Anda di halaman 1dari 18

2

Kista Ovarium

A. Definisi

Kista Ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk seperti
kantung yang bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh. Kantung ini bisa berisi
zat gas, cair, atau setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah
kapsul (Andang, 2013).
Kista berarti kantung yang berisi cairan. Kista ovarium (kista indung telur)
berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di
indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja
(Setyorini, 2014).
Kista ovarium merupakan pembesaran dari indung telur yang mengandung
cairan. Besarnya bervariasi dapat kurang dari 5 cm sampai besarnya
memenuhi rongga perut, sehingga menimbulkan sesak nafas (Manuaba,
2010).
Kehamilan dengan kista ovarium jarang dijumpai. Pada kehamilan yang
disertai kistoma ovari seolah-olah terjadi seolah-olah terjadi perebutan
ruangan, dimana kehamilan makin membesar. Oleh karena itu, kehamilan
dengan kista dilakukan operasi untuk mengangkat kista tersebut pada umur
hamil 16 minggu (Manuaba, 2010).

B. Etiologi
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (Setyorini, 2014).
Faktor penyebab terjadinya kista antara lain adanya penyumbatan pada
saluran yang berisi cairan karena adanya infeksi bakteri dan virus, adanya zat
dioksin dari asap pabrik dan pembakaran gas bermotor yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh manusia, dan kemudian akan membantu
tumbuhnya kista, Faktor makanan; lemak berlebih atau lemak yang tidak
sehat yang mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses
3

metabolisme sehingga akan meningkatkan resiko tumbuhnya kista, dan faktor


genetik (Andang, 2013).
Menurut Kurniawati, dkk. (2009) ada beberapa faktor pemicu yang dapat
mungkin terjadi, yaitu:
a. Faktor internal
1) Faktor genetik
Dimana didalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker yang
disebut gen protoonkogen. Protoonkogen tersebut dapat terjadi akibat dari
makanan yang bersifat karsinogen, polusi, dan paparan radiasi.
2) Gangguan hormon
Individu yang mengalami kelebihan hormon estrogen atau progesteron
akan memicu terjadinya penyakit kista.
3) Riwayat kanker kolon
Individu yang mempunyai riwayat kanker kolon, dapat berisiko
terjadinya penyakir kista.Dimana, kanker tersebut dapat menyebar secara
merata ke bagian alat reproduksi lainnya.
b. Faktor eksternal
1) Kurang olahraga
Olahraga sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia. Apabila jarang
olahraga maka kadar lemak akan tersimpan di dalam tubuh dan akan
menumpuk di sel-sel jaringan tubuh sehingga peredaran darah dapat
terhambat oleh jaringan lemak yang tidak dapat berfungsi dengan baik.
2) Merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dan mengkonsumsi alkohol merupakan gaya hidup tidak sehat
yang dialami oleh setiap manusia. Gaya hidup yang tidak sehat dengan
merokok danmengkonsumsi alkohol akan menyebabkan kesehatan tubuh
manusia terganggu, terjadi kanker, peredaran darah tersumbat,
kemandulan, cacat janin, dan lain-lain.
3) Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan serat
Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan serat salah satu gaya
hidup yang tidak sehat pula, selain merokok dan konsumsi alkohol,
4

makanan yang tinggi serat dan lemak dapat menyebabkan penimbunan zat-
zat yang berbahaya untuk tubuh di dalam sel-sel darah tubuh manusia,
terhambatnya saluran pencernaan di dalam peredaran darah atau sel-sel
darah tubuh manusia yang dapat mengakibatkan sistem kerja tidak dapat
berfungsi dengan baik sehingga akan terjadi obesitas, konstipasi, dan lain-
lain.
4) Sosial Ekonomi Rendah
Sosial ekonomi yang rendah salah satu faktor pemicu terjadinya kista,
walaupun sosial ekonomi yang tinggi memungkinkan pula terkena
penyakit kista.Namun, baik sosial ekonomi rendah atau tinggi, sebenarnya
dapat terjadi risiko terjadinya kista apabila setiap manusia tidak menjaga
pola hidup sehat.
5) Sering stress
Stress salah satu faktor pemicu risiko penyakit kista, karena apabila
stress manusia banyak melakukan tindakan ke hal-hal yang tidak sehat,
seperti merokok, seks bebas, minum alkohol, dan lain-lain.

A. Patofisiologi
Ovulasi terjadi akibat interaksi antara hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan
endometrium. Perkembangan dan pematangan folikel ovarium terjadi akibat
rangsangan dari kelenjar hipofisis. Rangsangan yang terus menerus datang
dan ditangkap panca indra dapat diteruskan ke hipofisis anterior melalui
aliran portal hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofisis anterior,
GnRH akan mengikat sel genadotropin dan merangsang pengeluaran FSH
(Follicle Stimulating Hormone) dan LH (LutheinizingHormone), dimana FSH
dan LH menghasilkan hormon estrogen dan progesteron (Nurarif, 2013).
Ovarium dapat berfungsi menghasilkan estrogen dan progesteron yang
normal. Hal tersebut tergantung pada sejumlah hormon dan kegagalan
pembentukan salah satu hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium.
Ovarium tidak akan berfungsi dengan secara normal jika tubuh wanita tidak
menghasilkan hormon hipofisis dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium
5

yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara


tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur. Dimana, kegagalan tersebut
terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium dan hal tersebut dapat
mengakibatkan terbentuknya kista di dalam ovarium, serta menyebabkan
infertilitas pada seorang wanita (Manuaba, 2010).

Faktor Internal Faktor Eksternal

Gagal sel telur


Gangguan hormon
berovulasi

Pematangan gagal
dan melepaskan sel
telur

Kista Ovarium

Pre operasi Post operasi

Pembesaran ovarium imobilisasi

Tekanan syaraf sel Sirkulasi darah


tumor menurun
Luka operasi

Nyeri akut
Diskontinuitas Imunitas tubuh
Kurang informasi jaringan menurun

Kurang pengetahuan Nyeri Akut Risiko Infeksi

Ansietas
6

B. Klasifikasi
Menurut Yatim (2008), kista ovarium dapat terjadi di bagian korpus
luteum dan bersifat non-neoplastik. Ada pula yang bersifat neoplastik. Oleh
karena itu, tumor kista dari ovarium yang jinak di bagi dalam dua golongan
yaitu golongan non-neoplastik dan neoplastik. Menurut klasifikasi kista
ovarium berdasarkan golongan non neoplatik, kista dapat didapati sebagai:
a. Kista Ovarium Non-neoplastik
1) Kista folikel merupakan struktur normal dan fisiologis yang berasal
dari kegagalam resorbsi cairan folikel yang tidak dapat berkembang
secara sempurna. Kista folikel dapat tumbuh menjadi besar setiap
bulannya sehingga sejumlah folikel tersebut dapat mati dengan
disertai kematian ovum. Kista folikel dapat terjadi pada wanita muda
yang masih menstruasi. Diameter kista berkisar 2cm (Yatim, 2008).
Kista folikel biasanya tidak bergejala dan dapat menghilang dalam
waktu 60 hari. Jika muncul gejala, biasanya menyebabkan interval
antar menstruasi yang sangat pendek atau panjang. Pemeriksaan untuk
kista < 4 cm adalah pemeriksaan ultrasonografi awal, dan pemeriksaan
ulang dalam waktu 4-8 minggu. Sedangkan pada kista > 4 cm atau
kista menetap dapat diberikan pemberian kontrasepsi oral selama 48
minggu yang akan menyebabkan kista menghilang sendiri (Yatim,
2008).
2) Kista lutein Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang diluar
kehamilan. Kista luteum yang sesungguhnya, umumnya berasal dari
corpus luteum hematoma. Perdarahan kedalam ruang corpus selalu
terjadi pada masa vaskularisasi. Bila perdarahan ini sangat banyak
jumlahnya, terjadilah korpus leteum hematoma yang berdinding tipis
dan berwarna kekuning-kuningan. Biasanya gejala-gejala yang
ditimbulkan sering menyerupai kehamilan ektopik (Yatim, 2008).
3) Kista stain levental ovary Biasanya kedua ovarium membesar dan
bersifat polykistik, permukaan rata, berwarna keabu-abuan dan
berdinding tebal. Pada pemeriksaan mikroskopis akan tampak tunika
7

yang tebal dan fibrotik. Dibawahnya tampak folikel dalam


bermacam-macam stadium, tetapi tidak di temukan korpus luteum.
Secara klinis memberikan gejala yang disebut stain–leventhal
syndrome dan kelainan ini merupakan penyakit herediter yang auto
somaldominant (Yatim, 2008).
4) Kista Korpus Luteum Kista korpus luteum merupakan jenis kista yang
jarang terjadi. Kista korpus luteum berukuran ≥ 3 cm, dan diameter
kista sebesar 10 cm. Kista tersebut dapat timbul karena waktu
pelepasan sel telur terjadi perdarahan dan bias pecah yang sering kali
perlu tindakan operasi (kistektomi ovarii) untuk mengatasinya.
Keluhan yang biasa dirasakan dari kista tersebut yaitu rasa sakit yang
berat di rongga panggul terjadi selama 1460 hari setelah periode
menstruasi terakhir (Yatim, 2008).
b. Kista Ovarium Neoplastik
1) Kistoma Ovarium Simpleks Kista ini mempunyai permukaan rata dan
halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi
besar. Dinding kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, dan
berwarna putih. Terapi terdiri atas pengangkatan kista dengan reseksi
ovarium, akan tetapi jaringan yang di keluarkan harus segera di
periksa secara histologik untuk mengetahui apakah ada keganasan
atau tidak (Setiati, 2009).
2) Kista Dermoid Sebenarnya kistadermoid ialah satu terotoma kistik
yang jinak dimana stuktur-stuktur ektodermal dengan diferensiasi
sempurna, seperti epital kulit, rambut, gigi dan produk glandula
sebasea berwarna putih kuning menyerupai lemak Nampak lebih
menonjol daripada elemen-elemen entoderm dan mesoderm. Tidak
ada ciri-ciri yang khas pada kista dermoid. Dinding kista kelihatan
putih, keabu-abuan, dan agak tipis. Konsistensi tumor sebagian kistik
kenyal, dan dibagian lain padat. Sepintas lalu kelihatan seperti kista
berongga satu (Setiati, 2009).
8

3) Kista Endometriois Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian


endometrium yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang
bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan
sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan
infertilitas (Setyorini, 2014).
4) Kista denoma Ovarium Musinosum Asal tumor ini belum diketahui
dengan pasti. Namun, kista tersebut bias berasal dari suatu teroma
dimana dalam pertumbuhannya satu elemen menghalangkan elemen–
elemen lain. Selain itu, kista tersebut juga berasal dari lapisan
germinativum (Rasjidi, 2010). Penangan terdiri atas pengangkatan
tumor. Jika pada operasi tumor sudah cukup besar sehingga tidak
tampak banyak sisa ovarium yang normal, biasanya di lakukan
pengangkatan ovarium beserta tuba (salpingo – ooforektomi) (Rasjidi,
2010).
5) Kista denoma Ovarium Serosum Pada umumnya kista ini tidak
mencapai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan kista denoma
musinosum. Permukaan tumor biasanya licin, kista serosum pun dapat
berbentuk multilokuler meskipun lazimnya berongga satu. Terapi pada
umumnya sama seperti pada kista denoma musinosum. Hanya
berhubung dengan lebih besarnya kemungkinan keganasan, perlu di
lakukan pemeriksaan yang teliti terhadap tumor yang dikeluarkan.
Bahkan kadang-kadang perlu di periksa sediaan yang di bekukan pada
saat operasi untuk menentukan tindakan selanjutnya pada waktu
operasi (Rasjidi, 2010).

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering terjadi pada penderita kista ovarium berupa
massa nyeri tekan di abdomen bawah dan kadang-kadang kista ovarium
ditemukan pada pemeriksaan fisik, tanpa ada gejala (asimptomatik)
(Manuaba, 2010).
9

Kista ovarium dapat menimbulkan nyeri hebat akibat terpuntir atau pecah.
Kista ovarium dapat mengalami putaran tungkai atau pecah pada trimester 1
(Saifuddin, 2002).

D. Komplikasi
Penyakit kista ovarium dapat menyebabkan komplikasi antara lain indung
telur membesar dan menjadi lebih berat dan memicu terjadinya robekan
(rupture), terpelintir (torsion) yang menyebabkan nyeri hebat, dysplasia dan
sepsis (Salehpour et-al, 2013).
Bahaya melangsungkan kehamilan bersamaan dengan kista ovary adalah
dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang akhirnya mengakibatkan
abortus, kematian dalam rahim. Pada kedudukan kista di pelvis minor,
persalinan dapat terganggu dan memerlukan penyelesaian dengan jalan
operasi seksio sesaria. Pada kedudukan kista ovarii di fundus uteri, persalinan
dapat berlangsung normal tetapi bahaya post partum mungkin terjadi torsi
kista, infeksi sampai abses (Manuaba, 2010).

E. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2007) penanganan pada kista ovarium adalah:
a. Pada kista ovarium dengan keluhan nyeri perut dilakukan laparotomi.
b. Pada kista ovarium asimptomatik, besarnya > 10 cm, dilakukan
laparotomi pada trimester kedua kehamilan.
c. Kista yang kecil (< 5 cm) umumnya tidak memerlukan tindakan
operatif, dilakukan tindakan terapi obat.
d. Kista 5-10 cm, memerlukan observasi; jika menetap atau membesar,
dilakukan laparotomi.

F. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Identitas klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab
10

2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit: biasanya klien merasa nyeri
pada daerah perut dan terasa ada massa di daerah abdomen,
menstruasi yang tidak berhenti-henti.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang: Keluhan yang dirasakan klien


adalah nyeri pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan
pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan
muntah.

b. Riwayat kesehatan dahulu: Sebelumnya tidak ada keluhan.

c. Riwayat kesehatan keluarga: Kista ovarium bukan penyakit


menular/keturunan.

d. Riwayat perkawinan: Kawin/tidak kawin ini tidak memberi


pengaruh terhadap timbulnya kista ovarium.

e. Riwayat kehamilan dan persalinan: Dengan kehamilan dan


persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi untuk
tumbuh/tidaknya suatu kista  ovarium.

f. Riwayat menstruasi: Klien dengan kista ovarium kadang-kadang


terjadi digumenorhea dan bahkan sampai amenorhea.

4. Pemeriksaan Fisik: Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas


bawah secara sistematis.
a. Kepala
1) Hygiene rambut
2) Keadaan rambut
b. Mata
1) Sklera: ikterik/tidak
2) Konjungtiva: anemis/tidak
3) Mata: simetris/tidak
11

c. Leher
1) Pembengkakan kelenjer tyroid
2) Tekanan vena jugolaris.
d. Dada
Pernapasan
1) Jenis pernapasan
2) Bunyi napas
3) Penarikan sela iga
e. Abdomen
1) Nyeri tekan pada abdomen.
2) Teraba massa pada abdomen.
f. Ekstremitas
1) Nyeri panggul saat beraktivitas.
2) Tidak ada kelemahan.
g. Eliminasi, urinasi
1) Adanya konstipasi
2) Susah BAK
5. Data Sosial Ekonomi

Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan


berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun
sebelum menopause.

6. Data Spritual

Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan


kepercayaannya.

2. Data Psikologis

Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana


ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium
tersebut sementara pada klien dengan kista ovarium yang
12

ovariumnya diangkat maka hal ini akan mempengaruhi mental


klien yang ingin hamil/punya keturunan.

3. Pola kebiasaan Sehari-hari

Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam


aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Data laboratorium

1) Pemeriksaan Hb

b. Ultrasonografi

1) Untuk mengetahui letak batas kista.

Diagnosa Keperawatan
1. Preoperasi

a. Nyeri akut b/d ageninjuri biologi

b. Cemas b/d diagnosis dan rencana pembedahan

2. Post operasi

a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik

b. Resiko infeksi b/d tindakan invasif dan pembedahan


13

Intervensi

1. Pre operasi

N DIANGOSA
INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN TUJUAN (NOC)
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan
injuri biologi asuhan keperawatan Pain Management
selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian
diharapkan nyeri nyeri secara
pasien berkurang komprehensif
NOC : termasuk lokasi,
 Pain Level, karakteristik, durasi,
 Pain control, frekuensi, kualitas
 Comfort level dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi
1. Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri (tahu ketidaknyamanan
penyebab nyeri, 3. Gunakan teknik
mampu komunikasi
menggunakan terapeutik untuk
tehnik mengetahui
nonfarmakologi pengalaman nyeri
untuk mengurangi pasien
nyeri, mencari 4. Kaji kultur yang
bantuan) mempengaruhi
2. Melaporkan bahwa respon nyeri
nyeri berkurang 5. Evaluasi bersama
dengan pasien dan tim
menggunakan kesehatan lain
manajemen nyeri tentang
3. Mampu mengenali ketidakefektifan
nyeri (skala, kontrol nyeri masa
intensitas, frekuensi lampau
dan tanda nyeri) 6. Bantu pasien dan
4. Menyatakan rasa keluarga untuk
nyaman setelah mencari dan
nyeri berkurang menemukan
5. Tanda vital dalam dukungan
rentang normal 7. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
14

8. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
9. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
10. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
11. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
12. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
13. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
2. Kecemasan bd Setelah dilakukan NIC :
diagnosis dan asuhan keperawatan Anxiety Reduction
pembedahan selama 3x 24 jam (penurunan kecemasan)
diharapakan cemasi 1. Gunakan pendekatan
terkontrol yang menenangkan
NOC : 2. Nyatakan dengan
 Anxiety control jelas harapan
 Coping terhadap pelaku
Kriteria Hasil : pasien
1. Klien mampu 3. Jelaskan semua
mengidentifikasi prosedur dan apa
dan yang dirasakan
mengungkapkan selama prosedur
gejala cemas 4. Temani pasien untuk
2. Mengidentifikasi, memberikan
mengungkapkan keamanan dan
dan menunjukkan mengurangi takut
tehnik untuk 5. Berikan informasi
mengontol cemas faktual mengenai
3. Vital sign dalam diagnosis, tindakan
batas normal prognosis
4. Postur tubuh, 6. Dorong keluarga
ekspresi wajah, untuk menemani
bahasa tubuh dan anak
tingkat aktivitas 7. Lakukan back / neck
menunjukkan rub
berkurangnya 8. Dengarkan dengan
15

kecemasan penuh perhatian


9. Identifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13. Barikan obat untuk
mengurangi
kecemasan

2. Post operasi
N DIANGOSA
INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN TUJUAN (NOC)
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan
injuri fisik asuhan keperawatan Pain Management
selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian
diharapkan nyeri nyeri secara
pasien berkurang komprehensif termasuk
NOC : lokasi, karakteristik,
 Pain Level, durasi, frekuensi,
 Pain control, kualitas dan faktor
 Comfort level presipitasi
Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi
1. Mampu nonverbal dari
mengontrol nyeri ketidaknyamanan 
(tahu penyebab 3. Gunakan teknik
nyeri, mampu komunikasi terapeutik
menggunakan untuk mengetahui
tehnik pengalaman nyeri
nonfarmakologi pasien
untuk mengurangi 4. Kaji kultur yang
nyeri, mencari mempengaruhi respon
bantuan) nyeri
2. Melaporkan bahwa 5. Evaluasi pengalaman
nyeri berkurang nyeri masa lampau
dengan 6. Evaluasi bersama
16

menggunakan pasien dan tim


manajemen nyeri kesehatan lain tentang
3. Mampu mengenali ketidakefektifan
nyeri (skala, kontrol nyeri masa
intensitas, lampau
frekuensi dan 7. Bantu pasien dan
tanda nyeri) keluarga untuk mencari
4. Menyatakan rasa dan menemukan
nyaman setelah dukungan
nyeri berkurang 8. Kontrol lingkungan
5. Tanda vital dalam yang dapat
rentang normal mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan Infection Control
penurunan asuhan keperawatan (Kontrol infeksi)
pertahanan primer selama 3x 24 jam 1. Bersihkan lingkungan
diharapakan infeksi setelah dipakai pasien
terkontrol lain
NOC : 2. Pertahankan teknik
v  Immune Status isolasi
 Knowledge: 3. Batasi pengunjung bila
Infection control perlu
17

 Risk control 4. Instruksikan pada


pengunjung untuk
Kriteria Hasil : mencuci tangan saat
1. Klien bebas dari berkunjung dan setelah
tanda dan gejala berkunjung
infeksi meninggalkan pasien
2. Mendeskripsikan 5. Gunakan sabun
proses penularan antimikrobia untuk
penyakit, factor cuci tangan
yang 6. Cuci tangan setiap
mempengaruhi sebelum dan sesudah
penularan serta tindakan keperawtan
penatalaksanaanny 7. Gunakan baju, sarung
a tangan sebagai alat
3. Menunjukkan pelindung
kemampuan untuk 8. Pertahankan
mencegah lingkungan aseptik
timbulnya infeksi selama pemasangan
4. Jumlah leukosit alat
dalam batas 9. Ganti letak IV perifer
normal dan line central dan
5. Menunjukkan dressing sesuai dengan
perilaku hidup petunjuk umum
sehat 10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
18

6. Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
7. Pertahankan teknik
isolasi k/p
8. Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
11. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan
cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan cara
menghindari infeksi
19

DAFTAR PUSAKA

Apriani, Sri et-al. 2014.Karakteristik Penderita Kista Ovarium Pada Wanita


Sebelum Menopause Yang Dirawat Inap Di Rs. Haji Medan
Keperawatan Pada Ny. S Dengan Kista Ovarium Di Sukamaju Kota
Bengkulu. Dikutip dari:
https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jnph/article/download. Diakses
tanggal 22 mei 2019.
Laelati, S. 2017. Tinjauan Pustaka BAB II. Dikutip dari:
http://repository.unimus.ac.id/1562/3/5.%20BAB%20II.pdf. Diakses
tanggal 22 mei 2019.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita et-al. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan, dan KB. Jakarta. EGC.
Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta.Nuha Medika.
Saifuddin, Abdul Bari. 2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal.Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2007.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Susianti, Ita. 2017. Aplikasi Teori Model Calista Roy Dalam Pemberian Asuhan
Tahun 2014-2015. Dikutip dari:
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/viewFile/14141/8988.
Diakses tanggal 22 mei 2019.

Anda mungkin juga menyukai