Anda di halaman 1dari 8

PILAR-PILAR PENDIDIKAN MENURUT REKOMENDASI

UNESCO DALAM PEMBELAJARAN

Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan


BELAJAR DAN PEMBELAJARAN AKUNTANSI

Dibuat oleh :
Fitri Aminatus Sholikhah
NIM : 1505922

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
1. Learning to know
Learning to know atau learning to learn mengandung pengertian
bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk
atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses
belajar. Menurut teori belajar yang telah diungkapkan oleh Piaget, Bruner,
dan Vygotsky dengan proses belajar, siswa bukan hanya sadar akan apa
yang harus dipelajari, akan tetapi juga memiliki kesadaran dan
kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari itu.
Learning to know dilakukan dengan cara memadukan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan
untuk bekerja secara mendalam pada sejumlah kecil mata pelajaran (Redja
Mudyahardjo:1998). Dan learning to know ini mengandung prinsip
diarahkan untuk mampu mengembangkan ilmu dan terobosan teknologi
dan merespon sumber informasi baru, memanfaatkan berbagai sumber
pembelajaran, network society, learning to learn dan life long education
(Moh. Shofan:2007). Pilar ini berpotensi besar untuk mencetak generasi
muda yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Contoh:
Setiap pagi berangkat sekolah, disekolah menerima pelajaran-pelajaran
yang baru yang membuat kita semakin mengetahui banyak hal.
2. Learning to do
Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan
sesuatu. Dalam pilar ini, belajar dimaknai sebagai upaya untuk membuat
peserta didik bukan hanya mengetahui, mendengar dan melihat dengan
tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi lebih kepada dapat melakukan,
terampil berbuat atau mengerjakan kegiatan tertentu (sesuatu) sehingga
menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Fokus
pembelajaran dalam pilar ini lebih memfokuskan pada ranah
psikomotorik.
Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja generasi
muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industri (Soedijarto,
2010). Melalui pilar kedua ini pula, dimungkinkan mampu mencetak
generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan
untuk berinovasi.
Contoh :
Ketika kita bisa mengetahui bahwa semut akan mendekat ketika ada gula
atau benda-benda yang manis. Kita bisa berkarya untuk menciptakan
sesuatu agar semut tidak memasuki benda-benda yang manis tersebut.
Pramuka juga mengajarkan Learning to do dalam pembelajarannya.
Sehingga kegiatan pramuka akan lebih mengena dan langsung kepada
pengaplikasian kegiatannya.
3. Learning to live together
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini
sangat diperlukan sesuai dengan tuntunan kebutuhan dalam masyarakat
global dimana manusia baik secara individual maupun secara kelompok
tak mungkin bisa hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama
kelompoknya. Pilar ketiga ini memaknai belajar sebagai upaya agar
peserta didik dapat hidup bersama dengan sesamanya secara damai.
Dikaitkan dengan tipe kecerdasan, maka pilar ini berupaya untuk
menjadikan peserta didik memiliki kecerdasan sosial (social intelligence).
Learning to live together merupakan kelanjutan yang tidak dapat
dielakkan dari learning to know, learning to do dan learning to be.
Learning to live together ini menuntun seseorang untuk hidup
bermasyarakat dan menjadi educated person yang bermanfaat baik bagi
diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh umat manusia sebagai
amalan agamanya (Syamsul Ma’arif:2005).
Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk
menanamkan jiwa perdamaian dan dalam konteks kemajemukan
merupakan suatu pilar yang  sangat penting. Belajar hidup bersama,
mengembangkan pengertian atas diri orang lain dengan cara mengenali
diri sendiri serta menghargai kesalingtergantungan, melaksanakan proyek
bersama dan belajar mengatasi konflik dalam semangat menghargai nilai-
nilai kejamakan (pluralitas), saling mengerti dan perdamaian (Redja
Mudyahardjo:1998). Pilar ini sekaligus juga menjadi pembenar pentingnya
pendidikan multikultur yang berupaya untuk mengkondisikan supaya
peserta didik mempunyai kemampuan untuk bersikap toleran terhadap
orang lain, menghargai orang lain, menghormati orang lain dan sekaligus
yang bersangkutan mempunyai tanggunga jawab terhadap dirinya serta
orang lain. Sehingga bila proses pembelajaran di sekolah diarahkan tidak
hanya pada learning to know, learning to do dan leraning to be, tetapi juga
diarahkan ke learning to live together.
Contoh :
Sebagai seorang yang berpendidikan tentuh kita akan menghargai karya
orang lain atau ketika kita bisa melakukan banyak hal kita tidak sungkan-
sungkan untuk berbagi dengan orang lain.
4. Learning to be
Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah
membentuk manusia yang menjadi dirinya sendiri. Dengan kata lain,
belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan
kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia. Dalam pilar
ini, belajar dimaknai sebagai upaya untuk menjadikan peserta didik
sebagai dirinya sendiri. Learning to be akan menuntun peserta didik
menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai
kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya
(Wiji Suwarno:2006). Pada learning to be ini ditekankan pada
pengembangan potensi insani secara maksimal. Setiap individu didorong
untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Dengan learning to be
seseorang akan mengenal jati diri, memahami kemampuan dan
kelemahannya dengan kompetensi-kompetensinya akan membangun
pribadi yang utuh (Kunandar:2007).
Makna dari pilar ini adalah muara akhir dari tiga pilar belajar di
atas. Dengan pilar ini, peserta didik berpotensi menjadi generasi baru yang
berkepribadian mantap dan mandiri. Dengan pilar ini , peserta didik
berpotensi menjadi generasi baru yang berkepribadian mantap dan
mandiri (Aezacan, 2011).
5. Kesimpulan
a. Analisis
Keempat pilar ini masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda
namun saling keterkaitan. Learning to Know mengajarkan seseorang
untuk tidak mengetahui saja materi ataupun ilmu yang mereka dapat,
tetapi mereka juga harus tau makna yang terkandung didalamnya.
Learning to Do mengajarkan seseorang untuk lebih banyak melakukan
tindakan daripada omongan. Learning to Live Together menuntun
seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi “educated person
yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi
seluruh ummat manusia sebagai amalan agamanya. Sedangkan
Learning to Be mengajarkan Belajar untuk dapat mandiri, menjadi
orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama.
Dari keempat pilar ini juga memiliki kekuatan, kelemahan, peluang
serta ancaman, empat pilar ini akan menjadi baik apabila dipergunakan
dengan baik, begitu juga sebaliknya apabila keempat pilar ini tidak
dipergunakan sebagaimana mestinya maka akan menjadi bumerang
sendiri bagi kita.
b. Pendapat atau Tanggapan
Pilar-pilar pendidikan tersebut dirancang dengan sangat bagus dan
dengan tujuan yang sangat bagus pula. Dengan mengaplikasikan pilar-
pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh
dunia termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik. Namun masih
banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut, baik
mengenai SDM nya, fasilitasnya, perbedaan pola pikir setiap
masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan,
dan kendala-kendala lain. Yang menjadi masalah adalah dunia
pendidikan  di Indonesia  yang  saat  ini masih minim fasilitas  terlebih
lagi di daerah-daerah terpencil, belum meratanya fasilitas pendidikan,
tentunya akan menjadi halangan bagi siswa untuk mengembangkan
diri mereka, sebagaimana pilar pendidikan  pada  point  pertama  di
atas, “Learning to know”,  bagaimana  siswa  dapat menambah ilmu
sebanyak-banyaknya sedangkan fasilitasnya saja tidak memadai?
Bagaimana mereka bisa mencari tambahan referensi ilmu sedangkan
semua yang mereka dapat sangat terbatas? Lalu, mengarah kepoin
kedua, “Learning To Do”, belajar untuk berkarya atau
mengaplikasikan ilmu yang didapat oleh siswa, di sini kembali muncul
pertanyaan, bagaimana siswa dapat berkarya sedangkan ilmu mereka
sangat minim, simpelnya begini, “teorinya aja ngga tau, gimana bisa
buat praktekin?”.
Maka dari itu persoalan pendidikan merupakan tanggung jawab
kita bersama sebagai masyarakat Indonesia, tentu pula secara bersama-
sama kita mencari alternatif pemecahannya. Semoga ke empat pilar
tersebut dapat direalisasikan dengan sempurna dan akan terlihat
hasilnya. Mari melakukan introspeksi diri sejauh mana kita sudah
melakukan yang terbaik untuk perubahan dan perbaikan terhadap
persoalan pendidikan yang melilit negeri ini. Satu harapan kita semua,
agar dunia pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik dan
berkualitas.
c. Kritik
  Mewujudkan kondisi ideal potret pembelajaran yang kreatif,
bukanlah hal yang mudah lantaran munculnya beragam fenomena
aktual dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan guru yang
bersungguh-sungguh mengembangkan kompetensinya, baik
kompetensi personal, profesional, dan kemasyarakatan. Oleh karena
itu, guru diharapkan lebih kreatif di dalam mendesain proses
pembelajaran, sehingga ada perpaduan yang sinergis antara hasil
pembelajaran dengan kecakapan hidup (life skill).
Implementasinya di dunia pendidikan, terutama di Indonesia belum
terealisasi secara sempurna. Dalam hal ini pihak-pihak yang terkait
dalam memajukan pendidikan itu belum melaksanakan kewajibannya
dengan baik. “meminimalisasi” selalu menjadi akar dan permasalahan
pelik dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Pemerataan fasilitas
masih jauh dari kata “sempurna dan memadai”. Dimana pembaharuan,
rehabilitas hanya terpusat pada beberapa tempat umumnya kota-kota
besar yang menjadi tempat sentral pendidikan, sementara di daerah
yang sudah tidak terjamah lagi rasanya akan menjadi sesuatu yang sulit
untuk memajukan pendidikannya karena pemerintah tidak memandang
bagaimana kondisi pendidikan di daerah tersebut. Kerjasama dan
koordinasi antara seluruh komponen dipandang perlu agar masing-
masing komponen dapat memberikan kontribusi secara maksimal,
dalam menumbuhkan tunas-tunas muda harapan bangsa.
Daftar Pustaka:
Afniaty Annie. (2014). Pilar-Pilar Pendidikan. [Online].
http://afniatii.blogspot.co.id/2014/05/pilar-pilar-pendidikan.html
Aezaerlina. (2011). 4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO. [Online].
https://aezacan.wordpress.com/2011/03/11/4-pilar-pendidikan-menurut-
unesco/
Candra Junie. (2012). Empat Pilar Belajar UNESCO. [Online].
https://candrajunie.blogspot.co.id/2012/08/empat-pilar-pembelajaran-
unesco.html
Ira Widyastuti. (2014). Makalah Pembelajaran Sebagai Pilar Utama
Pendidikan. [Online].
http://irawidyastuti94.blogspot.co.id/2014/05/makalah-pembelajaran-
sebagai-pilar_27.html
Kunandar.(2007). Guru Profesional. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
325.
Moh. Shofan. (2007). The Realistic Education. Jogjakarta: Ircisod, 195-
196.
Redja Mudyahardjo. (1998). Pengantar Pendidikan. Bandung: PT
Rajagrafindo Persada.
Sulipan. (2011). Teori Belajar Menurut Paiget, Bruner, dan Vygotsky.
[Online]. http://sulipan.wordpress.com/2011/05/16/teori-belajar-menurut-
piaget-bruner-dan-vygotsky/
Syamsul Ma’arif. (2005). Pendidikan Pluralisme di Indonesia. Jogjakarta:
Logung Pustaka, 2005), 126.
Wiji Suwarno. (2006). Dasar- Dasar Ilmu Pendidikan. Salatiga: Ar- Ruzz,
77- 78.

Anda mungkin juga menyukai