Anda di halaman 1dari 15

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic
90 mmHg. (Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg
saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.

B. ETIOLOGI
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara
mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab
medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu
(hipertensi sekunder).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya
penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-
10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor
pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(noradrenalin).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
         Stenosis arteri renalis
         Pielonefritis

         Glomerulonefritis

         Tumor-tumor ginjal


         Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
         Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
         Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
         Hiperaldosteronism

         Sindroma Cushing

         Feokromositoma

3. Obat-obatan
         Pil KB

         Kortikosteroid

         Siklosporin

         Eritropoietin

         Kokain

         Penyalahgunaan alkohol


         Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
         Koartasio aorta
         Preeklamsi pada kehamilan
         Porfiria intermiten akut
         Keracunan timbal akut

C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah
sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa
saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah
yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
   sakit kepala

   kelelahan

   mual

   muntah

   sesak nafas


   gelisah

   pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif,
yang memerlukan penanganan segera.

E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM

POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah

diantaranya :

         Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic

attack (TIA).

         Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA).

         Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.


         Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran
USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
         Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan
menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab
hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah
(kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL
         Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat
mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain,
seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
         Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)
kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium serum
(peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi
pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa
protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi)
         Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan

G. PENATALAKSANAAN
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah
raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar
peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat
digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke
dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).

Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Pengobatan non obat (non farmakologis)


2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)

Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah


sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya
ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan
non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan
yang lebih baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :


a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara
pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik
digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol
sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
d. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali seminggu.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol

2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)


Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang
beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf
yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa,
Klonidin dan Reserpin.
c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah :
Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-
hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam
darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya).
Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan)
sehingga pemberian obat harus hati-hati.
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah :
Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian
obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
e. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh
obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin
timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
f. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah :
Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah :
sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
g. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II
pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan
yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang
mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.

H. PATHWAY
BAB II
KONSEP MEDIS KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala : kelemehan, keletihan, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2. SIRKULASI
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit
serebrovaskular. Episode palpitasi, perspirasi.
Tanda : kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan untuk
menegakan diagnosis). Hipotensi postural (mungkin berhubungna dengan
regimen obat ). Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis ; perbedaan
denyut seperti denyut femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis
atau brakialis; denyut popliteal, tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau
lemah. Frekuensi/irama : takikardia berbagai disritmia. Bunyi jantung :
terdengar S2 pada dasar ; S3 (CHF dini); S4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi
ventrikel kiri). Murmur stenosis valvular. Ekstremitas ; perubahan warna kulit,
suhu dingin (vasokonstriksi perifer) ; pengisian kapiler mungkin melambat
/tertunda (vasokonstriksi)
3. INTEGRITAS EGO
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau marah kronik
(dapat mengindikasikan kerusakan serebral). Faktor-faktor stress
multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan)
Tanda : letupan suara hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang
meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan
fisik cepat, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.
4. ELIMINASI
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal dimasa lalu)
5. MAKANAN/CAIRAN
Gejala : makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur);
kandungan tinggi kalori. Mual, muntah. Perubahan berat badan akhir-akhir ini
(meningkat/menurun).
Tanda : berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau tertentu);
kongesti vena; glukosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah diabetik)
6. NEUROSENSORI
Gejala : keluhan pening/pusing. Berdenyut. Sakit kepala suboksipital (terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan stelah beberapa jam ). Episode
kebas/kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan (diplopia,
penglihatan kabur). Episode epistaksis.
Tanda : status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses
pikir, atau memori (ingatan). Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
tangan dan /atau reflex tendon dalam. Perubahan-perubahan retinal optik: dari
sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik
dengan edema atau papiledema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada
berat/lamanya hipertensi.
7. NYERI/KETIDAKNYAMANAN
Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada
tungkai/klaudasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah). Sakit
kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Nyeri
abdomen/massa (feokromositoma)
8. PERNAPASAN
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja. Takipnea, ortopnea, dispnea
nokturnal paroksismal. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum. Riwayat
merokok.
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan. Bunyi napas tambahan
(krekles/mengi). Sianosis.
9. KEAMANAN
Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral transien.
Hipotensi posturnal.
10. PEMBELAJARAN/PENYULUHAN
Gejala : faktor-faktor risiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM,
penyakit serebrovaskular/ginjal.
Faktor-faktor risiko etnik : seperti orang Afrika-Amerika, Asia tenggara. Penggunaan pil
KB atau hormone lain; penggunaan obat/alcohol.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen otak
2. Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebih
sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema, peningkatan cairan intravascular
C. RENCANA KEPERAWATAN
N TUJUAN DAN KRITERIA
DIAGNOSA INTERVENSI
O HASIL
1 Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan
1.      Pantau TD, catat adanya
serebral keperawatan diharapkan pasien hipertensi sistolik secara
berhubungan dengan dapat mencapai atau terus menerus dan tekanan
penurunan suplai mempertahankan tingkat umum nadi yang semakin berat.
oksigen otak sadar penuh,bebas dari gejala
atau komplikasi neurologis
merugikan dengan kriteria hasil
2.      Pantau frekuensi jantung,
: catat adanya Bradikardi,
 Pasien dapat Tacikardia atau bentuk
mendemonstrasikan tanda- Disritmia lainnya.
tanda vital stabil

3.      Pantau pernapasan


meliputi pola dan
iramanya.

4.      Catat status neurologis


dengan teratur dan
bandingkan dengan
keadaan normalnya
5.      Berikan obat anti
hipertensif misal
diazoksida (hiperstat) dan
hidralazin (apresolin)
2 Perubahan nutrisi : Setelah diberikan asuhan
1.      Kaji pemahaman pasien
lebih dari kebutuhan keperawatan diharapkan pasien tentang hubungan
tubuh berhubungan mampu mengidentifikasi langsung antara hipertensi
dengan masukan hubungan antara hipertensi dan kegemukan
berlebih sehubungan dengan kegemukan, dengan
dengan kebutuhan kriteria hasil : 2.      Bicarakan pentingnya
metabolik.  Pasien menunjukkan perubahan menurunkan masuka kalori
pola makan dan batasi batasan lemak,
 Mempertahankan berat badan garam dan gula
dengan pemeliharaan kesehatan
optimal
 Melakukan/mempertahankan
program olahraga yang tepat
secara individual 3.      Tetapkan keinginan pasien
untuk menurunkan berat
badan

4.      Kaji ulang masukan kalori


harian dan pilihan diet.

5.      Rujuk ke ahli gizi sesuai


indikasi
3 Kelebihan volume Setelah diberikan asuhan
1.      Awasi denyut jantung,
cairan berhubungan keperawatan diharapkan pasien TD, CVP
dengan edema menunjukkan keseimbangan
masukan dan haluaran,BB
stabil, tanda vital dalam rentang
normal dan tak ada oedema
dengan kriteria hasil : 2.      Catat pemasukan dan
 Menyatakan pemahaman diet pengeluaran secara akurat.
individu/pembatasan cairan
3.      Awasi berat jenis urine

4.      Timbang tiap hari dengan


alat dan pakaian yang
sama

5.      Kaji kulit, wajah area


tergantung untuk edema
6.      Berikan obat sesuai
indikasi (diuretik)
DAFTAR PUSTAKA

Doenges,Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien edisi 3. Jakarta :EGC

Price, Sylvia A.2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6

volume 1. Jakarta ;EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2.

Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai