Anda di halaman 1dari 23

1.

Perjuangan Para Tokoh Pahlawan Melawan Penjajahan Belanda

a. Perjuangan Tuanku Imam Bonjol Melawan Penjajahan Belanda

Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772
– wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6
November 1864), adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang
melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri di tahun
1803-1837.

Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan


SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973. “Tuanku
Imam Bonjol” adalah sebuah gelaran yang diberikan kepada guru-guru agama di
Sumatra. Nama asli Imam Bonjol adalah Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin.

Dia adalah pemimpin yang paling terkenal dalam gerakan dakwah di Sumatera,
yang pada mulanya menentang perjudian, laga ayam, penyalahggunaan dadah,
minuman keras, dan tembakau, tetapi kemudian mengadakan penentangan terhadap
penjajahan Belanda.

Mula-mula ia belajar agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian dari beberapa
orang ulama lainya, seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol adalah pengasas negeri
Bonjol.

Pahlawan nasional, bernama asli Muhammad Sahab. Lahir di Tanjung Bunga,


Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, pada tahun 1772. Setelah belajar agama pada
beberapa orang nulama di Sumatera Barat, ia menjadi guru agama di Bonjol. Dari sini
ia menyebarkan paham Paderi di Lembah Alahan Panjang bahkan sampai ke Tapanuli
Selatan. Sebagai tokoh Paderi, ia cukup disegani.
b. Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja’ Dhien, Lampadang, Kerajaan


Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung
Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang
berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim
diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur
melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni
1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak
menghancurkan Belanda.

Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak
Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar
memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk
menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut
Gambang.[1] Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku
Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat
menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang
sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu
sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang
bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan
dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun,
keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih
berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien
dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November
1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang
 c. Sultan Hasanuddin – Ayam Jantan Dari Timur

Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan


meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah
Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I
Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah
memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga
Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. dia
diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655).

Sementara itu belanda memberinya gelar de Haav van de Oesten alias Ayam
Jantan dari Timur karena kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan Kolonial
belanda. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, merupakan putera kedua dari Sultan
Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa,
ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan
rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang
menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana
Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi
belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik
takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia
bagian timur untuk melawan Kompeni.

 
 

 d. Pattimura

Pattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8


Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34
tahun), juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Maluku dan
merupakan Pahlawan nasional Indonesia.

Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M
Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan
berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah
anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja
Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk
di Seram Selatan”.

Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam


bukunya Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat
Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam
sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang
saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan
Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.

 
 e. Biografi Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 – meninggal di


Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang
pahlawan nasional Republik Indonesia. Makamnya berada di Makassar. Diponegoro
adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta.
Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan
(selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non
permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Bendoro
Raden Mas Ontowiryo.

Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak


keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi raja.
Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro mempunyai 3 orang
istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu
Ratnaningrum.

Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia


lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari
HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton
dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro
menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang
baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih
Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui
Diponegoro. 
f. Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma

Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Agung


Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 –
wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan ke-
tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613–1645. Di bawah
kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar
di Jawa dan Nusantara pada saat itu. Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan
budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional
Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Setelah kekalahan di Batavia Sultan Agung pantang menyerah dalam


perseteruannya dengan VOC Belanda. Ia mencoba menjalin hubungan dengan
pasukan Kerajaan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC. Namun
hubungan kemudian diputus tahun 1635 karena ia menyadari posisi Portugis saat itu
sudah lemah. Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram
berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para
ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630.
Kemudian Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang
masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.

Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya


pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk kepada Mataram. Karena
pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka
anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi melakukan penumpasan
adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan
dengan Ratu Pandansari adik Sultan Agung pada tahun 1633. Pemberontakan Giri
Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.
g. Biography Of Teuku Umar

Teuku Umar yang dilahirkan di Meulaboh Aceh Barat pada tahun 1854, adalah


anak seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan
adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan
tiga saudara laki-laki.

Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum Sati berasal


dari Minangkabau. Salah seorang keturunan Datuk Makhudum Sati pernah berjasa
terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh seorang Panglima Sagi
yang ingin merebut kekuasaannya.

