Anda di halaman 1dari 5

[ARTIKEL 1] Penurunan Angka Infeksi Jarum Infus Menambah Kepercayaan Diri RS Jasa Kartini Untuk

Memberikan Pelayanan Terbaik Bagi Pasien Rawat Inap

Rumah Sakit Jasa Kartini menjadi salah-satu fasilitas pelayanan kesehatan yang mengedepankan kualitas
dan kepuasan pasien diatas segalanya, sesuai dengan motto Rumah sakit “because we CARE”, yang
mempunyai maksud bahwa setiap pelayanan yang ditawarkan akan mengedepankan kepedulian dan
pelayanan terbaik bagi pasiennya, hal ini berbanding lurus sesuai yang diamanatkan oleh Peraturan
Menteri Kesehatan (PMK) Republik Indonesia No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien (Patient
safety) yang mana salah satu Sasaran Keselamatan Pasien adalah Pengurangan Resiko Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan (SKP 5).

Sebagai upaya untuk menunjang kepentingan informasi yang diperlukan pihak Internal dan Eksternal,
publikasi data pada salah satu indikator mutu yang disurvey untuk periode April – Juni 2018 di Rumah
Sakit Jasa Kartini yaitu angka kejadian infeksi jarum infus (phlebitis).

Infeksi Jarum Infus (phlebitis) merupakan kondisi pembuluh darah vena mengalami inflamasi atau
peradangan, hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, baik faktor yang berhubungan dengan keadaan
pasien maupun faktor pendukung seperti alat kesehatan yang kontak langsung ataupun teknik
pemasangan.

Berikut Angka Infeksi Jarum Infus (Phlebitis) di Rumah Sakit Jasa Kartini periode April – Juni 2018

Grafik Infeksi Jarum Infus

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan descriptive analitik non-
eksperimental sedangkan untuk rancangan penelitiannya adalah kuantitatif dengan pendekatan kohort
prospektif, serta menggunakan pendekatan surveilans dengan metoda hospital wide dan bermaksud
untuk membandingkan angka infeksi jarum infus (phlebitis) dengan jumlah hari rawat inap pasien dalam
satu bulan.

SUBYEK PENELITIAN

Subyek penelitian ini adalah pasien rawat inap yang menggunakan Kateter Intravena (Terpasang Infus) di
seluruh ruang rawat inap Rumah Sakit Jasa Kartini.

Kriteria Inklusi : Jenis kelamin Laki-laki dan Perempuan.

Pasien rawat inap yang menggunakan Kateter Intravena (terpasang infus) di ruang rawat inap Rumah
Sakit Jasa Kartini
POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap Rumah Sakit Jasa Kartini yang terpasang
Kateter Intravena dengan kriteria inklusi yang ditetapkan.

Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling, dengan kata lain seluruh pasien rawat inap yang
terpasang infus pada setiap bulan selama periode April–Juni 2018 mempunyai kesempatan yang sama
untuk dijadikan sampel.

Berikut rekapitulasi perbandingan angka kejadian infeksi jarum infus dengan lama hari rawat dalam
periode April – Juni 2018 :

Angka Infeksi Jarum Infus

ANALISA

Trend Angka infeksi jarum infus pada periode April – Juni 2018 mengalami perbaikan, dengan
memperlihatkan trend yang semakin menjauhi angka standar, hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya :

Komite PMKP dan Komite PPI Rumah Sakit Jasa Kartini berkoordinasi dengan Direksi Rumah Sakit Jasa
Kartini untuk menentukan jadwal penggantian infus jika teridentifikasi adanya tanda grade phlebitis
pada VIP Score 1.

Perawat melaksanakan program observasi lokasi pemasangan infus secara rutin.

Program Sosialisasi kepada Profesional pemberi asuhan yang kontak dengan pasien tentang tanda
infeksi jarum infus yang harus dilaporkan sebagai HAIs.

KESIMPULAN

Angka infeksi jarum infus di Rumah Sakit Jasa Kartini semakin menurun, hal ini merupakan salah satu
pencapaian Rumah Sakit Jasa Kartini dalam mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan dan perbaikan kualitas diatas segalanya, sesuai Motto Rumah
Sakit Jasa Kartini “BECAUSE WE CARE”.
[ARTIKEL 2] Jangan Sepelekan Perbesaran Kelenjar Prostat

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah perbesaran jinak kelenjar prostat yang dapat menyebabkan
penyumbatan saluran kencing. Kelenjar prostat adalah kelenjar yang berbentuk seperti kacang kenari
yang merupakan bagian dari sistem reproduksi pria dan berperan dalam menghasilkan cairan penting
untuk kesuburan laki-laki. Kelenjar prostat memiliki 2 periode pertumbuhan utama. Periode pertama
terjadi saat pubertas dan periode kedua mulai pada sekitar usia 25 tahun. Benign prostatic hyperplasia
biasanya terjadi pada fase pertumbuhan kedua.

Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia antara lain adanya kesulitan dalam berkemih, nyari saat
berkemih, menetesnya urine pada akhir berkemih atau rasa tidak puas setelah berkemih dan pada
pemeriksaan USG saluran kencing terlihat perbesaran pada prostat. Akibat dari BPH ini menyebabkan
munculnya infeksi saluran kemih, hemoroid atau wasir, hematuri atau kencing berdarah, batu kandung
kemih hingga gagal ginjal. Faktor yang meningkatkan risiko terkena benign prostatic hyperplasia meliputi
seiring bertambahnya usia pria, maka akan beresiko terkena BPH; penderita diabetes tipe 2, penyakit
jantung, penyakit peredaran darah, atau penggunaan beta blockers (obat darah tinggi dan detak jantung
yang cepat); adanya disfungsi ereksi; serta gaya hidup yang tidak sehat / obesitas.

Hal-hal yang perlu kita waspadai saat menderita Benign Prostatic Hyperplasia antara lain tidak dapat
buang air kecil, merasasakit saat urinasi, demam di atas 38°C, menggigil, nyeri pada tubuh, Punggung
bawah sakit, urin berdarah, sakit saat ejakulasi hingga tidak dapat mengendalikan urinasi selama
beberapa minggu atau bulan. Apabila didapatkan hal demikian, segera hubungi faslitas kesehatan
terdekat. Salah satu cara penanganan Benign Prostatic Hyperplasia adalah dengan operasi. Selanjutnya,
perawatan post operasi yang dapat dilakukan bagi pasien antara lain dengan membatasi aktifitas dengan
menghindari aktifitas yang terlalu berat, tidak mengejan saat BAB, minum 2500-300 ml/hari jika tidak
ada kontraindikasi, buang air kecil saat kandung kemih mulai terasa penuh, rutin minum obat, rutin
kontrol ke dokter serta segera periksakan diri jika ditemukan tanda-tanda urine berwarna keruh dan
berbau busuk, nyeri saat berkemih serta demam dan penurunan jumlah urin.
[ARTIKEL 3] Waspada Penyakit Hirschsprung pada Bayi Baru Lahir

Penyakit Hirschsprung adalah suatu penyakir tidak adanya ganglion saraf parasimpatis pada lapisan
mukosa dan submukosa usus besar mulai anus hingga usus di atasnya. Dalam kondisi normal, otot-otot
di usus akan memeras dan mendorong feses (kotoran) secara ritmis melalui rektum. Pada penyakit
Hirschsprung, saraf yang mengendalikan otot-otot ini (sel ganglion) hilang dari bagian usus sehingga
tinja tidak dapat didorong melalui usus secara lancar. Panjang bagian yang terkena usus bervariasi pada
masing-masing anak. Kotoran akan menumpuk terus di bagian bawah hingga menyebabkan pembesaran
pada usus dan juga kotoran menjadi keras kemudian membuat bayi tidak dapat BAB.

Adapun gejala yang mungkin terjadi antara lain apabila segera setelah lahir bayi tidak dapat
mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir), tidak dapat buang air besar dalam waktu
24-48 jam setelah lahir, perut menggembung, muntah, diare encer (pada bayi baru lahir), berat badan
tidak bertambah, serta malabsorbsi. Pada kasus yang lebih ringan mungkin baru akan terdiagnosis di
kemudian hari. Pada anak yang lebih besar, gejalanya adalah sembelit menahun, perut menggembung
dan gangguan pertumbuhan.

Diagnosa untuk penyakit Hirschsprung ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan colok dubur dengan memasukkan jari tangan ke dalam anus menunjukkan adanya
pengenduran pada otot rektum. Pemeriksaan pendukung yang perlu dilakukan biasanya meliputi
rontgen perut untuk melihat pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja, kontras enema,
manometri anus untuk mengukur tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan balon di dalam
rektum dan dilakukan biopsi rektum untuk melihat tidak adanya ganglion selel saraf.

Penanganan penyakit Hirschsprung tergantung pada usia dimana anak didiagnosis dan seberapa baik
kondisi anak tersebut. Sembelit pada beberapa anak dapat dibantu dengan menggunakan irigasi usus,
dimana tabung tipis dimasukkan melalui lubang anus anak dan diisi dengan larutan air garam hangat
yang dapat melembutkan tinja dan mempermudah untuk mengeluarkan tinja dari usus anak. Semua
anak-anak akan memerlukan operasi untuk mengobati penyakit Hirschsprung. Jika seorang anak yang
baru lahir dan zona aganlionik usus sangat pendek, dokter mungkin menyarankan operasi pull-through.
Jika feses tidak bisa dibersihkan dari usus dengan irigasi urus, dokter mungkin menyarankan pembukaan
lubang pembuangan di perut (stoma) sementara untuk menghilangkan kotoran sehingga memungkinkan
dapat meningkatkan kesehatan anak sebelum operasi tarik trobos. Stoma biasanya tindakan sementara,
yang akan ditutup setelah anak menjalani operasi pull-through. Operasi pull through adalah operasi
untuk membuang bagian usus yang tidak memiliki sel ganglion saraf dan menyambung dua bagian usus
yang sehat. Hal ini akan membentuk usus yang dapat bekerja normal karena memiliki cukup sel saraf
untuk mengendalikan otot usus sehingga anak dapat BAB dengan lancar. Dokter bedah anak akan
membuat lubang pembuangan tinja di dinding perut (stoma) dengan meletakkan bagian usus yang
sehat. Hal ini berarti tinja tidak dikeluarkan dari usus melalui stoma dan ditampung dalam kantong
stoma. Setelah 3-6 bulan, dilakukan operasi lanjutan pull – through dan penutupan stoma.
[ARTIKEL 4] Kusta Bukan Penyakit Keturunan

Kusta adalah penyakit infeksi menular bersifat menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (M. leprae /
bakteri tahan asam). Penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi, dapat pula menyerang jaringan tubuh
lainnya kecuali otak. Kusta bukan penyakit keturunan, bukan pula disebabkan oleh kutukan, guna-guna
ataupun dosa. Gejala penyakit kusta ditandai dengan kelainan kulit berupa bercak putih seperti panu
ataupun bercak kemerahan yang disertai kurang rasa / hilang rasa, tidak gatal dan tidak sakit.   Ada 2 tipe
penyakit kusta yaitu kusta kering dan kusta basah. Kusta kering atau pansa basiler adalah kusta yang
ditandai dengan munculnya jumlah bercak kulit yang mati rasa 1 – 5, ada 1 kerusakan saraf tepi dan
pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kuman kusta (bakteri tahan asam negatif). Sedangkan
kusta basah atau multi basiler ditandai dengan jumlah bercak kulit yang mati rasa lebih dari 5, kerusakan
saraf tepi lebih dari 1 dan pada pemeriksaan leboratorium ditemukan kusta (bakteri tahan asam positif).
Penularan penyakit kusta terjadi dari penderita kusta basah yang tidak diobati ke orang lain melalui
pernafasan / kontak kulit yang lama. Tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian
kecil saja yang tertular kusta. Orang yang sudah tertular kusta pun sebagian besar dapat sembuh sendiri
karena daya tahan tubuh yang baik. Kusta tidak menular melalui makanan atau alat makan.

Bila tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, penyakit kusta dapat menyebabkan kecacatan. Cacat
kusta adalah cacat akibat kuman kusta yang mneyerang saraf penderita. Cacat bisa terjadi juga akibat
luka di tangan dan atau di kaki penderita yang mati rasa. Cacat kusta terjadi akibat penderita terlambat
ditemukan sehingga terlambat diobati. Adapun cara untuk mencegah cacat kusta antara lain dengan
segera berobat ke Puskesmas / Rumah Sakit bila ditemukan kelainan kulit berupa bercak seperti panu /
kemerahan yang mati rasa, makanlah obat kusta secara teratur sesuai aturan dan kontrol ke petugas
kesehatan setiap bulan sekali. Bila timbul tanda bahaya, segera minta pertolongan ke petugas
kesehatan. Obat yang diberikan untuk penderita kusta adalah obat yang dikemas dalam blister yang
disebut Multi Drug Therapy (MDT) yang disesuaikan dengan tipe kusta penderitanya. Beberapa hal yang
perlu diwaspadai untuk mencegah kecacatan akibat kusta antara lain, apabila timbul bercak putih yang
tidak ditumbuhi bulu dan tidak mengeluarkan keringat dan kurang / mati rasa, segera lakukan
pemeriksaan ke dokter karena kemungkinan merupakan tanda awal kusta. Selain itu, apabila muncul
bercak bertambah merah, tebal, disertai demam dan nyeri sendi, hal ini merupakan gejala reaksi
kusta.Apabila kulit penderita yang sedang dalam pengobatan menjadi gatal, melepuh, mengelupas, hal
ini merupakan gejala rekasi obat dan segeralah berkonsultasi kepada dokter.

Anda mungkin juga menyukai