Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PERCOBAAN
TITRASI ASAM BASA
Disusun Oleh :
MA’RIFAH (19/FAM/108)
Mengetahui kadar suatu senyawa asam atau basa yang terdapat dalam suatu sampel, dengan
menggunakan Titrasi Asam dan Basa. Dengan menitrasinya dengan larutan baku basa (alkalimetri)
atau sampel basa larutan asam (asidimetri) maka kita sapat mengetahui lebih banyak indikator dan
sampel apa saja yang digunakan.
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Titrasi adalah suatu metode untuk menetukan konsentrasi zat didalam larutan. Titrasi
dilakukan dengan mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang diketahui
konsentrasinya. Reaksi di lakukan secara bertahap ( tetes demi tete) hingga tepat mencapai
titik stokiometri atau titik setara.
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari bahasa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara
pemberian Proton atau asam dengan penerimaan Proton atau basa.
Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara asidi alkalimetri dalam
farmakope Indonesia edisi 4 adalah amfetamin sulfat dan sediaan tabletnya amonia
asam asetat glasial asam asetil salisilat asam benzoat asam fosfat asam klorida asam
nitrat asam asam salisilat asam sitrat asam sulfat asam sulfat asam tartrat asam
undesilenat benzyil benzoat, busulfan dan sediaan tabletnya butil paraben efedrin dan
sediaan tablet nya entasi namida ethylparaben etisteron furosemida glibenklamid
calamine ketoprofen kloralhidrat clonidine hidroklorida levamisol HCL lynestrenol
magnesium hidroksida magnesium oksida Ahmad methenamine metil paraben metil
salisilat naproxen natrium bikarbonat serta sediaan tablet dan injeksinya natrium
hidroksida natrium tetraborat metilsulfat propylparaben propin tiourasil sakarin atrium
dan zing oksida.
Larutan-larutan
1. Larutan baku primer : h2 CO2 2 H2O 0,1 n
2. Larutan baku sekunder : NaOH 0,1 n
3. Larutan baku sampel : asam klorida atau asam salisilat
Dalam pengertian Bronsted, asam adalah segala zat yang dapat memberikan proton,
dan basa adalah zat yang dapat menerima proton. Ion hidroksida, pastinya adalah suatu
akseptor proton dan karena itu merupakan basa Bronsted tetapi ion itu tidak unik. Ion
tersebut adalah satu dari banyak spesies yang dapat mempertunjukkan perilaku dasar.
Ketika suatu asam menghasilkan proton, spesies yang kekurangan harus memiliki
sedikit afinitas proton sehingga merupakan suatu basa. Jadi dalam perlakuan Bronsted
kita menemui pasangan asam basa konjugat :
HB H+ +B
Asam Basa
Asam HB secara listrik dapat bersifat netral, anion atau kation (misalnya : HCL, HSO4́ ,
NH +¿¿
4 ) sehingga kita tidak bisa menyebutkan muatan pada HB maupun B.
Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan
sampai seluruh reaksi selesai yang menyetarakan dengan perubahan warna. Perubahan
warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi.
Dalam memilih suatu asam digunakan dalam larutan standar hendaknya di perhatikan
faktor-faktor berikut :
1. Asam itu harus kuat, yakni sangat terdisosiasi
2. Asam tersebut tidak menguap
3. Larutan asam harus stabil
4. Garam dari asam tersebut harus mudah larut
5. Asam tersebut bukan pengoksidasi yang kuat untuk menghancurkan senyawa-
senyawa organik yang digunakan sebagai indikator.
Asam sulfat dan asam klorida paling banyak digunakan untuk larutan standar
walaupun waupun tidak satupun dari keduanya yang memenuhi syarat tersebut.
Asidimetri merupakan metode titrimetri atau volumetri yang didasarkan pada
pengukuran seksama jumlah volume asam yang digunakan baik untuk zat-zat organik
maupun anorganik.
NaOH merupakan basa yang paling lazim digunakan untuk titrasi asam basa. NaOH
selalu terkontaminasi oleh sejumlah kecil pengotor yang paling serius diantaranya
adalah Na2CO3. Ketika CO2 diserap oleh larutan NaOH,reaksi berlaku dan terjadi :
CO2 + 2OH- + H2O
Alkalimetri merupakan metode titrimetri yang didasarkan pada pengukuran seksama
jumlah jumlah volume basa yang digunakan.
Dalam praktik laboratorium adalah biasa untuk membuat larutan dari asam dan basa
dengan konsentrasi yang diinginkan dan kemudian menstandarisasi larutan terhadap
standar utama. Membuat larutan standar dari asam klorida bisa dilakukan dengan
langsung menimbang sebagian HCL yang diketahui densitasnya diikuti dengan
pengenceran dalam labu volumetri. Namun, lebih sering larutan asam tersebut di
standarisasi dengan cara yang biasa terhadap standar utama.
Reaksi antara zat yang terpilih sebagai standar utama dan asam atau basa harus
memenuhi syarat-syarat untuk analisis titrimetrik. Selain itu, standar utama harus
memenuhi karakteristik berikut ini:
1. Harus langsung tersedia dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya. Secara umum, jumlah total pengotor harus tidak melebihi 0,01
sampai 0,02 % dan seharusnya kita bisa menguji adanya pengotor dengan adanya
penguji kualitatif yang diketahui kepekaannya.
2. Zat tersebut harus mudah mengering dan tidak boleh terlalu higroskopis karena hal
itu dapat mengakibatkan air terikut pada saat penimbangan. Zat tersebut tidak
boleh kehilangan berat saat terpapar udara.
3. Standar utama itu diinginkan memiliki berat ekuivalen yang tinggi untuk
meminimalkan akibat-akibat dari kesalahan saat penimbangan.
4. Asam atau tersebut lebih disukai yang kuat, yakni, sangat terdisosiasi. Namun
demikian, asam atau basa lemah dapat digunakan sebagaistandar utama.
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian
juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah jika penitrasian
adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari
104 pH berubah secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton
ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasnya tersolvasi sebagai
H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa,
pH dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur.
Dalam penetuan titrasi , larutan yang dititrasi disebut titrat. Sedangkan larutan
pentitrasi disebut titran. Titran dituangkan dari buret tetes tetes demi tetes kedalam
larutan titrat sampai titik stokiometri tercapai. Titrasi asam basa pada dasarnya adalah
reaksi penetralan asam oleh basa atau sebaliknya. Persamaan ion bersihnya adalah :
H+(aq) + OH-(aq) H2O( l)
1. Bentuk kurva selalu berupa sigmoid
2. Ketika mendekati titik ekuivalen bentuk kurva tajam
3. Pada titik setara pH sama dengan 7.
Larutan basa yang akan diteteskan ( titran ) di masukkan ke dalam buret (pipa
panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan
sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia dengan
mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati
titik ekuivalen, di akai indikator yang warnanya di sekitar titik ekuivalen. Data titrasi
yang di amati adalah titik akhir bukan titik ekuivalen.
Suatu proses didalam laboratorium untuk mengukur jumlah suatu reaktan yang
bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan lainnya, dimana reaktan pertama
ditambahkan secara kontinu ke reaktan kedua di sebut titrasi reaktan yang ditambahkan
tadi disebut sebagai titran dan reaktan yang ditambahkan titran disebut titer. Sala satu
masalah teknis dalam titrasi adalah titik dimana suatu perubahan dapat diamati, terjadi
yang dapat mengidentifikasi pendekatan yang paling baik dititik equivalen. Secara ideal
titik equivalen dan titik akhir seharusnya identik, tetapi dalam prakteknya jarang sekali
ada orang yang mempu membuat kedua titik tersebut tepat sama, meskipun ada
beberapa hal dari mana perbedaan antara kedua hal tersebut dapat diabaikan.
Analisis mendapat keuntungan dari perubahan pH yang besar yang terjadi dalam
titrasi untuk penetuan saat kapan titik ekuivalen dicapai. Ada banyak asam dan basa
organik lemah yang bentuk tak terurainya dan bentuk ioniknya memiliki warna yang
berbeda. Molekul tersebut bisa digunakan untuk menentukan kapan penambahan titran
telah mencukupi dan dinamakan indikator visual. Sebuah contoh sederhana adalah p-
nitro fenol pada Gambar 6.0 yang merupakan asam lemah yang terurai sebagai berikut:
Gambar. p-nitrofenol
Bentuk tak terurai p-nitrofenol tidak berwarna ,tetapi ionnya, yang mempun yai
suatu sistem pengubah ikatan tunggal dan ganda, berwarna kuning.
Indikator fenolftalein yang ditunjukkan dalam Gambar 6.1 merupakan asam
diprotik dan tidak berwarna. Indikator ini terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarna
dan kemudian dengan hilangnya proton kedua menjadi ion dengan sistem terkunjat ,
menghasilkan warna merah.
Gamba.r Fenolftalein
Metil oranye, indikator lainnya yang banyak digunakan, merupakan basa dan
berwarna kuning dalam bentuk molekulnya. Penambahan proton menghasilkan kation
yang berwarna merah muda.
Yang menyebabkan indikator asam – basa berubah warnanya bila pH
lingkungannya berubah adalah :
a) Indikator asam basa ialah organik lemah, atau basa organik lemah. Jadi dalam
larutan mengalami kesetimbangan pengionan.
b) Molekul – molekul indikator tersebut mempunyai warna yang berbeda dengan
warna ion-ionnya
c) Letak trayek pH pada pH tinggi atau rendah atau tengah tergantung dari besar
kecilnya Ka atau Kb undikator yang bersangkutan.
d) Terjadi trayek merupakan akibat kesetimbangan dan karena kemampuan mata
untuk membedakan campuran warna-warna.
Perubahan warna indikator terjadi, karena pengionannya membawa perubahan
struktur yaitu struktur molekul dan ionnya berbeda. Perbedaan struktur bentuk asam dan
bentuk basa,itu karenanya mengakibatkan perbedaan warna. Hal ini terjadi karena
bentuk yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi umumnya bentuk yang berwarna.
Konjugasi menyebabkan energi yang diperlukan untuk meningkatkan elektron lebih
rendah, sehingga cukup dipenuhi oleh sinar tampak. Maka sebagian dari sinar putih
diserap dan zat menjadi berwarna. Zat yang tak berwarna menyerap energi yang lebih
besar dan hanya tercukupi oleh sinar uv, sehingga sinar putih tidak dipengaruhi dan
tidak timbul warna.
Perubahan warna suatu indikator tergantung konsentrasi ion hydrogen (H +) yang
ada dalam larutan dan tidak menunjukkan kesempurnaan reaksi atau ketetapan
netralisasi. Indikator pH asam basa adalah suatu indikator atau zat yang dapat berubah
warna apabila pH lingkungan berubah. Misalnya biru brometil (BB), dilarutkan asam
menjadi warna kuning, tetapi dalam larutan basa menjadi biru. Tabel 6.3 mendaftarkan
beberapa indikator asam basa bersama dengan rentang pH meraka .
WARNA
INDIKATOR DAERAH pH
ASAM BASA
Oleh karena itu, tiap tiap indikator ini akan berubah warna dengan satu atau dua tetes
pada titik ekuivalen.
Gambar. Kurva titrasi asam kuat-basa kuat: 50 ml HCl 0,10 M
dititrasi dengan NaOH 0,10 M
Kurva titrasi untuk basa kuat yang dititrasi dengan asam kuat. Misalnya NaOH
dengan HCL, akan sama persis dengan kurva pada gambar jika pOH diplot vs volume
HCL. Jika pH di plot, kurva dalam gambar hanya dibalik, dimulai pada nilai yang
tinggi dan menurun hingga pH yang rendah setelah titik ekuivalen.
Titrasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan jumlah
senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan
organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama
senyawa organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik
dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan
dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan
baku asam kuat misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan
basakuat misalnya NaOH. Tiik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan
perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti
potensiometri, spektrofotometer, konduktometer.
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian
juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian
adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari
104 .pH berubah secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton
ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasnya tersolvasi sebagai
H3O. Reaksi asam basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa,
pH dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur.
Titrasi asam basa sering disebut asidimetri dan alkalimetri, sedang untuk titrasi
pengukuran lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan-imetri. Kata metri
berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam
hubungan mengukur sama saja, yaitu dengan atau dari (with atau off). Akhiran I berasal
dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan
pengukuran jumlah asam ataupun pengukuran dengan asam (yang diukur dalam jumlah
basa atau garam).
Dalam teori ionisasi, suatu larutan netral mengandung jumlah ion hidrogen dan ion
hidroksida (H+ dan CH-) Reaksi netralisasi mempunyai nilai yang berarti untuk analisa
kuantitatif harus berjalan sedemikian sempurna, reaksi ini dapat disimpulkan dengan
cara-cara seperti misalnya : dengan pembentukan suatu zat dengan derajat disosiasi
yang kecil, dengan membebaskan gas dari suatu reaksi dengan pembentukan endapan
dari suatu reaksi dengan membebaskan suatu ion kompleks dengan menambah suatu
pereaksi yang berlebihan.
Pada reaksi netralisasi terjadi reaksi yang sempurna seperti ditunjukkan pada reaksi
berikut :
+ - + -
H Cl + Na CH Na+Cl- + H2O
Dalam hal titrasi asam klorida dengan larutan natrium hidroksida terdapat ion
hidrogen yang berlebihan dalam larutan asam klorida sampai tepat pada waktu
penambahan larutan NaOH dalam jumlah yang setara. Pada titik stelkiometri atau titik
akhir, ion hidrogen yang ada dalam larutan hanya berasal dari disosiasi molekul air.
Asidimetri dan alkalimetri termasuk penetapan titri metri dengan reaksi netralisasi.
H+ + OH- H2O
Asidimetri merupakan metode titrimetri yang didasarkan pada pengukuran seksama
jumlah volume asam yang digunakan, baik untuk zat-zat organik maupun zat anorganik.
Alkalimetri merupakan metode titrimetri yang didasarkan pada pengukuran seksama
jumlah volume basa yang digunakan indikator untuk metode netralisasi ini biasanya
digunakan senyawa organik yang kompleks. Penambahan warna indikator pada titrasi
tergantung pada ion H+. Senyawa organik ini dapat berupa senyawa suatu asam atau
basa yang sempurna mempunyai warna berbeda pada pH tertentu.
BAB lll
METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain : buret, botol semprot, corong, erlenmeyer, gelas ukur,
klem, karet penghisap, pipet volum, statif, sendok tanduk, dan timbangan analitik.
Bahan yang digunakan antara lain : aquadest, asam salisilat,asam klorida, etanol,
fenolftalein, metil merah, natrium hidroksida 0,1086 N, natrium bikarbonat.
B. Uraian Bahan
1. Air suling
Nama resmi : AQUADESTILATA
Nama lain : Air suling atau aquadest
Rumus molekul : H2O
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai pelarut
2. Asam klorida
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam Klorida
Rumus molekul : HCL
Pemerian : cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan maka bau
dan asap menghilang
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai zat tambahan
3. Asam salisilat
Nama resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama lain : asam salisilat
Rumus molekul : C7 H6 O3
Pemerian : hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, rasa agak manis
dan tajam
Kelarutan : larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 jenis bagian etanol (95%)P.
Mudah larut dalam kloroform dan eter.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai sampel
4. Alkohol
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : alkohol atau etanol
Rumus molekul : c2 h6 o
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, larut dalam kloroform P, dan larut dalam
eter P.
Pemerian : cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, rasa panas, dan bau khas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : sebagai Pelarut
5. Fenolftalein
Nama resmi : PHENOLFTALEIN
Nama lain : Fenolftalein
Rumus molekul : C20H14O4
Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%)P
Pemerian : Serbuk hablur putih, putih kekuningan, larut dalam etanol, sukar larut dalam
eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan Indikator
6. Metil merah
Nama resmi : METHYL RED
Nama lain : Metil merah
Rumus molekul : C14H14N3NaO3S
Kelarutan : Mudah larut dalam air panas, sukar larut dalam air dingin dan sangat sukar
larut dalam etanol
Pemerian : Serbuk merah gelap atau hablur lembayung
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai indikator asam basa
7. Natrium Hidroksida
Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
Rumus molekul : NaOH
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur keping, kering, rapuh dan mudah
meleleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera menyerap CO2
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
8. Natrium Karbonat
Nama resmi : NATRII SUBCARBONAS
Nama lain : Natrium Karbonat
Rumus molekul : NaHCO3
Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air
Pemerian : Serbuk putih, buram, rasa asin dan tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
C. Skema Kerja
Langkah kerja
Pembuatan Larutan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan
1. Asidimetri
3. Konsentrasi NaOH, volume NaOH di dalam buret yang keluar adalah 25 ml volume asam
oksalat yaitu 10ml dimasukkan erlemeyer konsentrasinya 0,1 N. dicari konsentrasi NaOH
sebenarnya?
Diketahui =
NaOH = 25 ml
Asam Oksalat = 10ml
Konsentrasi = 0,1N
Ditanya =
Konsentrasi NaOH yang sebenarnya?
Dijawab =
V1.M1.n1 = V2.M2.n2
M2 = V1.M1.n1
V2.n2
M2 = 10ml. 0,1. 2
M2 = 0,08
C. PEMBAHASAN
Asidimetri adalah metode volumetri dan titrimetri yang didasarkan pada pengukuran seksama
jumlah volume asam yang digunakan. Baik untuk zat-zat organik maupun untuk zat-zat
anorganik. Sedangkan alkalimetri adalah metode titrimetri yang didasarkan pada pengukuran
seksama jumlah volume basa yang digunakan. Asidimetri dan alkalimetri adalah proses
penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang di ketahui dan diperlukan untuk
bereaksi secara lengkap dengan jumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Prosedur analisis
yang melibatkan pengukuran yang seksama, volume-volume suatu asam dan suatu basa yang
tepat saling menetralkan.
Dalam percobaan ini digunakan dua metode yaitu metode asidimetri dan metode
alkalimetri. Untuk metode asidimetri mula-mula ditimbang NaHCO3 sebanyak 300 mg.
Kemudian dilarutkan dengan 25 ml aquadest . Ditambah 2-3 tetes indikator metil merah
dan dititrasi dengan NaOH 0,098 N. Diamati perubahan warnanya hingga tetap dan
dicatat volume titrasinya dihitung kadar dan persentase kadarnya. Sedangkan pada
metode alkalimetri digunakan 400 mg sampe asam salisilat . kemudian ditambahkan 10
ml etanol netral yang dibuat dengan mencampur etanol dengan indikator fenolftalein
hingga warnanya tetap. Lalu ditambah 15 ml H20 dan dititrasi dengan NaOH 0,1086 N
hingga larutan berwarna jingga dan dicatat volume titrannya kemudian dihitung kadar
dan persentasenya. Diulangi perlakuan satu kali.
Dalam metode asidimetri natrium bikarbonat merupakan dititrasi dengan asam untuk
menetralkan garamnya. Karena natrium bikarbonat merupakan garam yang bersifat basa
sehingga dalam penetapan kadarnya ditentukan secara asidimetri. Penggunaan indikator
metil merah yang merupakan garam natrium dimana dalam larutan baku banyak
terionisasi dan dalam lingkungan alkalin ionnya memberikan warna bening sehingga
apabila bereaksi dengan HCL sebagai titran akan mengalami perubahan warna dari
bening menjadi jingga. Sedangkan pada asam salisilat di gunakan untuk menetralkan
asamnya karena sifatnya yang asam maka digunakan metode alkalimetri.
Penambahan etanol netral pada alkalimetri di gunakan sebagai pelarut untuk asam
salisilat yang tidak larut dalam aquadest. Dan dalam penentuan kadar asam salisilat
digunakan indikator PP karena titik akhir akan terbentuk garam yang netral dari asam
lemah dan basa kuat. Dimana garam berupa asam salisilat dalam air akan
terhidrolisissehingga larutan akan lebih banyak mengandung OH- dan pada pH 7, maka
indikator yang digunakan adalah yang mempunyai interval pH 8 – 9,5. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna yang ditandai dengan adanya perubahan
warna dari bening ke merah muda.
Larutan basa yang akan diteteskan ( titran ) dimasukkan ke dalam buret dan jumlah
yang di pakai diketahui dari tinggi sebelum da sesudah di titrasi . larutan asam yang di
titrasi di masukkan ke dalam erlenmeyer dengan mengukur volume terlebih dahulu
dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati titik equivalen, dipakai indikator yang
warnanyadi sekitar titik equivalen. Titik ekuivalen terjadi pada saat terjadi perubahan
indikator. Pada titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik equivalen.
Adapun alasan menggunaan alat yaitu, untuk buret sebagai media penampung
titran( larutan baku) dan mengetahui volume titrasi , bola hisap digunakan untuk
menyedot sampel atau pereaksi kedalam suatu pipet volume secara saksama, pipet tetes
untuk meneteskan / menambahkan larutan indikator dengan volume yang sedikit dan
tidak seksama., erlenmeyer sebagai wadah larutan titer, neraca analitik untuk
menimbang berat sampel yang di tentukan, statif dan klem sebagai penegak berdirinya
buret.
Pada percobaan alkalimetri digunakan indikator Fenolftalein yang merupakan
indikator yang dibuat dengan cara kondensasi anhidrida ftalein (asam ftalat) dengan
fenol. Trayek pH 8,2 – 10,0 dengan warna asam yang tidak berwarna dan berwarna
merah muda dalam larutan basa. Penggunaan PP dalam titrasi yaitu :
1. Tidak dapat digunakan dalam titrasi asam kuat oleh basa kuat. Karena pada titik
equivalen tidak tepat memotong pada bagian curam dari kurva titrasi hal ini
disebabkan karena titrasi saling menetralkan sehingga akan berhenti pada pH 7,
sedangkan warna berubah pada pH 8
2. Titrasi asam lemah oleh basa kuat karena pada pH 9 untuk konsentrasi 0,1M
3. Titrasi basa lemah eleh asam kuat,tidak dapat dipakai.
4. Titrasi garam oleh asam lemah oleh asam kuat. Fenolftalein tidak dapat di pakai.
Prayek pH tidak sesuai dengan titik equivalen.
Sedangkan pada percobaan asidimetri digunakan indikator metil merah yang
merupakan indikator asam basa yang memiliki trayek pH 4,2 – 6,3 dengan warna merah
dalam suasana asam dan berwarna kuning dalam suasana basa. Penggunaan metil merah
dalam titrasi:
1. Asam kuat dengan basa kuat tidak dapat di pakai karena pada pH 6,3 sudah terjadi
perubahan belum mencapai pH 7
2. Asam lemah dengan basa kuat tidak disarankan untuk di pakai karena titik
equivalen pada pH 7 sedangkan indikator berubah pada pH 9
3. Basa kuat dan asam kuat. Tidak disarankan untuk dipakai karena titik equivalen
pada pH 7 sedangkan indikator baru berubah pada pH 6,3.
4. Garam asam lemah dan asam kuat. Tidak baik karena sebelum pada pH 5 indikator
sudah berubah warnanya
Penggunaan NaOH pada metode alkalimetri karena merupakan metode titrimetri dan
volumetri yang didasarkan pada pengukuran seksama jumlah volume basa ( NaOH )
begitupun sebaliknya asidimetri merupakan metode titrimetri berdasarkan pengukuran
seksama jumlah volume asam (HCL) sebagai larutan baku. NaOH dan HCL juga
merupakan basa kuat dan asam kuat.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga hasil yang didapatkan tidak
sesuai dengan literatur ialah kurang telitinya praktikan melihat volume titran dan
menimbang bahan, bahan yang tdak steril dan kurang teliti pada saat mengamati
perubahan warna pada saat mentitrasi larutan.
Dan adapun hubungan antara titrasi asam basa dalam dunia farmasi yaitu sebagian
sediaan obat dapat bersifat asam atau basa sehingaa metode ini sangat penting sehingga
dapat disesuaikan dengan metabolisme obat di dalam tubuh, dan untuk menentukan
konsentrasi atau kadar dari suatu sedian obat yang akan di buat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar NaOH berubah berwarna kuning (jingga menjadi merah muda)
2. Dalam pembakuan Larutan NaOH yang tidak berwarna menjadi berwarna rose
muda, dengan melakukan tekhnik Diplo
3. Penetapan sampel HCL harus ditambahkan dengan indikator Phenolftalein
4. Pembuatan etanol netral dengan 15ml etanol (95%) tambahkan 1 tetes merah
fenol kemudian ditambahkan bertetes-tetes NaOH 0,1 N hingga Larutan berwarna
merah.
B. Saran
Untuk Praktikum
Semoga untuk setiap praktikum dapat berjalan dengan baik dan semoga dengan
praktikum KIMIA ANALISA ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA