak langsung dengan penderita yang batuk-batuk lama, yaitu
kakek pasien yang dikatakan menderita TBC dan sedang menjalani pengobatan
selama 3 bulan. Ibu pasien mengatakan ventilasi rumah kurang baik dan
rumahnya dihuni oleh 6 orang di lingkungan yang padat penduduk.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis
Kesan sakit : sakit sedang
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 28x/menit, tipe torakoabdominal
Suhu : 36,6C (DPO) telah diberikan obat
Saturasi O2 : 99% dengan oksigen 2 liter per menit
Status pertumbuhan berdasarkan WHO Growth Reference: normal
Status neurologis : dalam batas normal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 16 Desember 2019:

8
- Neutrofil segmen : 67% (shift to the right)
- Limfosit : 22% (meningkat)
- Monosit : 10% (meningkat)
- Laju Endap Darah : 30mm/jam (meningkat)
Analisa cairan pleura pada tanggal 19 Desember 2019
11. Warna : Kuning kemerahan
12. Kejernihan : keruh
13. Jumlah sel : 2600/mm3 (meningkat)
14. Berat jenis : 1.035 (meningkat)
15. Rivalta : Positif
16. ADA (Pleura) : 44.0 U/L (TB: >30)
Sitologi Cairan Pleura (20 Desember 2019)
Gambaran sitologi menunjang proses spesifik sebagai penyebab.
Pemeriksaan foto Thorax AP (16 Desember 2019)
Pulmo: Sinus kostofrenikus kanan terobliterasi, fissura minor menebal, tidak
tampak bercak lunak. Kesan: Efusi pleura kanan ec. TB

DIAGNOSIS BANDING
Dyspnoe e.c efusi pleura TB relaps
Dyspnoe e.c TB pleura

DIAGNOSIS KERJA
Dyspnoe e.c efusi pleura TB relaps

PENATALAKSANAAN
Non-Farmakologi
- Rawat inap
- Observasi input-output cairan, tanda-tanda vital
- Infus RL 1500cc/24 jam
- O2 2 lpm dengan nasal kanul
Farmakologi

9
- Paracetamol ampul 1 gram 3 x 500 mg IV
- FDC (R150H75Z400E275) 3 tablet sehari
- Streptomisin 500mg IM
- Prednisone 3x5mg
- Ambroxol syr 15mg/5ml 2x10ml

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Uji tuberculin

PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Ouo ad sanationam : dubia ad bonam

10
PEMBAHASAN
TUBERKULOSIS PARU

1. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh M. Tuberculosis
yang menetap seumur hidup. TB anak dibagi menjadi dua, yaitu terduga TB dan
pasien TB anak. Terduga TB adalah anak yang mempunyai gejala klinis
mendukung TB sedangkan, Pasien TB anak adalah pasien yang terkonfirmasi
dengan bakteriologis dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif. Berdasarkan
lokasi anatomi dari dibedakan menjadi dua yaitu, TB paru dan TB ekstraparu.
Tuberkulosis paru merupakan TB yang terjadi pada parenkim paru.
Limfadenitis TB pada hilus, mediastinum atau efusi pleura tanpa adanya
gambaran radiologis yang mendukung, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien
yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
Tuberkulosis Ekstra Paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru
misalnya pada pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran kemih, kulit,
meningens, dan tulang. Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan
bateriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus berdasarkan penemuan
Myobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada
beberapa organ diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru dengan organ
terberat yang menunjukan gambaran TB.

2. EPIDEMIOLOGI
Proporsi kasus TB anak secara global pada tahun 2012 diperkirakan mencapai
6% atau 530.000 pasien per tahun. TB pada anak terjadi pada rentang usia 0 - 14
tahun, namun penyakit ini sering mengenai pada anak usia 1 – 4 tahun dengan
risiko morbiditas dan mortalitas tertinggi pada anak usia kurang dari 2 tahun.
Kematian anak yang menderita TB mencapai 74.000 kematian per tahun, atau
sekitar 8% dari total kematian yang disebabkan oleh TB. Jumlah anak yang sakit
TB pada negara berkembang dengan usia kurang dari 15 tahun sekitar 40 - 50%

11
dari jumlah populasi umum, dan setiap tahunnya ditemukan sekitar 500.000 kasus
baru.
Faktor risiko dari penularan TB anak sama dengan TB pada umumnya,
tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan tubuh. Pasien
dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif dapat menularkan sebesar 65%. Infeksi
akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung droplet yang
terinfeksius tersebut.
Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga
disebabkan oleh banyak hal, yaitu: (1) diagnosis yang tidak tepat, (2) pengobatan
tidak adekuat, (3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, (4)
infeksi endemik HIV, (5) migrasi penduduk, (6) mengobati sendiri, (7)
meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai

3. ETIOLOGI
Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Penularan melalui droplet perinhalasi. Cara penularan pada anak yang tersering,
yaitu dari orang dewasa dengan sputum BTA positif.

4. FAKTOR RISIKO
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun
timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko
infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit.
Faktor Risiko Infeksi TB
 Anak yang terpajan dengan orang dewasa TB aktif (kontak TB positif)
 Daerah endemis
 Kemiskinan
 Lingkungan yang tidak sehat (hygiene dan sanitasi buruk)
 Tempat penampungan umum (panti asuhan, asrama, dan lain - lain).

12
5. KLASIFIKASI
Klasifikasi TB pada anak terbagi dalam beberapa kategori sebagai berikut: 2
Berdasarkan lokasi atau organ tubuh yang terkena
 Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis yang menyerang parenkim paru, tidak termasuk pleura dan
kelenjar pada hilus.
 Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
 Kasus Baru
Penderita belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
 Kasus Kambuh (Relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
 Kasus Pindahan
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan pindah
berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
 Kasus Lalai Berobat
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu
atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut
kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
 Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih menetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan). Penderita dengan

13
hasil BTA negatif, gambaran radiologis positif menjadi BTA positif pada akhir
bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologis ulang hasilnya
perburukan.
 Kasus Kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
 Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologi serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan, ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologi.

Berdasarkan hasil konfirmasi bakteriologis (BTA)


Tuberkulosis Paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologis menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.
Tuberkulosis Paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respon
dengan pemberian antibiotik spektrum luas.
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
Mycobacterium tuberculosis positif.
- Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.

14
Berdasarkan berat dan ringannya penyakit
TB ringan
- Tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian, misalnya TB
primer tanpa komplikasi, TB kulit, TB kelenjar limfe, dan lain─lain.
TB berat
- TB pada anak yang berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian,
misalnya TB meningitis, TB milier, TB tulang dan sendi, TB abdomen,
termasuk TB hepar, TB usus, TB resisten dan TB HIV.

Berdasarkan resistensi obat


Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan Mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT terdiri dari:
1. Monoresistance adalah Mycobacterium tuberculosis yang resisten
terhadap salah satu jenis OAT lini pertama.
2. Polydrug Resistance adalah Mycobacterium tuberculosis yang resisten
terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain isoniazid (H) dan
rifampisin (R) secara bersamaan.
3. Multidrug Resistance (MDR) adalah Mycobacterium tuberculosis yang
resisten terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa OAT
lini pertama lainnya.
4. Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai dengan resisten
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu
dari OAT lini kedua jenis suntikan yaitu kanamisin, kapreomisin, dan
amikasin.
5. Rifampicin Resistance adalah Mycobacterium tuberculosis yang resisten
terhadap rifampisin dengan atau tanpa resisten terhadap OAT lain yang
dideteksi menggunakan metode pemeriksaan yang sesuai, pemeriksaan
konvensional atau pemeriksaan cepat. Termasuk dalam kelompok ini
adalah setiap resistensi terhadap rifampisin dalam bentuk monoresisten,
polydrug resistent, MDR dan XDR.

15
6. PATOGENESIS
Port d’entrée dari 98% kasus TB adalah paru. Kuman TB yang berada pada
droplet dengan berukuran 1-5!m akan terhirup dan dapat mencapai alveolus.
Kuman TB akan dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis
nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik. Pada sebagian
kasus lainnya, tidak seluruhnya kuman TB dapat dihancurkan, pada kasus seperti
ini makrofag alveolus akan memfagositosis kuman TB yang sebagian besar
dihancurkan. Kuman yang tidak dihancurkan akan terus berkembang dalam
makrofag, dan menyebabkan lisis makrofag. Kuman TB akan membentuk lesi
dinamakan fokus primer Ghon. Dari fokus primer tersebut kuman TB menyebar
melalui saluran getah bening menuju ke kelenjar getah bening (KGB) regional.
Penyebabran ini menyebabkan inflamasi, yang dapat terjadi pada saluran getah
bening (limfangitis) dan kelenjar getah bening (limfadenitis). Fokus primer yang
terletak pada lobus bawah atau tengah, akan melibatkan kelenjar getah bening
perihiler. Fokus primer yang terletak pada apeks paru, akan melibatkan kelenjar
getah bening paratrakeal. Gabungan antara focus primer, limfangitis, dan
limfadenitis akan dinamakan kompleks primer.

16
Gambar 6.1. Patogenesis TB.5

Waktu yang diperlukan kuman TB masuk hingga membentuk kompleks primer


disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi berlangsung selama 2 – 12 minggu,
paling sering terjadi antara 4 - 8 minggu. Pada masa ini kuman akan berkembang
biak hingga mencapai jumlah 103-104, jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler.2,5,6 Tuberkulosis primer dinyatakan sudah terjadi,
apabila kompleks primer sudah terbentuk. Imunitas seluler terhadap TB juga telah
terbentuk yang ditandai dengan hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein (uji
tuberkulin positif). Selama masa inkubasi, uji tuberkulin negatif. Pada individu
yang mempunyai sistem imun yang baik, proliferasi TB terhenti tetapi sejumlah
kecil, kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Jika imunitas seluler telah
terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan
oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated immunity).
Pada masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi 2
penyebaran yaitu limfogen dan hematogen. Penyebaran secara limfogen, yaitu
kuman menyebar ke kelenjar getah bening regional membentuk kompleks primer
atau dapat berlanjut menyebar secara limfohematogen. Selain penyebaran secara
limfogen kuman TB juga dapat menyebar secara hematogen langsung dan
menyebar ke seluruh tubuh (sistemik). Penyebaran hematogen yang sering terjadi
adalah occult hematogenic spread, melalui cara ini kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB akan bersarang ke organ yang mempunyai vaskularisasi yang baik,
seperti di apeks paru, limpa, kelenjar getah bening superfisialis, otak, hati, tulang,
dan ginjal. Pada tempattempat tersebut kuman tetap hidup namun tidak aktif
seperti pada fokus simon (sarang di apeks paru) yang dapat tereaktivasi pada saat
dewasa.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna, membentuk fibrosis setelah mengalami
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar getah bening regional juga
mengalami resolusi (fibrosis), namun kuman TB akan tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gejala. Kompleks primer dengan

17
komplikasi akan mengalami nekrosis perkijuan pada tengah lesi, sehinnga akan
meninggalkan rongga yang disebut dengan kavitas.

7. MANIFESTASI KLINIK TB ANAK


Pada anak kecil sering kali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak
pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks. Sesuai dengan sifat kuman
Mycobacterium tuberculosis yang lambat membelah, manifestasi klinis TB
umumnya berlangsung bertahap dan perlahan, kecuali TB milier yang dapat
berlangsung cepat dan progresif. Keluhan sistemik diduga berkaitan dengan
adanya peningkatan TNF.
Keluhan sistemik yang sering terjadi adalah demam yang biasanya tidak tinggi
dan hilang timbul dalam jangka lama, biasanya disertai dengan keringat malam.
Keluhan lain yang sering dijumpai adalah anoreksia dengan gagal tumbuh,
penurunan berat badan dan malaise. Keluhan batuk jarang ditemui pada pasien TB
anak karena fokus primer TB paru pada anak umumnya terjadi di parenkim paru
yang tidak mempunyai reseptor batuk. Gejala sesak juga jarang ditemui, kecuali
pada keadaan sakit berat yang akut seperti TB milier, efusi pleura dan pneumonia
TB.

8. DIAGNOSIS TB ANAK
Secara umum penegakkan diagnosis TB pada anak didasarkan pada 4 hal, yaitu
konfirmasi bakteriologis TB, gejala klinis khas TB, adanya bukti infeksi TB (uji
tuberkulin positif atau kontak erat dengan pasien TB) dan gambaran foto toraks
sugestif TB.
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis
pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan
pleura, atau pada biopsi jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada
anak disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan
sulitnya pengambilan spesimen sputum.
Alur diagnosis TB ini digunakan untuk penegakkan diagnosis TB pada anak yang
bergejala TB, baik dengan maupun tanpa kontak TB. Pada anak yang tidak

18
bergejala tetapi kontak dengan pasien TB dewasa, pendekatan tata laksananya
menggunakan alur investigasi kontak.

Gambar 8.1 Alur diagnosis Tuberkulosis Paru pada Anak


Sumber: Petunjuk Teknis Manajemen Dan Tatalaksana TB Anak2

19
Langkah awal pada alur diagnosis TB adalah pengambilan dan pemeriksaan
sputum:
1. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologis positif, anak didiagnosis TB dan
diberikan OAT.
2. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologis negatif atau spesimen tidak dapat diambil,
lakukan pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks maka:
a. Jika tidak ada fasilitas atau tidak ada akses untuk uji tuberkulin dan foto
toraks:
i. Jika anak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB menular, anak
didiagnosis TB dan diberikan OAT.
ii. Jika tidak ada riwayat kontak, lakukan observasi klinis selama 2─4
minggu. Bila gejala menetap, rujuk anak untuk tes tuberkulin dan foto
toraks
b. Jika tersedia fasilitas uji tuberkulin dan foto toraks, hitung skor total
menggunakan sistem skoring sebagai berikut:

20
Tabel 8.1 Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB Anak
Parameter 0 1 2 3 Skor

Kontak dengan Tidak - Laporan keluarga, Kontak dengan


pasien TB jelas kontak dgn pasien pasien BTA positif
BTA negatif atau
tidak tahu, atau BTA
tidak jelas

Uji tuberkulin Negatif - - Positif (≥ 10mm,


atau ≥ 5mm pada
keadaan
imunosupresi)

Berat - Gizi kurang: Gizi kurang: BB/TB -


badan/keadaan BB/TB ¿90% ¿70% atau BB/U ¿
gizi (dengan atau BB/U ¿ 60%
KMS atau tabel) 80%

Demam tanpa - ≥2 minggu - -


sebab jelas

Batuk - ≥ 3 minggu - -

Pembesaran - ≥1 cm jumlah ≥ - -
kelenjar limfe 1, tidak nyeri
koli, aksila,
inguinal

Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang

Foto dada - Sugestif TB - -

Jumlah skor

Catatan:

1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter


2. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis
tuberkulosis.
3. Berat badan dinilai saat pasien datang🡪 lihat tabel berat badan pada lampiran 5.
4. Demam dan batuk tidak respon terhadap terapi sesuai baku puskesmas.
5. Foto dada bukan alat diagnostik utama pada TB anak.
6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari setelah penyuntikan) harus
dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor minimal 13).
8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

21
Interpretasi hasil skoring: 2
 Jika skor total 6 🡪 diagnosis TB dan obati dengan OAT.
 Jika skor total <6, dengan uji tuberkulin positif atau ada kontak erat 🡪
diagnosis TB dan obati dengan OAT.
 Jika skor total <6, dan uji tuberkulin negatif atau tidak ada kontak erat 🡪
observasi gejala selama 2─4 minggu, bila menetap, evaluasi ulang
kemungkinan diagnosis TB atau rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Bakteriologis (sputum):
1. Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum atau spesimen lain (sebaiknya
dilakukan sewaktu dan pagi hari).
2. Tes Cepat Molekular (TCM).
3. Pemeriksaan biakan (Gold Standard) dengan menemukan Mycobacterium
tuberculosis pada biakan.

Uji Tuberkulin
Bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB anak, khususnya jika
riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji tuberkulin tidak bisa
membedakan antara infeksi dan sakit TB. Hasil positif menunjukkan adanya
infeksi TB. Hasil negatif belum tentu menyingkitkan diagnosis TB.

Foto Toraks
Merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis TB pada anak.
Adanya gambaran sugestif TB. Jika ditemukan salah satu keadaan ini, rujuk ke
rumah sakit: (1) Gambaran TB millier, (2) kavitas, (3) efusi pleura.

Pemeriksaan Histopatologis (Patologi Anatomi)

22
Menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan di tengahnya dan
dapat pula ditemukan gambaran sel datia langerhans dan atau kuman TB.

10. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap intensif selama 2 bulan pertama
dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3
macam obat pada tahap intensif (2 bulan pertama), dilanjutkan dengan 2 macam
obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak
diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan.
Dosis masing-masing OAT, yaitu:
 INH: 5─15mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
 Rifampisin: 10─20mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15─30mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari
 Etambutol: 15─20mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1250 mg/hari
 Streptomisin: 15─40mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000 mg/hari
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif
lama dengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk
Kombinasi Dosis Tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC).
Tablet KDT/FDC anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:
1. Tablet RHZ yang merupakan kombinasi rifampisin, isoniazid dan pirazinamid
yang digunakan untuk tahap intensif.
2. Tablet RH yang merupakan kombinasi rifampisin dan isoniazid yang
digunakan untuk tahap lanjutan.

Jumlah KDT/FDC yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisi dari tablet KDT/FDC tersebut.

23
Tabel 10.1 Dosis OAT KDT pada TB Anak
Fase intensif (2 bulan) RHZ Fase Lanjutan (4 bulan) RH
Berat badan (kg)
(75/50/150) (75/50)

5 -7 1 tablet 1 tablet

8-11 2 tablet 2 tablet

12 – 16 3 tablet 3 tablet

17 – 22 4 tablet 4 tablet

23 – 30 5 tablet 5 tablet

¿30 OAT dewasa

Keterangan :

1. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit.

2. Anak dengan berat badan lebih sama dengan 33 kg, disesuaikan dengan dosis dewasa

3. OAT diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.

4. OAT KDT/FDC dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.

Bila paket KDT/FDC belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak
Anak. Dosisnya seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 10.2 Dosis OAT Kombipak Anak untuk Fase Intensif


Jenis Obat BB ¿10 kg BB 10-20 kg BB 20-32 kg

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 10.3 DOSIS OAT Kombipak Anak untuk Fase Lanjutan


Jenis Obat BB ¿10 kg BB 10-20 kg BB 20-32 kg

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pada keadaan TB berat, baik paru maupun ekstraparu seperti TB milier, meningitis
TB, TB sendi dan tulang dan lain-lain: 3

24
3. Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, etambutol, atau streptomisin) selama 2 bulan.
4. Pada tahap lanjutan diberikan isoniazid dan rifampisin selama 10 bulan.
5. Untuk kasus TB tertentu, yaitu TB milier, TB meningitis, efusi pleura TB
diberikan kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 1─2mg/kgBB/hari, dibagi
dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2─4 minggu dengan
dosis penuh, dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 2─6 minggu.
Pemberian kortikosteroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadinya perlekatan jaringan.

Nonmedikamentosa
1. Pendekatan DOTS
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah
direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB
dan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Penanggulangan TB
dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas lima komponen, yaitu
sebagai berikut:
1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana
2. Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis
3. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh pengawas menelan obat (PMO)
4. Kesinambungan persediaan OAT jangan pendek dengan mutu terjamin
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB.
Kelima komponen DOTS di atas merupakan komponen untuk pasien TB
dewasa, khususnya butir kedua dan kelima. Untuk pasien TB anak, pada butir
kedua pemeriksaan sputum secara mikroskopis diubah menjadi penggunaan uji
tuberkulin. Untuk butir kelima pencatatan dan pelaporan pasien kelompok usia 15
tahun ke atas diubah menjadi pasien kelompok usia 15 tahun ke bawah. Karena
hal tersebut, diagnosis pada anak tidak dapat dibuat berdasarkan komponen DOTS

25
di atas. Maka, diperlukan strategi diagnostik lain, yaitu dengan menggunakan
sistem skoring yang telah dijelaskan di atas (DOTS─modifikasi).

2. Lacak sumber penularan


Apabila ditemukan anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang
menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa
yang menderita TB dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber
infeksi sentripetal dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA
sputum.
Sebaliknya, apabila ditemukan pasien TB dewasa, maka anak disekitarnya atau yang
kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal).
Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin.

3. Aspek edukasi dan sosial ekonomi


Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarga pasien agar mengetahui tentang
TB. Selain itu, diperlukan juga penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan
makanan, vitamin, dan mikronutrien. Tanpa penanganan gizi yang baik,
pengobatan dengan medikamentosa saja tidak akan mencapai hasil yang optimal.1
Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB anak tidak menular
kepada orang disekitarnya. Aktivitas TB anak tidak perlu dibatasi, kecuali pada
TB berat.

11. PENCEGAHAN
Imunisasi BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar
0,05 ml dan dosis untuk anak sebesar 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di
daerah insersi otot deltoid kanan. Bila diberikan pada anak >3 bulan, sebaiknya uji
tuberkulin terlebih dahulu
Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB, TB
sistem skeletal, dan kavitas. Imunisasi ini relatif aman, jarang timbul efek

26
samping yang serius. Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi
imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal
tumbuh. Pada bayi prematur, BCG ditunda sampai mencapai BB optimal.

Kemoprofilaksis
Terdapat kemoprofilaksis primer dan sekunder. Primer untuk mencegah terjadinya
infeksi TB, sekunder untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB.
Kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5─10mg/kgBB/hari
dosis tunggal selama 6 bulan. Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang
kontak dengan TB menular (BTA sputum positif) tetapi anak tersebut belum
terinfeksi TB (uji tuberkulin negatif). Akhir bulan ketiga pemberian profilaksis
dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika negatif, profilaksis dilanjutkan sampai 6
bulan. Jika positif, evaluasi status TB pasien. Pada akhir bulan keenam pemberian
profilaksis, lakukan kembali uji tuberkulin, jika negatif profilaksis dihentikan, jika
positif, evaluasi status TB pasien.
Kemoprofilaksis sekunder dilakukan pada pasien yang sudah terinfeksi TB (uji
tuberkulin positif) tapi belum sakit (klinis dan radiologis normal). Hanya
diberikan pada anak yang berisiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB,
yaitu balita, menderita morbili, varisela, pertussis, mengkonsumsi obat
imunosupresif jangka panjang, remaja, dan infeksi TB baru. Kemoprofilaksis
sekunder diberikan selama 6─12 bulan.

12. KOMPLIKASI
Komplikasi pada organ paru meliputi efusi pleura, pneumotoraks, atelektasis,
bronkiektasi, stenosis jalan napas, fistula bronkoesofageal dan penyakit
endobronkhial.

13. PROGNOSIS
Prognosis penyakit tuberkulosis bergantung kepada kepatuhan pengobatan
dan resistensi kuman terhadap OAT.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Suardi AU, et al. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan


Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jakarta;2013.
2. Rhajaoe NN, et al. Petunjuk Teknis Manajemen Dan
Tatalaksana TB Anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta;2016.
3. World Health Organization Indonesia bekerjasama
dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Kota. Pelayanan

28
Kesehatan Anak Di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota.Jakarta;2009
4. Grippi MA, Elias JA, Fishman JA, Kotloff RM, Pack
AI, Senior RM. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, 5th Edition
vol.2. McGraw-Hill, Inc. USA;2015.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia. Jakarta;2006
6. World Health Organization. Global tuberculosis control.
Dikunjungi: oktober 20,
2018. http://www.who.int/tb/publications/global_report/2010/en/index.html
7. Vandana Batra. Pediatric Tuberculosis. MedScape.
Dikunjungi: oktober 26, 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/969401-overview#a26

29

Anda mungkin juga menyukai