TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai
pada anak.Sindrom nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dl), edema serta dapat
disertai hiperkolestrolemia (> 200 mg/dl).6 Selain gejala-gejala klinis di atas,
kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri. 1
2.2 Epidemiologi
Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga
kelompok :
1. Kongenital
2. Responsive steroid, dan
3. Resisten steroid
3
Bentuk congenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya.
Umumnya kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang
diturunkan secara resesif autosom. Kelompok responsive steroid sebagian besar
terdiri atas anak-anak dengan sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM). Pada
penelitian di Jakarta diantara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukkan
KM. kelompok tidak responsive steroid atau resisten steroid terdiri atas anak-anak
dengan kelainan glomerolus lain. Disebut sindroma nefrotik sekunder apabila
penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena obat-obatan, allergen, dan
toksin, dll. Sindroma nefrotik dapat timbul dan besrsifat sementara pada tiap
penyakit glomerolus dengan keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak
dan cukup lama.
2.3 Etiologi
4
terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).1
2.4 Patofisiologi
Hipoalbuminemia
Volume Plasma >>>
Tek.Onkotik koloid
plasma <<<
Retensi Na renal
sekunder >>>
Edema
2.5 Batasan
Berikut ini adalah beberapa pembagian yang dipakai pada sindrom
nefrotik2:
8
Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
Dimasa lalu orang tua menganggap penyakit SN ini adalah edema. Nafsu
makan yang kurang, mudah terangsang, adanya gangguan gastrointestinal dan
sering terkena infeksi berat merupakan keadaan yang sangat erat hubungannya
dengan beratnya edema, sehingga dianggap gejala-gejala ini sebagai akibat
edema. Namun dengan pengobatan, kortikosteroid telah mengubah perjalanan
klinik SN secara drastis dan dapat dikatakan bahwa baik oleh anak, orang tua atau
dokter SN bukan lagi merupakan masalah edema, tapi masalah salah satu efek
samping obat terutama bagi anak-anak yang tidak responsive terhadap pengobatan
steroid. Dilaporkan kira-kira 80% anak dengan SN menderita SNKM dan lebih
dari 90% anak-anak ini bebas edema dan proteinuria dalam 4 minggu sesudah
pengobatan awal dengan kortikosteroid.9
9
Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95%
anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum
atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).9
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.9
10
anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah
merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga
dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu
sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi
terganggu.3 Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab,
didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya
terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal
daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan
pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan
asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea.
Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari.
Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien
dengan tipe yang lain.2
11
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan
SNKM.8
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
12
Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA. 2
2.8 Komplikasi
13
a. Kadar immunoglobulin yang rendah
b. Defisiensi protein secara umum
c. Gangguan opsonisasi terhadap bakteri
d. Hipofungsi limfa
e. Akibat pengobatan imunosupresif
5. Peritonitis
6. Infeksi Kulit
7. Anemia
8. Gangguan tubulus renal
2.8 Penatalaksanaan
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat
di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan
edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan
pemeriksaan- pemeriksaan berikut:2
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan serta pengukuran tekanan darah
2. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik,
seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch- Schonlein.
3. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan.
Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid
dimulai.
4. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis
INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila
terdapat edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah,
infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu
dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan
pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.
1. Diitetik
14
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi
karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan
sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis
glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi
energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan
anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah
garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.
2. Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya
diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila
perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron,
diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian
diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. Bila pemberian
diuretik tidak berhasil (edema refrakter), bia- sanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan
infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb se- lama 2-4 jam untuk
menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan
pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari
secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi de- kompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi
albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan
pergeseran cairan dan mence- gah overload cairan. Bila asites
sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan
pungsi asites berulang. Skema pemberian diuretik untuk mengatasi
edema.
15
Furosemid 1 – 3 mg/kgbb/hari + spironolakton 2-4
mg/kgbb/hari
Respons (-)
Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam
Respons (-)
Respons (-)
3. Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid
>2 mg/ kgbb/ hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14
hari, merupakan pasien imunokompromais. Pasien SN dalam
keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan
hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV
(inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison
selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti
polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN
16
sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi
a) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan
ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
b) Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma
atau albumin konsentrat.
c) Berantas infeksi.
d) Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
e) Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema
anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau
mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat
antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari
setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah
penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari
terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam
waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan
prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
17
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse
ditegakkan. Perbaiki keadaan umum penderita.
a) Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau <
4 kali dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah
4 minggu, prednison dihentikan.
b) Sindrom nefrotik kambuh sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau >
4 kali dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m 2/48 jam diberikan
selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m 2/48
jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid
oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah
8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter
spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap
18
pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi
kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
Tabel 2. Cara pengobatan yang diusulkan terhadap pasien SNKM dengan relaps
frekuen atau dependen steroid
a) Infeksi
19
pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi
dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama
10-14 hari.12 Infeksi lain yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah
pnemonia dan infeksi saluran napas atas karena virus.2
intravena (1500 mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis
b) Trombosis
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan
bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti
c) Hiperlipidemia
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL
dan VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan
kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik
dan trombogenik, sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan
progresivitas glomerulosklerosis.2
20
Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat
sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten ste- roid, dianjurkan
untuk mempertahankan berat badan normal untuk tinggi badannya, dan
diit rendah lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun
lipid seperti inhibitor HMgCoA reduktase (statin).2
d) Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:
mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).32 Bila telah terjadi tetani, diobati
dengan kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena.2
e) Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin,
dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl
fisiologis dengan cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan
disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat
10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria,
diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.2
f) Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan
inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor
blocker) calcium channel blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai
tekanan darah di bawah persentil 90.2
21
g) Efek Samping Steroid
Pemberian steroid jangka lama akan menimbulkan efek samping yang
signifikan, karenanya hal tersebut harus dijelaskan kepada pasien dan
orangtuanya. Efek samping tersebut meliputi peningkatan napsu makan,
gangguan pertumbuhan, perubahan perilaku, peningkatan risiko infeksi,
retensi air dan garam, hipertensi, dan demineralisasi tulang. Pada semua
pasien SN harus dilakukan pemantauan terhadap gejala-gejala cushingoid,
pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan tinggi badan setiap 6
bulan sekali, dan evaluasi timbulnya katarak setiap tahun sekali.2
2.9 Prognosis
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas
6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
22