Anda di halaman 1dari 77

PERMODELAN SISTEM DAN DESAIN PENGENDALI PID DENGAN

METODE CIANCONE DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB


SIMULINK PADA SISTEM PRESSURE PROCESS RIG 38-714

Ikhwannul Kholis1, Tri Joko2


1
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta,
ikhwanul.kholis@uta45jakarta.ac.id, Tri.joko@yahoo.com

Abstrak

Pengendalian system di dunia industri sangat diperlukan dalam keadaan offline sehingga proses produksi
tidak terganggu. Permodelan system bertujuan untuk melakukan simulasi system dan mendesain
pengendali untuk memperbaiki respon system, salah satunya dengan menggunakan pengendali PID.
Permodelan system dan Pengendali PID dapat dilakukan dengan metode Ciancone. Salah satu system
yang sering digunakan untuk dilakukan permodelan adalah system Pressure Process Rig. Pada penelitian
ini, dilakukan permodelan system dan desain pengendali PID dengan metode Ciancone pada Sistem
Pressure Process Rig 38-714 dengan menggunakan Matlab Simulink.

Kata Kunci: Pengendali PID, Permodelan System, Pressure Process Rig 38-714, Metode Ciancone.

Abstract

Control System in industry is indispensable in offline mode so that the production process is not
disrupted. Modelling System aims to simulate the systems and to design controller to improve response
system, such as PID Controller. Modelling System and PID Controller can be done with Ciancone
methods. The system which is usually used to do modeling is Pressure Process Rig System. In this study,
Modelling System and Designing PID Controller were conducted with Ciancone method in Pressure
Process Rig 38-714 System using Matlab Simulink.

Keywords: PID Controller, System Modelling, Pressure Process Rig 38-714, Ciancone Method

1 PENDAHULUAN
Pengukuran dan Kendali proses merupakan hal yang sangat penting dalam proses industri.
Pengukuran pada proses industri dilakukan untuk memperoleh variable yang dikontrol sehingga
keluaran proses dapat dimanipulasi sesuai dengan keluaran yang diinginkan. Kendali proses
merupakan suatu teknik kendali pada proses industri. Suatu proses industri biasanya memiliki plant
yang tidak dapat diketahui secara langsung proses di dalamnya. Sementara keluaran dari sistem perlu
untuk dikendalikan untuk mendapatkan keluaran yang diharapkan. Hal ini yang menjadi peran
pengukuran dan pengendalian proses pada pentingnya proses industri. Pengukuran diperlukan untuk
mengukur variable yang dikontrol untuk dilakukan feedback kepada sistem. Pengendalian proses
berperan dalam memanipulasi keluaran sistem sehingga keluaran sistem sesuai dengan keluaran yang
diharapkan.
Pengendalian proses sangat erat kaitannya dengan proses identifikasi. Proses Identifikasi
merupakan pengenalan suatu sistem atau plant yang akan dikendalikan. Hal ini dilakukan untuk
membuat kontroler secara offline sehingga proses industri tidak terganggu. Simulasi dilakukan dengan
mengidentifikasi sistem menjadi suatu transfer function sesuai dengan plant. Oleh karena itu, Proses
identifikasi merupakan salah satu faktor penting yang menunjang keberhasilan dalam merekayasa
suatu sistem kendali yang stabil, robust, dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 1


Kemudian, desain kontroler dilakukan bertujuan untuk memanipulasi input sehingga
menghasilkan keluaran yang sesuai dengan keluaran yang diharapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan
membuat transfer function yang sesuai dengan plant dengan menggunakan data yang dihasilkan oleh
plant. Dengan ilmu pengendalian proses, sistem dapat diidentifikasi menjadi transfer function.
Kemudian, desain kontroler dilakukan untuk menghasilkan keluaran yang diharapkan.
Proses identifikasi sistem dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah
Process Reaction Curve (PRC). PRC merupakan metode untuk mencari transfer function suatu sistem
dengan menggunakan informasi dari grafik Response sistem. Dengan demikian, sistem dapat
diidentifikasi untuk dapat dilakukan desain pengendali agar menghasilkan keluaran yang diharapkan.
2 LANDASAN TEORI

2.1 Pressure Process Rig


Pressure Process Rig 38-714 adalah peralatan produksi PROCON yang digunakan untuk
mengenalkan dan mendemonstrasikan prinsip-prinsip proses pengukuran dan pengendalian. Sistem
yang disediakan adalah sistem kendali pneumatic sebagaimana yang biasa digunakan dalam industry.
Secara umum Pressure Process Rig 38-714 terdiri atas jalur-jalur pipa yang terhubung pada
Pneumatic Control Valve, Orifice Block, Flowmeter, pressure tapping, regulator, indikator tekanan,
dan valve. Regulator R1 digunakan untuk mengendalikan tekanan yang diukur oleh G1. Regulator R2
digunakan untuk mengatur tekanan yang diukur oleh G3 atau G4 atau G5. Sementara indicator
tekanan G6 digunakan untuk menunjukkan tekanan pada air receiver. Output yang dikendalikan pada
penelitian ini adalah flow dari Pressure Process Rig.

(a) (b)
Gambar 1. (a) Pressure Process Rig; (b) Cara Kerja Pressure Process Rig
Pada Gambar 1.b, menggambarkan cara kerja Pressure Process Rig. Pada Gambar 1.b., terlihat
komputer memberikan sinyal digital yang masuk ke DAC, kemudian dikonversi menjadi tegangan
analog antara 0.4-2V, kemudian masuk ke rangkaian V/I sehingga di konversi menjadi arus 4-20 mA.
Arus ini akan masuk ke plant (pressure process rig) dan diubah dengan I/P converter untuk mengatur
Pneumatic Control Valve. Aliran yang akan keluar di sense oleh differential pressure sensor yang
bekerja dengan prinsip Bernaulli. Dengan transducer, nilai aliran akan dikonversi menjadi sinyal
elektrik (arus). Arus kemudian dikonversi dengan rangkaian I/V menjadi tegangan. Tegangan
dikonversi oleh ADC menjadi sinyal digital agar dapat dibaca oleh computer.
Pressure Procee Rig tersusun dari beberapa komponen, yaitu Kompresor, I/P Converter, Control
Valve, Pressure Sensor, Differential Pressure Process, Manual Valve, PC (yang di dalamnya terdapat
ADC, DAC, dan PCI Card), Gauge, dan Regulator. Kompresor merupakan pompa bertekanan yang
berfungsi sebagai penyuplai udara ke semua saluran pipa. Kemudian, I/P Converter digunakan untuk
mengubah arus listrik menjadi tekanan. Aliran udara akan bergerak melewati regulator, valve, pipa,

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 2


pressure sensor, dan gauge. Tekanan udara yang dibaca oleh pressure sensor akan diteruskan ke I/P
Converter kemudian diubah ke Data Digital dengan ADC sehingga diperoleh data di PC.
Pressure Process Rig digunakan untuk meneliti pengendalian proses, yaitu pengukuran controlled
variable (CV), membuat grafik keluaran, dan percobaan kontroler yang telah didesain. CV yang
digunakan adalah tekanan dan kecepatan aliran udara. Pada akhirnya, penggunaan Pressure Process
Rig dilakukan untuk mencoba kontroler yang didesain agar CV dapat mencapai nilai yang diharapkan
dengan error steady-state yang kecil.

2.2 Process Reaction Curve


Process Reaction Curve (PRC) merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi
suatu sistem dengan menggunakan grafik Response sistem tersebut. PRC yang digunakan pada
penelitian ini berupa PRC pada orde satu. Persamaan PRC orde satu adalah sebagai berikut.

(a) (b)
Gambar 2. (a) Process Reaction Curve – Method I; (b) Process Reaction Curve – Method II
3 PEMBAHASAN
Pengambilan data pada Pressure Process Rig untuk dilakukan permodelan sistem tersebut.
Pengambilan data dilakukan dengan memberikan input step dengan initial value sebesar 0.3 dan final
value sebesar 1 dengan perubahan step dilakukan pada detik ke-5. Data tersebut diolah menjadi grafik
response sistem sebagai berikut.

Gambar 3. Respon sistem Pressure Process Rig

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 3


3.1 Permodelan dengan Metode 1 (Process Reaction Curve)
Dari Gambar 3, dapat dilakukan permodelan sistem sebagai berikut:

t28% = 5.121 s

δ t63% = 5.211 s

Gambar 4. Permodelan sistem Pressure Process Rig dengan Process Reaction Curve
Dengan menggunakan Gambar 2, diberikan persamaan Process Reaction Curve untuk
memperoleh transfer function permodelan system Pressure Process Rig.
  FinalValue  InitialVal ue [1]
Value 63%  InitialVal ue  (  63%) [2]

Value 28%  InitialVal ue  (  28%) [3]

  1.5(t 63%  t 28% ) [4]

  t 63%   [5]

Kp  [6]

Kp s
G( s)  e [7]
s  1
Dengan menggunakan Persamaan 1 sampai dengan persamaan 7, diperoleh data sebagai
berikut.
Tabel 1. Data Perhitungan Process Reaction Curve dari Grafik Gambar 4

Description Value Description Value


Δ -0.351 t(63%) 0.211
Value(63%) 1.129 t(28%) 0.121
Value(28%) 1.252 θ 0.076
τ 0.135 Kp -0.351

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 4


Berdasarkan tabel 1, diperoleh transfer function berikut.
Kp s
G( s)  e
s  1
 0.351  0.076s
 e
0.135s  1 [8]
Berdasarkan persamaan 8, dibuat diagram blok dengan menggunakan SIMULINK MATLAB.

Gambar 5. Diagram blok permodelan sistem


Pada diagram blok yang ditunjukkan Gambar 5, digunakan Transport Delay untuk
memodelkan dead time yang ada pada fungsi alih sistem, yaitu . Kemudian, digunakan
constant untuk menaikan sistem pada nilai initial value sistem, yaitu 1.375. Blok tersebut dijalankan
di MATLAB dengan memperoleh hasil berikut.

Gambar 6. Grafik Permodelan sistem dengan Process Reaction Curve

3.2 Design Pengendali PID dengan metode Ciancone


Untuk mendesain Pengendali PID dengan menggunakan metode Ciancone, diperlukan perubahan
respon keluaran sistem. Output yang akan digunakan pada metode Ciancone adalah output yang
mengikuti grafik input dengan menggunakan penambahan konstanta yang memiliki nilai sebesar 2
kali konstanta awal. Hal ini dimaksudkan agar sistem memiliki initial value yang sama dengan data
yang diperoleh dan sistem menghasilkan keluaran yang mengikuti grafik masukan. Berikut adalah
gambar diagram blok system permodelan yang telah dimodifikasi.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 5


Gambar 7. Diagram Blok Modifikasi untuk metode Ciancone

Gambar 8. Grafik Sistem pada Diagram Blok Gambar 7


Untuk mendesain pengendali Ciancone dengan parameter Kp, , dan , diperlukan transfer
function dari sistem pada Diagram Blok tersebut.
Tabel 2. Data perhitungan Process Reaction Curve dari Grafik Gambar 7

Description Value Description Value


Δ 0.351 t(63%) 0.211
Value(63%) 1.676 t(28%) 0.121
Value(28%) 1.553 θ 0.076
τ 0.135 Kp 0.351
Sehingga diperoleh transfer function sistem adalah
Kp s
G( s)  e
s  1
0.351
 e 0.076s
0.135s  1 [9]
Kemudian, berdasarkan transfer function G(s) tersebut, diperoleh nilai Kp = 0.351, θ = 0.088,
dan τ = 0.132. Kemudian, untuk mencari pengendali Ciancone, digunakan bentuk umum dari
Pengendali Ciancone, yaitu
 1

dCV 
MV  K c  E (t )   E (t )dt  Td I
 Ti 0 dt 
[10]
Untuk menentukan nilai Kc, Ti, dan Td, digunakan grafik Ciancone Set Point dengan
menggunakan MATLAB sehingga diperoleh nilai Kc, Ti, dan Td masing-masing secara berturut-turut
sebesar 2.76, 0.16, dan 0.012. Berikut grafik yang digunakan.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 6


Gambar 9. Grafik Metode Ciancone
Dengan data tersebut, dapat dibuat blok diagram pengendali Ciancone sebagai berikut.

Gambar 10. Blok Diagram dengan PID controller metode Ciancone


Pada blok PID Controler, digunakan Kp, Ki, dan Kd dengan menggunakan persamaan berikut.
Kc
K p  Kc ; Ki  ; K d  K cTd [11]
Ti
Oleh karena itu, diperoleh Kp, Ki, dan Kd masing-masing secara berturut-turut sebesar 2.76, 17.25,
dan 0.033. Berikut adalah grafik hasil dari sistem blok Diagram PID controller dengan metode
Ciancone.

Gambar 11. Grafik hasil PID Controller metode Ciancone

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 7


3.3 Permodelan Pengendali Sistem metode Ciancone modified
Pada Gambar 11, diketahui bahwa initial state grafik berlawanan dengan input. Hal ini berarti
grafik permodelan system tersebut masih bernilai negatif. Oleh karena itu, diperlukan modifikasi pada
permodelan sistem.
Untuk memodifikasi sistem, dilakukan pembalikkan respon dengan mengalikan sistem dengan
gain -1. Agar grafik dimulai dari nilai initial value output sistem asli, dilakukan penambahan sebesar
2 kali besar respon. Berikut adalah blok diagram dengan metode Ciancone modified.

Gambar 12. Blok Diagram Sistem yang telah dimodifikasi


Blok diagram pada Gambar 12 menghasilkan grafik sebagai berikut.

Gambar 13. Grafik input dan output blok diagram sistem yang telah dimodifikasi
Pada Gambar 13, terlihat respon sistem masih belum dapat mengikuti input sehingga
diperlukan desain pengendalian PID sistem.

Gambar 14. blok diagram simulink lengkap dengan pengendaliannya

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 8


Pada Gambar 14, terlihat system dikali dengan gain -1 dan ditambah dengan konstanta. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh nilai setpoint yang sama dengan yang ada di sistem Pressure Process
Rig.
Tampak bahwa blok controller PID-nya sesuai dengan persamaan 10. Dengan menggunakan
mfile ciancone, diperoleh konstanta Kc = 2.79, Ti = 0.168, dan Td = 0.0105. Berikut adalah grafik
hasil dari respon permodelan system dengan pengendali PID metode Ciancone modified:

Gambar 15. Grafik hasil


Tampak bahwa signal keluaran sudah mengikuti setpoint dengan baik. Pada Gambar 15,
terlihat tidak terjadi overshoot untuk transient response dan steady state error bernilai mendekati nol.
Hal ini menunjukkan bahwa pengendaliannya telah baik dan valid.
4 HASIL PENELITIAN
Permodelan Sistem Pressure Process Rig sebelumnya diperoleh fungsi alih sebagai berikut.
Kp
G( s)  e s
s  1
 0.351  0.076s
 e
0.135s  1 [12]
Kemudian, dilakukan simulasi dengan menggunakan SIMULINK MATLAB untuk melihat
hasil keluaran dari fungsi alih di atas. Berikut ini adalah blok diagram yang digunakan.

Gambar 16. Blok Diagram awal

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 9


Permodelan di atas menggunakan initial value 0.3 dan final value 1.3. Berikut ini adalah
grafik hasil simulasi.

Gambar 17. Grafik Hasil Simulasi Blok Diagram awal


Dari grafik pada Gambar 17, terlihat bahwa grafik hasil permodelan sistem telah mengikuti
grafik respon asli sistem. Pada grafik hasil permodelan sistem terdapat perbedaan nilai dengan grafik
respon asli sistem pada keadaan steady state. Perbedaan ini terjadi akibat adanya truncation error
pada saat mengambil parameter permodelan. Dengan grafik yang berosilasi pada sistem asli, nilai
yang diambil untuk dijadikan parameter permodelan kurang akurat dan presisi sehingga menyebabkan
perbedaan nilai pada saat kondisi steady state. Perbedaan ini cukup kecil sehingga dapat ditoleransi.
Desain Pengendali Sistem dengan metode Ciancone menggunakan grafik Ciancone untuk
menentukan parameter Kc, Ti, dan Td. Parameter ini diperoleh dengan menggunakan nilai dari
permodelan sistem yang telah dilakukan. Dengan menggunakan mfile ciancone, diperoleh konstanta
Kc = 2.79, Ti = 0.168, dan Td = 0.0105.
Kemudian, berdasarkan persamaan tersebut, dilakukan permodelan blok diagram pada
SIMULINK MATLAB. Berikut adalah blok diagram yang digunakan.

Gambar 18. Blok Diagram Sistem

4.1 Analisis Percobaan Pengendali PID Ciancone pada Sistem Pressure Process Rig
Pada percobaan Pengendali PID Ciancone pada Real Sistem Pressure Process Rig, digunakan
pengendali PID yang telah dimodelkan sebelumnya, yaitu dengan Kc = 2.79, Ti = 0.168, dan Td =
0.0105. Pengendali PID yang telah disimulasikan di SIMULINK MATLAB dengan plant permodelan

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 10


sistem Pressure Process Rig di awal digunakan pada blok diagram yang langsung tersambung pada
sistem asli Pressure Process Rig. Blok Diagram yang digunakan adalah sebagai berikut.

Gambar 19. Blok Diagram Continous pada Real Pressure Process Rig.
Dari percobaan tersebut, diperoleh hasil grafik sebagai berikut.

Gambar 20. Grafik percobaan Continous


Dari grafik yang dihasilkan, terlihat bahwa response sistem mengikuti input yang diberikan.
Input yang diberikan adalah init step dengan initial condtion 1.91 dan final value sebesar 2.2 pada
percobaan continous. Init step memiliki step time 5 sec. Dan sampling time 0.001 untuk melihat
response sistem yang lebih presisi.
Berdasarkan Gambar 22, terlihat bahwa response sistem telah berhasil mengikuti input.
Response terlihat memiliki rise time yang cepat. Response juga terlihat tidak memiliki overshoot
sehingga kerusakan sistem akibat response berlebih dapat dihindari. Pada grafik juga terlihat bahwa
sistem langsung stabil tanpa membutuhkan settling time yang lama.
Sistem Pengendali PID Ciancone yang telah disimulasikan di SIMULINK MATLAB dapat
bekerja di sistem Pressure Process Rig.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 11


5 KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Pressure Process Rig dapat dimodelkan dengan persamaan orde 1 dengan menggunakan
Process Reaction Curve.
2. Pada orde 1, Sistem dapat dikendalikan dengan menggunakan PID dengan parameter Kc =
2.79, Ti = 0.168, dan Td = 0.0105 dengan menggunakan metode ciancone.
3. Sistem dapat mengikuti set point yang diberikan.
4. Desain pengendali PID dapat dimodelkan dengan metode ciancone.
5. Untuk mendapatkan pengendali PID yang sesuai dengan keluaran, set point yang masuk ke
sistem perlu dimodifikasi menjadi terbalik.
6. Berdasarkan grafik, set point hasil modifikasi berhasil menggantikan set point sebelumnya.
7. Pengendali PID Continous yang telah dimodelkan pada saat simulasi dapat digunakan pada
plant asli, yaitu Pressure Process Rig. Keluaran Sistem Pressure Process Rig mengikuti
setpoint yang diberikan. Pengendali PID Ciancone telah berhasil dilakukan.

6 REFERENSI
[1] Ashok Kumar, Rajbir Morya, Munish Vashishath. "Performance Comparison Between Various
Tuning Strategies: Ciancone, Cohen Coon & Ziegler- Nicholas Tuning Methods." International
Journal of Computers & Technology, 2013: 60.
[2] D.E. Seborg, T.F. Edgar, D.A. Mellichamp. Process Dynamics and Control. New York: Wiley,
1989.
[3] Marlin. Process Control: Designing Process and Control Systems for Dynamic Performance
2nd Ed. New York: McGraw-Hill, 2000.
[4] Nise, Norman S. Control Systems Engineering, 4th Ed. New York: John Wiley, 2004.
[5] Ogata, Katsuhiko. Modern Control Engineering, 2nd Ed. Jakarta: Erlangga, 1991.
[6] Pratomo, Vector Anggit. "Perancangan Pengendali PID Pada Pressure Process Rig (38-714)
Berbasis Miktrokontroller AVR Atmega8535." Jurnal Teknik FTUP, 2012: 106-113.
[7] R. Ciancone, T. Marlin. "Tune Controllers to meet Plant Objectives." Control, 1992: 50-57.
[8] Shinskey, F.G. Process-Control Systems, Application, Design, and Tuning, fourth ed. New
York: McGraw-Hill, 1996.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 12


RANCANG BANGUN SLIDE TRAFO 3 FASA DENGAN
MENGGUNAKAN KUMPARAN TOROID

1
Ahmad Rofii
1
Teknik Elektro UTA’45 Jakarta
Ahmad.rofii@uta45jakarta.ac.id

Abstrak

Kebutuhan sumber tegangan yang memilki variable halus dapat dilayani dengan berbagai macam peralatan.
Salah satu peralatan yang dapat dibangun untuk menghasilkan variable tegangan tiga fasa adalah auto
transformator atau slide transformator. Membangun sebuah auto/slide transformator dapat direalisasikan dengan
menggnakan kumparan toroid. Hasil yang diperoleh dengan membangun Slide transformatoryang menggunkan
kumparan toroid dapat menghasilkan variasi tegangan berbanding lurus dengan variasi perbandingan
transformator. Selanjutnya berdasar hasil pengujiaan bahwa transformator yang dibangun memilki para meter
penyebab rglasi tegangan masih relatip kecil yaitu sebesar 1,8%.

Kata Kunci: Auto/slide Transformator, Variabel, Tegangan

Abstract

Needs have variable voltage source fase can be served with a variety of equipment. One of the tools that can
be built to generate three-phase voltage, The name is variable auto transformer or slide transformer, One of
the tools that can be built to generate three-phase voltage, that names is variable auto transformer or slide
transformer. Build an auto / slide the transformer can be realized by using a coil toroid. Results obtained , build
using the build toroid coils transformator can generate voltage variation is directly proportional to the
variation ratio of the transformer. that is transformer have voltage regulation causes is still relatively small in
the amount of 1.8%.

Keyword : Auto/slide transformer, Varible, Voltage

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Untuk menghasilkan Variasi tegangan arus bolak balik 3 fasa dapat dilakukan dengan berbagai cara,
dengan menggunakan peralatn elektronik, transformator tap changer atau dengan Slide/auto
transformer. Variable keluaran tegangan arus bolak balik 3 fasa dengan besar tegangan sampai 380 V
bila menggunakan peralatan elektronik harus didesain sedemikaian rupa dengan cukup rumit dan
mahal. Sebagai upaya lain untuk menghasilkan tegangan variable arus bolak balik tiga fasa dapat
digunakan sistim tap changer, namun sistim ini memilki kekurangan yaitu variatif tegangan yang

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 13


diinginkan masih kasar. Sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan variasi tegangan
yang halus adalah dengan menggunakan sistim Slide Auto Transformator

Auto Transformator adalah transformator yang hanya memilki satu kumparan transformator.
Kumparan tersebut dapat besfungsi sebagai Primer sekaligus skunder. Variabel tegangan maksimum
sisi skunder transformator sama dengan tegangan primer. Auto transformator berdaya kecil < 2500
VA. Berdasarkan bentuk fisiknya umumnya didesain membentuk silinder Toroid . Manfaat dari
bentuk seperti silinder Teroid adalah adanya variasi tegangan sebanding dengan variasi perbandingan
transformator dan dapat mempermudah dalam pengoperasian nya.

Auto Transformator satu fasa saat ini dapat ditemui di toko toko penjual alat alat listrik,
namun untuk auto tarnsformator untuk kapasitas 3000 VA tiga fasa di pasaran masih sulit ditemui,
oleh karena itu untuk memenuh kebutuhan supali arus bolak balik tiga fasa variable, maka kami coba
merancang bangun auto tarafo tigafasa 3000 VA dengan bahan dasar adalah auto trafo satu fasa.
Dalam perancangan ini ditentukan parameter parameter umum transformator dengan cara mengikuti
formula formula yang berkaitan.

1.2 Tujuan

Maksud dan Tujuan dalam rancang bangun ini adalah :untuk menghasilkan rancang
bangun auto trafo 3 fasa yang dapat digunakan sebagai alat penghasil tegangan variable 3 fasa yang
halus.

2 METODE PERANCANGAN

2.1 Bentuk Kumparan

Untuk memudahkan penggunaan hasil perancangan bentuk liltan yang berkaitan dengan karya
tulis ini adalah liltan inti Toroid dimana lilitan inti bentuknya sederhana membentuk silinder yang
telah ada dipasaran.Kumparan ini berbentuk Donat yang mengahasilkan medan magnet luar berbentuk
kutub utara dan selatan.

Kumparan di bagi dalam dua bagian yaitu kumparan dengan inti tetap dan kumparan dengan inti
bergerak. Bentuk inti kumparan bermacam macam induktor solenoid, kumparan inti Toroid and
kumparan bentuk inti. Bentuk liltan yang berkaitan dengan karya tulis yang akan dirancang adalah
menggunakan kumparan selenoid inti besi tetap adalah lilta inti Toroid dimana lilitan inti bentuknya
sederhana membentuk silinder. Kumparan ini berbentuk Donat yang mengahasilkan medan magnet
luar berbentuk kutub utara dan selatan.

Pada kumparan toroid besar medan magnet di pusat atau titik tengah ditentukan berarkan
hukum amper yaitu dengan formula sebagai berikut

B. 2 . . r   . N . l …………………………………1

Dimana

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 14


 . N .l
B ………………………………………...2
2 . . r

Besar induktnsi dapat dihitung dengan cra yang sama perhitungan pada coil penghantar yaitu dengan:

 . N 2. A
L ……………………………………….3
2 . ; r

Dimana L adalah iduktor, µ adalah permeabolitas, N adalah Jumlah lilitan, r= Jari jari
lingkaran garis telah luas pemanpang kumparan, dan A adalah luas penampang

2.2 Perhitungan berat kawat

Autotransformator adalah transformator dimana kumparan primer dan sekunder


menjadi satu. Seperti gambar dibawah berikut

N1
i2 i1

N1
i2
i1 V2
V1 N2
V2 i3

Sisi TR N2 i3 Sisi TT
V1
Ekivalen ototransformer penaik
tegangan

Gambar. 1 Rangkaian Auto Transformator 1 fasa

Dimana

i3  i2  i1
1 V1 I N2 N
 , 1 1  2 , …………………….4
a V2 I 2 N1  N 2 N1
V2 N2 N V2 I 1 1
 1  2 ,  
V1 N1  N 2 N1 V1 I 2 a

Mentransformasikan energy listrik dengan auto transformator adalah penghematan kawat


karena Volume dan berat kawat sebanding dengan panjang dan penampang kawat. Panjang
kawat adalah sebanding dengan jumlah lilitan dan penampang kawat serta tergantung dari
arusnya. Sehingga berat kawat adalah sebanding dengan hasil kali arus dan jumlah lilitan.
Dengan berpedoman kepada

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 15


CU O Tr  Berat kawat tembaga auto trafo  ( N1 N 2 ) I 1  N 2 ( I 2  I 1 )
Cu Tr  Berat tembaga auto trafo  N1 I 1  N 2 I 2

Sehingga

CU OTr ( N1  N 2 ) I 1 1
  1 ………………………………………...5
CU Tr N1 I 1  N 2 I 2 a

2.3 Bahan utama

Bahan utama yang digunakan adalah Kumparan donut dari sebuah transformator satu fasa,
selai bahan tersebut untuk mendesain sebuah transformator bahan yag sangat penting adaIah isolator
isolator adalah bahan penyekat yang tidak dapat dialiri arus listrik.Ada dua buah macam bahan isolasi
yang dipergunakan pada transformator,yaitu:

1.Zat padat

2. zat cair.

Isolasi zat cair pada transformator antara lain:

Minyak mineral ( Minyak trafo ) yang mana meskipun berfungsi sebagai pendingin,juga
merupakan isolasi tegangan tinggi yang baik pada transformator. Dalam perancangan ini bahan
isolasi yang digunakan adalah:

• Press board listrik

• kertas

• Kayu

• Mika , fiber,dll

2.4 Konstruksi Transformator


Konstruksi transformator secara umum terdiri atas:
- Inti yang terbuat dari lembaran plat besi lunak atau baja silikon yang diklem menjadi satu.
- Belitan dibuat dari tembaga yang membelitkan pada inti dapat konsentris maupun spiral.
- System pendinginan transformator yang berkapasitas kecil menggunakan udara terbuka, untuk
transformator yang berkapasitas besar system pendinginan dengan menggunkan minyak trafo.
Sedangkan konstruksi transformator berdasarkan kumparan,secara umum terbagi menjadi dua
macam type yaitu - Core type (jenis inti) yakni kumparan mengelilingi inti dan Shell type (jenis
cangkang), yaitu inti mengelilingi belitan.
Kontruksi yang direncanakan dalam rancang bangun ini adalah Transformator Donut core
type tiga tumpuk yang saling terhubung dank arena kaasitas kecil pendingin adalah udara terbuka.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 16


2.5 Alat dan Bahan
Untuk rancang bangun auto trafo 3 fasa, kita mengunakan kumparan Toroida 3 buah yang
nantinya akan dijadikan dan disusun dengan sedemikian rupa sehingga menjadi autotrafo 3 fasa.,
isolasi (mika ,nomek,veternak),timah dan kabel, Sedangkan peralatan standar yang digunakan adalah
Solder, toolbox ( Tang,obeng,kunci pas / ring, Mikrometer, jangka sorong, gergaji besi, gerinda, bor
listrik dan alat bantu lainnya. Alat dan bahan yang akan digunakan dapat diuraikan sebgai berikut.

2.5.1 Lidah Arang


Lidah arang ini berfungsi sebagai penghantar tegangan output .Lidah arang ini bersifat
flexsibel sehingga dapat digeser naik turun.

Gambar 2. Lidah arang

2.5.2 Gulungan autotrafo

Gulungan trafo ini berfungsi sebagai transformasi tegangan untuk menaikan dan menurunkan
tegangan.Secara umum jenis kumparan terbagi menjadi :

- Core type (jenis inti) yakni kumparan mengelilingi inti


- Shell type (jenis cangkang), yaitu inti mengelilingi belitan.
Jadi gulungan yang dipakai yaitu jenis core type berbentuk donut

Gambar.3 Kumparan Donut

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 17


2.5.3 Ring penyangga

Ring plat ini diletakkan diatas gulungan yang berfungsi sebagai penyangga gulungan
sekaligus sebagai poros as lidah arang.

Gambar 4. Ring penyangga

2.5.4 As poros lidah arang

Pada bagian as ini berfungsi untuk as lidah arang,agar apabila lidah arang digerakkan tiga-
tiganya ikut bergerak secara bersama.Sehinga tegangan output yang dihasilkan besarnya relative
sama. As ini kita buat ketukang bubut,karena panjang as ini tiga kali lebih panjang dengan panjang as
yang ada pada autotrafo satu fasa

Gambar 5. As poros lidah arang

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 18


2.5.5 As penyekat antar gulungan

As ini digunakan sebagai penyekat dan penyangga tap antar gulungan,agar susunan yang
diperoleh rapi dan tidak bergeser.

Gambar 6. As penyekat antar gulungan

Dibawah ini adalah bagian-bagian atau komponen yang diperlukan sebagai langkah awal untuk
merancang bangun autotrafo 3 fasa,yang terdiri dari

1. Lidah arang sebanyak 3 pcs


2. Gulungan trafo 1 fasa sebanyak 3 pcs
3. Ring penyangga sebanyak 3 pcs
4. As lidah arang sebanyak 1 pcs
5. As penyekat sebanyak 6 pcs

Gambar.7.adalah merupakan pengumpulan bahan yang ada pada autotrafo satufasa kecuali as lidah
arang kita pesan khusus.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 19


Gambar 7. as lidah arang

2.6 Pengukuran Dimensi


Langkah selanjutnya kita lakukan pengukuran untuk memperoleh data-data sebagai berikut;
Kapasitas daya, Diameter kawat 0,70 mm ( pengukuran dengan mikromerer), Jumlah lilitan Parameter
hasil pengukuran data pada kumpran toroida digunakan untuk pembanding dengan auto trafo 3 fasa,
.Dengan tujuan hasil rancangan kita layak untuk digunakan.

2.7 Proses Penyusunan Dan pengawatan

Pada langkah penyusunan gulungan disusun tumpuk keatas hal ini untuk memudahkan,dalam
proses pergeseran lidah arang.Pergerakan lidah arang harus secara bersama-sama atau serentak agar
tegangan output antar fasa relativ sama.Dalam hal penyusunan atau penempatan gulungan harus
mengutamakan keselamatan.Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan isolasi sebagai penyekat
gulungan,agar tidak terjadi kontak body. Isolasi tambahan yaitu veternak,veternak inilah yang
digunkan sebagai sekat antar gulungan.

Langkah-langkah penyusunan dalam perancangannya:


1. Memotong veternak uk.20 X20 Cm sebanyak 3 pcs Veternak ini nantinya digunakan sebagai
tempat dudukan gulungan,veternak digunkan adalah dengan ketebalan 25mm.Bahan veternak ini
mudah dijumpai di toko-toko kawat.
2. Mengebor veternak yang telah kita potong sebanyak tiga titik dipinggir sudut dan titi tengah.Untuk
ukuran besar mata bor yang digunakan terdiri dua macam ukuran.Ukuran disesuaikan dengan besar
diameter as penyekat yang diletakkan di tiga sisi sudut pinggir.Sedangkan satunya lagi dipakai
untuk titik tengah yang dipakai untuk as arang lidah
3. Meletakkan gulungan diatas potongan veternak yang telah kita siapkan tadi dengan alaskan
karet.Posisi gulungan diusahakan berada persis ditengah,hal ini dimaksudkan sebagai
keseimbangan letak gulungan berikutnya.
4. Memasang ring penyangga kemudian di skru,hal ini agar gulungan tidak bergeser kekanan maupun
kekiri.
5. Memasang as lidah arang,as lidah arang dipasang tegak berdiri posisi ditengah-tengah gulungan.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 20


6. Memasang lidah arang,lidah arang berbentuk carbon sebagai transformasi output.
7. Memasang as penyekat pada tiga titik sisi pinggir yang telah kita bor tadi.
8. Meletakkan veternak ukuran 20 X20 cm diatas gulungan dengan jarak sesuai panjang as penyekat
tadi.
Tahap-tahap berikutnya dilakukan secara berulang sesuai step poin 3-8. Pada langkah
pengawatan ,dikopel atau disambung dengan hubungan bintang

2.8 Pengujian Transformator

Setelah direncanakan dan dibuat, autotrafo tersebut lalu di uji.Pada pengujian autotrafo ini
bertujuan untuk mendapatkan parameter parameter yang diperlukan sebagai bahan analisa.Dan hasil
analisa merupakan sifat atau karakteristik dari autotrafo yang kita rancang.adapun tahapan pengujian
antara lain : pengujian beban nol ,pengujian berbeban dan pengujian hubung singkat.

Pada pengujian beban nol,berbeban maupun hubung singkat nantinya akan diukur
tegangan,arus ,dan daya baik pada bagian input maupun outputnya

2.9 Pengukuran Beban Nol

Pengukuran beban nol dipakai untuk mencari rugi-rugi besi pada transformator. Rangkaian
ekivalen pada keadaan transformator tanpa beban seperti gambar 3.1 dibawah ini, bila tegangan V
diberikan pada sisi tegangan rendah (lebih rendah), maka akan mengalir Io pada impedansi bocor Z2 =
R2 + jX2 (sisi tegangan yang lebih rendah) yang diseri dengan impedansi eksitansi Zo = Rc + jXm.
karena pada Z2 << Zo maka Z2 dapat diabaikan tanpa mengurangi ketelitian.

A W TR TT

Gambar 8. Gambar Rangkaian Percobaan beban nol

A W Io

V
Xm

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 21


Gambar 9 Rangkaian Ekivalen pengukuran beban nol

Bila hasil pengukuran ini didapat

1. Tegangan masuk (Vin) yang diukur dengan voltmeter, merupakan tegangan Vn sisi tegangan
rendah (lebih rendah).
2. Arus beban nol (Io) yang diukur dengan ampermeter.
3. Daya, karena adanya rugi besi (histerisis dan arus putar) Pb = Pc yang diukur dengan
wattmeter, dan rugi tembaga pada kumparan primer yang dalam hal ini dapat diabaikan.

Dari percobaan ini dapat dihitung :

Pc
Pc  I c Vin atau I c  ......................................................................... 6
Vin

Rc 
Vin
Ic
V
dan Z o  in atau X m 
Io
Z 2
o  Rc2 

atau Pc  I o Vin cos o  I o2  Rc  cos o  Pc I o Vin 

atau I o sin o danI c  I o cos o ................................................................ 7

Vin V
Rc  dan X c  in
Ic Im

Bila Pc = Ic.Vin dan Ic = Vin/Rc maka akan didapat Pc = Vin/Rc.

Dalam hal ini tegangan Vin merupakan tegangan pada keadaan tegangan pengenal pada sisi
tegangan transformator.

2.10 Pengukuran Hubung Singkat

Percobaan hubung singkat ini dapat dipakai untuk mencari rugi-rugi tembaga. Arus hubung
singkat pada tegangan nominal akan sangat besar, hingga dapat merusak lilitan primer skunder karena
panas yang timbul (karena rugi-rugi tembaga pada lilitan). Pada percobaan ini arus yang mengalir
pada ampermeter diatur sedemikian hingga tidak menimbulkan panas yang berlebihan. Pada
umumnya tegangan Vi sekitar 5 – 10 % dari tegangan nominal.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 22


A W TT TR

Gambar 10. Rangkaian Percobaan hubung singkat

Rek Xek
W

V Ihs A

Gambar 11. Rangkaian Ekivalen

Dalam keadaan hubung singkat, impedansi beban diperkecil hingga nol akibatnya I2 jauh
lebih besar dibandingkan dengan Io. oleh karena V2 kecil dan akibatnya V1 juga kecil yang
berartifluks magnetik dan kerapatan fluks (B) juga kecil, dan dapat diabaikan. Impedansi yang ada
Zekl = Rekl + jXekl yang membatasi arus.

Dimana ; Rekl = R1 + a2R2 dan Xekl = X1 + a2X2.

Dari hasil pengukuran tersebut dapat dihitung, dimana Pcu = rugi tembaga.

Pcu  I 2 Rekl dan Z ekl 


Vhs
I1
atau X ekl  Z 2
ekl  Rekl
2
……………………..8

Pada umumnya R1 ≈≡a2R2 dan X1 ≈≡ a2X2, selain itu rugi-rugi tembaga sebanding dengan kuadrat
arusnya. Tegangan hubung singkat (Vhs) sering dinyatakan dalam persen yaitu ;

Vhs
Vhs %  100% ................................................................................................... 9
V1

Dimana V1 = tegangan nominal pada sisi primer

Besarnya arus hubung singkat pada tegangan V1 :

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 23


V1
I hs   I1
Vhs

1 100
I hs   I1   I1 ……………………………………………….10
Vhs V1  %Vhs

2.11 Pengaturan Tegangan (Regulasi)

Pengaturan tegangan suatu transformator adalah perubahan tegangan sekunder pada beban nol
dan berbeban pada suatu faktor kerja tertentu, pada tegangan primer tetap, pengaturan tegangan ini
pada umumnya dinyatakan dalam %.

V2 (tanpa beban)  V2 (beban penuh)


Pengaturan tegangan %  100% …………….11
V2 (beban penuh)

Pada keadaan tanpa beban dan semua sisi primer dinyatakan pada sisi-sisi sekunder maka
V2 (beban penuh) = V1(l/a) jadi dapat ditulis V2 (beban penuh) = V2

V1 a  V2
Pengaturan tegangan %  %V  100% ………………….. 12
V2

3 ANALISA DAN HASIL RANCANG BANGUN

3.1 Hasil Rancangan

Berdasar rancangan kemudian dibangun suatu transformator dan berbentuk suatu


transformator 3 yang bisa berbagai macam fungsi yaitu untuk pengasutan motor,atau sebagai varibel
tegangan tiga fasa dari 0-430 Volt.Bentuk hubunga tiga fasa dari Auto transformator untuk
menghasilkan tegangan tersebut dapat menggunakan hubungan -Y, -,

3.2 Temperatur maksimum .

Isolasi yang di gunakan adalah isolasi ( email ) supreme yang memiliki klas F,dimana klas F
memiliki daya tahan suhu maksimum 130C.Sengan demikian tranformator ini maju menahan panas
sampai 130C.

Berdasar hasil pengujian hubung singkat bahwa terjadi pergerakan isolasi ( panas yang
membahayakan ) ketika arus sekunder mencapai 6 Amper.dan ini menunjukan bahwa tranformasi ini
hanya boleh dibebani kurang dari 6 Amper

Data teknis diatas adalah data acuan berdasar hasil rancang bangun yang kemudian di lakukan
pengujian-pengijian untuk menghasilkan parameter trafo tersebut.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 24


Gambar 12..merupakan hasil penyusunan auto trafo

3.3 Hasil Pengujian beban Nol

Pengujian beban nol dalam proses pengujian ini di lakukan pada kondisi trafo 1.Data hasil
pengujian adalah sebagai berikut.

Input Output
Tegangan 220 volt 250 volt
Arus 0,3 A Nol
Daya 6,6 W Nol

berdasar data tersebut maka dapat dketahui parameter Rc ( rugi tembaga ) , Xm,dan mpedensi exiter
IO E1
berdasar formula 2.13 dimana RC   dimana Zo adalah impedansi exiter I O  
ZO ZO
dimana Zo = Rc + J Xm.

Sedangkan Rugi tembaga (RC) dapat dihitung dengan

Hasil pengukuran tegangan termiinal priimer E


Rugi Tembaga RC   = RC   1
ZO ZO

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 25


Vin 223 V
Zo    743,33
Io 0,3 A
Vin
Berikutnya dengan dasar formula sebagai berikut yaitu Rc  untuk menghitung besar rugi arus
Ic
pemagnetan (IC) adaah

Hasil pegukuran daya input ( PO ) 0,3


IC    0,00135 A
Im edansi bebn nol ( Z O ) 223

223
Maka Rc   165,18 
0,00135

Untuk menghitung parameter yang lain untuk memenuhi besaran besaran yang ada pada rangkaian
ekuivalen transformator hasil rancangan adalah dengan menentukan Tahanan, reaktansi dan
Impedansi ekuivalen, engn metode sbagai berikut

Z2 = R2 + X2

X  Z 2  R 2  743,332 165,18 2  50,625

3.4 Analisa hasil pengujian hubung singkat

Tujuan utama dalam pengujian hubung singkat adalah menentukan Rugi Tegangan, nilai
tahanan dan nilai reaktansi transformator uji. Proses pengujian dilakukan pada koneksi satu fasa dan
data yang diperoleh adalah

Input Output
V Cos  I V I
3 0,24 0,3 0 1,5
8 0,94 0,5 0 5,2
11 0,94 0,7 0 7,8
16 0,95 1,7 0 11,2
70 0,95 1,7 0 16,7

3.5 Nilai parameter Rangkaian ekuivalen Transformator

Dengan menggunakan formula Req = R1 + a2 R2 dimana a pada saat pengujian ini adalah 1,
maka Req = R1 + R2 atau R1 = ½ Req dan R2 = ½ Req Dan Zeq = Req + Xeq

Sama halnya dengan Req, Zeq = X1 + a2 X2

Teganganhasil pengukuran (V1 )


Z EX 
I 1 Hasil pengukuran

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 26


Sehingga hasilnya adalah sebagai berikut :

Vin Iin Zeq


3 0,3 10
8 0,5 16
11 0,7 15,71
16 0,95 16,8
20 0,95 21,03

Pin Pin
Jika X  REq _ X Eq dan REq  2
Dan Re q  2 maka diperoleh nilai nilai sebagai
I1 I1
berikut

Phs Iin Req R1 R2


0,666 0,3 7,4 3,7 3,7
3,85 0,5 15,4 7,7 7,7
7,238 0,7 14,7 7,35 7,35
25,84 1,7 8,9 4,45 4,45
32,3 1,7 11,7 5,585 5,585

Daya nominal trafo adalah 1000Va/fasa

1000
Maka arus nominal I N   4,5 A
220

Pada bagian sekunder maka equivalen dengan pengujian hubung singkat pada 8 volt input yaitu 5,2
ampere.Sehingga dalam keadaan nominal R1 dan R2 trafo tersebut adalah 7,7 ohm

Maka nilai Xeq dapat ditentukan dengan

Xeq  Zeq  Re q

Dengan hasil perhitungan:

Jika Z Eq 10  .dan REq  7,4.maka, X Eq  10  7,4  6,74 

Zeq Req Xeq


10 7,4 6,73
16 15,4 4,3
15,71 14,7 5,54
16,8 8,9 14,25

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 27


21,05 11,17 17.84

3.6 Regulasi Tegangan

Regulasi tegangan dihasilkan dengan cara pemberian beban beban nol dan pemberian beban
penuh.Sedangkan pengukuran dilakkan pada sisi sekunder.data yang dihasilkan adalah sebagai
berikut:

Transformador Pada Beban Nol Transformador Pada Beban Penuh


V2 : 3 volt V2 : 219 Volt
I2 : 0 Ampere I2 : 5 Ampere

Maka Regulasi tegangan adalah

V1/ a  V 2 223 / 1  219


%V  X 100% %V  X 100%
V2 219

=1,8 %

3.7 Analisa Data dan analisa pengujian

Berdasarkan hasil pengujian pengamatan dan analisa pada dasarnya transformator adalah alat
transfer seluruh energi dari primer terhadap sekunder namun dalam realita(hasil rancangan) terbukti
tidak semua energi primer ditransformasikan ke sekunder artinya masih ada energi yang terbuang atau
tersimpan pada transformator

- Energi yang tersimpan dalam transformator ini direferensikan sebagai induksi cangkang
dalam bentuk non magnetik diantara kumparan-kumparan dan dalam teori (equivalent
circuit)adalah seri dengan kumparan (konstanta R ekuivalen) dan sebanding dengan arus yang
mengalir pada sekunder(beban)
-
Energi yang tidak disalurkan kesekunder(tersimpan) yang lain adalah dalam bentuk mutual
induksi yang direverensikan dalam equivalent circuit (X equivalen) adalah pararel dengan
gulungan

Konstatanta (R equivalen dan X equivalen) trafo tersebut adalah suatu representasi dari trafo
sebenarnya (bukan ideal),

Hasil rancang bangun menunjukan bahwa auto trafo ini memililiki regualasi tegangan 1,8% dan
menurut standar PUIL bahwa tegangan rendah drop tegangan yang diijinkan adalah kurang dari 5 %,
Jadi hasil rancang bangun dapat dipakai alat pratikum pada laboratorium atau juga dapat digunakan
untuk kepentingan lain misalnya pengasutan motor tiga fasa kapasitas 3 Hp.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 28


4 KESIMPULAN

Setelah dilakukan pengujian dan analisa pada hasil rancang bangun autotrafo dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:

1. Ketahanan panas bahan isolasi adalah kelas F atau suhu maksimum 130 ° Celsius sehingga
auto trafo ini dapat digunkan untuk suhu ambien normal dan beban penuh
2. Kekuatan Penampang kawat (kumparan) dibawah 7 ampere, ini menandaan bahwa auto
transformtor ini mampu di gunakan untuk beban 80% X 7 Amper
3. Kemampuan daya maksimal Autotrafo adalah 1000Va/fasa dan 3000Va dalam keadan tiga
fasa
4. Regulasi tegangan atau tegangan yang terbuang kurang lebih 1,8%, regulasi tegangan sebesar
ini dapat melayani beban beban yang beban toleransi tegangan 10 %
5 REFERENSI
[1]. B.L. Teraja, a text-book of technology in s.i System of unit, publication division of NIRJA
CONSTRUCTRION & DEVELOPMENT CO.(P) ltd, new delhi 1994.
[2]. Stephen j.c ELECTRIC MACHINERY FUNDAMENTALS, McGraw-Hill Book Company 1985.
[3]. Mochtar wijaya, ST, DASAR – DASAR MESIN LISTRIK, penerbit djambatan 2001.
[4]. A. E. Fitzgerald, alih bahasa oleh Joko Achyanto, MSC. EE, MESIN-MESIN LISTRIK, edisi empat
erlangga, 1997.
[5]. Zuhal, prof, DASAR TEKNIK TENAGA LISTRIK DN ELEKTRONIKA DAYA, penerbit PT
Gramedia Jakarta, 1992.
[6]. Singh Barbir, Elektrical Machine Design, Vakas Publising House PVT, Bombay.

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP DENGAN PERIPHERAL SLITS UNTUK


APLIKASI TV DIGITAL

Syah Alam1, I Nyoman yogi w2

12
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta,
syah.alam@uta45jakarta.ac.id, nyoman.yogi@uta45jakarta.ac.id

Abstrak

Dalam paper ini dibahas tentang antena mikrostrip yang dirancang untuk aplikasi TV Digital (DVB T2) pada
frekuensi kerja 586 MHz dengan menggunakan metode peripheral slits. Metode peripheral slits digunakan
untuk membuat ukuran antena menjadi lebih kecil dan compact sehingga dapat digunakan untuk aplikasi TV
Digital DVB T2 untuk kondisi dalam gedung (indoor). Antena yang di desain memiliki bentuk patch segiempat
yang diberi beban beberapa slit untuk dapat membuat antena menjadi kecil. Bahan substrat yang digunakan pada
perancangan antena ini adalah FR 4 Epoxy yang memiliki nilai konstanta dielektrik (єr) = 4,3 dengan ketebalan
bahan (h) 1,53 mm. Dari hasil simulasi dengan bantuan perangkat lunak diperoleh nilai return loss -18,56 dB
dengan nilai VSWR 1,269.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 29


Kata Kunci: Microstrip, antena, return loss, VSWR, return loss, peripheral slits, patch

Abstract

In this paper discussed about microstrip antenna designed for application Digital TV ( DVB T2 ) at the working
frequency of 586 MHz using peripheral slits . Methods used to make the peripheral slits become smaller
antenna size and compact so it can be used for DVB T2 Digital TV applications for the conditions in the
building (indoor ) . The antenna design has the shape of a rectangular patch which is loaded multiple slit to be
able to make the antenna to be small . Substrate materials used in the design of this antenna is Epoxy FR 4
which has a dielectric constant values ( єr ) = 4.3 with a material thickness ( h ) of 1.53 mm . From the
simulation results obtained with the help of software -18.56 dB return loss VSWR value 1.269 .

Keyword : WiMAX, Triangular, Microstrip, Antena, Return Loss, VSWR

1 PENDAHULUAN
Penyiaran televisi digital merupakan suatu teknologi yang tidak dapat dihindari oleh negara-
negara manapun di dunia. Perkembangan teknologi penyiaran televisi digital menjadi suatu tuntutan
global dimana setiap negara telah dan sedang dalam proses menuju peralihan dari sistem penyiaran
analog ke digital. Keuntungan implementasi penyiaran televisi digital antara lain penerimaan gambar
dan suara yang lebih tajam dan lebih baik, pemakaian frekuensi radio yang lebih efisien [1].
Menghentikan siaran analog akan menghemat penggunaan spektrum frekuensi radio.
Standar penyiaran televisi digital juga telah mengalami perkembangan dari Digital Video
Broadcasting – Terestrial (DVB-T) menjadi Digital Video Broadcasting – Terestrial second
generation (DVB-T2). Pemerintah melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.
05/PER/M.KOMINFO/2/2012 tentang Standar Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan
Tetap Tidak Berbayar (free-to-air), menetapkan standar DVB-T2 sebagai standar penyiaran televisi
digital terestrial free-to-air di Indonesia [2]. Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
nomor 23/PER/M.KOMINFO/11/2011 menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika
tentang rencana induk (masterplan) frekuensi radio untuk keperluan televisi siaran digital terestrial
pada pita frekuensi radio 478 – 694 MHz [3].
Kebutuhan teknologi ini memerlukan suatu perangkat yang dapat bekerja menjalankan fungsi
sistem televisi digital tersebut. Salah satu perangkatnya adalah antena yang merupakan elemen
penting yang ada pada setiap sistem televisi . Fungsi antena adalah sebagai komponen yang dirancang
untuk bisa memancarkan dan menerima gelombang elektromagnetika. Pemilihan antena yang tepat,
dan perancangan yang baik akan menjamin kinerja (peformansi) sistem tesebut. Setiap aplikasi
menuntut suatu karakteristik dari antena yang dipakainya, yang harus didapatkan pada proses
perencanaan perancangan antena [4].
Pada umumnya antena televisi menggunakan antena tipe yagi yang sudah banyak diketahui
oleh masyarakat. Antena yagi ini mempunyai dimensi dan ukuran yang cukup tebal dan besar, kurang
lebih sekitar 1 meter, sehingga biasanya antena ini digunakan sebagai antena outdoor (luar ruangan).
Selain itu terdapat juga penelitian [5] yang memanfaatkan antena sebagai penerima televisi digital
yaitu antena kubikal yang termasuk dalam jenis antena kawat untuk penerima televisi digital yaitu
dengan panjang sekitar 85 cm.
Dapat dilihat bahwa karakteristik dimensi antena yagi dan kubikal yang digunakan untuk
penerima televisi digital masih cenderung besar dan kurang optimal sehingga dibutuhkan suatu antena
yang mempunyai dimensi yang kompak. Salah satu antena yang mempunyai dimensi optimal dan
kompak adalah antena mikrostrip. Antena mikrostrip merupakan antena yang tersusun atas bagian
lapisan tipis konduktor berbahan metal dan logam di atas sebuah substrat yang dapat merambatkan
gelombang elektromagnetik dan pada salah satu sisi lain dilapisi konduktor sebagai bidang

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 30


pentanahan. Antena mikrostrip mempunyai bentuk yang sederhana, efisien, ekonomis dan mudah
pembuatannya. Keunggulan antena mikrostrip tersebut yang melatar belakangi perancangan antena
mikrostrip sebagai penangkap siaran televisi digital. Namun demikian antena mikrostrip mempunyai
kelemahan yang sangat mendasar, yaitu: bandwidth yang sempit, keterbatasan gain dan daya yang
rendah [6]. Dan semakin kecil frekuensi maka semakin besar dimensi antena mikrostrip tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perancangan dan merealisasikan antena mikrostrip
untuk aplikasi antena penerima televisi digital yang bekerja pada frekuensi 586 MHz dengan
menggunakan teknik peripheral slits yang dicatu dengan saluran mikrostrip.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah 1). menghasilkan suatu disain baru pada antena
mikrostrip dengan dimensi yang lebih kompak, sehingga dapat digunakan sebagai antena penerima
televisi digital, 2). menghasilkan disain antena dengan material yang mudah dan murah, 3). dapat
menghasilkan prototip antena dengan performansi yang baik.

2 DESAIN ANTENA

2.1 Diagram Alir Penelitian


Proses perancangan antena dilakukan melalui beberapa tahapan mulai dari menentukan
frekuensi kerja yang diinginkan. Kemudian menentukan substrat yang akan digunakan. Setelah
beberapa hal diatas telah dilakukan maka perancangan antena sudah dapat dilakukan, yaitu
menentukan dan menghitung dimensi patch, menghitung dimensi pencatu, melakukan simulasi antena
yang telah dirancang.
Pada penelitian ini diperoleh prototipe antena penerima televisi digital dengan teknik
peripheral slits yang dicatu dengan saluran mikrostrip. Adapun indikator parameter antena mikrostrip
yang akan dicapai adalah antara lain meliputi parameter return loss, VSWR dan lebar pita,
polaradiasi. Parameter return loss yang diharapkan adalah ≤ - 10 dB , VSWR < 2 dan polaradiasi
omnidirectional dengan hanya menggunakan satu lapis substrat. Pada gambar 1 dibawah ini
menunjukkan diagram alir perancangan antena. Pada peneletian sebelumnya teknik peripheral slits
berhasil mereduksi ukuran patch antena dengan nilai yang signifikan [7].

START

Menentukan Frekuensi Kerja


Antenna

Menentukan Substrat yang


Digunakan

Menghitung Dimensi Antena


Mikrostrip pada frekuensi
kerja TV Digital

Menentukan Dimesi Saluran


Pencatu 50 Ohm

Simulasi dengan Software


yang tersedia

Iterasi Panjang dan Posisi Pencatu


Iterasi Patch Antena

Return Loss ≤ -10 dB


VSWR ≤ 2

Membentuk Antena
Peripheral Slits

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTROSimulasi


Vol.2dengan
No.1Software 31
Yang Tersedia

Iterasi Panjang dan Posisi Pencatu


Iterasi Patch Antena

Return Loss ≤ -10 dB


VSWR ≤ 2
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

2.2 Perancangan Antena


Setiap substrat memiliki spesifikasi yang berbeda-beda. Pada penelitian ini substrat yang akan
digunakan adalah FR4 (epoxy) dengan merk NH. Jenis substrat ini digunakan karena memiliki
ketebalan yang cukup kecil, bahan substrat yang mudah didapatkan dan memiliki nilai ekonomis bila
dibandingkan dengan substrat Taconic TLY-5 tetapi memiliki kerugian tetapi memiliki kerugian yaitu
memiliki konstanta dielektrik yang cukup besar sehingga dapat berpengaruh pada penurunan kinerja
antena. Substrat FR4 (epoxy) memiliki spesifikasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Spesifikasi Substrat yang digunakan

Jenis Substrat FR4 (epoxy)

Konstanta Dielektrik Relatif (  r ) 4,3

Konstanta Permeabilitas Relatif (  r ) 1

Dielectric Loss Tangent ( tan  ) 0,0265


Ketebalan Substrat (h) 1,6 mm

Konduktifitas Bahan 5,8 x 107 S/m

2.2.1 Perancangan Impedansi dan Dimensi Pencatu


Saluran pencatu yang digunakan pada antena ini adalah mikrostrip line dengan nilai
impedansi sebesar 50 Ohm menggunakan teknik pencatuan tidak langsung. Dimensi saluran catu
dapat dihitung dan di simulasikan dengan menggunakan perangkat lunak PCAAD.

2.2.2 Saluran Pencatu 50 Ω


Pencatu 50 Ω digunakan sebagai pencatu utama dari antena rancangan yang akan terhubung
dengan konektor SMA female. Lebar pencatu 50 Ohm dapat dicari dengan persamaan 1 dan
persamaan 2.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 32


…………………………………………………………………………… (1)

60 2
= 100 4.3
= 5,7

………………….. (2)

= 2 x 0,0016{5,71 – 1 – ln (2 x 5,71 – 1) + 4,3 – 1 [ln (5,71 – 1) + 0,39 – 0,61] }


Π 2 x 4,3 4,3
= 0,331 cm

Dengan menggunakan program PCAAD, akan didapatkan lebar pencatu seperti pada Gambar
2 dibawah ini :

Gambar 2. Tampilan Hasil Program PCAAD untuk mencari lebar pencatu 50 Ω

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 33


Dengan memasukkan parameter-parameter seperti impedansi, tebal, substrat dan dielectric
constant, didapatkan lebar pencatu sebesar 0,311 cm atau 3,11 mm. Namun untuk menyesuaikan
dengan ukuran grid yang dipakai pada Microwave AWR 2004 maka lebar ini dibulatkan menjadi 0,31
cm atau 3,1 mm.

2.2.3 Penentuan Dimensi Awal Antena


Setelah mendapatkan spesifikasi mengenai substrat yang diinginkan, kemudian dilakukan
perancangan patch peradiasi antena mikrostrip. Antena ini dirancang pada frekuensi kerja 586 MHz
(478 - 694 MHz). Langkah awal perancangan patch antena dilakukan dengan menentukan dimensi
dari patch tersebut. Perhitungan panjang patch persegi panjang dapat dihitung berdasarkan rumus 3
dibawah ini :

....................................................................................................... (3)

W = 12,34 cm = 123,4 mm
Sedangkan konstanta dielektrik efektif dan panjang efektif antena mikrostrip dapat dihitung
berdasarkan rumus 4 dan rumus 5 sebagai berikut

............................................................................ (4)

.................................................................................................... (5)

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 34


L eff = 157,2 mm

Berdasarkan hasil perhitungan dan dilakukan desain awal menggunakan perangkat lunak
AWR Microwave Office 2004 maka didapatkan ukuran patch berbentuk segi empat ini dapat dilihat
pada Gambar 3.

Gambar 3. Desain awal antena segiempat untuk frekuensi 586 MHz


Dari rancangan antenna dengan stub dilakukan simulasi untuk memperoleh nilai return loss
dan VSWR menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office. Adapun hasil simulasi dapat
dilihat dari gambar 5 dan 6 dibawah ini.

2.2.4 Perancangan Antena Segiempat dengan stub


Antena yang dirancang dengan ukuran berdasarkan perhitungan belum memiliki kondisi
kesesuaian yang tepat. Untuk mendapatkan keadaan yang sesuai dengan nilai return loss ≥ -10 dB dan
VSWR ≥ 2 maka dilakukan iterasi pada pencatu, salah satunya dengan menambahkan stub pada
pencatu. Penambahan sebuah stub matching memiliki pengaruh terhadap kesesuaian impedansi antara
saluran transmisi dengan beban. Kondisi mismatch dipengaruhi oleh posisi stub dari patch dan
panjang stub itu sendiri. Desain dan gambar patch yang telah diiterasi menggunakan stub dapat dilihat
pada Gambar 4.

Gambar 4. Bentuk dari antena segiempat dengan stub

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 35


2.2.5 Perancangan Antena Segiempat dengan peripheral slits
Tahap selanjutnya adalah dengan membuat peripheral slits pada patch antena yang bertujuan
untuk mengurangi atau memperkecil dimensi antena. Untuk dapat menghasilkan frekuensi kerja yang
mendekati tepat maka dilakukan iterasi beberapa kali dengan mengubah ukuran slits. Luas enclosure
terbaik adalah (120 x 90) mm dengan panjang pencatu adalah 31,5 mm. Rancangan akhir patch antena
persegi panjang menggunakan teknik peripheral slits dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Desain Antena dengan peripheral slits


3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Simulasi Rancangan Awal Antena


Setelah patch pertama selesai didesain maka dilakukan proses simulasi untuk mendapatkan
parameter VSWR dan return loss dari patch berdasarkan perhitungan. Parameter return loss dan
VSWR dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Hasil simulasi return loss rancangan awal antenna

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 36


Gambar 7. Hasil simulasi VSWR rancangan awal antenna
Hasil simulasi diatas menunjukkan parameter VSWR dan return loss dari patch berdasarkan
perhitungan. Dari Gambar 6 dan 7 terlihat bahwa patch berdasarkan perhitungan ini belum dalam
keadaan matching dengan nilai VSWR 2,215 dan return loss -8,437 dB pada frekuensi kerja yang
telah ditentukan yaitu 586 MHz. Untuk membuat patch ini menjadi bekerja di frekuensi yang
diinginkan maka perlu dilakukan penyesuaian pada patch yang sesuai dengan perhitungan ini yaitu
dengan mengubah ukuran patch, mengubah ukuran enclosure, menggeser letak pencatu dan
memberikan elemen tambahan pada saluran pencatu. Dengan melakukan penyesuaian tersebut
diharapkan mendapatkan frekuensi kerja yang tepat yaitu pada frekuensi 586 MHz.

3.2 Simulasi Antena dengan Stub


Dari rancangan antenna dengan stub dilakukan simulasi untuk memperoleh nilai return loss dan
VSWR menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office. Adapun hasil simulasi dapat dilihat
dari gambar 8 dan 9 dibawah ini.

Gambar 8. Hasil Simulasi Return Loss Antena dengan Stub

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 37


Gambar 9. Hasil Simulasi VSWR Antena dengan Stub
Hasil simulasi diatas merupakan hasil simulasi dengan melakukan penambahan stub pada
saluran pencatu. Pada Gambar 8 dan Gambar 9 terlihat bahwa antena persegi panjang dengan
menggunakan stub memiliki keadaan yang sesuai dengan nilai return loss sebesar -13,65 dB dan nilai
VSWR 1,542 pada frekuensi kerja 586 MHz. Tetapi dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa antena masih
memiliki dimensi yang cukup besar dengan ukuran enclosure sebesar ( 170 x 170 ) mm dan ukuran
patch sebesar (157 x 122 ) mm. Oleh karena itu, untuk mendapatkan dimensi antena yang lebih
optimal maka pada tahap selanjutnya dilakukan perancangan antena menggunakan teknik peripheral
slits yaitu dengan membuat beberapa belahan (slits) pada sisi-sisi patch antena.

3.3 Simulasi Antena dengan peripheral slits


Dari beberapa iterasi yang telah dilakukan maka dihasilkan seperti pada Gambar 3.10. Dan
diharapkan antena dapat bekerja sesuai dengan frekuensi dan memiliki parameter return loss ≤10 dB
dan VSWR ≤ 2. Iterasi dilakukan dengan mengubah lebar dan panjang slits yang dibuat. Pada Tabel 2
adalah hasil terbaik dari iterasi yang telah dilakukan dengan lebar celah masing-masing slits yang
berbeda.
Tabel 2. Iterasi Lebar Celah Slits
Lebar Panjang Slits
Celah
Slits a b c d e f
4 mm 25,5 20 mm 22,5 20 mm 24 mm 26,5
mm mm mm
5 mm 25,5 20 mm 22,5 20 mm 24 mm 26,5
mm mm mm
6 mm 25,5 20 mm 22,5 20 mm 24 mm 26,5
mm mm mm

Dari iterasi yang dilakukan di simulasi dapat dilihat parameter Return Loss dan VSWR pada
Gambar 10 dan 11.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 38


Gambar 10. Hasil Simulasi return loss Antena dengan iterasi slits

Gambar 11. Hasil Simulasi VSWR Antena dengan iterasi slits


Hasil simulasi diatas menunjukkan parameter VSWR dan return loss dari beberapa iterasi
patch persegi panjang yang sudah ditambahkan peripheral slits. Dari Gambar 10 dan Gambar 11
terlihat bahwa patch persegi panjang dengan peripheral slits yang sudah dalam keadaan matching
dengan nilai VSWR 1,269 dan return loss -18,56 dB adalah dengan lebar slits 5 mm.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 39


3.4 Analisa Hasil Simulasi
Dari hasil simulasi return loss dan VSWR pada iterasi slit antena dapat dianalisa bahwa
ukuran slit antena sangat menentukan nilai kedua parameter tersebut. Adapun tabel hasil simulasi
pada iterasi antena sebagai berikut
Tabel 3. Hasil Simulasi Iterasi Lebar Celah Slits
Lebar Celah Nilai Return Loss Nilai VSWR
Slits
4 mm -12,32 dB 1,868

5 mm -18,56 dB 1,269

6 mm -10,44 dB 1,892

Nilai yang tertera pada tabel 3 diatas menunjukkan bahwa lebar slit 5 mm menghasilkan nilai
return loss dan VSWR yang lebih baik disbanding dengan lebar slit 4 mm dan 6 mm. Untuk itu maka
antena yang dirancang menggunakan lebar celah slit 5 mm dengan nilai return loss -18,56 dB dan
VSWR 1,269.
Selain hasil simulasi diatas, ukuran enclosure dan patch antena mengalami perubahan yang
sangat siginifikan dari perancangan awal maupun perancangan dengan menggunkan stub. Hal ini
dapat dilihat dari tabel 4 berikut.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 40


Tabel 4. Ukuran Enclosure dan Patch Antena
Jenis Desain Ukuran Enclosure (mm) Ukuran Patch (mm)
Desain Antena Awal 170 x 170 157 x 123

Desain Antena Dengan Stub 170 x 170 157 x 122


Desain Antena dengan Peripheral 120 x 90 81,75 mm
Slits

Dimensi antena dengan teknik peripheral slits ini tereduksi hingga 62,6% sehingga
mendapatkan dimensi akhir yang optimal yaitu dengan ukuran enclosure sebesar ( 120 x 90 ) mm dan
ukuran patch antena sebesar ( 81 x 75 ) mm
4 KESIMPULAN
Dari hasil dan analisa pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa antena yang dirancang dapat bekerja dengan baik pada
frekuensi kerja TV Digital (586 MHz) dilihat dari nilai return loss -18,56 dB dan VSWR
1,269 dengan menggunakan celah slit 5 mm
2. Teknik peripheral slits berhasil diterapkan untuk memperkecil ukuran enclosure dan patch
pada antena mikrostrip. Hal ini dapat dilihat bahwa Dimensi antena dengan teknik peripheral
slits ini tereduksi hingga 62,6% sehingga mendapatkan dimensi akhir yang optimal yaitu
dengan ukuran enclosure sebesar ( 120 x 90 ) mm dan ukuran patch antena sebesar ( 81 x 75 )
mm

5 REFERENSI

[1] Seminar Kementrian Komunikasi Dan Informatika Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos
Dan Informatika. “Indonesia Goes Digital Komunikasi Informasi”, Jakarta: Kominfo,hlm. 1-15,
2012.
[2] Peraturan Menkominfo No. 23/PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Standar Penyiaran Televisi
Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free-To-Air). hlm. 1-3.
[3] Peraturan Menkominfo No. 23/PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Rencana Induk (Masterplan)
Frekuensi Radio Untuk Keperluan Televisi Siaran Digital Terestrial Pada Pita Frekuensi Radio
478 – 694 MHz. hlm. 1-10.
[4] Mudrik Alaydrus. “Antena Prinsip & Aplikasi”. Graha ilmu, Yogyakarta, 2011.
[5] Henry Candra, “Desain Antena Kubikal 600 MHz Sebagai Antena Penerima Siaran Televisi
Indoor/Outdoor”. Penelitian Kemitraan YPPTI. Universitas Trisakti. Jakarta, 2013
[6] Indra Surjati. “Antena Mikrostrip: Konsep dan Aplikasinya”. Universitas Trisakti, 2010.
[7] Indra Surjati et al, “Antena Peripheral Slits Berbentuk Cincin Persegi Dengan Pencatuan
Electromagnetic Coupled”, Seminar Nasional Microwave, Antena dan Propagasi (SMAP) 2013,
Departeman Teknik Elektro FT Universitas Indonesia, Oktober 2013

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 41


SISTEM KONTROL AUTOMATIC TRANSFER SWITCH BERBASIS
ARDUINO UNO

Badaruddin1, Ferdiansyah Yulianto2

12
Universitas Mercu Buana, Jakarta
bsulle@gmail.com, verdy182@gmail.com

Abstrak

Automatic Transfer Switch (ATS) adalah suatu piranti listrik yang berfungsi untuk mengatur proses pemindahan
sumber listrik dari sumber listrik yang satu (utama) ke sumber listrik yang lain (cadangan) secara bergantian
yang sesuai dengan perintah program. Dengan menggunakan piranti ini, maka tidak diperlukan lagi
menggunakan saklar Change Over Switch (COS) yang dilakukan secara manual dalam proses pengalihan antara
sumber listrik utama ke sumber listrik cadangan. Dalam proyek akhir ini dibuat suatu desain sistem ATS yang
dapat melakukan proses pengalihan perpindahan dua sumber listrik yang aman dan efektif secara sekuensial
sesuai dengan proses kerja yang akan dikendalikan oleh controller. Pada sistem ini menggunakan
mikrokontroler Arduino uno sebagai perangkat utama kendali sistem. Arduino uno memperoleh informasi dari
hasil pembacaan sensor tegangan yang terhubung dengan sumber PLN dan menampilkan data di LCD. Stelah
dilakukannya proses pengujian, sistem kontrol dan pengaman terhadap gangguan tegangan khususnya yang
dibuat pada penelitian ini. Ketika terjadinya gangguan tegangan kurang atau lebih, sesuai dengan batas yang
telah ditentukan maka PLN secara otomatis akan interlock dengan Genset.

Kata Kunci: ATS, Sensor Tegangan , Arduino, Uno, LCD

Abstract

Automatic Transfer Switch (ATS) is an electrical device that serves to regulate the process of transfer of power
source from a power source of the (main) power source to another (backup) alternately in accordance with the
command program. By using this tool, it is no longer necessary to use a switch Change Over Switch (COS) is
done manually in the process between the main power source to the backup power source.
In this final project created an ATS system design that can make the process of transfer of the two power
sources are safe and effective sequentially according to the work processes will be controlled by the controller.
In this system uses an Arduino Uno microcontroller as the main device control system. Arduino uno obtain
information from the sensor readings voltage source connected to the PLN and display data on the LCD.
Following the testing process, control and safety systems against voltage disturbances especially those made in
this study. When the breakdown voltage or less, in accordance with a predetermined threshold then PLN will
automaticallyinterlockwithGenset.

Keyword : ATS, Voltage sensors, Arduino, Uno, LCD.

1 PENDAHULUAN
Seiring dengan laju perkembangan zaman dan teknologi, Sistem pengontrolan merupakan
bagian terpenting dalam dunia industri dan kondominium (gedung bertingkat) saat ini, maka bagi
manusia sekarang ini suatu pengontrolan yang bersifat otomasi merupakan sarana penunjang yang

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 42


layak menjadi keharusan. Salah satunya masalah yang menyangkut listrik, karena listrik merupakan
salah satu unsur yang menjadi penopang kemajuan peradaban suatu bangsa.
Sebagai catu daya utama PLN sangat berpengaruh terhadap penyediaan energi listrik bagi
layanan publik baik itu daya besar maupun daya kecil. Hal ini menuntut PLN agar suplai listrik
dilakukan kontinyu tanpa mengalami pemadaman listrik. Akan tetapi suplai daya utama yang berasal
dari PLN tidak selamanya kontinyu dalam penyalurannya. Suatu saat pasti terjadi pemadaman total
yang disebabkan oleh gangguan pada sistem pembangkit, atau gangguan pada sistem transmisi dan
sistem distribusi. Sedangkan suplai energi listrik sangat diperlukan pada pusat perdagangan,
perhotelan, perbankan, rumah sakit maupun industri dalam menjalankan produksinya. Sehingga jika
PLN padam, maka suplai energi listrik pun berhenti dan akibatnya seluruh aktifitas produksi pun
berhenti. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan sistem control yang dapat bekerja secara otomatis
untuk menjalankan generator set (genset) saat terjadi pemadaman dari PLN.
Pada prosesnya otomatisasi mampu dilakukan apabila didukung kemajuan dibidang lainnya,
dimana kemajuan teknologi mampu menciptakan berbagai peralatan elektronik, yang merupakan alat
bantu dari pengontrolan tersebut. Automatic Transfer Switch merupakan alat yang berfungsi untuk
memindahkan koneksi antara sumber tegangan listrik satu dengan sumber tegangan listrik lainnya
secara automatis. Berdasarkan uraian di atas maka dalam Penelitian ini akan dirancang “Sistem
Kontrol Automatic Transfer Switch Berbasis Arduino”.
2 LANDASAN TEORI

2.1 Peralatan Pengaman


Tujuan tindakan pengamanan pada instalasi listrik adalah untuk melindungi manusia atau
peralatan yang tersambung dengan instalasi itu jika terjadi arus gangguan akibat dari keadaan yang
tidak normal. Untuk itu perlu dipakai pengaman seperti sekering, dll.

2.1.1 Fuse
Pelebur atau fuse adalah suatu komponen yang digunakan untuk pengaman rangkaian kontrol
dan rangkaian instrumen. Pelebur terdiri dari sehelai serabut tembaga atau perak dan pasir silika yang
berfungsi sebagai peredam busur api ketika serabut tembaga putus akibat ada gangguan hubung
singkat. Pelebur selalu dipasang pada tiap rangkaian kontrol dan rangkaian instrumen. Ini bertujuan
untuk menjaga agar komponen pada setiap rangkaian aman dari kerusakan akibat hubung singkat

Gambar 1 Pelebur atau Fuse

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 43


2.1.2 Sensor Tegangan
Sensor tegangan berupa sebuah fuse, 2 buah resistor 100kΩ dan dioda bridge . Keluaran dari
sensor ini berupa tegangan berbentuk gelombang sinusoidal.
Fasa FU1 R1
BR1
1A 100k RV1 V out

C1

37%
1000uF

Netral FU2 R2 10k


B80C1000

1A 100k

Gambar 2 Skematik Sensor Tegangan

Kalibrasi tegangan dilakukan dengan menempatkan resistor variable 10k sehingga tegangan
yang dihasilkan dapat diatur, pada ujung rangkaian dipasang sebuah filter kapasitor untuk
menghasilkan tegangan DC murni yang kompatibel terhadap tegangan yang dibutuhkan oleh ADC.

2.2 Peralatan Kontrol

2.2.1 Relay
Relay adalah suatu alat yang digunakan dalam suatu rangkaian control untuk melengkapi
system pengontrolan yang otomatis. Relay berfungsi untuk memonitor besaran-besaran ukuran sesuai
dengan batas-batas yang dikehendaki. Relay bekerja pada tegangan dan arus yang kecil jadi berbeda
dengan kontaktor.

(a) (b)

Gambar 3 Relay kontrol, (a) relay+soket, (b) layout relay

2.2.2 Dioda
Dioda merupakan komponen elektronik yang terbuat dari bahan semikonduktor. Dioda terdiri
atas sambungan p (positif, sering disebut Anoda) dan n (negative, sering disebut Katoda). Di antara
sambungan tersebut terdapat lapisan kosong yang memisahkan antara sambungan p dan sambungan n.
Lapisan itulah yang sering disebut dengan lapisan deplesi. Lapisan deplesi bertujuan menjaga agar
tetap terjadi keseimbangan electron.

Gambar 4 Lambang Dioda

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 44


Dioda dapat bekerja bila mendapatkan tegangan lebih dari atau sama dengan 0,7V. Teganagan
ini sering disebut dengan tegangan knee, bisa dilihat pada Gambar 5 . Dioda dikatakan bekerja bila
diberi tegangan forward bias.

Gambar 5 Tegangan Knee pada Dioda

2.2.3 Arduino Uno


Uno Arduino adalah board berbasis mikrokontroler pada ATmega328. Board ini memiliki 14
digital input / output pin (dimana 6 pin dapat digunakan sebagai output PWM), 6 input analog, 16
MHz osilator kristal, koneksi USB, jack listrik tombol reset. Pin-pin ini berisi semua yang diperlukan
untuk mendukung mikrokontroler, hanya terhubung ke komputer dengan kabel USB atau sumber
tegangan bisa didapat dari adaptor AC-DC atau baterai untuk menggunakannya.

Gambar 6 Board Arduino Uno

2.2.4 LCD (Liquid Crystal Display)


Display LCD sebuah liquid crystal atau perangkat elektronik yang dapat digunakan untuk
menampilkan angka atau teks. Ada dua jenis utama layar LCD yang dapat menampilkan numerik
(digunakan dalam jam tangan, kalkulator dll) dan menampilkan teks alfanumerik (sering digunakan
pada mesin foto kopi dan telepon genggam).

Gambar 7 LCD 16x2 Character

2.2.5 Resistor
Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi jumlah arus
yang mengalir dalam satu rangkaian. Sesuai dengan namanya resistor bersifat resistif dan umumnya
terbuat dari bahan karbon. Dari hukum Ohms diketahui, resistansi berbanding terbalik dengan jumlah
arus yang mengalir melaluinya. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan
dengan simbol Ω (Omega).

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 45


2.2.6 Kapasitor
Kapasitor berfungsi sebagai filter noise untuk sinyal Alternating Current(AC) atau penyaring
frekuensi. Kapasitor disebut juga kondensator. Kondensator yaitu kemampuan alat untuk menyimpan
suatu muatan listrik.

2.2.7 Trimpot (Trimmer Potensio)


Resistor yang nilai resistansinya dapat diubah-ubah dengan cara memutar porosnya dengan
menggunakan obeng. Untuk mengetahui nilai hambatan dari suatu trimpot dapat dilihat dari angka
yang tercantum pada badan trimpot tersebut. Perubahan nilai resistansi tersebut juga dibagi menjadi 2,
yaitu linier dan logaritmatik.

2.2.8 Modul Relay


Relay modul switch yang di opersikan secara elektrik memungkinkan untuk mengaktifkan
atau me-non aktifkan rangkaian menggunakan tegangan dan atau arus yang lebih tinggi dari pada
yang di-handle mikrokontroller. Jadi tidak ada hubungannya antara rangkaian tegangan rendah yang
di operasikan mikrokonroler dengan rangkaian daya tinggi. Sedangkan relay melindungi rangkaian
satu dengan rangkaian lainnya.
Setiap Channel dalam modul memiliki tiga koneksi, yaitu NC (Normally Closed), COM
(Common) dan NO (Normally Open). Tergantung pada pemicu sinyal input. Tutup jumper dapat di
pindahkan pada high mode atau low mode.

2.3 Transformator
Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik
dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui suatu gandengan magnet
dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.

Gambar 8 Transformasi Energi

2.3.1 Prinsip Kerja Transformator


Prinsip kerja dari sebuah transformator adalah berdasarkan pada teori Michael Faraday, yang
dikenal dengan teori induksi magnet. Transformator memiliki dua gulungan kawat yang terpisah satu
sama lain dan dibelitkan pada inti yang sama. Ketika kumparan primer dihubungkan dengan sumber
tegangan bolak-balik, perubahan arus listrik pada kumparan primer menimbulkan medan magnet yang
berubah. Medan magnet yang berubah diperkuat oleh adanya inti besi dan dihantarkan inti besi ke
kumparan sekunder, sehingga pada ujung-ujung kumparan sekunder akan timbul ggl induksi. Efek ini
dinamakan induktansi timbal-balik (mutual inductance).

Gambar 9 Rangkaian Equivalen Transformator Ideal

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 46


2.3.2 Jenis Transformator
2.3.2.1 Transformator step-up

Gambar 10 Transformator Step-Up

Gambar 10 menunjukkan rangkaian ekuivalen transformator step-up. Transformator step-up


adalah transformator yang memiliki lilitan sekunder lebih banyak dari pada lilitan primer, sehingga
berfungsi sebagai penaik tegangan. Transformator ini biasa ditemui pada pembangkit tenaga listrik
sebagai penaik tegangan yang dihasilkan generator menjadi tegangan tinggi yang digunakan dalam
transmisi jarak jauh.
2.3.2.2 Transformator down-up

Gambar 11 Transformator Step-Down


Gambar 11 menunjukkan rangkaian ekuivalen transformator step-down. Transformator step-
down memiliki lilitan sekunder lebih sedikit daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai
penurun tegangan. Transformator jenis ini sangat mudah ditemui, terutama dalam adaptor AC-DC.
3 PERANCANGAN ALAT
Pada Gambar 12 diperlihatkan proses perancangan alat yang akan dibuat, dimana pada proses
pembuatan alat ini, memiliki beberapa tahapan dalam proses perancangannya.

Gambar 12 Blok Diagram Perancangan Alat

3.1 Perancangan Catu Daya


Catu daya yang digunakan adalah trafo step down yang berfungsi menurunkan tegangan 220
volt dari PLN menjadi 12 volt. Arus yang dihasilkan trafo masih berupa AC (bolak- balik) akan
diubah menjadi DC (searah) oleh rangkaian penyearah yang berupa satu buah dioda dan difilter oleh
kapasitor. LM7805 digunakan untuk menstabilkan tegangan agar menjadi 5 volt yang digunakan
untuk catu daya pada rangkaian ADC dan sensor. Untuk gambar rangkaian bisa lihat dibawah ini.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 47


TR1

1
D201 D202
U?

VI
7805
10A02 2200u 10A02
2
GND
D203 C201 D204

VO
10A02 10A02

3
TRAN-2P2S
1A
V-OUT DC +

Gambar 13 Rangkaian Skematik Catu Daya

3.2 Perancangan Sensor Tegangan


Sensor tegangan disini digunakan untuk mendeteksi hilangannya tegangan disalah satu fasa,
yang nantinya akan memberikan sinyal pada arduino untuk melakukan perintah mematikan PLN dan
melakukan transfer switch ke Genset. Tegangan AC yang melalui resistor 100kΩ disearahkan dengan
menggunakan dioda jembatan, tegangan keluaran dioda kemudian dibagi dengan menggunakan
rangkaian pembagi tegangan yang memiliki nilai hambatan kecil dan toleransi sebesar 1%, sehingga
nilai yang didapat memiliki eror yang kecil.
Fasa FU1 R1
BR1
1A 100k RV1 V out

C1

37%
1000uF

Netral FU2 R2 10k


B80C1000

1A 100k

Gambar 14 Rangkaian Skematik Sensor Tegangan

3.3 Perancangan LCD (Liquid Crystal Display)


Pada rangkaian LCD berfungsi untuk menampilkan data PLN ON, Genset ON, Drop tegangan
dan High tegangan. Pin LCD nomor 1,2,dan 3 adalah pin VSS/GND, VCC, dan VEE/VO. VEE
berfungsi untuk mengatur kecerahan tampilan karakter LCD. Untuk mengaturnya, digunakan
potensio 10k yang dapat diputar-putar untuk mendapatkan kecerahan tampilan yang diinginkan. Pin
LCD nomor 4(RS) adalah pin Register Selector yang berfungsi untuk memilih Register Kontrol atau
Register Data. Register Kontrol digunakan untuk mengkonfigurasi LCD. Register Data digunakan
untuk menulis data karakter ke memori display LCD. Pin nomor 5(R/W) digunakan untuk memilih
aliran data apakah READ ataukah WRITE. Karena kita tidak memerlukan fungsi untuk membaca data
dari LCD dan hanya perlu menulis data saja ke LCD, maka pin ini dihubungkan ke GND(WRITE).
Pin LCD nomor 6(ENABLE) digunakan unutk mengaktifkan LCD pada proses penulisan data ke
Register Kontrol dan Register Data LCD. Pin 7 – 14 adalah delapan jalur data/ data bus (D0 sampai
D7) dimana data dapat ditransfer ked an dari display. Pin 16 dihubungkan kedalam tegangan 5 volt
untuk memberi tegangan dan menghidupkan lampu latar/ back light LCD.
LCD1
LM016L
RV1(2)
13
12
11
10
9
8

7
6
5
4
3
2
1
0

ARD1 RV1
PB5/SCK

PD4/T0/XCK
AREF

PB0/ICP1/CLKO

PD7/AIN1
~ PD6/AIN0
~ PD5/T1

~ PD3/INT1
PD2/INT0
TX PD1/TXD
RX PD0/RXD
~PB3/MOSI/OC2A
~ PB2/SS/OC1B
~ PB1/OC1A
PB4/MISO

ARDUINO UNO R3
VDD
VSS

VEE

RW
RS

D0
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
E
50%

1
2
3

4
5
6

7
8
9
10
11
12
13
14

DIGITAL (~PWM)
1k

ATMEGA328P-PU
1121
PC4/ADC4/SDA
PC5/ADC5/SCL

ANALOG IN LCD1(VDD)
PC0/ADC0
PC1/ADC1
PC2/ADC2
PC3/ADC3
RESET

A0
A1
A2
A3
A4
A5

Gambar 15 Rangkaian Skematik LCD

3.4 Perancangan Rangkaian Arduino Dengan Sensor


Setelah merangkai rangkaian sensor tegangan, pada sub bab akan dibahas rangkaian yang
terhubung dengan Arduino. Pin input yang digunakan adalah A0 yang mana merupakan analog input.
Pin A0 ini terhubung dengan sensor tegangan. Pin input lainnya yang mana merupakan digital adalah

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 48


pin 10. Pin 10 terhubung dengan tombol. Adapun untuk pin outnya yaitu 2,3,4,5,6,7, 8,9,11. Pin
2,3,4,5,6,7 terhubung dengan LCD, pin 8 ,9 ini terhubung pada relay, pin 11 terhubung dengan
indicator LED. Untuk rangkaiannya dapat dilihat pada gambar 16.
R6
(1)
From Genset
10k LCD1
LM016L
RV2(2)

13
12
11
10
9
8

7
6
5
4
3
2
1
0
ARD1 RV2

PB5/SCK

PD4/T0/XCK
AREF

PB0/ICP1/CLKO

PD7/AIN1
~ PD6/AIN0
~ PD5/T1

~ PD3/INT1
PD2/INT0
TX PD1/TXD
RX PD0/RXD
~PB3/MOSI/OC2A
~ PB2/SS/OC1B
~ PB1/OC1A
PB4/MISO
R5 ARDUINO UNO R3

VDD
VSS

VEE

RW
RS

D0
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
220

E
50%

1
2
3

4
5
6

7
8
9
10
11
12
13
14
DIGITAL (~PWM)
1k
D3
LED-Gangguan
ATMEGA328P-PU
1121

RL2(NO1)

PC4/ADC4/SDA
PC5/ADC5/SCL
RL1(NO1) ANALOG IN

PC0/ADC0
PC1/ADC1
PC2/ADC2
PC3/ADC3
RESET

A0
A1
A2
A3
A4
A5
R7
10k
Fasa
RL3
G2R-2S-AC220
RL1 RL2
PLN GENSET Netral

R1
R3 R4 BR1
220 220 100k RV1
C1

24%
1000uF
+88.8
Volts

D2 R2 5k
D1 LED-GENSET B80C1000
LED-PLN 100k
Netral

Gambar 16 Rangkaian Skematik Automatic Transfer Switch

3.5 Perancangan Perangkat Lunak


Perancangan program dan software dibagi menjadi 2 bagian yaitu software untuk rangkaian
pengolah data sensor tegangan dan rangkain kontroler. Untuk memudahkan dalam pembuatan alur
program penulis membuat flowchart sebagai perencaan awal. Flowchart yang dibuat sesuai dari
keseluruhan perancangan program

3.5.1 Flowchart Perancangan Software

Gambar 17 Flowchart Perancangan Software

4 ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT

4.1 Pengujian Sensor Tegangan


Dalam pengujian sensor tegangan ini menggunakan resistor 100kΩ sebagai penurun tegangan.
Karateristik dari resistor 100kΩ adalah jika tegangan masukan menurun maka tegangan keluaran dari
resistor 100 kΩ juga akan menurun sesuai dengan perbandingan tersebut.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 49


FASA FU1 R1
BR1
1A 100k RV1
C1
+180 +9.63

20%
1000uF
AC Volts AC Volts +1.71
Volts

Netral FU2 R2 5k
B80C1000

1A 100k

Gambar 18 Pengujian Sensor Tegangan


Dalam pengujian sensor tegangan ini dilengkapi dengan volt meter. Tegangan yang terukur
pada listrik AC dengan tegangan keluaran pada resistor variabel. Pada tabel 1 dan 2 di bawah ini
merupakan hasil pengujian sensor tegangan. Pengujian ini dilakukan dengan cara pengukuran pada
tegangan keluaran resistor 100kΩ dan tegangan keluaran pembagi tegangan.

Tabel 1 Hasil Pengujian Sensor Tegangan

V in PLN V out (Pembagi Tegangan)


(Volt) Sensor Tegangan(Volt)
V ac V dc
R-N R-N
180 9.63

190 10.1

200 10.6

210 11.1

220 11.6

237 12.4

Tabel 2 Hasil Sensor Tegangan Pembagi Tegangan


V in PLN V out (Pembagi Tegangan)
(Volt) Sensor Tegangan(Volt)
V ac V dc
R-N R-N
9.63 2.49

10.1 2.77

10.6 2.92

11.1 3.06

11.6 3.22

12.4 3.49

Berdasarkan tabel pengujian diatas disimpulkan bahwa sensor Tegangan dapat berfungsi
dengan baik.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 50


4.2 Pengujian Gangguan Tegangan Hilang
Pada pengujian hilangnya tegangan PLN, tegangan pada relay PLN dihilangkan dan diukur
menggunakan voltmeter. Sehingga tegangan akan terbaca 0 pada voltmeter, kemudian led gangguan
tegangan akan hidup dan sistem ATS akan mengirimkan sinyal ke sistem AMF. Berikut adalah tabel
data dari pengujian gangguan tegangan hilang.

Tabel 3 Pengujian Gangguan Tegangan Hilang


Kondisi hilang Posisi Kondisi yang Respon
No tegangan dalam saklar akan terjadi sistem
pengujian (from pada LED
genset) gangguan
tegangan
1. PLN OFF OFF Hidup Genset mati

2. PLN OFF ON Mati Genset


hidup

Pada pengujian sistem hilang tegangan ini, sesuai dengan sistem kerja ATS yakni ketika
tegangan hilang pada PLN maka sistem pada ATS akan mematikan incoming dari PLN dan
memberikan sinyal kepada sistem AMF untuk memerintahkan Genset start. Setelah genset running,
sistem AMF akan memberikan sinyal kepada sistem ATS untuk menghidupkan sisi incoming Genset.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan proses perencanaan, pembuatan dan pengujian alat serta dari data yang
didapat dari perencanaan dan pembuatan sistem kontrol ATS yang ditampilkan pada LCD 16x2 ini,
maka dapat diambil kesimpulan.
1. Masukan data untuk ATS berupa nilai tegangan sumber listrik PLN yang dideteksi oleh
sensor tegangan.
2. Dari pengujian sistem pengaman gangguan tegangan kurang yang dilakukan dengan
memberikan tegangan kurang pada salah satu phasanya 180 volt maka didapatkan tegangan
kurang sehingga koil relay PLN padam. Sedangkan pada saat pengujian dengan tegangan
lebih pada salah satu phasanya 237 volt maka didapatkan tegangan lebih sehingga koil relay
PLN padam sedangkan padan phasa yang normal, VRN = 220 V, didapatkan koil relay PLN
tidak padam karena tidak mengurangi atau melebihkan dari setting poin yang ditentukan.
3. Dari pengujian sistem ATS, ketika terjadi hilang phasa pada sisi PLN maka dengan secara
otomatis Genset akan membackup beban, dan sebaliknya jika PLN kembali maka PLN akan
membackup beban dan Genset akan mati dengan sendirinya.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 51


5.2 Saran
Pembuatan alat masih terasa adanya beberapa kekurangan-kekurangan dalam hal perancangan
dan pembutan alat, sehingga tidak menuntut kemungkinan adanya pengembangan-pengembangan
yang dilakukan pada penelitian selanjutnya yang ingin merancang dan membuat sebuah alat ini,
berikut beberapa saran dari penulis yang dapat dijadikan pertimbangan diantaranya :
1. Alat ini hanya mendeteksi drop tegangan, high tegangan dan PLN padam. Sebaiknya
ditambahkan sensor arus untuk lebih aman.
2. Sebaiknya hasil pengukuran sensor tegangan ditampilkan di LCD 16x2 agar dapat
mengetahui berapa tegangan yang dihasilkan.
3. Untuk penelitian selanjutnya apabila ingin mengembangkan simulasi tentang perancangan
rangkaian ini lebih jauh dan lebih detil.

6 DAFTAR PUSTAKA
[1] Dinata, Yuwono Marta. 2015. Arduino Itu Mudah. PT Elex Media Komputindo, Jakarta
[2] From http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/528/jbptunikompp-gdl-andriyanan-26373-4-unikom_a-i.pdf
[3] Istiyanto, Jazi Eko. 2014 . Pengantar Elektronika dan Instrumentasi Pendekatan Project Arduino dan
Android. CV Andi Offset,Yogyakarta
[4] Bejo, A . 2008. C & AVR Rahasia Kemudahan Bahasa C dan Mikrokontroler ATMEGA8535. Graha
Ilmu,Yogyakarta.
[5] Prastio, Rizki Putra, 2013.Membaca Tegangan Analog dengan Arduino, From
http://rpprastio.wordpress.com/2013/02/09/membaca-tegangan-analog- dengan-arduino

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 52


STUDI PENGARUH PEMBEBANAN LEBIH

TERHADAP SUSUT UMUR TRANSFORMATOR

Nanda Fatriansyah1, Doni Witcaksono2


12
Universitas 17 Agustus 1945
nandafatriansyah@yahoo.co.id, Doni.witcaksono@yahoo.com

Abstrak

Transformator tenaga dapat dikatakan sebagai jantung dari transmisi dan distribusi. Dalam kondisi ini suatu
transformator diharapkan dapat beroperasi secara maksimal. Transformator Tenaga didesain dengan suhu sekitar
20o C tetapi beroperasi pada suhu lingkungan 32o C di Indonesia, maka transformator disesuaikan dengan pola
pembebanan dan suhu sekitar. Semakin tinggi suhu sekitar dan faktor pembebanan transformator, semakin besar
susut umur dari transformator tenaga. Susut umur transformator dipengaruhi oleh isolasi belitan dan minyak
transformator. Pemanasan pada belitan transformator dapat mengkibatkan isolasi menjadi rusak dan kenaikan
suhu minyak akan mengubah sifat serta komposisi minyak transformator. Tujuan dari skripsi untuk melihat
pengaruh pembebanan lebih dan pengaruh suhu lingkungan terhadap susut umur tranformator akan dibahas pada
tugas akhir ini, dengan mengacu pada pada standar SPLN 17A 1979 atau IEC 354 tahun 1972. Sistem pendingin
transformator OFAF (Oil Forced Air Forced) lebih efektif dari sistem pendingin ONAN (Oil Natural Air
Natural) hal ini dibuktikan dengan susut umur transformator pada bulan Mei 2014 sebesar 96,80291% untuk
sistem pendinginan ONAN dan 4,012002% untuk sistem pendingin OFAF dan menghasilkan nilai perkiraan
umur sekitar 31,15 tahun. Sedangkan untuk pola pembebanan optimum diperoleh pola pembebanan dengan
memberikan nilai power faktor pada generator 0,8 atau dengan daya generator sebesar 100 MW dan 75 MVAR
untuk mendapatkan susut umur transformator L 100 %.

Kata kunci : transformator, suhu lingkungan, susut umur.

Abstract

Power transformer can be said as heart of transmission and distribution. In this condition, a transformer is
expected to be able to operate maximal. Power transformer is designed at 20°C but in Indonesia is 32°C as
ambient emperature. That’s why transformer can be set baseed on load and ambient temperature. The higher
temperature and load factor of transformer, the life time will decreased. Life time can be effected by winding
can cause isolation break and increasing of oil heat is going to change character and composition of oil.
Purposed of this scription is to know the impact of overload and ambient temperature for the life time of
transformer based on SPLN 17A 1979 or IEC 354 1972. Transformer cooling system OFAF (Oil Forced Air
Forced) is more effective than ONAN (Oil Natural Air Natural) that is proved on May 2014 which is 96,80291%
for ONAN and 4,012002% for OFAF and the life time can be until 31,15 years. For optimum load is gotten load
pattern which give generator cos θ is 0,8 or the power of generator is 100 MW and & 75 MVAR to get the life
time of transformer L is 100%.

Key word : transformer, life time, ambient temperature.

1 PENDAHULUAN
Di dalam suatu sistem tenaga listrik, daya dari suatu pembangkit tenaga listrik disalurkan melalui
saluran transmisi tegangan tinggi dan pada akhirnya didistribusikan menuju para konsumen, suatu
peralatan yang memegang peranan yang sangat penting dalam kelancaran sistem tersebut adalah

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 53


transformator. Transformator berfungsi untuk menaikkan tegangan yang dihasilkan oleh pembangkit
dan tegangan akan diturunkan, untuk selanjutnya didistribusikan ke pelanggan.
Transformator sebagai penaik dan penurun tegangan yang terjadi diantara pembangkit, saluran
transmisi dan sumber beban. Beberapa faktor terjadinya berkurangnya umur atau kerusakan
transformator pada isolasinya karena pengaruh thermal adalah suhu sekitar (ambient temperature),
suhu minyak transformator dan pola pembebanan terhadap transformator[3].
Secara umum tujuan penulisan pada skripsi ini untuk mengetahui susut umur transformator
berdasarkan analisa dari data pada pola operasi terhadap seberapa besar pengaruh pembebanan yang
diberikan transformator dan pengaruh suhu udara sekitar yang terjadi pada lingkungan.
Batasan masalah yang digunakan dalam penyusunan studi tentang pengaruh pembebanan
sistem terhadap susut umur transformator antara lain menganalisis susut umur transformator terhadap
pengaruh suhu sekitar (ambient temperature) dan perubahan pembebanan pada transformator
berpendingin minyak dengan sistem ONAN/OFAF. Dengan menganalisa usut umur dilihat dari isolasi
kumparan transformator sesuai dengan standar SPLN 17A 1979 atau IEC Publication 354 1972.
Penelitian dilakukan pada transformator merk SIEMENS tipe pasangan luar GTG 1.3 PLTGU Muara
Karang dengan spesifikasi 11.5kV/150kV, dengan kapasitas 105/140MVA.

2 METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di PT. Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkit Muara Karang PLTG
#1.3. Waktu penelitian dilaksanakan pada awal bulan 1 Mei 2014 dan di akhiri pada akhir bulan 31
Mei 2014. Agar mempermudah pembahasan dan pengambilan data serta dapat dilakukan secara tepat
dan terarah maka dibuat diagram alur seperti diatas. Berikut disampaikan dari setiap kegiatan yang
dilakukan metode mengidetifikasi masalah, proses pengambilan data, metodologi analisa, perumusan
masalah, penyebab kegagalan operasional, pemantauan uji lapangan, analisa data, kesimpulan dan
saran.

Gambar 2.1 Diagram Alur Penelitian

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 54


2.1 Kondisi Untuk Beban Stabil

2.1.1 Kenaikan Suhu Top Oil


Kenaikan suhu ini sama dengan kenaikan suhu top oil pada nilai daya yang dikalikan ratio
dari total kerugian dengan eksponen x

(2.1)
dengan:
= Kenaikan Suhu Top Oil Beban stabil
(2.2)
K = Faktor Pembebanan
(2.3)
x = Konstanta,
x = 0,9 (ONAN dan ONAF)
x = 1,0 (OFAF dan OFWF)
= Suhu untuk = 55o C untuk ON dan 40o C untuk OF

Nilai d secara relatif tidak begitu digunakan pada beban tinggi, nilai d hanya memberikan
secara garis besar tinggi atau rendahnya kenaikan suhu.
2.1.2 Kenaikan Suhu Hot Spot

Kenaikan suhu hot spot ( ) unntuk beban yang stabil dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut.

(2.4)

Dengan:
= Kenaikan Suhu Hot Spot o C
= Kenaikan Suhu Top Oil o C
= Kenaikan Suhu Hot Spot Rated, 78o C
= Suhu untuk = 55o C untuk ON dan 40o C untuk OF
K = Faktor Pembebanan
y = Konstanta,
y = 0,8 (ONAN dan ONAF)
y = 0,9 (OFAF dan OFWF)
2.2 Kondisi Beban Tidak Stabil (Berubah-ubah)
2.2.1 Kenaikan Suhu Top Oil
Kenaikan suhu top oil ( ) pada waktu h setelah pemberian beban adalah sangat mendekati
untuk kenaikan eksponensial sebagai berikut:
(2.5)
Dengan:
= Kenaikan Suhu Top Oil beban tidak stabil
= Kenaikan Suhu Awal minyak
= Kenaikan Suhu Top Oil Beban stabil

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 55


h = Lamanya pemberian beban / kVA, (jam)
τ = Oil-air thermal time constant, dalam jam
τ = 3 (ONAN dan ONAF)
τ = 2 (OFAF dan OFWF)

2.2.2 Kenaikan Suhu Hot Spot


Kenaikan suhu hot spot pada waktu tertentu sebelum kondisi distabilkan adalah mendekati
perkiraan dengan asumsi bahwa kenaikan suhu hot spot di atas adalah kenaikan suhu top oil yang
terbentuk dengan seketika.
Kenaikan suhu hot spot pada waktu tertentu
(2.6)

(2.7)

Dengan:
= Kenaikan Suhu hot spot beban tidak stabil
= Kenaikan Suhu Awal minyak
= Kenaikan Suhu Top Oil Beban stabil
= Kenaikan Suhu Top Oil Daya Tertentu
Suhu untuk = 55o C untuk ON dan 40o C untuk OF
= Kenaikan Suhu hot spot Daya Tertentu
K = Faktor Pembebanan
y = Konstanta,
y = 0,8 (ONAN dan ONAF)
y = 0,9 (OFAF dan OFWF)

2.3 Perhitungan Susut Umur Transformator

2.3.1 Hukum Deterioration


Umur isolasi dipengaruhi oleh kondisi isolasi seiring dengan panas dan waktu, dijelaskan
dalam hukum arhenius sebagai berikut.

(2.8)

Dengan:

A dan B konstan, (diperoleh dari pengujian beberapa material isolasi yang tersedia)

T = Suhu mutlak dari suhu hot spot

Didalam rentang suhu 80o C - 140o C, Montsinger memberikan persamaan yang lebih sederhana
(2.9)

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 56


Dengan: p adalah konstan dan  adalah suhu ( oC).
Sebagian ahli transformator tidak selalu berpendapat sama tentang umur transformator yang
ditentukan pada suhu tertentu, tetapi para ahli berpendapat sama bahwa rentang suhu 80o C - 140o C,
penurunan umur transformator menjadi dua kali lipat setiap kenaikan suhu 6 o C. Hal tersebut
merupakan alasan fungsi penuaan relatif diperkenalkan. Umur yang diharapkan dinyatakan dalam
nilai per unit terhadap nilai umur saat kondisi suhu Vn atau cr beban terpasang.

2.3.2 Nilai Relatif Dari Umur Pemakaian


Persamaan Montsinger dapat digunakan untuk memperoleh nilai relatif dari umur pemakaian
pada suhu c, dibanding dengan nilai normal dari umur pemakaian pada suhu cr.

(2.10)

Karena penurunan umur transformator dua kali lipat setiap kenaikan suhu 6 o C pada suhu 80o C - 140o C, maka
untuk nilai umur relatif dapat ditulis menggunakan persamaan:

(2.11)

(2.12)

(2.13)
Persamaan di atas bila diubah dalam bentuk log10 akan menjadi:

(2.14)

Untuk nilai suhu digunakan nilai 98o C (IEC 60076-2 standard, 1997). Suhu hot spot
dihasilkan dari perhitungan suhu ambient 20o C dengan kenaikan suhu hot spot pada daya pengenal
(rated power) 78o C, dan 13o C diatas kenaikan suhu rata-rata kumparan pada daya pengenal
(rated power) 65o C. Hal ini dapat dijelaskan pada Diagram Thermal. Waktu t per hari yang masih
diijinkan pada suhu hot spot 98o C. Dari persamaan dapat dihitung nilai c sebagai
berikut:
(2.15)
Karena transformator beroperasi dalam waktu t jam, maka nilai c
(2.16)
Untuk nilai tV sama dengan 24 jam

(2.17)

Persamaan 2.47 memberikan jumlah dari jam per hari operasional pada beberapa nilai yang
diberikan pada suhu hot spot pada daya tertentu cr 98o C, beberapa variasi nilai jam per hari dan suhu
hot spot yang masih dijinkan pada Tabel 2.3.

2.3.3 Pengurangan Umur Transformator[2]


Efek dari akumulasi penuaan (L) dalam selang waktu t tertentu dapat ditentukan berdasarkan
persamaan berikut:

atau (2.18)

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 57


Persamaan 2.18 merupakan persamaan nilai rata-rata susut umur transformator selama waktu
t. Sedangkan untuk menghitung pengurangan umur transformator dalam tahun dapat menggunakan
persamaan:
(2.19)
(2.20)

Dimana n merupakan umur transformator dalam tahun, jika mendapat pengurangan susut
umur transformator L.
3 PERHITUNGAN DAN ANALISA

3.1 Pembebanan Stabil Transformator 90% Dari Kapasitas Transformator

Menentukan Rasio Pembebanan (K)


Untuk menghitung rasio pembebanan (K) dapat menggunakan persamaan 2.3.

- Menentukan Perbandingan Rugi-rugi Transformator (d)


Untuk menghitung perbandingan rugi transformator (d) dapat menggunakan persamaan 2.2.

- Menentukan Kenaikan Suhu Top Oil Beban Stabil


Untuk menghitung kenaikan suhu top oil beban stabil dapat menggunakan persamaan 2.1.

- Menentukan Kenaikan Suhu Hot Spot


Untuk menghitung kenaikan suhu hot spot dapat menggunakan persamaan 2.4.

- Menentukan Suhu Hot Spot


Untuk menghitung suhu hot spot dapat menggunakan persamaan , dimana nilai
adalah suhu sekitar atau ambient.

- Menentukan Laju Penuaan Thermal Relatif


Untuk menghitung laju penuaan thermal relatif dapat menggunakan persamaan 2.14.

Karena beban stabil maka besar laju penuaan relatif untuk setiap satu jam adalah sama
- Menghitung Pengurangan Umur Transformator Selama 24 Jam
Untuk menghitung pengurangan umur transformator dapat menggunakan persamaan 2.18.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 58


3.2 Perkiraan Umur Transformator
Untuk menentukan perkiraan umur transformator dapat menggunakan persamaan 2.20.
Transformator PLTGU Muara Karang unit 1.3 merupakan transformator baru dan telah digunakan
sejak bulan April 2013. Sehingga lama tahun transformator yang digunakan adalah 2 tahun.
Sedangkan untuk umur dasar dari transformator PLTGU Muara Karang adalah 30 tahun, berdasakan
informasi Specification Manual transformator. Berikut analisa perhitungan perkiraaan umur
transformator tenaga PLTGU Muara Karang jika mendapat beban 90% dari kapasitas transformator.
Untuk susut umur Transformator Pembebanan 90% atau L = 89,9%.

3.3 Pembebanan Transformator Dengan Beban Tidak Stabil Tanggal 31 Mei 2014
Transformator Tenaga yang digunakan di unit 1.3 PLTGU Muara Karang berdasarkan Data
Specification atau Name Plate memliki kapasitas 105/140 MVA dengan sistem pendinnginan
ONAN/OFAF dan total rugi-rugi transformator sebesar 515 KW terdiri dari rugi-rugi transformator
tanpa beban 85 KW dan rugi-rugi transformator pada daya 140MVA sebesar 430 KW.

Gambar 3.1 Data transformator#1.3 PLTG Muara Karang


- Menentukan Daya Semu (MVA)
Besarnya beban transformator pada tanggal 31 Mei 2014 pukul 14:00 WIB adalah 95MW dan
42 MVAR.
Sehingga untuk menentukan daya semu (MVA) dapat dihitung sebagai berikut:

- Menentukan Rasio Pembebanan (K)
Untuk menghitung rasio pembebanan (K) dapat menggunakan persamaan 2.3.
Untuk sistem pendingin ONAN

Untuk sistem pendingin OFAF

- Menentukan Perbandingan Rugi-rugi Transformator (d)

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 59


Rugi-rugi transformator pada beban nol adalah 85 KW dan rugi-rugi untuk daya pengenal 140
MVA sebesar 430 KW

Untuk daya pengenal 140 MVA


 
Untuk daya pengenal 105 MVA
 
Sehingga untuk nilai rugi-rugi untuk daya pengenal 105 MVA adalah

Perbandingan rugi-rugi transformator (d) untuk daya pengenal 105 MVA atau d untuk jenis
pendinginan ONAN

Perbandingan rugi-rugi transformator (d) untuk daya pengenal 140 MVA atau d untuk jenis
pendinginan OFAF

- Menentukan Kenaikan Suhu Top Oil Beban Stabil


Untuk menghitung kenaikan suhu top oil beban stabil dapat menggunakan persamaan 2.1.
Kenaikan suhu top oil beban stabil untuk ONAN

Kenaikan suhu top oil beban stabil untuk OFAF

- Menentukan Kenaikan Suhu Top Oil Beban Tidak Stabil

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 60


Untuk menghitung kenaikan suhu top oil beban tidak stabil dapat menggunakan persamaan
2.5. Untuk kenaikan suhu awal minyak , menggunakan perhitungan kenaikan suhu top oil beban
stabil pada pukul 13:00 yang telah dihitung pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4, yaitu sebesar 52,52o C
untuk ONAN dan 24,11o C untuk OFAF kenaikan suhu top oil beban tidak stabil untuk ONAN

Kenaikan suhu top oil beban tidak stabil untuk OFAF

Setelah mendapatkan kenaikan suhu top oil, maka dapat dihitung nilai dari suhu top oil
dengan menggunakan persamaan , dimana
nilai merupakan suhu sekitar transformator atau ambient.
Suhu top oil untuk ONAN

Suhu top oil untuk OFAF

- Menentukan Kenaikan Suhu Hot Spot


Untuk menghitung kenaikan suhu hot spot dapat menggunakan persamaan 2.6 menjadi 2.7.

Kenaikan suhu hot spot untuk ONAN

Kenaikan suhu hot spot untuk OFAF

- Menentukan Suhu Hot Spot


Untuk menghitung suhu hot spot dapat menggunakan persamaan
Suhu hot spot untuk ONAN

Suhu hot spot untuk OFAF

- Menentukan Laju Penuaan Thermal Relatif


Untuk menghitung laju penuaan thermal relatif dapat menggunakan persamaan 2.14.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 61


Laju penuaan thermal relatif untuk ONAN

Laju penuaan thermal relatif untuk OFAF

Tabel 3.1 Perhitungan Susut Umur Transformator Tanggal 31 Mei 2014 Sistem Pendingin
ONAN

b a b c V
Jam MW MVAR o o o
( C) ( C)( C)( C)
(p.u)o

13:00 94 38 52,52 31,2 81,98 103,73 1,93759


14:00 95 42 54,22 31,3 84,3 106,9 2,79777

Tabel 3.2 Perhitungan Susut Umur Transformator Tanggal 31 Mei 2014 Sistem Pendingin OFAF
b a b c V
Jam MW MVAR
(oC) o
( C) ( C) o
( C) (p.u) o

13:00 94 38 24,119 31,2 54,569 75,828 0,07718


14:00 95 42 24,987 31,3 55,761 77,965 0,09879

- Menghitung Pengurangan Umur Transformator Selama 24 Jam


Untuk menghitung pengurangan umur transformator dapat menggunakan persamaan 2.18.

Laju penuaan thermal relatif tertinggi di bulan mei dengan beban 95 MW dan 42 MVAR
adalah 2,79777 p.u untuk sistem pendingin ONAN dan 0,9879 p.u untuk OFAF. Sedangkan untuk
menghitung pengurangan umur transformator selama 24 jam dapat dilakukan dengan dengan cara
perhitungan yang sama untuk setiap jam. Perhitungan susut umur transformator selama 24 jam pada
tanggal 31 Mei 2014 mulai pukul 00:00 sampai dengan pukul 24:00 adalah sebagai berikut:
Untuk sistem pendingin ONAN

Untuk sistem pendingin OFAF

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 62


3.4 Perhitungan Komulatif Pembebanan Bulan Mei 2014
Dengan analisa perhitungan yang sama dengan sub bab 3.3, maka untuk data pembebanan
bulan Mei tahun 2014 nilai susut transformator dapat dihitung. Bila dihitung dan disajikan dalam tabel
berupa data nilai susut umur transformator selama bulan Mei tahun 2014, memiliki nilai rata-rata
sebesar 96,80291 % untuk sistem pendingin ONAN dan 4,012002 % untuk sistem pendingin OFAF
sedangkan susut umur transformator tertinggi pada tanggal 31 dengan nilai susut umur transformator
sebesar 152,857% pada sistem pendingin ONAN sedangkan pada sistem pendingin OFAF, nilai susut
umur transformator 5,829%.

3.5 Perhitungan Pembebanan Optimum


Transformator yang didesain dengan standar IEC dengan suhu sekitar 20o C tetapi beroperasi
di lingkungan dengan suhu sekitar 32o C maka transformator harus disesuaikan kemampuannya.
Semakin tinggi suhu sekitar, semakin pendek umur operasional dari transformator. Untuk
memperoleh umur transformator sesuai perkiraan maka diperlukan pola pembebanan yang susut
umurnya tidak melebihi 100%. Untuk mendapatkan nilai susut umur transformator L = 100 %
menggunakan persamaan 2.18.

Didapatkan nilai laju penurunan relatif V = 1 p.u, sehingga nilai untuk suhu hot spot dapat
dihitung dengan persamaan 2.14.

Sedangkan untuk mencari kenaikan suhu top oil dan kenaikan suhu hot spot sebagai berikut:
 Kenaikan suhu top oil beban stabil menggunakan persamaan 2.1.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 63


 Kenaikan suhu hot spot menggunakan persamaan 2.7.

Untuk suhu sekitar atau ambient transformator didapatkan nilai rata-rata 32o C, sehingga
untuk mencari nilai faktor pembebanan K dapat dhitung sebagai berikut:

Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan metode Newton Raphson, yaitu sebagai berikut:

Misalkan =1, maka:

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 64


Sehingga diperoleh faktor pembebanan K = 0,907367 atau K = 0,91

3.6 Pola Pembebanan Transformator


Berdasarkan perhitungan analisa optimum diperoleh faktor pembebanan sebesar K = 0,91
dengan demikian nilai untuk pembebanan transformator dapat dihitung:

 
Untuk daya mampu maksimum generator gas turbin 1.3 sebesar 100 MW, sehingga untuk
mencari nilai daya reaktif atau MVAR dan nilai power factor dapat dihitung sebagai berikut:


Sedangkan untuk nilai MVAR dapat dihitung sebagai berikut:

Sehingga untuk nilai MVAR

Dari analisa perhitungan di dapatkan untuk pola pembebanan dengan memberikan nilai power
faktor pada generator 0,8 atau dengan daya generator sebesar 100 MW dan 75 MVAR untuk
mendapatkan susut umur transformator L 100 %.
4 KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan dan analisa yang dilakukan terhadap pola pembebanan
transformator PLTGU Muara karang didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan data transformator tenaga unit 1.3 PLTGU Muara Karang tanggal 31 Mei pukul
14:00 WIB dengan beban transformator 95MW dan 42 MVAR. Menyatakan bahwa Sistem
pendingin OFAF (Oil Force Air Force), menghasilkan susut umur transformator yang lebih
rendah dari sistem pendingin ONAN (Oil Natural Air Natural), dengan suhu top oil 55,76°C
& suhu hot spot 77,96°C pada OFAF dan suhu top oil 84,30°C & suhu hot spot 106,9°C pada
ONAN.
2. Pembebanan transformator tenaga GTG 1.3 PLTGU Unit Pembangkitan Muara Karang bulan
Mei 2014 menghasilkan susut umur rata-rata sebesar 96,80291 % untuk sistem pendingin
ONAN dan 4,012002 % untuk sistem pendingin OFAF dan menghasilkan nilai perkiraan
umur transformator 31,15 tahun (pada pembebanan maksimum 90%).

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 65


3. Untuk pembebanan optimum diperoleh pola pembebanan dengan memberikan nilai power
faktor pada generator 0,8 atau dengan daya generator sebesar 100 MW dan 75 MVAR Dan
suhu ambient 32o C untuk mendapatkan susut umur transformator L 100 % atau perkiraan
umur transformator sekitar 30 tahun
5 Referensi
[1] Iwa Garniwa, Jonathan Fritz S.,2011. Analisis Pengaruh Kenaikan Temperatur Dan Umur Minyak
Transformator Terhadap Degradasi Tegangan Tembus Minyak Transformator. Laporan Tugas Akhir.
Departemen Teknik Elektro. Universitas Indonesia.
[2] Purnama Sigid, 2009. Analisa Pengaruh Pembebanan Terhadap Susut Umur Transformator Tenaga.
Laporan Tugas Akhir. Jurusan Teknik Elektro. Universitas Diponegoro
[3] Teja Kusuma, 2012, Studi Pengaruh Temperatur Lingkungan Terhadap Pembebanan Maksimum
Transformator IBT 500/150 Kv. Laporan Tugas Akhir.Teknik Elektro dan Informatika. Institut Teknologi
Bandung
[4] IEC, Loading Guide For Oil Immersed Transformer, IEC Publication, 1972.
[5] Kadir, Abdul, Transformator, Jakarta : Pradnya Paramita, 1979.
[6] PLN, Pedoman Pembebanan Transformator Terendam Minyak, SPLN 17A, 1979.
[7] PLN, Spesifikasi Transformator Tegangan Tinggi, SPLN 61, 1985.
[8] PLN, Transformator Tenaga, SPLN 8-1, 1991.
[9] Tobing, B.L., Peralatan Tegangan Tinggi, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.
[10] Zuhal, Dasar Tenaga Listrik, ITB, Bandung, 1991.
[11] Listrik. Jakarta, 06 November 2009 09:36 WIB, Dielectric Losses dan Thermal Instability Penyebab
Kebakaran di GITET Cawang. http://www.esdm.go.id [diakses 9 Agustus 2014]

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 66


STUDI PENGGUNAAN LAMPU LED PADA PENCAHAYAAN JALAN
LAYANG KAMPUNG MELAYU – TANAH ABANG

Hamdan Solihin1 , Setia Gunawan2

12
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
hamdan.solihin@yahoo.co.id, Setia.gunawan@uta45.co.id

ABSTRAK

Penerangan jalan umum merupakan fasilitas vital yang dibutuhkan sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan,
meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, mendukung keamanan lingkungan dan memberikan
keindahan lingkungan jalan pada malam hari. Penerangan jalan umum juga diperlukan untuk menunjang aktifitas
perekonomian dan mobilitas masyarakat di malam hari. Perkembangan lampu untuk penerangan jalan umum di
dunia tergolong pesat. Produsen lampu penerangan jalan umum gencar menawarkan inovasi LED Street Lighting
yang merupakan terobosan baru alternatif penerangan jalan umum berbasis LED ( Light Emitting Diode ) yang
hemat energi dan ramah lingkungan. Oleh karena itu Jalan layang di sepanjang jalur kampung melayu – tanah
abang telah menggunakan lampu LED sesuai dengan kebutuhan penerangan di sepanjang jalan tersebut

Kata Kunci: LED, Diode, jalan, navigasi

ABSTRACT

Street lighting is a vital facilities needed as a navigation aid road users, improve the safety and comfort of road
users, supporting environmental security and provide environmental beauty of the road at night. Street lighting is
also needed to support economic activity and mobility of citizens in the evenings. The development of lamps for
street lighting in the world relatively rapidly. Street lighting lamp manufacturer incentive to offer innovative LED
Street Lighting which is a new breakthrough alternative street lighting based on LED (Light Emitting Diode) that is
energy efficient and environmentally friendly. Therefore Street overpass along the Kampung Melayu–Tanah Abang
has been using LED lights according to the needs of lighting along the road

Kata Kunci: LED, Diode, Street, navigasi

1 PENDAHULUAN
Jakarta sebagai ibukota negara memberi perhatian lebih pada kelestarian lingkungan untuk
menghemat energi, mengurangi polusi, pemanasan global, dan sebagainya. Salah satunya adalah seperti
yang dilakukan Pem-Prov DKI Jakarta dengan mengganti sejumlah lampu penerangan jalan umum (PJU)

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 67


dengan lampu hemat energi, bahkan akan menggunakan lampu hemat energi tersebut untuk penerangan
jalan layang saat ini masih terus dibangun sebagai usaha untuk mengurangi emisi gas buang sebesar 30%
Pada tahun 2030 [1] Lampu hemat energi yang dimaksud merupakan jenis LED ( light emitting
diode ) Untuk lampu PJU yang sudah terpasang saat ini di sejumlah ruas jalan protokol, provinsi dan
pemukiman, juga terus dilakukan
Perawatan dan penggantian lampu yang masih boros listrik secara bertahap juga diganti menjadi
lampu LED hemat energi. Kapasitas lampu PJU lama menggunakan jenis lampu natrium
berkapasitas 400 watts sedangkan LED hanya berkapasitas 200 watt Penghematan energi ini sudah
diatur dalam Instruksi Presiden nomor 13 tahun 2011 tentang Penghematan energi dilingkungan
Pem-Prov DKI Jakarta serta Instruksi Gubernur Nomor 23 Tahun2008 tentang Penghematan
Energi dan Air [ 1 ] .
Cahaya adalah energi yang dipancarkan pada panjang gelombang (380-780 ) nm. Cahaya tampak
adalah gelombang elektromagnet yang mempunyai panjang 380 nm sampai 780 nm dan dapat dilihat oleh
manusia. Contohnya adalah cahaya matahari. Sedangkan cahaya tidak tampak adalah gelombang
electromagnet yang mempunyai panjang dibawah 380 nm. Contohnya adalah X rays, β rays, α rays.
2 LANDASAN TEORI

2.1 Besaran Pokok Pencahayaan

2.1.1 Luminansi(Luminance)
Luminansi ( L ) merupakan besaran yang berkaitan erat dengan kuat penerangan (E),Luminansi
adalah pernyataan kuantitatif jumlah cahaya yang dipantulkan oleh permukaan pada suatu arah.
Luminansi suatu permukaan ditentukan oleh kuat penerangan dan kemempuan memantulkan cahaya oleh

permukaan. L= ( cd/m2 )
Dimana :
L = Luminasi (cd/m2)
I = Intensitas (cd)
A = Luas semua permukaan (m2)

2.1.2 Arus Cahaya ( Luminous flux )


Arus cahaya atau Luminous flux (Φ) didefinisikan sebagai jumlah total cahaya yan dipancarkan
oleh sumber cahaya setiap detik. Sedangkan aliran rata-rata energi cahaya adalah arus cahaya atau fluks
cahaya. Luminous flux dapat juga didifinisikan sebagai radiasi energi cahaya yang keluar per detik dari
bodi dalam bentuk luminous light wave. Satuan luminous flux adalah lumen. Dan didefinisikan sebagai
flux yang terbawa pada solid angle dari sumber satu candela atau standart candela. 1 lumen = 0.0016 watt
(pendekatan). Besarnya arus cahaya dapat kita tulis dalam persamaan sebagai berikut:

Φ=
Dimana :
Φ = Arus cahaya (lumen)
Q = Energi cahaya (lumen. detik)

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 68


t = Waktu (detik)

2.1.3 Intensitas Cahaya ( Luminous Intensity )


Intensitas cahaya ( I ) atau luminous intensity dengan satuan kandela ( cd ) adalah arus cahaya
dalam lumen yang diemisikan setiap sudut ruang ( pada arah tertentu ) oleh sebuah sumber cahaya.
intensitas cahaya diukur pada temperature platina. Intensitas cahaya ( I ) dapat dinyatakan
sebagaiperbandingan diferensial arus cahaya (lm) dengan diferensial sudut ruang ( sr ), yaitu:

I = lm/ sr ( cd )
Dimana:
I = Intensitas cahaya ( cd )

= sudut ruang ( lumen/sr )


Intensitas cahaya 1 cd mengeluarkan arus cahaya ( Φ ) sebesar 1 lm di udara. Besarnya intensitas
cahaya yang dihasilkan suatu sumber cahaya adalah tetap, baik dipancarkan secara terpusat maupun
menyebar.

2.1.4 Kuat Pencahayaan ( Iluminance )


Kuat Pencahayaan atau kecemerlangan cahaya adalah pernyataan kuantitatif untuk arus cahaya
yang menimpa atau sampai pada permukaan bidang. Kuat pencahayaan disebut pula tingkat pencahayaan
atau intensitas pencahayaan merupakan perbandingan antara flux cahaya ( F) dengan luas permukaan ( A
) yang mendapat sumber cahaya. Satuannya : Lux atau Lumen/m2.

E = lux
Dimana :
E = Kuat pencahayaan (lux)
F = Arus cahaya (lumen)
A = luas permukaan bidang ( m2 )

2.1.5 Rekomendasi Pencahayaan Jalan


Kualitas pencahayaan pada suatu jalan diukur berdasarkan metoda iluminansi atau luminansi.
Meskipun demikian lebih mudah menggunakan metoda iluminansi, karena dapat diukur langsung di
permukaan jalan dengan menggunakan alat pengukur kuat cahaya.Kualitas pencahayaan normal menurut
jenis/klasifikasi fungsi jalan ditentukan seperti pada table dibawah ini
Tabel 2.9 Rekomendasi pencahayaan jalan
Kuat pencahayaan Luminansi Batasan silau
Jenis/ (Iluminansi)
E rata L rata-
klasifikasi jalan rata Kemerataan rata Kemerataan G TJ ( % )

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 69


(lux) g1 (cd/m2) VD VI

Trotoar I- 4 0,10 0,10 0,40 0,50 4 20


Jalan lokal :
Primer 2_ 5 0,10 0,50 0,40 0,50 4 20
Sekunder 2_ 5 0,10 0,50 0,40 0,50 4 20
Jalan kolektor :
Primer 2_ 5 0,14 1,00 0,40 0,50 4_5 20
Sekunder 2_ 5 0,14 1,00 0,40 0,50 4_5 20
Jalan ateri :
Primer 11 _20 0,14 - 0,20 1,50 0,40 0,50 - 0,70 5_6 10 _20
Sekunder 11 _20 0,14 - 0,20 1,50 0,40 0,50 - 0,70 5_6 10 _20
Jalan arteri
dengan
akses kontrol,
jalan 15 _20 0,14 - 0,20 1,50 0,40 0,50 - 0,70 5_6 10 _20
bebas hambatan
Jalan layang,
simpang susun, 20 _25 0,20 2,00 0,40 0,70 6 10
terowongan

( Spesifikasi penerangan jalan SNI no.7391 tahun 2008)

Keterangan : g1 : E min/E maks G : Silau (glare) TJ : Batas ambang kesilauan

VD : L min/L maks VI : L min/L rata-rata

3 METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian


Metodologi penelitian merupakan tahapan sistematis atau urutan-urutan proses yang dibuat dalam
melakukan sebuah penelitian untuk membantu mencari penyelesaian masalah sesuai dengan tujuan
penelitian terhadap studi lampu pencahayaan jalan dengan lampu LED untuk memenuhi standar teknis,
penelitian ini diambil dari jalan layang kampung melayu-tanah abang yang berlangsung pada bulan
januari tahun 2015.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 70


3.2 Metodologi perolehan data
Dalam memperoleh data-data yang diperlukan dalam metodologi penelitian yang digunakan
antara lain adalah dengan melakukan studi pustaka, mengumpulkan bahan-bahan bacaan seperti buku,
jurnal dan data-data dari Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta serta diskusi dengan orang-orang
yang memang berkecimpung langsung dengan pencahayaan jalan, juga literarur-literatur yang berkaitan
dengan materi tulisan ini di internet.

3.3 Tahapan percobaan


Untuk tahapan percobaan ini dilakukan dengan menggunakan alat untuk mengukur tingkat
kekuatan atau intensitas. Alat ini didalam memperlihatkan hasil pengukurannya menggunakan format
digital yang terdiri dari rangka, sebuah sensor. Sensor tersebut diletakan pada sumber cahaya yang akan
diukur intensitasnya. Dari data yang diperoleh secara langsung dilokasi penelitian kemudian diolah dan
disandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain.

3.4 Diagram alir penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kuat Pencahayaan


Lampu LED 200 W, Sudut inklinasi 15°, tinggi lampu= 9 mtr, Efikasi = 90 lumen/W, Faktor
Perawatan 60 % , Faktor Refleksi q = 0,08. Maka untuk menentukan kuat pencahayaan rata-rata dan
luminansi rata-rata adalah:

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 71


η= ηrs+ ηks
= ηrs( 0 – 6,75m )+ ηks( 0 – 2m )

= ηrs( 0 – + ηks( 0 –
= ηrs( 0 - 0,75 ) +ηks( 0 - 0,22 )
= 30 % + 10 % = 40 %

ǿLp = 200 watt . 90

= 18000 lumen

Maka :

E rata2 =

= 16,5 lux

L rata2 = E rata2 . q

Gambar 4.1 Tiang lampu jalan kasablanka


= 16,5 . 0,08 = 1,316

Jadi jika di lihat pada tabel rekomendasi pencahayaan untuk jenis jalan layang maka hasil yang
diperoleh belum memenuhi standar pencahayaan SNI no:7391.

4.2 Perhitungan jumlah titik lampu


Untuk menentukan perhitungan titik lampu yang diperlukan adalah sebagai berikut :

T=
dimana :
T : jumlah titik lampu, L: panjang jalan (m) S : jarak tiang ke tiang (m)

Tabel 4.1 Panjang jalan & Titik lampu


No Sumber Panel Jumlah Tiang Jarak Panjang Titik
Gardu Pembagi Tiang(m) Jalan(m) Lampu
1 KB 254 PP 1 12 cabang 1
PP 2 12 cabang 1
PP 3 11 cabang 2 30 x 35 = 1050/30=
35 tiang 30 1050 35 + 11=46

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 72


2 KB 179 PP 1 12 cabang 1
PP 2 12 cabang 1
PP 3 12 cabang 1
PP 4 12 cabang 1 30 x 48 = 1440/30=
48 tiang 30 1440 48
3 KB 78 PP 1 12 cabang 1
PP 2 5 cabang 1
PP 2 7 cabang 1
PP 3 5 cabang 1
PP 4 12 cabang 1 30 x 41 = 1230/30=
41 tiang 30 1230 41
KB 36
4 G PP 1 9 cabang 2
PP 2 9 cabang 2 30 x 18 = 540/30=
18 tiang 30 540 18+18= 36
5 KB 124 PP 9 cabang 2 30 x 9 = 270/30=
30 270 9+9=18

Dengan pemasangan lampu penerangan jalan LED 200 W maka diperoleh daya listrik sebagai
berikut :
1.KB.254 = jumlah titik lampu x daya lampu
= 46 buah lampu x 200 W = 9200 W
= 46 buah lampu x 250 W = 11500 W (lampu sodium son)
2.KB.179 = jumlah titik lampu x daya lampu
= 48 buah lampu x 200 W = 9600 W
= 48 buah lampu x 250 W = 12000 W (lampu sodium son)
3.KB.78 = jumlah titik lampu x daya lampu
= 41 buah lampu x 200 W = 8200 W
= 41 buah lampu x 250 W = 10250 W (lampu sodium son)
4.KB.36G= jumlah titik lampu x daya lampu
= 36 buah lampu x 200 W = 7200 W
= 36 buah lampu x 250 W = 9000 W (lampu sodium son)
5.KB.124= jumlah titik lampu x daya lampu
= 18 buah lampu x 200 W = 3600 W
= 18 buah lampu x 250 W = 4500 W (lampu sodium son)

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 73


Maka untuk pemasangan titik lampu penerangan jalan lampu LED lebih baik dari pada lampu
sodium son.

4.3 Jatuh Tegangan


Untuk menentukan jatuh tegangan pada arus bolak-balik 3 fase adalah:

Δv = volt atau = x 100 %


1. Sumber Gardu KB 254

PHB PP 1 Δv = = 7,785 volt

= x 100 % = 2,0 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 1 adalah 7,785 volt atau 2,0 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

PHB PP 2 Δv = = 8,274 volt

= x 100 % = 2,17 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 2 adalah 8,274 volt atau 2,17 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

PHB PP 3 Δv = = 9,386 volt

= x 100 % = 2,47 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 3 adalah 9,386 volt atau 2,47 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.
2. Sumber Gardu KB 179
PHB PP 1 Δv = = 8,318 volt
= x 100 % = 2,18 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 1 adalah 8,318 volt atau 2,18 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

PHB PP 2 Δv = = 11,56 volt

= x 100 % = 3,04 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 2 adalah 11,56 volt atau 3,04 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 74


PHB PP 3 Δv = = 11,56 volt

= x 100 % = 3,04 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 3 adalah 11,56 volt atau 3,04 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

PHB PP 4 Δv = = 8,363 volt

= x 100 % = 2,20 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 4 adalah 8,363 volt atau 2,20 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

3. Sumber Gardu KB 78

PHB PP 1 Δv = = 6,984 volt

= x 100 % = 1,83 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 1 adalah 6,984 volt atau 1,83 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

PHB PP 2 Δv = = 5,738 volt

= x 100 % = 1,15 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 2 adalah 5,738 volt atau 1,15 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

PHB PP 3 Δv = = 6,094 volt

= x 100 % = 1,60 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 3 adalah 6,094 volt atau 1,60 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

PHB PP 4 Δv = = 7,429 volt

= x 100 % = 1,95 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 4 adalah 7,429 volt atau 1,95 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 75


4. Sumber Gardu KB 36 G
PHB PP 1 Δv = = 5,160 volt

= x 100 % = 1,36 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 1 adalah 5,160 volt atau 1,36 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.

PHB PP 2 Δv = = 8,98 volt

= x 100 % = 2,36 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 2 adalah 8,98 volt atau 2,36 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.
5. Sumber Gardu KB 124

PHB PP 1 Δv = = 4,759 volt

= x 100 % = 1,25 %
Jadi nilai jatuh tegangan pada PHB PP 1 adalah 4,759 volt atau 1,25 % sudah memenuhi standar
PUIL 2011 dengan persentasi 2 % sampai dengan 5%.
Jadi dari hasil keseluruhan dapat di simpulkan bahwa telah terjadi penghematan konsumsi daya
listrik sebesar 2 % sampai dengan 5%.

5 KESIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulann
Jadi berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kualitas pencahayaan masih belum memenuhi rekomendasi pencahayaan jalan yang sesuai
dengan SNI no 7391 tahun 2008 spesifikasi penerangan jalan.
2. Instalasi listrik pencahayaan jalan telah memenuhi PUIL 2011 dengan jatuh tegangan 2 %
sampai dengan 5 %.
3. Dengan menggunakan lampu LED 200 W dapat dilakukan penghematan beban dayanya
dibandingkan lampu Sodium ( son ) 250 W
4. Dengan menggunakan lampu LED tidak lagi terdapat limbah gas natrium dari lampu sodium
son dan sodium sox

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 76


5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar rekomendasi pencahayaan jalan sesuai dengan
SNI no 7391 tahun 2008.
2. Perencanaan ini dapat digunakan oleh pemerintah pada daerah wilayah Jakarta selatan
sebagai rekomendasi instalasi listrik pencahayaan jalan yang sesuai dengan PUIL 2011
Penggunaan lampu LED daripada lampu Sodium ( son ) pada pencahayaan jalan adalah guna
menghemat biaya energi listrik. Namun penggantian ini diperklukan biaya investasi awal
yang sangat besar, tetapi akan berpengaruh pada jangka panjang
3. Hendaknya pemerintah terus berupaya menggunakan lampu LED agar dapat melestarikan
lingkungan

6 REFERENSI
[ 1 ] Berita Jakarta.com
[ 2 ] Illumination Engineering, Ronald N. 1977
[ 3 ] Light Measurement Handbook, Alex Ryer 1998
[ 4 ] Philips Lighting, Edisi ke lima 1993
[ 5 ] PUIL 2011 SNI 040225-2011
[ 6 ] Dinas Perindustrian & Energi Provinsi DKI Jakarta
[ 7 ] SNI 7391:2008 Spesifikasi penerangan jalan
[ 8 ] Teknik pemanfaatan tenaga listrik, jilid 1 Prih sumardjati
[ 9 ] Teknik Pencahayaan, Ir. S Gunawan, MSc Jakarta 2008
[ 10 ] www. Tiang lampu PJU.com

JURNAL KAJIAN TEKNIK ELEKTRO Vol.2 No.1 77

Anda mungkin juga menyukai