Anda di halaman 1dari 10

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT)

Dalam melangsungkan suatu bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat
bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertansaksi. Pemilihan jenis badan usaha
ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana usaha tergantung pada keperluan
para pendirinya. Sarana usaha yang paling populer digunakan adalah Perseroan terbatas
(PT), karena memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk
badan usaha lainnya, yaitu:
•Merupakan bentuk persekutuan yang berbadan hukum
•Merupakan kumpulan modal/saham
•Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para perseronya
•Pemegang saham memiliki tanggung jawab yang terbatas
•Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus
atau direksi
•Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas
•Kekuasaan tertinggi berada pada RUPS
Dasar Hukum pembentukan PT, masing-masing sebagai berikut:
•PT Tertutup (PT Biasa) : berdasarkan UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas ( ii-
companylawelucidation-law40.pdf )
•PT. Terbuka (PT go public):
berdasarkan UU No. 40/2007 dan UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal
•PT. PMDN : berdasarkan UU No. 6/1968 juncto UU No. 12/1970
•PT. PMA : berdasarkan UU No. 1/1967 juncto UU No. 11/1970 tentang PMA
•PT. PERSERO
berdasarkan UU No. 9/1968 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara juncto PP No. 12/1998
tentang Perusahaan Perseroan. Adapun syarat-syarat pendirian PT secara formal
berdasarkan UU No. 40/2007 (i-company-law-law-40.pdf) adalah sebagai berikut:
1.Pendiri minimal 2 orang atau lebih (ps. 7(1))
2.Akta Notaris yang berbahasa Indonesia
3.Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam
rangka peleburan (ps. 7 ayat 2 & ayat 3)
4.Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dan
diumumkan dalam BNRI (ps. 7 ayat 4)
5.Modal dasar minimal Rp. 50jt dan modal disetor minimal 25% dari
modal dasar (ps. 32, ps 33)
6.Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (ps. 92 ayat 3 &
ps. 108 ayat 3)
7.Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan
menurut hukum Indonesia, kecuali PT. PMA.

Sedangkan persyaratan material berupa kelengkapan dokumen yang harus disampaikan


kepada Notaris pada saat penanda-tanganan akta pendirian adalah:

1. KTP dari para Pendiri (minimal 2 orang dan bukan suami isteri).
Kalau pendirinya cuma suami isteri (dan tidak pisah harta) maka,
harus ada 1 orang lain lagi yang bertindak sebagai pendiri/
pemegang saham
2. Modal dasar dan modal disetor.
Untuk menentukan besarnya modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor ada
strateginya. Karena semua itu tergantung pada jenis/kelas SIUP yang di inginkan. Penentuan
kelas SIUP bukan berdasarkan besarnya modal dasar, melainkan berdasarkan besarnya modal
disetor ke kas Perseroan. Kriterianya adalah:
1. SIUP Kecil modal disetor s/d Rp. 200jt
2. SIUP Menengah modal disetor Rp. 201jt s/d Rp. 500jt
3. SIUP Besar modal disetor > Rp. 501jt

Besarnya modal disetor sebaiknya maksimum sampai dengan 50% dari modal dasar, untuk
memberikan kesempatan bagi Perusahaan apabila sewaktu-waktu akan mengeluarkan saham
dalam simpanan, tidak perlu meningkatkan modal dasar lagi. Namun demikian, boleh juga
modal dasar = Modal disetor. Tergantung dari kebutuhan.

3. Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri


(presentase nya) Misalnya: A = 25% B = 50% C = 25%

4. Susunan Direksi dan komisaris serta jumlah Dewan Direksi dan Dewan Komisaris
Sedangkan untuk ijin2 perusahaan berupa surat keterangan domisili Perusahaan, NPWP
perusahaan, SIUP, TDP/WDP dan PKP, maka dokumen-dokumen pelengkap yang diperlukan
adalah:
1. Kartu Keluarga Direktur Utama
2. NPWP Direksi (kalau tidak ada, minimal Direktur Utama)
3. Copy Perjanjian Sewa Gedung berikut surat keterangan domisili
dari pengelola gedung (apabila kantornya berstatus sewa)
apabila berstatus milik sendiri, yang dibutuhkan:
-copy sertifikat tanah dan
-copy PBB terakhir berikut bukti lunasnya
4. Pas photo Direktur Utama/penanggung jawab ukuran 3X4
sebanyak 2 lembar
5. Foto kantor tampak depan, tampak dalam (ruangan berisi meja,
kursi, komputer berikut 1-2 orang pegawainya). Biasanya ini
dilakukan untuk mempermudah pada waktu survey lokasi untuk
PKP atau SIUP
6. Stempel perusahaan (sudah ada yang sementara untuk pengurusan ijin2).
Penting untuk diketahui, bahwa pada saat tanda-tangan akta pendirian, dapat langsung
diurus ijin domisili, dan NPWP. Setelah itu bisa membuka rekening atas nama Perseroan.
Setelah rekening atas nama perseroan dibuka,maka dalam jangka waktu max 1 bulan sudah
harus menyetor dana sebesar Modal disetor ke rekening perseroan, utk dapat diproses
pengesahannya. Karena apabila lewat dari 60 (enam puluh) hari sejak penanda-tanganan
akta, maka perseroan menjadi bubar berdasarkan pasal 10 ayat 9 UU PT No. 40/2007

PROSES TEKNIS PENDIRIAN PT


1.Pemesanan nama ps. 9 (2) (+ 3 hari)
-kuasa pengurusan hanya bisa kepada Notaris
-dalam jangka waktu maksimal 60 hari, harus diajukan
pengesahannya ke Departemen Kehakiman atau nama menjadi
expired
2. Pembuatan akta Notaris (ps. 7 (1))
3. Pengurusan ijin domisili & Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Perseroan sekaligus pembayaran Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) & Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) (jangka
waktu + 2 minggu)
4. Pembukaan rekening Perseroan dan menyetorkan modal ke kas Perseroan
5. Permohonan pembuatan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)atau Ijin Usaha lain yang
terkait sesuai dengan maksud & tujuan usaha ( jangka waktunya + 2 minggu)
6. Pembuatan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) sekaligus Pendaftaran Perseroan untuk
memenuhi criteria Wajib Daftar Perusahaan (WDP) (jangka waktunya + 2 minggu sejak
berkas lengkap). Pada waktu pendaftaran, asli-asli dokumen harus diperlihatkan
7. Pengumuman pada BNRI (jangka waktu + 3 bulan)

Mendirikan PT melalui beberapa tahapan sesuai yang ditetapkan dalam Undang-undang PT


No. 1 Tahun 1995, sebagai berikut:
1) Pembuatan Akta Notaris
Jika ingin mendirikan PT terlebih dahulu harus membuat akta pendirian PT ke kantor
Notaris. Isinya ditentukan sendiri oleh para pendiri.

Dalam Pasal 8 UUPT akta pendirian PT memuat anggaran dan keterangan seperti:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri;

b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan anggota Direksi dan Komisaris yang pertama kali diangkat; dan

c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan
nilai nominasi atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor
pada saat pendiran.

Untuk Anggaran dasar berisi :

a. nama dan tempat kedudukan perseroan;

b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;

c. jangka waktu berdirinya perseroan;

d. besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor,

e. jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap
klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;

f. susunan, jumlah, dan nama anggota Direksi dan Komisaris;

g.penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

h. tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan
Komisaris;

i. tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden; dan

j. ketentuan-ketentuan lain menurut UUPT.


2) Pengesahan Menteri Kehakiman

Akta notaris yang telah dibuat tadi harus mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman
untuk mendapatkan status sebagai badan hukum. Dalam pasal 9 UUPT disebutkan Menteri
Kehakiman akan memberikan pengesahan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh)
hari setelah diterimanya permohonan pengesahan PT, lengkap dengan lampiran-
lampirannya. Jika permohonan tersebut ditolak, Menteri Kehakiman memberitahukan
kepada pemohon secara tertulis disertai dengan alasannya dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari itu juga.

3) Pendaftaran Wajib

Akta Pendirian/Anggara Dasar PT disertai SK pengesahan dari Menteri Kehakiman kemudian


wajib didaftar dalam daftar perusahaan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal
pengesahan PT atau tanggal diterimanya laporan.

4) Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara

Apabila pendaftaran dalam daftar perusahaan telah dilakukan, direksi mengajukan


permohonan pengumuman perseroan didalam Tambahan Berita Negara dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran tersebut.

Pendirian PT telah selesai dengan dilakukannya pengumuman


Batas Waktu Pendaftaran PT Versus Hambatan dalam Sistem di Depkumham RI

Sejak berlakunya Undang-Undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), maka
notaris dan para pelaku usaha sudah tidak bisa santai-santai atau menunda-nunda lagi untuk
melakukan pendaftaran dari setiap akta yang dibuatnya. Karena sejak adanya UUPT
tersebut:
1. Untuk pendirian, jika lewat dari 60 hari sejak tanggal pendirian tidak segera diajukan
pengesahannya ke Departemen Hukum dan HAM RI (Depkumham), PT yang
bersangkutan harus segera melikuidasi atau membubarkan diri (pasal 10 ayat 1 dan
ayat 9)
2. Untuk perubahan anggaran dasar, baik yang harus mendapat pengesahan, yang harus
dilaporkan maupun yang harus di beritahukan, maka dalam waktu 30 hari sejak penanda-
tanganan akta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Pernyataan Keputusan Rapat
(PKR) nya (pasal 23 UUPT).
Sebenarnya dari kalimat dalam UUPT sudah jelas mengenai adanya jangka waktu dimaksud.
Namun, yang menjadi permasalahan di sini pada waktu berhadapan dengan sistem
elektronik di dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) pada Depkumham
adalah: Jangka waktu tersebut mulai dihitung sejak tanda-tangan akta, tapi sejak kapan
jangka waktu tersebut berakhir?

Karena pada waktu berhadapan dengan mesin, perhitungan jangka waktu tersebut menjadi
“zakelijk” artinya tidak bisa mempertimbangkan hal-hal lain di luar waktu baku yang sudah
ditetapkan oleh UUPT. Masalahnya, dalam melakukan pendaftaran di dalam Sisminbakum,
para notaris ataupun staffnya sering menemukan kendala yang bersifat sistem.
Misalnya: Notaris A yang hendak melakukan pendaftaran akta perubahan anggaran dasar PT
X (tanggal 1 November). Pada waktu entry data (tanggal 21 November), ada kendala dari
pihak sistem, dimana PT X tersebut belum di terdaftar dalam Sistem (hal ini karena pada
waktu perubahan sistem manual ke elektronik, ada beberapa PT yang memang belum
terdaftar dalam sistem). Untuk itu, notaris yang bersangkutan harus melakukan pendaftaran
akta dimaksud ke dalam sistem, yang di istilahkan dalam Sisminbakum sebagai: “entry
data”.
Setelah data tersebut di entry oleh petugas (biasanya memakan waktu sekitar 1 minggu
sampai 10 hari). Setelah hari ke 10 (yang berarti tanggal 1 Desember), pada waktu bisa
dilakukan akses atas PT X tersebut, ternyata akta dinyatakan sudah Expired oleh Sistem.
Artinya, pada tanggal 1 Desember tersebut, PT X harus melakukan RUPS ulang.
Itu hanya merupakan salah satu contoh yang berlangsung dalam praktek. Hambatan-
hambatan lainnya masih bervariasi. Kadang masalah kepada perubahan yang dikehendaki
adalah perubahan jenis perseroan. Pada waktu di klik, ada feed back dari sistem yang
intinya menyatakan bahwa: perubahan jenis Perseroan bukan termasuk yang dipilih, jadi
tidak bisa dilanjutkan aksesnya jika item tentang perubahan jenis Perseroan tersebut tidak
di hilangkan dari item yang dirubah. Padahal, maksud dari laporan tersebut adalah
permohonan pengesahan mengenai perubahan jenis Perseroan. Akhirnya terpaksa dibuatkan
surat kembali ke pada Dirjen Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) untuk meminta agar
perubahan jenis perseroan tersebut bisa di entry dalam sistem.
Hal ini sangat mengganggu bagi para Notaris, karena Notaris harus berhadapan dengan para
klien, yang kadang tidak mau tahu mengenai keterbasan yang bersifat administrasi dalam
Sisminbakum di Depkumham. Yang paling repot lagi, jika harus dilakukan RUPS kedua untuk
acara jual beli saham, dimana para pemegang saham yang lama merasa sudah tidak
berkepentingan lagi dengan PT dimaksud (karena sudah menjual sahamnya), sehingga tidak
mau hadir.
Masalah-masalah ini akhirnya dijembatani oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang
diprakarsai oleh pengurus INI Jakarta Pusat, dimana pada tanggal 25 Nopember 2008 yang
lalu bertempat di Hotel Sahid Jakarta, dibuat suatu seminar/pertemuan setengah hari. Pada
pertemuan yang di ikuti oleh sekitar 270 orang Notaris di sekitar Jabodetabek, yang
bertindak selaku Pembicara dan moderator selain para notaris senior Bp. Amrul Partomuan ,
SH, LLM, Bp. PSA. Tampubolon, dan Bp. Ferdian, SH juga hadir dari Ibu Cholilah, SH dan Bp.
Pranowo dari Depkumham serta Direktur PT. Sarana Rekatama Dinamika (SRD). Pada
kesempatan tersebut dibuat suatu persamaan persepsi mengenai jangka waktu dan kendala-
kendala yang timbul di lapangan mengenai proses pendaftaran di Sisminbakum tersebut.
Hasil dari seminar/pertemuan tersebut, terdapat hal-hal yang disepakati dan disamakan
presepsinya, yang mana intinya adalah sebagai berikut:

Pertama:
Dalam proses pembuatan akta Notaris sampai dengan pendaftaran aktanya pada
Depkumham, harus dipisahkan antara:
a. perbuatan hukumnya
b. perbuatan administratifnya.
Artinya, jika suatu akta RUPS misalnya yang sudah dibuat secara sah, memenuhi tata cara
pemanggilan yang sah sesuai dengan undang-undang, dan memenuhi jumlah quorum yang
dipersyaratkan, maka akta tersebut adalah sah dan tetap berlaku (mengikat para pihak).
Karena akta tersebut memiliki fungsi konstitutif, yang merupakan alat bukti telah terjadinya
suatu perbuatan hukum. Jadi, walaupun karena masalah administratif mengakibatkan batas
waktu pendaftarannya berakhir. Jadi, apabila jangka waktu pendaftarannya berakhir, hanya
syarat administratif saja yang tidak terpenuhi. Namun demikian, akta tersebut tetap sah
dan tidak batal begitu saja.
Jika harus dibuatkan RUPS baru, maka akta yang dibuat adalah RUPS yang menegaskan
keputusan RUPS sebelumnya, dengan mencantumkan alasan dibuatnya RUPS tersebut karena
berakhirnya jangka waktu pendaftarannya.

Kedua:
Berbeda dengan jangka waktu untuk RUPS perubahan (baik yang membutuhkan pengesahan,
pelaporan ataupun pemberitahuan), untuk akta pendirian, jika jangka waktu 60 hari sudah
lewat, maka tidak bisa dibuatkan akta Penegasan mengenai pendirian PT dimaksud,
melainkan harus dibuatkan akta Pendirian yang baru. Karena akta PT yang sudah bubar tidak
bisa di tegaskan kembali.
Untuk nama, dapat dipakai nama PT yang sebelumnya, tanpa diberikan embel-embel
apapun. Cukup dilakukan dengan cara pemesanan nama dan seterusnya seperti halnya
pendirian PT yang baru.

Ketiga:
Penghitungan batas waktu 30 hari untuk pendaftaran akta perubahan suatu PT yang semula
berakhirnya terhitung sejak tanggal diperolehnya FIAN selesai (selesai melakukan entry data
FIAN). Namun, sejak tanggal 17 Nopember 2008 yang lalu di ubah menjadi berakhirnya
terhitung sejak tanggal pendaftaran (tanggal akses FIAN). Artinya, pada saat Notaris sudah
mendapatkan nomor kendali FIAN, maka batas waktu 30 hari tersebut sudah terpenuhi.
Sehingga, selanjutnya tinggal proses administratif saja.

Ke-empat:
Untuk penyesuaian anggaran dasar yang diikuti dengan materi Rapat yang membutuhkan
pelaporan/pemberitahuan kepada Menteri, seperti: perubahan susunan pengurus ataupun
perubahan susunan pemegang saham, dahulu harus dilakukan akses FIAN-2 yang dilanjutkan
dengan FIAN-3. Hal ini sering mengakibatkan ditolaknya tanggal akta oleh sistem, karena
berakhirnya jangka waktu. Padahal untuk mengakses FIAN-3 tersebut, Notaris harus
menunggu FIAN-2 memperoleh Tidak Keberatan Menteri (TKM).
Sekarang, untuk mencegah hal tersebut terjadi dan mempermudah dari sisi administrasi,
maka cukup dilakukan satu kali akses saja, yaitu FIAN-2. Dimana FIAN-2 yang merupakan
pengesahan anggaran dasar, dapat sekaligus mengesahkan perubahan susunan pengurus
ataupun perubahan susunan pemegang saham tersebut.
Pada kesempatan tersebut, pihak Depkumham dan SRD mengakui adanya beberapa
hambatan mereka dalam memproses pendaftaran akta dari para notaris. Hambatan mana
disamping dari sisi Sumber daya manusia yang terbatas (hal mana sudah dilakukan
rekrutmen dan pelatihan yang sistematis) juga mengenai masalah penafsiran dari suatu
undang-undang. Disamping itu juga ada hambatan lain yang bersifat non teknis, yaitu
karena pihak SRD sedang mengalami kendala dari sisi internal mereka yang sedang menjadi
perbincangan hangat di media-media.
Oleh karena itu, masalah Notaris untuk pengadaan RUPS ulang sehubungan dengan telah
berakhirnya jangka waktu, masih sedang di godok, apakah harus dilakukan oleh seluruh
pemegang saham, ataukah cukup Direksi yang melakukan penegasan dalam akta Penegasan
RUPS yang sudah berlangsung.
Kita tunggu saja kabar selanjutnya

Sanksi Yang Mengakibatkan bubar atau dapat dibubarkannya suatu Perseroan Terbatas
(Rangkaian pembahasan UU No. 40/2007)
Bercermin pada UU No. 1/1995 yang kurang memberikan sanksi yang tegas dalam
penerapannya, maka tampak bahwa UU No. 40/2007 lebih tegas dalam memberikan sanksi-
sanksi. Hal merupakan merupakan salah satu “unsur pemaksa” agar ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam UU No. 40/2007 dapat dipatuhi dan segera dilaksanakan. Salah satu
sanksi yang akan saya bahas kali ini, adalah: bubar atau dapat di gugat untuk dibubarkannya
suatu Perseroan terbatas. Sanksi bubar atau dapat dibubarkannya suatu PT ini selain harus
diwaspadai oleh PT yang bersangkutan, juga harus diwaspadai oleh para kreditur PT
tersebut. Sebab, apabila debitur atau nasabah dari kreditur tersebut ternyata tiba2 bubar
atau digugat untuk bubar, maka tentu saja kreditur yang akan terkena dampaknya atas
keamanan kredit yang telah diberikannya.
Kriteria sanksi yang mengacu pada bubarnya suatu PT (akta pendiriannya gugur) atau dapat
digugat untuk dibubarkannya suatu PT dapat terjadi apabila:
1. Jika akta pendirian dari suatu perseroan terbatas tidak/belum diajukan permohonan
pengesahannya ke Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam jangka waktu 60 hari sejak
didirikan. (ps. 10 ayat 1 juncto ayat 9)
Maka PT tersebut bubar demi hukum.
Untuk akta pendirian perseroan terbatas yang didirikan sebelum tanggal 16 Agustus 2007,
diberikan kesempatan untuk disesuaikan dengan UU No. 40/2007 sebelum diajukan
pengesahannya. Namun demikian, apabila lewat dari tanggal 23 Desember 2007 belum
diajukan juga permohonan pengesahannya, maka Perseroan terbatas tersebut datanya akan
dihapus dari SISMINBAKUM (system administrasi badan hukum di Departemen Kehakiman).
2. Setelah PT memperoleh status badan hukum, kemudian pemegang sahamnya berkurang
menjadi tinggal 1 orang saja, dan setelah lewat jangka waktu 6 bulan sejak terjadinya
peristiwa tersebut tidak memasukkan Pemegang saham baru, maka atas permintaan dari
yang berkepentingan, PT tersebut dapat digugat untuk dibubarkan melalui Pengadilan
Negeri (ps. 7 ayat 5 juncto ayat 6)
3. Jika anggaran dasar PT yang sudah disahkan tidak disesuaikan dengan ketentuan yang
diatur dalam UUPT No 40/2007, dalam jangka waktu 1 th sejak UUPT diundangkan (max
tanggal 16 Agustus 2008) maka PT tersebut dapat digugat untuk dibubarkan melalui
Pengadilan Negeri (pasal 157 ayat 3)
4. Jika PT tersebut melakukan cross holding (yang mana hal tersebut dilarang berdasarkan
pasal 36) dan tidak disesuaikan/dirubah dalam waktu 1 th sejak UU No. 40/2007
diundangkan, maka PT tersebut dapat digugat untuk dibubarkan (ps. 158)
Disamping sanksi bubar atau dapat dibubarkannya suatu PT berdasarkan hal2 tersebut,
dalam Pasal 142 UU No. 40/2007 ditetapkan mengenai pembubaran PT.

Perbuatan Hukum Pendiri atau Calon Pendiri PT


(Rangkaian Pembahasan UU No. 40/2007)

Perbuatan Hukum Calon Pendiri PT.


Jika dalam UU No. 1/1995 hanya memberikan kesempatan kepada para pendiri PT untuk
melakukan perbuatan hukum keluar, maka dengan diundangkannya UU No. 40/2007 maka
bahkan calon pendiri PT dapat melakukan suatu persebuatan hukum dengan pihak ketiga,
yang nantinya akan mengikat PT tersebut jika PT tersebut menjadi badan hukum (pasal 13
UU No. 40/2007).
Hal tersebut merupakan salah satu komitmen dari UU No. 40/2007 untuk mengikuti
perkembangan jaman. Dalam pasal 13 tersebut dimungkinkan bagi para calon pendiri dari
suatu perseroan terbatas untuk melakukan perbuatan hukum ataupun melakukan perikatan
dengan pihak ketiga, walaupun PT nya sendiri belum terbentuk. Hal tersebut tentu saja
untuk memfasilitasi dunia usaha, dimana para calon pendiri tersebut dapat melakukan
kontrak dengan pihak asing, dalam bentuk MOU.
Namun demikian, maka harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar perbuatan hukum
para calon pendiri tersebut dapat mengikan perseroan setelah perseroan menjadi Badan
Hukum.
Syarat tersebut adalah:
• Perbuatan hukum tersebut harus dinyatakan secara tegas diambil alih dalam RUPS yang
diadakan pertama kali oleh Perseroan,
• RUPS pertama tersebut harus diadakan max 60 hari setelah Perseroan memperoleh
status badan hukum nya
• RUPS tersebut harus dihadiri oleh seluruh pemegang saham (ayat 1,2,3)Jika syarat-syarat
tersebut tidak dipenuhi atau RUPS tersebut tidak dilaksanakan maka akibatnya adalah:
setiap calon pendiri tersebut bertanggung jawab secara pribadi (ayat 4)
Contoh Kasus I:
Amir, Budi dan Charles telah sepakat untuk mendirikan PT yang nantinya akan diberi nama
PT. ANGIN MAMIRI KUPASANG. Mereka kemudian mengajukan pemesanan nama tersebut
melalui Notaris. Dalam proses pemesanan nama (yang expired setelah 60 hari), dan belum
menanda-tangani akta pendirian PT dimaksud, mereka mengadakan MOU dengan
REALLYOKE, Co.Ltd. Setelah itu pada saat PT ANGIN MAMIRI KUPASANG tersebut
memperoleh status badan hukum, Amir, Budi, dan Charles harus mengadakan RUPS I
maksimum 60 hari kemudian sejak status badan hukum diperoleh. Kalau tidak, maka mereka
bertanggung jawab secara pribadi (tanggung renteng) atas perikatan tersebut.