Insiden Kapal Nicero Tahun 1884 Kapal Inggris “Nicero”


terdampar. Kapten dan awak kapalnya disandera oleh raja Teunom. Raja Teunom
menuntut tebusan senilai 10 ribu dolar tunai. Oleh Pemerintah Kolonial
Belanda Teuku Umar ditugaskan untuk membebaskan kapal tersebut, karena kejadian
tersebut telah mengakibatkan ketegangan antara Inggris dengan Belanda. Teuku Umar
menyatakan bahwa merebut kembali Kapal “Nicero” merupakan pekerjaan yang berat
sebab tentara Raja Teunom sangat kuat, sehingga Inggris sendiri tidak dapat
merebutnya kembali. Namun ia sanggup merebut kembali asal diberi logistik dan
senjata yang banyak sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Dengan
perbekalan perang yang cukup banyak, Teuku Umar berangkat dengan kapal
“Bengkulen” ke Aceh Barat membawa 32 orang tentara Belanda dan beberapa
panglimanya. Tidak lama, Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua
tentara Belanda yang ikut, dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan
perang lainnya dirampas. Sejak itu Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh
untuk melawan Belanda. Teuku Umar juga menyarankan Raja Teunom agar tidak
mengurangi tuntutannya[
 h. Pangeran Antasari

Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797[1]


[2]
atau 1809[3][4][5][6] – meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober
1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.

Ia adalah Sultan Banjar.Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai


pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan
menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para
kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun
Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati
Jaya Raja.

Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang


tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya
peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah
Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia,
Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam
Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.

Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin


dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda
yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya
berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan
pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.

Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau


tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan
Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.
 i. Sisingamangaraja XII

Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari1845 – meninggal di


Dairi, 17 Juni 1907 pada umur 62 tahun) adalah seorang raja di
negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kemudian
diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak
tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya ia
makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.

Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian


digelari dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo
Batu, naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang
bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai raja imam.
Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan
dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan
modal asing yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak mau menanda
tangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera terutama Kesultanan
Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-
negara Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan
monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi
selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan
tahun.

 
j. I Gusti Ketut Jelantik

I Gusti Ketut Jelantik adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal


dari Karangasem, Bali. Ia merupakan patih Kerajaan Buleleng. Ia berperan
dalam Perang Jagaraga yang terjadi di Bali pada tahun 1849. Perlawanan ini
bermula karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan hak
tawan karang yang berlaku di Bali, yaitu hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali
untuk mengambil kapal yang kandas di perairannya beserta seluruh isinya. Ucapannya
yang terkenal ketika itu ialah “Apapun tidak akan terjadi. Selama aku hidup aku tidak
akan mangakui kekuasaan Belanda di negeri ini”. Perang ini berakhir sebagai
suatu puputan, seluruh anggota kerajaan dan rakyatnya bertarung mempertahankan
daerahnya sampai titik darah penghabisan. Namun akhirnya ia harus mundur
ke Gunung Batur, Kintamani. Pada saat inilah beliau gugur.

 2. Perjuangan Para Tokoh Pahlawan Melawan Penjajahan Jepang

a. Gerakan Kelompok Sutan Syahrir

Kelompok ini merupakan pendukung demokrasi parlementer model Eropa barat dan
menentang Jepang karena merupakan negara fasis. Mereka berjuang dengan cara
sembunyi-sembunyi atau dengan strategi gerakan ”bawah tanah”.
b. Golongan Persatuan Mahasiswa

golongan ini sebagian besar berasal dari mahasiswa Ika Daigaku (Sekolah
Kedokteran) di Jalan Prapatan 10 dan yang terhimpun dalam Badan Permusyawaratan
Pelajar-Pelajar Indonesia (BAPERPI) di Cikini Raya 71. Kelompok Persatuan
Mahasiswa ini anti Jepang dan sangat dekat dengan jalan pikiran Sutan Syahrir.

c. Kelompok Pemuda Menteng 31


Kelompok ini dibentuk oleh sejumlah pemuda yang bekerja pada bagian propaganda
Jepang (Sendenbu). Kelompok ini bermarkas di gedung Menteng 31 Jakarta. Secara
resmi pendirian asrama ini dibiayai Jepang dengan maksud menggembleng para
pemuda untuk menjadi alat mereka. Akan tetapi tempat oleh pemuda dimanfaatkan
secara diam-diam untuk menggerakkan semangat nasionalisme.

d. Golongan Kaigun
Kelompok ini anggotanya bekerja pada Angkatan Laut Jepang. Mereka selalu
menggalang dan membina kemerdekaan dengan berhubungan kepada tokohtokoh
Angkatan Laut Jepang yang simpati terhadap perjuangan bangsaIndonesia.

e. Perlawanan Rakyat di Cot Pleing (10 November 1942)


Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil, seorang guru mengaji. Perlawanan
di Cot Pleing, Lhoseumawe, Aceh ini diawali dari serbuan Jepang terhadap masjid di
Cot Pleing. Masjid terbakar dan pasukan Tengku Abdul Jalil banyak yang gugur.
Akhirnya Tengku Abdul Jalil tewas ditembak oleh Jepang.

f. Perlawanan Rakyat di Pontianak (16 Oktober 1943)


Perlawanan ini dilakukan oleh suku Dayak di pedalaman serta kaum feodal di hutan-
hutan. Latar belakang perlawanan ini karena mereka menderita akibat tindakan
Jepang yang kejam. Tokoh perlawanan dari kaum ningrat yakni Utin Patimah.
g. Perlawanan Rakyat di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat (25 Februari 1944)

Perlawanan ini dipimpin oleh KH. Zainal Mustafa, seorang pendiri pesantren
Sukamanah perlawanan ini lebih bersifat keagamaan. KH. Zainal Mustafa tidak tahan
lagi membiarkan penindasan dan pemerasan terhadap rakyat, serta pemaksaan
terhadap agama yakni adanya upacara “Seikeirei” (menyembah terhadap Tenno Heika
Kaisar Jepang). KH. Zainal Mustafa beserta 27 orang pengikutnya dihukum mati oleh
Jepang tanggal 25 Oktober 1944.

h. Perlawanan Rakyat di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu (30 Juli 1944)


Perlawanan ini dipimpin oleh H. Madriyas, Darini, Surat, Tasiah dan H. Kartiwa.
Perlawanan ini disebabkan oleh cara pengambilan padi milik rakyat yang dilakukan
Jepang dengan kejam. Sehabis panen, padi langsung diangkut ke balai desa.
Perlawanan rakyat dapat dipadamkan secara kejam dan para pemimpin perlawanan
ditangkap oleh Jepang.

i. Pemberontakan Peta

Salah satu pemberontakan yang terbesar pada masa pendudukan Jepang adalah
pemberontakan Peta di Blitar. Pemberontakan itu dipimpin oleh Supriyadi.
Pemberontakan Peta terjadi pada tanggal 14 Februari 1945.
3. tokoh-tokoh pergerakan nasional
1. Dr.Soetomo

Beliau lahir di Nganjuk, 30 Juli 1888. Lalu beliau masuk STOVIA pada tahun
1903. Pada tahun 1908, beliau bersama beberapa mahasiswa mendirikan Budi Utomo.
Tahun 1930, beliau mendirikan Partai Bangsa Indonesia dan pada tahun 1935, beliau
mendirikan Partai Indonesia Raya yang menjadi wadah perjuangannya merintis
kemerdekaan.

2. KH.Samanhudi

Beliau lahir di Laweyan, Solo pada tahun 1868 dari keluarga pedagang. Pada
tahun 1905, beliau mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI), organisasi yang
menentang Belanda dan memperjuangkan martabat pedagang pribumi. SDI berubah
menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912 dan pada kongres tahun 1913, beliau
terpilih menjadi ketua. KH. Samanhudi juga terlibat dalam gejala politik pasca
kemerdekaan dengan membentuk Barisan Pemberontak Indonesia yang melawan
Belanda NICA, dan lascar rakyat yang bernama Gerakan Kesatuan Alap-Alap.

3. H.O.S Cokroaminoto
Beliau lahir di Ponorogo,pada tahun 1882 dari keluarga R.M Cokroamiseno,
seorang pegawai pemerintahan yang pernah menjabat sebagai bupati. Sepak terjang
politiknya menonjol pada tahun 1912. Saat itu beliau mendirikan SDI yang kelak akan
berubah menjadi SI. Kata mutiaranya yang termasyhur “ setinggi-tinggi ilmu,semurni-
murni tauhid dan sepintar-pintar siasat”.

4. KH.Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan adalah tokoh pergerakan nasional yang lama belajar pengetahuan
Agama di Mekkah. Beliau mendirikan Muhammadiyah pada tanggal 18 November
1912 di Yogyakarta. Tujuan Muhammadiyah adalah mengajarkan Agama Islam
dengan Al-Qur’an dan Hadist.

5. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Bersama
dengan Danudirja Setiabudi (Douwes Dekker), dan Cipto Mangunkusumo, beliau
mendirikan Indische Partij. Mereka bertiga dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai.
Indische Partij menuntut kemerdekaan Indonesia. Beliau juga mendirikan Perguruan
Taman Siswa. Perguruan ini mengajarkan kepada siswanya sifat kebangsaan. Karena
peranannya sangat besar dalam dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantara diberi julukan
sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
6. Wahid Hasyim

Wahid Hasyim adalah putra Hasyim Ashari, pelopor dan pendiri NU (Nahdatul
Ulama). Tujuan NU adalah memecahkan berbagai persoalan umat Islam baik dalam
hal Agama maupun kehidupan di masyarakat. Tahun 1938, Wahid Hasyim bergabung
dengan NU. Empat tahun kemudian beliau diangkat sebagai ketua NU. Perkembangan
NU sebagai organisasi politik dan keagamaan tidak terlepas dari peranannya.

7. Douwes Dekker

Beliau mendirikan Nationale Indische Partij pada tahun 1912 yang merupakan
sebuah partai politik. Menilai Budi Utomo terbatas pada bidang kebudayaan saja,
maka Douwes Dekker mendirikan sebuah partai politik. Ernest François Eugène
Douwes Dekker masih terhitung saudara dengan pengarang buku Max Haveelar,
Eduard Douwes Dekker. Douwes Dekker sendiri yang tidak sepenuhnya berdarah
Indonesia, namun ia dengan segenap jiwa dan raga berjuang untuk pergerakan
nasional Indonesia. National Indische Partij pun aktif dalam berbagai organisasi
internasional, seperti Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan, serta Liga
Demokrasi Internasional untuk menarik perhatian dunia internasional. Douwes
Dekker mencurahkan pikiran dan tenaganya demi memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
8. Dr. Cipto Mangunkusumo

Beliau merupakan dokter profesional yang cenderung lebih dikenal sebagai tokoh
pergerakan nasional. Bersama dengan Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker,
beliau mendirikan partai politik Nationale Indische Partij. Pada awalnya Dr. Cipto
Mangunkusumo bergerak sebagai dokter pemerintahan dibawah Belanda. Namun
karena beberapa tulisannya dalam De Express yang cenderung mengkritik kekejaman
pemerintahan Belanda, akhirnya beliau diberhentikan sebagai dokter pemerintahan.
Hal tersebut membuat beliau semakin intens melakukan perjuangan, dengan sepenuh
hati memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

9. Soekarno

Kebangkitan nasional bukan saja pada masa berdirinya organisasi-organisasi


pergerakan nasional, namun hingga saat ini juga. Soekarno berjasa besar bagi bangsa
Indonesia. Perjuangannya menjelang detik-detik proklamasi tidak dapat dilupakan.
Aktif dalam organisasi PUTRA yang berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia
pun tidak dapat dilupakan. Walaupun setelah kemerdekaan, pada masa demokrasi
terpimpin ia bertindak bagaikan diktator, semua jasanya tak dapat dilupa. Pada saat
agresi militer I ketika Indonesia terdesak, beliau memerintahkan Syafrudin
Prawiranegara untuk melanjutkan perjuangan Indonesia dengan mendirikan
Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Walaupun dengan risiko ditangkap oleh
Belanda karena kondisi Yogyakarta pada saat itu masih sangat rawan. Inilah semangat
perjuangan yang harus dimiliki segenap bangsa.
4. Perjuangan Para Tokoh Dalam Proses Perumusan Dasar Negara

a. Sidang I BPUPKI Tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945


Sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dilaksanakan tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Dalam sidang ini
dibicarakan mengenai asas dan dasar negara Indonesia merdeka atau Philosofische
Grondslag Indonesia Merdeka. Usul mengenai asas dan dasar Indonesia merdeka
pertama-tama dikemukakan oleh Mr. Muhammad Yamin dalam pidatonya tanggal 29
Mei 1945 dengan judul "Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia".

Mr. Muhammad Yamin mengusulkan lima asas dan dasar bagi negara Indonesia
merdeka yang akan didirikan, yakni:
1) Peri Kebangsaan;
2) Peri Kemanusiaan;
3) Peri Ketuhanan;
4) Peri Kerakyatan;
5) Kesejahteraan Sosial.
Kendatipun demikian pendapat Yamin dalam pidatonya, tetapi setelah selesai pidato
ia memberikan konsep mengenai asas dan dasar negara Indonesia merdeka yang agak
berbeda dengan apa yang dipidatokan. Asas dan dasar negara Indonesia merdeka
menurut Mohammad Yamin dalam konsep tertulis yang diberikan kepada Ketua ialah:
1) Ketuhanan Yang Mahaesa;
2) Persatuan Kebangsaan Indonesia;
3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab;
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan;
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain Yamin, Mr. Soepomo juga mengemukakan gagasan mengenai asas dan dasar
negara Indonesia merdeka.
Gagasan Soepomo mengenai asas dan dasar Negara Indonesia merdeka ialah:
5 Nilai-nilai Juang dalam Proses Perumusan Pancasila
1) Persatuan;
2) Kekeluargaan;
3) Keseimbangan lahir dan batin;
4) Musyawarah;
5) Keadilan rakyat.
Sedangkan dalam pidato tanggal 1 Juni 1945, Ir. Sukarno mengemukakan asas dan
dasar Negara Indonesia merdeka sebagai berikut:
1) Kebangsaan Indonesia;
2) Internasionalisme atau perikemanusiaan;
3) Mufakat atau demokrasi;
4) Kesejahteraan sosial;
5) Ketuhanan yang berkebudayaan.
Ir. Sukarno menyarankan lima asas untuk berdirinya bangunan negara itu hendaknya
diberi nama Pancasila, artinya lima dasar.

Gagasan ini ia kemukakan atas saran dari salah seorang temannya, ahli bahasa. Akan
tetapi beliau tidak menyebutkan nama temannya itu.
b. Sidang Panitia Kecil 22 Juni 1945
Dalam sidang pertama BPUPKI disepakati bahwa untuk menindak lanjuti sidang
yang belum mencapai kesimpulan dibentuk Panitia Kecil. Panitia Kecil ini bertugas
merumuskan hasil sidang I dengan lebih jelas. Anggota Panitia Kecil ada Sembilan
orang sehingga sering disebut Panitia Sembilan. Kesembilan tokoh tersebut ialah:
• Ir. Soekarno (Ketua merangkap anggota);
• Drs. Mu. Hatta (Wakil Ketua merangkap anggota);
• A.A. Maramis, S.H. (anggota);
• Abikusno Cokrosuyoso (anggota);
• Abdul Kahar Muzakkir (anggota);
• Haji Agus Salim (angota);
• K.H. Wahid Hasyim (anggota);
• Achmad Soebardjo, S.H. (anggota);
• Mr. Muh. Yamin (anggota).
Sidang Panitia Sembilan ini dilaksanakan tanggal 22 Juni 1945 di Gedung Jawa
Hokokai Jakarta. Selain panitia sembilan, anggota BPUPKI lainnya juga hadir dalam
rapat tersebut, sehingga jumlah peserta rapat ada 38 orang. Dalam sidang Panitia
Kecil tanggal 22 Juni 1945 dihasilkan piagam Jakarta.

c. Sidang II BPUPKI
Sidang II BPUPKI diselenggarakan pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945.
Dalam sidang ini dibicarakan mengenai penyusunan Rencana Pembukaan Undang-
undang Dasar dan rencana Undang-undang Dasar serta rencana lain yang
berhubungan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam rapat tanggal 11 Juli
1945 dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan susunan sebagai
berikut:
o Ir. Sukarno;
o R. Otto Iskandardinata;
o B.P.H. Purbaya;
o K.H. Agus Salim;
o Mr. Achmad Subarjo;
o Mr. R. Supomo;
Apa perbedaan Piagam Jakarta dengan Pembukaan UUD 1945? 7 Nilai-nilai Juang
dalam Proses Perumusan Pancasila
o Mr. Maria Ulfah Santosa;
o K.H. Wahid Hasyim;
o Parada Harahap;
o Mr. J. Latuharhary;
o Mr. R. Susanto Tirtoprojo;
o Mr. Sartono;
o Mr. KPRT Wongso Negoro;
o KRTH Wuryaningrat;
o Mr. R.P. Singgih;
o Mr. Tan Eng Hoa;
o dr. P.A. Husein Jayadiningrat;
o dr. Sukirman Wiryosanjoyo;
o Mr. A.A. Maramis;
o Miyano (utusan Jepang).
Atas usul dari Husein Jayadiningrat dan Mr. Muh. Yamin, maka dalam Panitia
Perancang Undang-undang Dasar dibentuk Panitia Kecil dengan susunan sebagai
berikut:
Panitia Kecil Declaration of Rights, dengan susunan anggota Mr. Achmad
Subardjo (Ketua), Parada Harahap, dan dr. Sukirman Wiryosanjoyo. Panitia Kecil
Perancang Undang-undang Dasar dengan susunan Mr. Soepomo (Ketua), Mr.
Achmad Soebardjo, K.P.R.T. Wongsonegoro, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih,
K.H. Agus Salim, dr. Sukirman Wiryosanjoyo. Untuk Preambul (Pembukaan) tidak
dibentuk panitia kecil karena hasil Panitia Sembilan tanggal 22 Juni 1945 telah
diterima. Dalam rapat yang memakan waktu selama 7 hari itu, dihasilkan Rancangan
Undang-undang Dasar untuk Indonesia Merdeka.
Usaha-usaha mempersiapkan kemerdekaan Indonesia melalui BPUPKI hanya
sampai di sini, karena selanjutnya pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan
dan sebagai gantinya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
pada tanggal 9 Agustus 1945. Ketua PPKI ialah Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Muh.
Hatta.

5. Perjuangan Para Tokoh Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia


1. Ir Sukarno
Soekarno adalah proklamator kemerdekaan Indonesia. Didampingi Drs Moh. Hatta
beliau membacakan teks proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Beliau adalah presiden pertama Republik Indonesia. Sebagai Presiden, beliau turut
berjasa dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Beliau mulai
merintis pemerintahan Indonesia dalam masa-masa yang sangat sulit. Sebagai
Presiden, beliau memberikan semangat kepada Bangsa Indonesia untuk tetap
berjuang, Beliau ditangkap dan diasingkan k e Pulau Bangka ketika Belanda
melakukan agresi militer pada tanggal 19 Desember 1948. Sebelumnya, beliau telah
mengirimkan mandat kepada Menteri kemakmuran Syafrudin Prawiranegara yang
berada di Sumatera untuk membentuk dan memimpin pemerintahan Darurat Republik
Indonesia ( PDRI ).

2. Drs. Mohammad Hatta

Drs. Mohammad Hatta juga dik enal sebagai proklamator Kemerdekaan Republik
Indonesia, Beliau memimpin kabinet di awal pembentukan Negara Indonesia. Jasa
beliau dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan sangatlah besar, Beliau
dikenal sebagai delegasi Indonesia yang handal. Pada tanggal 23 Agustus – 2
Nopember 1949, beliau memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar
( KMB ) di Den Haag, Belanda. Hasil KMB sangat memuaskan Bangsa Indonesia.
Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Upacara pengakuan
kedaulatan dilakukan di dua tempat, yaitu di Yogyakarta dan di Den Haag pada
tanggal 27 Desember 1949.

3. Jendral Sudirman
Peranan Jendral Sudirman dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia sangat besar. Sebagai Panglima TKR, Divisi V Banyumas, Sudirman
memimpin Ambarawa dan berhasil mengusir tentara Inggris . Pada tanggal 18
Desember 1945, Sudirman diangkat oleh menjadi Panglima Besar TKR dengan
pangkat Jender al. Sudirman tetap memimpin per ang gerilya meskipun beliau dalam
keadaan sakit.

4. Bung Tomo

Sutomo atau Bung Tomo dilahirkan di Surabaya. Pada zaman pergerakan beliau
bekerja di Surat Kabar Suara Umum dan menjadi redaktur mingguan Pembela rakyat.
Beliau mendirikan dan memimpin Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia, Beliau
mengorbankan semangat rakyat Surabaya dalam perang melawan pasukan Sekutu
pada tanggal 10 Nopember 1945.

5. Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Sri Sultan Hamengkubuwono IX berperan besar dalam perjuangan memper tahankan


kemerdekaan Indonesia, Sebagai bangsawan, beliau membaur berjuang bersama
rakyat biasa. Sri Sultan Hamengkubuwono merupakan tokoh pejuang diplomatik
Indonesia.

Tugas Klipping IPS


Perjuangan Para Tokoh Pahlawan

Oleh :

Flora Melisa

Kelas V

SD Negeri 16 Padang Besi

2017

Anda mungkin juga menyukai