Anda di halaman 1dari 9

Coronavirus Disease 19 (COVID-19): Tinjauan Literatur

Hesti Oktapiani, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia

Abstrak

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh virus zoonosis yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) menyebar dengan sangat cepat dan menjadi pandemik pada saat ini. Coronavirus ini
merupakan enveloped virus dengan single positive stranded RNA (panjang ~ 26-32 kb) termasuk ke dalam clade 1 dan
clade 2 pada Betacoroavirus lineage B dimana pada sekuens RBD-nya memiliki contact point yang merupakan
rekombinasi clade 1 dengan clade 2. Penyakit ini memiliki tingkat tranmisi yang relatif lebih cepat, serta patogenitas
dan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Pandemik COVID-19 ini mempengaruhi berbagai bidang kehidupan,
terapi atau pengobatan untuk penagnggulangan pandemik ini belum jelas sehingga dibutuhkan studi-studi lanjutan
dari berbagai bidang untuk mengatasi pandemik tersebut. Oleh karena itu dilakukan beberapa studi literatur terkait
COVID-19.

1. Pendahuluan
Pada awal tahun 2020 muncul wabah pneumonia baru di Wuhan Cina yang tidak lama setelahnya menyebar dengan
cepat ke lebih dari 190 negara [1]. Wabah ini diberi nama coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh
virus zoonosis yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Selama beberapa bulan terakhir
pandemik COVID- 19 ini telah meningkatkan berbagai keprihatinan dan memicu dampak di berbagai bidang
kehidupan.
Coronavirus merupakan enveloped virus dengan single positive stranded RNA (panjang ~ 26-32 kb) termasuk ke dalam
subfamili Orthocoronavirinae di bawah famili Coronaviridae, dan diklasifikasikan menjadi empat genus yaitu
Alphacoronavirus, Betacoronavirus, Gammacoronavirus dan Deltacoronavirus dimana setiap genus dibagi menjadi
beberapa clade [2-5]. Genom virus biasanya menyandikan empat genus seperti protein struktural spike, envelope,
membran, dan nukleokapsid, serta beberapa protein non-struktural dan beberapa protein aksesori [4].
Sampel yang diteliti menunjukan adanya kemungkinan coronavirus baru [3-4] dimana tercatat pada tanggal 6 Mei
2020 terdapat 3.741.276 kasus dengan 258.511 jumlah kematian di seluruh dunia [1]. Sementara di Indonesia
terdapat 13.645 kasus dengan jumlah kematian sebesar 959 per tanggal 10 Mei 2020 [1,6].

1. Klasifikasi
Coronavirus adalah anggota dari subfamili Coronavirinae dalam family Coronaviridae, berdasarkan hubungan
pilogenetik dan strukttur genomiknya, Coronaviridae dibagi menjadi Alphacoronavirus, Betacoronavirus,
Gammacoronavirus dan Deltacoronavirus [3-5]. SARS-CoV dan MERS-CoV merupakan dua virus yang sangat
patogen dan menyebabkan terjadinya penyakit pernapasan pada maunsia, dimana kedua virus tersebut termasuk
ke dalam betacoroanvirus lineage B dan lineage C [2,5]. Coronavirus diketahui memiliki protein spike, dimana setiap
protein spike memiliki sekuens RBD (receptor binding domain) sehingga setiap lineage dibagi menjadi beberapa clade
berdasarkan RBD-nya. Berdasarkan sekuens protein spike-nya (RBD), SARS-CoV 2 diperkirakan termasuk ke dalam
clade 1 dan clade 2 pada Betacoroavirus lineage B dimana pada sekuens RBD-nya memiliki contact point yang
merupakan rekombinasi clade 1 dengan clade 2 (Gambar 1) [2].

1
A. B.

Gambar. 1 Klasifikasi Coronavirus. A. Klasifikasi Coronavirus secara umum. B. Cladogram Betcoronavirus


berdasarkan spike RBD [3].

2. Struktur SARS-CoV 2
SARS-CoV 2 merupakan enveloped virus dengan single positive stranded RNA (panjang ~ 26-32 kb). Genom SARS-CoV
2 memiliki stuktur seperti jenis coronavirus lainnya yang menyandikan empat genus seperti protein struktural spike,
envelope, membran, dan nukleokapsid, serta beberapa protein non-struktural dan beberapa protein aksesori (Gambar
2a). Sebuah studi menunjukan bahwa genom 2019-nCoV, 96% identik secara keseluruhan dengan coronavirus
kelelawar. Analisis pairwise protein sequence menunjukan dari tujuh domain protein non-struktural yang
dikonservasi, menunjukkan bahwa virus ini termasuk ke dalam spesies SARS-CoV sehingga diberi nama SARS-CoV
2 (Gambar 2b, 2c).[4,7].
Teknologi Next generation sequencing (NGS) menyebabkan ditemukannya ribuan genom virus termasuk genom
SARS-CoV 2. GISAID merupakan database yang mengumpulkan genom SARS-CoV 2 dari beberapa negara yang
diurutkan berdasarkan clade. Genom SARS CoV-2 diurutkan terutama dalam tiga clade (Clade S…ORF-L84S; Clade
G….S-D614G; Clade V…NS3-G251V) dimana clade S sebanyak 541 genom, clade G 931 genom, clade V 208 genom,
dan clade tambahan lainnya sebanyak 548 genom (Gambar 2c) [8-9].
A.

C.

B.

2
Gambar 2. Struktur SARS-CoV 2. A. Partikel umum Coronavirus [10]. B. Analisis filogenetik struktur genom SARS-
CoV 2 dibandingkan dengan SARS-CoV, dan MERS-CoV [11]. C. Databse sekuens SARS-CoV2 yang dianalisis oleh
GISAID [8].

3. Cell Entry dan ACE 2 sebagai Reseptor SARS-CoV2


Pada SARS-CoV diketahui bahwa protein spike berperan penting dalam masuknya virus ke dalam sel inang. Receptor
binding domain (RBD) yang ada pada protein spike akan berikatan dengan domain yang ada pada reseptor sel inang
yang kemudian akan dicerna oleh protease sehingga virus melepaskan fusi membran dan menyebabkan virus bisa
masuk ke dalam sel inang. Selain fusi membran, terdapat juga clathrindependent dan clathrin-independent endocytosis
yang memediasi masuknya SARS-CoV ke dalam sel inang [3, 12-14].
Beberapa studi menunjukan bahwa SARS-CoV 2 akan masuk ke dalam sel inang jika RBD-nya berikatan dengan
reseptor ACE 2 (Gambar 3). Sama seperti pada SARS-CoV, diduga setelah SARS-CoV 2 masuk ke dalam sel inang,
genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein
struktural. Beberapa protein virus akan bereplikasi untuk membuat lebih banyak RNA, kemudian protein virus dan
RNA bergabung membentuk virus baru di badan golgi [3, 15-17].
A. B.

Gambar 3. A. Receptor Binding Domain (RBD) berikatan dengan reseptor ACE 2 [3]. B. SARS-CoV 2 menggunakan
reseptor ACE 2 untuk masuk ke dalam sel inang [15].

4. Transmisi
Penyebaran dari manusia ke manusia merupakan transmisi utama pada saat ini [18-19]. SARS-CoV 2 memiliki
patogenitas dan transmisi yang kuat, studi yang dilakukan di Cina menunjukan bahwa beberapa kasus yang terjadi
menunjukan bahwa COVID-19 bisa ditularkan oleh pasien tanpa gejala (infeksi asimptomatik). Sebuah studi
menunjukkan bahwa selama outbreak SARS-CoV 2 dari semua pekerja kesehatan yang terpapar sekitar 7,5% adalah
kasus positif SARS yang asimptomatik hal tersebut dikaitkan dengan titer antibodi SARS yang lebih rendah dan
penggunaan masker yang lebih tinggi dibandingkan dengan SARS pneumonik. Mekanisme pasti bagaimana infeksi
asimptomatik belum diketahui, akan tetapi berdasarkan studi tersebut memungkinkan bahwa infeksi asimptomatik
bisa terjadi karena respon imun yang melemah dan manisfestasi subklinik atau terjadi karena virus menunggu
kesempatan untuk bereproduksi dan menyerang [19-20].
Transmisi SARS-CoV 2 melalui pasien simptomatik (pasien dengan gejala) terjadi karena droplet yang keluar dari
bersin. SARS-CoV 2 diketahui viabel pada aerosol yang dihasilkan nebulizer dan bertahan sekitar tiga jam
berdasarkan hal tersebut transmisi SARS-CoV 2 melalui aerosol bisa saja terjadi karena SARS-CoV 2 dapat bertahan
dalam aerosol selama berjam-jam, serta coronavirus diketahui dapat bertahan pada beberapa benda mati (Tabel 1)
[21-23].
Tabel 1. Persistensi berbagai jenis coronavirus pada permukaan benda mati [23]

Permukaan Jenis Virus Titer Virus Suhu Persistensi


Besi MERS-CoV 105 200C 48 jam
HCoV 103 210C 120 jam
Alumunium HCoV 5 x 103 210C 2-8 jam

3
Permukaan Jenis Virus Titer Virus Suhu Persistensi
Metal SARS-CoV (Strain P9) 105 Suhu ruang 120 jam
Kayu SARS-CoV (Strain P9) 105 Suhu ruang 96 jam
Kertas SARS-CoV (Strain P9) 105 Suhu ruang 96-120 jam
SARS-CoV (Strain GVU6109) 106 Suhu ruang 24 jam
105 3 jam
104 < 5 menit
Plastik SARS-CoV (Strain HKU39849) 105 220-250C < 120 jam
MERS-CoV 105 200C 48 jam
300C 8-24 jam
SARS-CoV (Strain P9) 105 Suhu ruang 96 jam
SARS-CoV (Strain FFMI) 107 Suhu ruang 144-216 jam
HCoV (Strain 229E) 107 Suhu ruang 49-144 jam
PVC HCoV (Strain 229E) 103 210C 120 jam
Karet Silikon HCoV (Strain 229E) 103 210C 120 jam
Disposable gown SARS-CoV (Strain GVU6109) 106 Suhu ruang 48 jam
105 24 jam
104 1 jam
Sarung tangan bedah (Lateks) HCoV (Strain 229E) 5 x 103 210C < 8 jam
Keramik HCoV (Strain 229E) 103 210C 120 jam
Teflon HCoV (Strain 229E) 103 210C 5 jam

5. Epidemiologi

Pada awal tahun 2020 muncul wabah pneumonia baru di Wuhan Cina yang tidak lama setelahnya menyebar dengan
cepat ke lebih dari 190 negara. Terdapat 72.314 catatan kasus yang dilaporkan Chinese Center for Disease Control and
Prevention, 44.672 diklasifikasikan sebagai kasus dikonfirmasi COVID-19, diagnosis berdasarkan hasil tes asam
nukleat virus menghasilkan reaksi positif pada sampel swab tenggorokan, 16.186 sebagai kasus yang masih terduga,
diagnosis berdasarkan gejala dan paparannya saja, tidak ada tes dilakukan karena kapasitas pengujian tidak cukup
pada saat itu, 10.567 sebagai kasus yang didiagnosis secara klinis, dan 889 kasus asimptomatik, diagnosis dengan
hasil tes asam nukleat virus menghasilkan reaksi positif tetapi gejala khas seperti demam, batuk kering, dan
kelelahan tidak terlihat [24]

COVID-19 pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 [25]. Pada tanggal 10 Maret 2020 data
menunjukan terdapat 13.645 kasus dengan jumlah kematian sebesar 959 dengan tingkat mortalitas sekitar 7.03%,
cukup tinggi untuk negara di asia tenggara [6, 21]. Berdasarkan data sebaran, di Indonesia kasus posiif cenderung
terjadi pada pasien berusia sekitar 31-60, dengan tingkat kematian yang tinggi pada pasien usia 60 tahun ke atas
(Tabel 2). Beberapa negara seperti Amerika serikat dan Itali menjadi pusat pandemik COVID-19 dengan jumlah
kematian yang melampaui cina (Tabel 4).

Tabel 2. Data sebaran kasus dan Case Fatality Rate (CFR) berdasarkan usia dan jenis di Indonesia per 11 Mei 2020
[26]

Indonesia
Usia/Jenis Kelamin
Kasus % CFR %
Laki-laki 57.5 0.07
Perempuan 42.5 0.06
0-5 1.2 0.03
6-17 4.3 0.009
18-30 18.8 0.01
31-45 29 0.02
46-59 29.5 0.09
> 60 17.2 0.18

4
Tabel 3. Data sebaran kasus positif di selruh Provinsi di Indonesia per 11 Mei 2020 [26]

Provinsi Kasus % Provinsi Kasus % Provinsi Kasus %


DKI Jakarta 37.0 Sumatera Barat 2.1 Kepulauan Riau 0.7
Jawa Timur 10.7 Sumatera Selatan 2.0 Sulawesi Tengah 0.6
Jawa Barat 10.2 Kalimantan Selatan 1.9 Sulawesi Tenggara 0.5
Jawa Tengah 7.0 Kalimantan Timur 1.6 Riau 0.5
Sulawesi Selatan 5.1 Kalimantan Tengah 1.4 Papua Barat 0.5
Banten 3.8 Sumatera Utara 1.3 Lampung 0.5
NTB 2.4 DI Yogyakarta 1.1 Jambi 0.5
Bali 2.2 Kalimantan Utara 0.9 Sulawesi Barat 0.4
Papua 2.2 Kalimantan Barat 0.9 Maluku Utara 0.2
Bengkulu 0.3 Maluku 0.2 K Bangka Belitung 0.2
Gorontalo 0.1 Aceh 0.1 NTT 0.1

Tabel 4. Data kasus COVID-19 dan case fatality rate (CFR) di beberapa negara per 10 Mei 2020 [6, 21]

Negara Kasus Jumlah Kematian CFR (%)


Indonesia 13.645 959 7.03%
Malaysia 6.589 108 1.64%
Singapura 22.460 20 0.09%
Thailand 3.004 56 1.86%
Itali 218.268 30.395 13.93%
Amerika Serikat 1.310.000 78.794 6.02%
Cina 83.991 4.637 5.52%

6. Patogenesis

Patogenesis SARS-CoV 2 belum diketahui secara jelas, tetapi diduga tidak jauh berbeda dengan SARS-CoV. Pasien
COVID-19 menunjukan manisfestasi klinis seperti demam, batuk kering, dispnea, myalgia, kelelahan, jumlah
leukosit meingkat lebih dari jumlah normal, serta bukti radiografi pneumonia, gejala-gejala tersebut mirip dengan
gejala pada SARS-CoV dan MERS-CoV, sehingga meskipun patogenesis COVID-19 kurang dipahami, mekanisme
yang sama dari SARS-CoV dan MERS-CoV memberi banyak informasi mengenai mekanisme yang terjadi COVID-
19 [11].

Faktor pada virus dan sel inang berpengaruh penting pada infeksi coronavirus. Selama infeksi, sel inang akan
memicu terjadinya respon imun terhadap virus. Respon imun yang berlebihan atau kekurangan akan menyebabkan
kerusakan jaringan, kurang siapnya respon imun terhadap virus akan menyebabkan virus bereplikasi dan
menyebabkan kerusakan jaringan, di sisi lain kelebihan respon imun juga dapat menyebabkan rusaknya jaringan,
sehingga bisa dilihat bahwa disregulasi sistem imun berperan penting dalam infeksi SARS-CoV 2. Sebuah studi
menunjukan bahwa dari 452 pasien COVID-19 yang dianalisis, 286 yang mengalami infeksi berat dan memiliki
jumlah limfosit lebih rendah, jumlah leukosit yang lebih tinggi, serta persentase monosit, eosinofil dan basophil
yang rendah [10-11, 27].

Pada SARS-CoV dan MERS-CoV, ketika virus masuk ke dalam sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen
presentation cells (APC) dimana presenrasi antigen virus bergantung pada molekul major histocompability complex
(MHC) kelas I dan II. Selanjutnya, presentasi antigen akan menstimulasi respon imunitas humoral dan selular yang
dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik terhadap virus [11]. Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki
spektrum yang luas, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,
sepsis, hingga syok sepsis (Tabel 5).

5
Tabel 5. Beberapa profil klinis pasien COVID-19.

Frekuensi %
Studi Huang, et al [28] Guan, et al [29] Young, et al [30] Arentz, et al [31]
Subjek 41 1.099 18 21 (kritis)
Lokasi Wuhan Cina Singapura Washington
Temuan klinis
Demam 98 43.4 72 52.4
Batuk 76 67.8 83 47.6
Pilek - 4.8 6 -
Nyeri tenggorokan - 13.9 61 -
Fatigue 44 38.1 - -
Nyeri kepala 8 13.6 - -
Sesak 55 18.7 11 76.2
Diare 3 3.8 17 -

7. Diagnosis dan Pengobatan

Saat ini WHO merekomendasikan pemeriksaan berbasis molekuler, metode yang dianjurkan adalah mendeteksi
virus dengan amplikasi asam nukleat menggunakan real time reversetranscription polymerasechain (rRT-PCR) dan
dengan sequencing [32]. Beberapa studi mendeteksi SARS-CoV 2 menggunakan lateral flow immunoassay (LFIA),
immunochromatographic (ICG), gold-based ICG assay (GICA) serta enzyme-linked immunoassay (ELISA) (Tabel 6).

Studi yang dilakukan Song, dkk [33] , mencoba mendeteksi virus dengan membuat skor COVID-19 Early Warning
Score (COVID-19 EWS) berdasarkan 1311 orang yang melakukan pemeriksaan SARS-CoV 2 di China. Parameter skor
ini menilau beberapa aspek seperti gambaran pneumonia pada CT-scan toraks, riwayat kontak erat, demam, gejala
tespirtorik bermakna (batuk, sesak dll), suhu tubuh, jenis kelamin, usiam serta rasion nuetrofil limfosit. Nilai skor
menunjukan minimal angka 10 bisa dijadikan rujukan dugaan awal dari pasien COVID-19. Beberapa studi menguji
obat-obatan yang diduga berpotensi mengatasi SARS-CoV 2 seperti lopinavir (LPV), hidroksikloroquin (HCQ) dan
kloroquin, immunoglobin intravena (IVI g) dilakukan, dan beberapa pengujian menghasilkan reaksi yang positif
(Tabel 7).

Tabel 6. Beberapa profil studi serologi untuk mendeteksi COVID-19

Studi Subjek Metode Parameter Kontrol Sensitivitas Spesifisitas


Zhengtu, et al [34] 525 LFIA Deteksi IgM dan/atau IgG rRt-PCR 88.6% 90.63%
Xiang, et al [35] 98 ELISA Deteksi IgM dan/atau IgG rRt-PCR 87.3% 100%
126 GICA Total Antibodi - 94.8% 100%
Pan, et al [36] 27 ICG Deteksi IgM dan/atau IgG
rRt-PCR 11.1% 55%
1-7 hari
8-14 hari 92.9% 16.6%
>14 hari 96.8% 28.5%

Tabel 7. Beberapa pengujian pengobatan COVID-19

Studi Desain Partisipan Obat Dosis Hasil Penelitian


Cao, et al Uji klinis tanpa 199 pasien LPV 400 mg/100mg, Tidak terdapat
[37] acak terbuka dewasa kondisi 2 kali selama 14 hubungan antara LPV
parah hari dengan waktu
perbaikan klinis,
mortalitas dan jumlah
virus

6
Studi Desain Partisipan Obat Dosis Hasil Penelitian
Yao, et al In vitro 42 pasien dengan HCQ Beberapa HCQ lebih signifikan
[38] usia mulai dari Kloroquin varian dosis dubandingkan
12 tahun kloroquin dalam
menghambat SARS-
CoV 2
Cao, et al Analisis 3 pasien dewasa IVIg dan 0.3-0.5g/kg Dari tiga kasus
[39] beberapa kasus kondisi parah terapi standar berat badan terdapat percepatan
(HCQ) klinis

8. Kesimpulan

COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus baru yang termasuk ke dalam jenis SARS-CoV yaitu
SARS-CoV 2 dan telah menjadi pandemik. Penyakit ini memiliki tingkat tranmisi yang relative cepat, serta
patogenitas dan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Terapi atau pengobatan untuk pengobatan ini belum jelas
sehingga dibutuhkan studi-studi lanjutan dari berbagai bidang untuk mengatasi pandemik tersebut.

Daftar Pustaka
[1] World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report. [Internet].Tersedia:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/situation-reports. [Diakses: 9 Mei 2020].

[2] Woo PC, Lau SK, Huang Y, Yuen KY. Coronavirus diversity, phylogeny and interspecies jumping. Exp Biol Med
(Maywood) 2009; 234:1117-1127. DOI: 10.3181/0903-MR-94

[3] Letko M, Marzi A, Munster V. Functional assessment of cell entry and receptor usage for SARS-CoV 2 and other
lineage B Betacoronavirus. Nature Microbiology. 2020. DOI: 10.1038/s41564-020-068-y

[4] Ren LL, Wang YM, Wu ZQ, Xiang ZC, Guo L, Xu T, Jiang YZ et al. Identification of a novel coronavirus causing
severe pneumonia in human: a descriptive study. Chinese Medical Journal. 2020; 5:133(19). DOI:
10.1097/CM9.0000000000000722

[5] Cui J, Li F, Shi ZL. Origin and evolution of pathogenic coronaviruses. Nature Microbiology. 2019; 17(3); 181-192.
DOI: 10.1038/s41579-018-0118-9

[6] Our Wolrd in Data Mortality Risk of COVID-19. [Internet]. Tersedia: https://ourworldindata.org/mortality-risk-
covid. [Diakses; 9 Mei 2020]

[7] Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and Important Lessons From the Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Outbreak in China: Summary of a Report of 72314 Cases From the Chinese Center for Disease Control and
Prevention. JAMA. 2020. DOI: 10.1001/jama.2020.2648.

[8] GISAID. Genomic epidemiology of novelcoronavirus. [Interney]. Tersedia: https://nextstrain.org/ncov. [Diakses:


7 Mei 2020]
[9] Morales AJR, Ramon GJB, Rabaan AA, Sah R, Dhama K, Mondolfi AP, Pagliano P, Esposito S. Infez Med. 2020;
2:139-142.
[10] Li G, Fan Y, Lai Y, Han T, Li Z, Pan P, Wang W, Hu D, Zhang Q, Wu J. Journal of Medical Virology. 2020. DOI:
10.1002/MV.25685
[11] Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. 2020. Molecular Immune Pathogenesis and Diagnosis of COVID-19.
Elvesier B.V. 2020; 10(2):102-108. DOI: 10.1016/j.jpha.2020.03.001
[12] Belouzard S, Chu VC, Whittaker GR. Activation of the SARS coronavirus spike protein via sequential proteolytic
cleavage at two distinct sites. PNAS Microbiology. 2009; 106 (4): 5871-5876. DOI: 10.1073/pnas.0809524106
[13] Simmons G, Reeves JD, Amberg SM, Piefer AJ, Bates P. Characterization of severe acute respiratory syndrome
associated (SARS-CoV) spike glycoprotein mediated viral entry. 2004; 101: 4240-4245
[14] Wang H, Yang P, Liu K, Guo F, Zhang Y, Zhang G, Jiang C. Cell Research Nature Publishing Group. 2008; 18(12):
290-301. DOI: 10.1038/cr.2008.15

7
[15] Walls AC, Park YJ, Tortorici MA, Veesler D. Structure, Function, and Antigenicity of The SARS-CoV 2 Spike
Glycoprotein. Elvisier. 2020; 180: 1-12. DOI: 10.1016/j.cell.2020.02.058
[16] Lan J, Ge J, Yu J, Shan S, Zhou H, Fan S, Zhang Q, Shi X, Wang Q, Zhang L, Wang X. Structure of the SARS-CoV
2 Spike receptor-binding domain bound to the ACE2 receptor. Elvisier. 2020. DOI: 10.1038/s41568-020-2180-5
[17] Zhang H, Penninger JM, Li Y, Zhong N, Slutsky AS. Angiotensin-converting enzyme 2 (ACE 2) as a SARS-CoV
2 receptor: molecular mechanisms and potential therapeutic target. Intesive Care Med. 2020; 46:586-590
[18] World Health Organization. Report of WHO China Joint Mission of Coronavirus Dissease 2019 (COVID-19).
[Internet]. Tersedia: https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/who-china-joint-mission-on-covid-19-
final-report.pdf. [Diakses: 7 Mei 2020]
[19] Han Y, Yang H. The transmission and diagnosis of 2019 novel coronavirus infection disease (COVID-19): A
Chinese perspective. J Med Virol. 2020. DOI: 10.1002/ jmv.25749
[20] Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. The reproductive number of COVID-19 is higher compared to
SARS coronavirus. J Travel Med. 2020;27(2).
[21] World Health Organization. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) situation report.-111. [Internet]. Tersedia:
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200510covid-19-sitrep111.pdf. [Diakses:
10 Mei 2020]
[22] Doremalen VN, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A, Williamson BN, et al. Aerosol and Surface
Stability of SARS-CoV-2 as Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020. DOI: 10.1056/NEJMc2004973
[23] Kampf G, Todt D, Pfaender S, Steinmann E. Persistence of coronaviruses on inanimate surfaces and their
inactivation with biocidal agents. J Hosp Infect. 2020;104(3):246-51.
[24] Wu ZW, McGoogsn JM. Characteristic of and important lesons from the coronavirus disease 2019 (COVID-19)
outbreak in china summary of report of 72 314 cases report from the chinese center for disease 2019 (COVID 19).
JAMA.2020. DOI: 10.1001/jama.2020.2648
[25] World Health Organization. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) situation report.-42. [Internet]. Tersedia:
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200510covid-19-sitrep42.pdf. [Diakses:
10 Mei 2020]
[26] Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Peta Persebaran. [Internet]. Tersedia:
https://covid19.go.id/peta-sebaran. [Diakses: 11 Mei 2020]
[27] Qin C, Zhou K, Hu Z, Zhang S, Yang S et al. Dysregulation of immune response in patients with COVID-19 in
Wuhan, China. 2020. DOI: 10.1093/cid/cisa248
[28] Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients infected with 2019 novel
coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020;395(10223):497-506.
[29] Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, et al. Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in
China. New Engl J Med. 2020. DOI: 10.1056/ NEJMoa2002032.
[30] Young BE, Ong SWX, Kalimuddin S, Low JG, Tan SY, Loh J, et al. Epidemiologic Features and Clinical Course
of Patients Infected With SARS-CoV-2 in Singapore. JAMA. 2020. DOI: 10.1001/jama.2020.3204.
[31] Arentz M, Yim E, Klaff L, Lokhandwala S, Riedo FX, Chong M, et al. Characteristics and Outcomes of 21
Critically Ill Patients With COVID-19 in Washington State. JAMA. 2020. DOI: 10.1001/jama.2020.4326
[32] World Health Organization. Laboratory testing for coronaviruses disease 2019 (COVID-19) in suspected human
case. [Internet]. Tersedia: ttps://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/331329/WHO-COVID-19-laboratory-
2020.4-eng.pdf?sequence=1&isAllowed=y. [Diakses: 10 Mei 2020]
[33] Song CY, Xu J, He JQ, Lu YQ. COVID-19 early warning score: a multi-parameter screening tool to identify highly
suspected patients. medRxiv preprint. DOI: 10.1101/2020.03.05.20031906
[34] Li Z, Yi Y, Luo X, Xiong N, Liu Y, Li S, et al. Development and Clinical Application of A Rapid IgM-IgG
Combined Antibody Test for SARSCoV-2 Infection Diagnosis. J Med Virol. 2020. DOI: 10.1002/jmv.25727.

8
[35] Xiang J, Yan M, Li H, Liu T, Lin C, Huang S, et al. Evaluation of Enzyme-Linked Immunoassay and Colloidal
GoldImmunochromatographic Assay Kit for Detection of Novel Coronavirus (SARS-Cov-2) Causing an Outbreak of
Pneumonia (COVID-19). medRxiv. 2020. DOI: 10.1101/2020.02.27.20028787.
[36] Pan Y, Li X, Yang G, Fan J, Tang Y, Zhao J, et al. Serological immunochromatographic approach in diagnosis
with SARS-CoV-2 infected COVID-19 patients. medRxiv. 2020. DOI: 10.1101/2020.03.13.20035428.
[37] Cao B, Wang Y, Wen D, Liu W, Wang J, Fan G, et al. A Trial of Lopinavir-Ritonavir in Adults Hospitalized with
Severe Covid-19. N Engl J Med. 2020. DOI: 10.1056/ NEJMoa2001282.
[38] Yao X, Ye F, Zhang M, Cui C, Huang B, Niu P, et al. In Vitro Antiviral Activity and Projection of Optimized
Dosing Design of Hydroxychloroquine for the Treatment of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2). Clin Infect Dis. 2020. DOI: 10.1093/cid/ciaa237.
[39] Cao W, Liu X, Bai T, Fan H, Hong K, Song H, et al. High-dose intravenous immunoglobulin as a therapeutic
option for deteriorating patients with Coronavirus Disease 2019. Open Forum Infect Dis. 2020. DOI: 10.1093/
ofid/ofaa102.

Anda mungkin juga menyukai