Perbuatan Hukum Para Pendiri PT.


Berbeda dengan pasal 13 yang mengatur mengenai perbuatan hukum para calon pendiri PT,
maka pada pasal 14 mengatuR mengenai perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri
PT. sebagaimana halnya diatur pula pada UU NO. 1/1995. Bedanya, pada UU No. 40/2007 ini
membedakan antara perbuatan hukum yang dilakukan oleh:

1. Hanya dilakukan oleh seluruh pendiri,


Maka Perbuatan hukum tersebut baru akan mengikat PT, hanya jika dalam waktu maksimal
60 hari sejak PT. memperoleh status badan hukumnya dilaksanakan RUPS I yang intinya
mengambil alih semua perbuatan hukum tersebut
Dalam hal tidak dilaksanakan RUPS dalam jangka waktu yang telah ditetapkan tersebut,
maka perbuatan hukum tersebut hanya mengikat para pendiri tersebut (tidak mengikat PT)

2. Dilakukan oleh semua anggota Direksi, bersama-sama semua pendiri dan


semua anggota Dewan komisaris
Maka secara otomatis (demi hukum) perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab PT
setelah berstatus badan hukum
Contoh Kasus II:
Dedi, Eko, dan Feri telah menandatangani akta pendirian PT. ANGIN SEPOI-SEPOI dan akta
pendirian tersebut sedang dalam proses pengesahannya melalui Notaris. Dalam akta
disebutkan bahwa sebagai Direktur Utama adalah Dedi, Direktur adalah Gani dan Komisaris
adalah Hadi. Sedangkan Eko dan Feri hanya pemegang saham saja.
Dalam proses pengesahan PT tersebut mereka menerima fasilitas kredit dari PT. BANK
BANGTUT. Maka
1. Jika yang tanda-tangan dokumen2 kredit adalah Dedi, Eko, dan Feri saja, sedangkan Gani
tidak ikut, maka pada saat PT ANGIN SEPOI-SEPOI tersebut memperoleh status badan
hukum, harus diadakan RUPS I maksimum 60 hari kemudian sejak status badan hukum
diperoleh. Kalau tidak, maka Dedi, Eko, dan Feri bertanggung jawab secara pribadi
(tanggung renteng) atas perikatan tersebut.
2. Jika yang tanda-tangan dokumen kredit adalah Dedi, Eko, Feri, Gani, dan Hadi, maka
secara otomatis perbuatan hukum tersebut beralih menjadi tanggung jawab PT. setelah PT
tersebut berbadan hukum.
Sebagai penutup, kami sarankan agar setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh PT yang
belum memperoleh status badan hukumnya, harus dilakukan secara bersama-sama oleh
Direksi, Komisaris, dan seluruh pemegang saham, agar nantinya secara otomatis perbuatan
hukum tersebut beralih menjadi tanggung jawab PT setelah PT tersebut memperoleh status
badan hukumnya.

Pokok-Pokok Perbedaan antara UUPT No. 1/1995 dengan UUPT No.40/2007


(Rangkaian Pembahasan mengenai UUPT No. 40/2007)

Sudah beberapa kali saya ditanya, apa sih sebenarnya perbedaan mendasar dari UUPT no.
1/1995 dengan UUPT No. 40/2007? memang secara sepintas, masih sama dan banyak
kemiripan antara yang lama dan yang baru. Namun, jika dipelajari secara seksama, maka di
antara sekian banyak perubahan yang diatur dalam UUPT yang baru, terdapat pokok-pokok
perbedaan yang layak untuk dicermati, yaitu:

1. Penyederhanaan anggaran dasar PT


Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak “menyalin” apa yang sudah
diatur dalam UUPT. Artinya, anggaran dasar PT hanya memuat hal-
hal yang dapat diubah atau ditentukan lain oleh pemegang saham (pendiri). Yang sudah
merupakan aturan baku, tidak dituangkan lagi dalam Anggaran dasar PT. Contohnya:
kewajiban untuk mendapatkan persetujuan RUPS, dalam hal menjaminkan asset Perseroan
yang jumlahnya merupakan sebagian besar harta kekayaan Perseroan dalam 1 tahun buku
(pasal 102).
2. Proses pengajuan pengesahan, pelaporan dan pemberitahuan melalui sistem elektronik
yang diajukan pada Sistem Administrasi Badan Hukum (yang dalam istilah Depkeh FIAN 1
(untuk pendirian), FIAN 2 (untuk perubahan anggaran dasar yang membutuhkan pelaporan,
FIAN 3 (untuk perubahan anggaran dasar yang hanya membutuhkan pemberitahuan)
3. RUPS dimungkinkan untuk dilaksanakan secara teleconference, tapi tetap harus mengikuti
ketentuan panggilan Rapat sesuai UUPT
Terdapat jangka waktu tertentu yang membatasi, misalnya: untuk melakukan pemesanan
nama (60 hari), pengajuan pengesahan(60 hari), pengajuan berkas (30 hari), pengesahan
menkeh (14 hari)
5. Pengajuan pengesahan PT baru, harus dilakukan dalam waktu 60 hari, apabila lewat,
maka akta pendirian menjadi batal dan perseroan menjadi bubar (ps. 10 ayat 1 & ayat 9) –>
berlaku juga untuk pengajuan kembali (ayat 10)
6. Notulen Rapat di bawah tangan, wajib di tuangkan dalam bentuk akta notaris dalam
jangka waktu maksimal 30 hari sejak ditanda-tangani. Jika dalam waktu tersebut tidak
diajukan, maka Notulen tersebut tidak berlaku (harus di ulang).
7. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak
istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris
8. Direksi atau Komisaris wajib membuat Rencana Kerja yang disetujui RUPS sebelum tahun
buku berakhir. Perubahan Direksi/komisaris atau pemegang saham bukan merupakan
perubahan AD, jadi sekarang diletakkan pada akhir akta
10. Perubahan AD dari PT biasa menjadi PT Tbk (pasal 25 ayat 1), efektif sejak:
-pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas pasar modal atau
-pada saat penawaran umum jika dalam waktu 6 bulan tidak dilaksanakan, maka statusnya
otomatis berubah menjadi PT tertutup kembali
11.Khusus untuk perpanjangan jangka waktu berdirinya PT, harus diajukan maksimal 60
hari sebelum tanggal berakhirnya, kalau tidak maka PT tersebut menjadi bubar
12. PT harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha (operating company,
bukan hanya berbentuk investment company
13. Tanggung jawab perseroan tidak hanya sampai pada Direksi saja, melainkan
sampai dengan komisaris.
14. Komisaris tidak dapat bertindak sendiri. Sehingga, walaupun dalam anggaran
dasar disebutkan hanya perlu persetujuan 1 komisaris, maka tetap harus
mendapat persetujuan dari seluruh komisaris.
15. Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk memiliki sendiri maupun untuk
dimiliki Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki
oleh Perseroan (larangan cross holding), pasal 36 UUPT.
16. Daftar Perusahaan
yang dulunya bersifat tertutup dan tidak terlalu mudah diakses oleh khalayak umum,
sekarang terbuka untuk umum (pasal 29 ayat 5) dan pelaksanaannya diselenggarakan oleh
Menteri terkait (pasal 29 ayat 1)
17. Pengumuman anggaran dasar Perseroan pada Berita Negara RI yang meliputi pendirian
dan perubahan anggaran dasar lainnya dilakukan oleh Menteri sedangkan dahulu dilakukan
oleh Notaris. (pasal 30 ayat 1)

Anda mungkin juga menyukai