TINJAUAN PUSTAKA
Pterigium berasal dari Bahasa Yunani, yaitu ptero yang artinya wing atau
mengarah ke bagian tengah dari kornea dan dasarnya terletak di bagian tepi bola
mata bagian medial dan atau nasal, sehingga bentuknya menyerupai sayap (Erry
permukaan basemen membran melalui epitel limbus yang menginvasi dari regio
kantus pada konjungtiva bulbi masuk ke permukaan kornea (lapisan stroma dan
tinggi, terletak pada daerah lintang 370 utara dan selatan equator. (Swastika, 2008).
daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi, risiko
dkk., 2010). Namun sampai saat ini kita belum mempunyai data yang akurat
Dasar yang telah dilakukan pada tahun 2013, prevalensi pterigium semua umur
tahun 2013 adalah 8,3 persen. Prevalensi pterigium dihitung berdasarkan hasil
pemeriksaan dan observasi nakes pada semua responden tanpa batasan umur.
2011). Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppressor gene pada limbal
dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal,atau tipis dan kadang terjadi
vimentin sel limbal pada tepi pterigium, over ekspresi p53 supressor gen memberi
dengan jalan perusakan apoptosis dari sel limbal serta produksi yang berlebihan
dengan antibodi monoklonal yang dapat mendeteksi protein p53 mutan. 2Terdapat
2tipe protein p53, yaitu tipe normal atau wild type serta mutant type. P53 wild type
dipercaya berperan pada regulasi proliferasi sel dan berperan sebagai tumor
intrapalpebral limbal stem sel juga merupakan tanda yang ditemukan pada
pterigium. Limbal stem sel merupakan sumber regenerasi epithel kornea. Pada
Hal ini sesuai dengan peta distribusi pterigium dari Cameron, secara
sebesar 22,5% dan akan terus menurun sampai 2% pada daerah 40° LU dan LS
(Shintya dkk., 2010). Tumor suppressor gene p53 sebagai suatu mutasi gen yang
tersering dari tumor manusia dan dijumpai lebih dari 50% kanker manusia.
diekspresikan pada pterigia. Ekspresi yang mirip juga didapatkan pada beberapa
infeksi viral, termasuk yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) dan
virus herpes simpleks. Human Papilloma Virus (HPV) terlibat dalam etiologi
neoplasma jinak dan ganas dari kulit dan epitel mukosa, terdapat lebih dari 130
tipe HPV yang teridentifikasi. Di antara jumlah tersebut, terdapat lebih dari 40 tipe
Papilloma Virus khususnya tipe 16 dan 18 telah ditemukan pada pterigium dan
Pemicu pterigium tidak hanya dari etiologinya, tetapi terdapat faktor risiko
tinggal (desa) dan lamanya paparan sinar matahari (Erry dkk., 2011). Selain itu,
karena partikel-partikel tertentu seperti asap rokok dan pasir merupakan faktor
2.4.1 Usia
banyak ditemui pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak
2008). Pterigium tidak lazim terjadi pada anak umur 0-4 tahun, sehingga data
prevalensi pterigium pada anak balita dalam analisis ini dinilai kurang valid
(Riskesdas, 2013).
(Swastika, 2008). Berbeda lagi dengan hasil penelitian oleh Bustani dan
Utara, dengan hasil 12,92% pada pria dan 8,43% pada wanita (Saerang, 2011).
sinar UV (Julianti, 2009). Maka penderita pterigium banyak dijumpai pada orang
yang bekerja di luar ruangan dan banyak bersinggungan dengan udara, debu
ataupun sinar matahari dalam jangka waktu yang lama (Swastika, 2008).
risikonya 9 kali lebih tinggi bila tidak menggunakan kacamata pelindung dan 2
kali lebih tinggi bila tidak memakai topi (Erry dkk., 2011).
autosom dominan (Laszuarni, 2009). Selain itu, penduduk yang bertempat tinggal
berbeda serta dapat terjadi dengan berbagai kombinasi, namun jarang yang
temporal. Pteriium duleks dapat juga terjadi apabila pterigium tumbuh di bagian
1. Gejala klinis
- Asimptomatik
Pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
kosmetik.
yang banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar
12
(INASCRS, 2011). Selain itu, keluhan juga dapat berupa rasa panas dan
- Pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan
2. Pemeriksaan oftalmologis
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : “body, apex (head), dan cap”.
Badan segitiga yang meninggi pada pterigium dengan dasarnya daerah kantus
disebut “body”, sedangkan bagian atasnya disebut “apex”, dan kadang kebelakang
disebut “cap”. A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan
melewati kornea
13
- Derajat 3 : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil
mata dalam keadaan cahaya (diameter pupil dalam keadaan normal sekitar
3-4 mm)
pergerakan mata.
Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama
pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki-laki dan
(Laszuarni, 2009).
14
mirip dengan pterigium, dimana fibrovaskular skar yang timbul pada konjungtiva
konjungtivitis sikatrik, ulkus perifer kornea. Probing dengan muscle hook dapat
dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterigium pada limbus, dimana hal
ini tidak dapat dilakukan pada pterigium. Pada pseudopterigium tidak didapat
bagian head, cap, dan body. Pseudopterigium cenderung keluar dari ruang
(Laszuarni, 2009). Keluhan photophobia dan mata merah dari pterigium ringan
sering ditangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topical seperti
menghilangkan gejala jika digunakan secara benar terutama pada derajat 1 dan 2
dari 3-4 mm dan pertumbuhan yang progresif menuju tengah kornea atau aksis
visual dan adanya gangguan pergerakan bola mata. Eksisi pterigium bertujuan
untuk mencapai keadaan normal, gambaran permukaan bola mata yang licin.
memisahkan pterigium dengan bare sclera ke arah bawah limbus lebih disukai,
namun ini tidak penting untuk memisahkan jaringan tenon secara berlebihan di
daerah medial, karena kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma
tidak sengaja di daerah jaringan otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan
operasi untuk perbaikan visus (Laszuarni, 2009). Penglihatan dan kosmetik pasien
setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi
kembali.
menjalar kearah kornea. Jangka waktu terjadinya kekambuhan pada berbagai studi
16
dengan pterigium yang mengalami kekambuhan dapat dilakukan eksisi ulang dan
eksisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi, kira-kira 50-80%. Terapi adjuvant
(Emilia, 2014). Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan