Anda di halaman 1dari 29

1

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Usia : 52 Tahun
Alamat : Losari Brebes
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Tanggal Periksa : Selasa, 26 Oktober 2017 pukul 11.00 WIB

Nama Suami : Tn. C


Usia : 55 Tahun
Alamat : Losari Brebes
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Status : Menikah

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang wanita usia 52 tahun datang ke RSUD Waled dengan


keluahan keluar darah dari jalan lahir tiba-tiba sejak 3 bulan SMRS. Pasien
mengeluh perdarahan semakin sering dari kemaluan, darah yang keluar
berwarna merah segar dan pernah keluar gumpalan. Keluhan disertai
dengan nyeri perut bagian bawah yang hilang timbul.
Sejak ± 1 tahun yang lalu pasien mengeluh sering keluar darah dari
kemaluan namun sedikit, tidak terus menerus, terjadi terutama setelah

1
2

berhubungan suami istri. Pasien juga mengeluh sering keluar cairan putih
kekuningan dan berbau dari kemaluan. Pasien belum pernah berobat.
Pasien menyangkal keluhan lain seperti nafsu makan berkurang,
penurunan berat badan, mual, muntah, sesak napas dan keluhan lainnya.
Pasien mengaku BAB dan BAK juga tidak ada keluhan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :.

- Riwayat dengan Keluhan yang sama : disangkal


- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat Penyakit Hati : disangkal
- Riwayat Penyakit Hipertensi : disangkal
- Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Mioma Uteri : disangkal
- Riwayat Kista : disangkal
- Riwayat Trauma Sebelumnya : disangkal
- Riwayat Operasi : disangkal
- Riwayat Alergi makanan : disangkal
- Riwayat Alergi obat-obatan : disangkal

- Riwayat dirawat di RS : (+) Hb rendah

d. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit asma :


disangkal
- Riwayat keganasan : disangkal
3

e. Riwayat Obstetrik :
- Riwayat Paritas
Umur Keadaan
N Tahun Tempat Jenis Penolong Jenis Kelamin
kehamila Anak
o Partus Partus Persalinan Persalinan Anak/ BB
n Sekarang

1 1993 Rumah Aterm Spontan Dukun P/ 2.500 gr Hidup

2 1997 Rumah Aterm Spontan Bidan L/ 2.800 gr Hidup

Puskesma
3 1999 Aterm Spontan Bidan P/ 3.000 gr Hidup
s

- Riwayat Abortus : disangkal


- Riwayat Infeksi Nifas : disangkal
- Riwayat Penyulit Kehamilan : disangkal

f. Riwayat Ginekologi
- Riwayat Penyakit Saluran Reproduksi : disangkal
- Riwayat Operasi Ginekologi : disangkal

g. Riwayat Kontrasepsi :
- Menggunakan KB pil : disangkal
- Menggunakan KB suntik : 10 tahun
- Menggunakan Implan : disangkal
- Menggunakan IUD : disangkal

h. Riwayat Nikah :
- Menikah : 1 kali Lama : 31 tahun
4

i. Riwayat Menstruasi :
- Menarce : 13 tahun
- Pola haid : teratur
- Siklus : 28 hari
- Jumlah : 2-3 kali ganti pembalut perhari
- Lama haid : 7 hari
- Nyeri haid : ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/ menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36,3 ⁰C
Berat Badan : 57 kg
Tinggi Badan : 154 cm
Gizi : Cukup
Kepala
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
- Hidung : sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga : sekret (-)
- Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), tonsil dan faring tidak
hiperemis
- Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks
- Paru-paru : Inspeksi : pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), ekspansi dada normal,
fremitus taktil dalam batas normal
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : bunyi napas dasar vesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-
5

- Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V
midclavicula sinistra, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I, II murni, reguler. murmur (-),
gallop (-)
- Mammae : Simetris, hiperpigmentasi areola & mammae +/+, retraksi
puting -/-
Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Auskultasi : bising usus (+)
- Palpasi : Hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani (+),
Ekstremitas : oedem (-), akral hangat (+), capillary refil time < 2
second

b. STATUS OBSTETRI/ GINEKOLOGI

Pemeriksaan Genitalia :
Inspeksi : Mons pubis, klitoris, ostium uretra eksternum, labia
majus, dan labia minus tidak ada kelainan.
Tidak terlihat darah merembes keluar melalui vagina,
tidak disertai rasa nyeri pada alat genital. Tidak terdapat
massa dan pembesaran pada alat genital luar.
Inspekulo : Terlihat fluksus (+), fluor albus (+) berwarna putih kental
berbau. Porsio berbenjol-benjol seperti kembang kol dan
mudah berdarah
VT : Fluor albus (+), teraba massa berbenjol-benjol pada
sekeliling porsio.

IV. RESUME
Seorang wanita usia 52 tahun datang ke RSUD Waled dengan
keluahan keluar darah dari jalan lahir tiba-tiba sejak 3 bulan SMRS. Pasien
mengeluh perdarahan semakin sering dari kemaluan, darah yang keluar
6

berwarna merah segar dan pernah keluar gumpalan. Keluhan disertai


dengan nyeri perut bagian bawah yang hilang timbul.
Sejak ± 1 tahun yang lalu pasien mengeluh sering keluar darah dari
kemaluan namun sedikit, tidak terus menerus, terjadi terutama setelah
berhubungan suami istri. Pasien juga mengeluh sering keluar cairan putih
kekuningan dan berbau dari kemaluan. Pasien belum pernah berobat.
Pasien menyangkal keluhan lain seperti nafsu makan berkurang,
penurunan berat badan, mual, muntah, sesak napas dan keluhan lainnya.
Pasien mengaku BAB dan BAK juga tidak ada keluhan. Riwayat penyakit
dahulu disangkal, Riwayat penyakit keluarga disangkal, gangguan
menstruasi disangkal, Riwayat KB suntik 10 tahun. Pasien tidak memiliki
alergi terhadap obat, makanan dan minuman.

Pemeriksaan fisik (KU : tampak sakit sedang, Kesadaran :


komposmentis, Vital sign : TD :120/70 mmHg, P : 88 x/menit, RR : 20
x/menit, S : 36,3 ⁰C, Status generalis didapatkan dalam batas normal,
Status Obstetri/ Ginekologi : Inspekulo : Terlihat fluksus (+), fluor albus
(+) berwarna putih kental berbau. Porsio berbenjol-benjol seperti kembang
kol dan mudah berdarah., VT : Fluor albus (+), teraba massa berbenjol-
benjol pada sekeliling porsio.

V. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
 Suspek Ca Serviks stadium IIB
 Suspek Ca Endometrium
 Chlamidia Trachomatis

VI. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN


- Biopsi jaringan  pemeriksaan Patologi Anatomi
- Tumor marker
- USG

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


7

Pemeriksaan Laboratorium 14/01/2016

Darah Rutin 11/01/2017 13/01/2017 14/01/2017


Hemoglobin 9,3 10,1 12,4
Hematokrit 27 31 36
Leukosit 6.300 7.500 9.400
Trombosit 239.000 261.000 257.000
MCV 76 78,7 80,2
MCH 26 25,8 28,8
MCHC 34 31,9 35,9
RDW CV 12 13,7 16,7
RDW SD 31,6 38,2 45,9
Basofil 0 0 0
Eosinofil 0 0 2
Neutrofil Batang 0 0 0
Neutrofil 71 88 66
Segmen
Limfosit 23 11 26
Monosit 0 1 6
Golongan Darah A
Rhesus +
Hasil biopsi
8

USG

Uterus ukuran 7,54 x 3,5 x 4,46 cm


Volum 57,67 ml
VIII. DIAGNOSA KERJA
 Ca Serviks
9

IX. PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa:

- Konsultasi Sp.OG
- Rujuk

Medikamentosa:

- Asam Tranexamat 3x1 p.o


- Vitamin B Complex 3x1 p.o

X. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad Functionam : Dubia ad malam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. EPIDEMIOLOGI

Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada


wanita di negara-negara sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan
terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru diseluruh dunia, 77 % diantaranya
ada dinegara-negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-
100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya, atau sekitar
180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks menempati urutan
pertama di antara kanker padawanita. Studi epidemiologik menunjukkan
bahwa faktor-faktor risiko terjadinya kanker serviks meliputi hubungan seksual
pada usia dini (<20tahun), berganti-ganti pasangan seksual, merokok,trauma
kronis pada serviks uteridan higiene genitalia.1

Kanker serviks uteri merupakan kanker pada wanita nomor dua tersering
di seluruh dunia, yaitu 15% dari semua kanker pada wanita. Di negara
berkembang merupakan kanker yang terbanyak yaitu 20-39% dari semua
kanker pada wanita.Di negara maju frekuensinya hanya berkisar antara 4-6%.
Di Indonesia, diantara tumor ganas ginekologik, kanker serviks masih
menduduki tingkat pertama. Prevalensi umur penderita berkisar antara 30-60
tahun, terbanyak umur 45-50 tahun. Periode laten pada fase prainvasive
menjadi invasive sekitar 10 tahun, hanya 9% dari penderita berumur 35 tahun
yang menunjukan keganasan serviks uteri pada saat terdiagnosis, sedangkan
53% dari karsinoma insitu terdapat pada wanita dibawah umur 35 tahun.1
11

B. ETIOLOGI

Kejadiannya berhubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik,


diataranya : jarang ditemukan pada perawan, coitarche diusia sangat muda
(16 tahun), multi paritas dengan jarak persalinan terlalu dekat, sosial ekonomi
rendah, higien seksual jelek, merokok, serta jarang ditemukan pada wanita
yang suaminya disirkumsisi.2

Seiring dengan berkembangan biomolekuler, tampak bahwa HPV


anogenital beperan penting dalam patogenesis kanker serviks. Pada 90-95 %
kanker serviks telah dibuktikan adanya hubungan dengan HPV resiko tinggi.
Pada saat ini diketahui terdapat 70 macam tipe HPV. Yang dimaksud dengan
HPV tipe “high risk” adalah HPV tipe 16,18,31, 33, 39, 45, 51, 52, 56 dan 58.
Tipe 16 dan 18 merupakan tipe HPV onkogen yang dapat menyebabkan
instabilitas kromosomal, terjadinya mutasi dalam DNA dan gangguan
regulasi pertumbuhan. Sedangkan HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan 44 disebut “low
risk” yang merupakan tipe non-onkogen.1

C. PATOLOGI

Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi


ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo
kolumnar junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang
pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.2,3

Tumor dapat tumbuh :

1. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina


sebagai massa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2 Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung
infitratif membentuk ulkus

2. Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak


12

struktur jaringan pelvis dengan melibatkan fornices vagina untuk menjadi


ulkus yang luas. Serviks normal secara alami mengalami metaplasi/erosi
akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya
mutagen, portio yang erosif (metaplasia skuamos) yang semula faali
berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I,
II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali
menjadi mikroinvasive, proses keganasan akan berjalan terus.

Gambar 1. Progresivitas Kanker Serviks


13

Gambar 2. Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

D. PENYEBARAN

Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu


perkontinuitatum ke dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung
kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi terutama paraservikal dalam
parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru kemudian
mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen
(hepar, tulang).

Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :

1. fornices dan dinding vagina


2. korpus uteri
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum
rektovagina dan kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar
limfe regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator,
hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di
kanan dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak.3
14

Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000

Tabel. 1. Stadium Kanker Serviks8


15

E. DIAGNOSIS

Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.


Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah
kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap
lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks
disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat
menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.1,2,3

a. Keputihan.
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

b. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan


timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering
terjadi diluar senggama.

b. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.


c. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.

Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan


diagnosa kanker serviks adalah :

1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus
mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.

2. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu
suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di
dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila
ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi,
merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel
16

serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan


kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi
vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat
diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi
harus dilakukan.

3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan
kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara
konisasi.

IVA Test

Pemeriksaan IVA diperkenalkan Hinselman 1925.Organisasi


Kesehatan Dunia (WHO) meneliti IVA di India, Muangthai, dan
Zimbabwe. Ternyata efektivitasnya tidak lebih rendah dari pada tes Pap.

IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan carain


speksi visual pada serviks dengan aplikasi asamasetat (IVA). Dengan
metode inspeksi visual yang lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu
laksana, maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas,
diharapkan temuan kanker serviks dini akan bias lebih banyak.

Metodeskrining IVA mempunyai kelebihan, diantaranya..

a. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.


b. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
c. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
d. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi,
dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan
ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
e. Alat-alat yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat
sederhana.
17

f. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana

Syarat ikut IVA TEST :

a. Sudah pernah melakukan hubungan seksual


b. Tidak sedang dating bulan/haid
c. Tidak sedang hamil
d. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

Pelaksanaan skrining IVA

Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan


tempat dan alat sebagai berikut:

a. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisilitotomi.


b. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada
posisilitotomi.
c. Terdapat sumber cahaya untuk melihat servik.
d. Spekulum vagina
e. Asamasetat (3-5%)
f. Swab-lidi berkapas
g. Sarung tangan

Teknik IVA

Dengan speculum melihat serviks yang dipulas dengan asamasetat 3-


5%. Pada lesipra kanker akan menampilkan warna bercak putih yang
disebut aceto white epithelium Dengan tampilnya porsio dan bercak
putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak lanjut
dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif, maka di
beberapa Negara dapat langsung dilakukan terapi dengan cryosergury.
Hal ini tentu mengandung kelemahan-kelemahan dalam
menyingkirkan lesi invasif.
18

Kategori pemeriksaan IVA

a. IVA negative = Serviks normal.


b. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya (polipserviks).
c. IVA positif = ditemukan bercakputih (aceto white epithelium).
Kelompok kini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks
dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis
Serviks-prakanker (displasia ringan-sedang-berat atau kanker serviks
in situ).
d. IVA- Kanker serviks Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih
pada stadium invasive dini.

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan karsinoma serviks dibagi berdasarkan stadium4
1. Karsinoma serviks mikroinvasive
Histerektomi totalis

2. Stadium IA1
Total Abdominal Histerektomi (TAH)/Total Vaginal Histerektomi (TVH).
Bila disertai Vaginal Intra Epitelial Neoplasma (VAIN) dilakukan
pengangkatan vaginal cuff.

3. Stadium IA2
Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis

4. Ca invasive
Biopsi untuk konfirmasi diagnosis
19

5. Stadium IB1 – IIA < 4cm


Jika mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi dan
radioterapi

6. Stadium IB2 – IIA >4cm


Kemoradiasi primer

Histerektomi radikal primer + limfadenektomi + radiasi neoadjuvan

Kemoterapi neo adjuvan

7. Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IV A


Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna
dilanjutkan intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering diberikan
khemoradiasi, khemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum,
pachitaxel, docetaxel, fluorourasil, gemcitabine

8. Stadium IV B
Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang
diberikan

Radioterapi, Kemoterapi, dan Radikal Histerektomi

Adapun alasan untuk memilih salah satu terapi diatas adalah berdasarkan
keuntungan dan kerugian masing-masing terapi.

KEMOTERAPI

Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat


sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.5

Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker :


20

Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja
terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel
kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini
disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat proliferasinya maka
kepekaannya semakin rendah. Hal ini disebut Kemoresisten.6,7

Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :

1)      Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik


Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di
inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.

2)      Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,
yang berakibat menghambat sintesis DNA.

3)      Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes


bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan
mitosis sel.

4)      Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat


sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA
dari sel-sel kanker tersebut.

Pola pemberian kemoterapi 4,5

1)      Kemoterapi Induksi

Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah


sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor)
atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan
pengobatan penyelamatan.
21

2)      Kemoterapi Adjuvan

Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau


radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa
atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).

3)      Kemoterapi Primer

Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan


pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum
pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.

4)      Kemoterapi Neo-Adjuvan

Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain seperti


pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi.
Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi
atau radiasi akan lebih berhasil guna.

Cara pemberian obat kemoterapi5,7

1)      Intra vena (IV)

Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV


pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau
dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat
tetesannya.

2)      Intra tekal (IT)

Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor


dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain Metrotexat, Ara.C.

3)      Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi,


tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara
lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
22

4)      Oral

Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®,


Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.

5)      Subkutan dan intramuskular

Pemberian subkutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah


L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian
per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.

6)      Topikal

7)      Intra arterial

8)      Intracavity

9)      Intraperitoneal/Intrapleural

Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak


pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural
yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker
dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis
yang amat banyak , contohnya Bleocin

Tujuan pemberian kemoterapi5,6

1)      Pengobatan.

2)      Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.

3)      Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.

4)      Mengurangi komplikasi akibat metastase.


23

 Efek samping kemoterapi7

Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :

1.      Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24
jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.

2.      Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan
stomatitis.

3.      Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer,
neuropati.

4.      Efek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul
dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.

Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap
pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada
setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor
nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.7

Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal,


supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling
utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan
mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah
pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam.5,6

Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel


darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah
(anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat
terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera,
penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-
14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya
24

kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar
leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar
minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan
mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat
menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang
terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal.6

Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan sampai pada


kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah
kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati,
sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan
perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.7

Kardiomiopati akibat doksorubin dan donorubisin umumnya sulit diatasi,


sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru
umumnya irreversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian
sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati,
efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih
mudah diatasi.5

RADIOTERAPI

Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan karsinoma serviks
uteri perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di dalam
rongga pelvis.5

Teknik radiasi

Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan pilihan yang
umumnya diberikan dengan maksud:6

 Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks


dan korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya,
25

sehingga dosis ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat


dibatasi sampai batas-batas toleransi.
 Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks uteri
cukup tinggi. Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus
mendapat penyinaran juga. Dosis radiasi lokal cepat menurun diluar
uterus, sehingga dosis yang sampai pada kelenjar limfe sangat rendah.
Untuk mencapai dosis yang dapat mengamankan metastasis kelenjar limfe
ini diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis
yang merata pada daerah yang lebih luas.

Komplikasi-komplikasi sesudah terapi radiologik antara lain:6,7

a. Komplikasi umum
Gejala umum yang sering timbul adalah nafsu makan menurun, rasa mual,
lesu, dan tidak ada gairah kerja. Pada keadaan yang lebih berat terdapat
muntah-muntah, tidak bisa makan, lemah, sampai tidak bisa bangun dari
tempat tidur. Berat ringannya gejala-gejala sangan dipengaruhi oleh status
fisik dan psikologi penderita.

b. Komplikasi lokal
Gejala-gejala yang timbul ialah gejala-gejala dari alat-alat tubuh yang
terkena radiasi secara langsung, yaitu:

 Problema koitus (pengkerutan vagina)


 Fistel radiologik
 Gejala sistitis
 Proktitis hemoragik
 Fibrosis daerah pelvis demikian luas terutama pada penyinaran yang
luas dengan dosis yang tinggi sehingga timbul frozen pelvis dengan
kemungkinan penyempitan vagina, rectum, kandung kencing atau
ureter.
 Atropi mucosa rectum yang disertai teleangiektasi yang sewaktu-
26

waktu bila defekasi keras dapat menimbulkan perdarahan


 Nekrosis pada dinding vagina dengan kemungkinan timbulnya fistula
rectovaginalis atau fistula vesikovaginalis.

HISTEREKTOMI RADIKAL

Histerektomi radikal primer menguntungkan karena dapat dilakukan


surgical staging.3,6

Operasi radikal yang memerlukan waktu yang cukup lama, tidak mungkin
tanpa terjadi komplikasi. Oleh karena itu, persiapan operasi perlu dilakukan
dengan cermat sehingga dapat mengurangi komplikasi seperti lazimnya
komplikasi operasi, yaitu :6

1. Trias pokok komplikasi (perdarahan, infeksi dan trauma tindakan operasi).


2. Komplikasi emboli (kardiovaskular dan paru).
3. Komplikasi lainnya
Emboli dan emboli paru yang berat

Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya emboli paru, yaitu:6

1. Operasi yang lama saat mengangkat jaringan lemak di pelvis.


2. Invasi sel karsinoma yang dapat menimbulkan emboli melalui proses
“hiperkoagulasi”.
Komplikasi alat perkemihan

Manipulasi yang cukup lama dan bervariasi sekitar pelvis menyebabkan


kemungkinan terjadi komplikasi alat perkemihan pada:5

1. Disfungsi vesikouterina
Kejadian ini berkaitan dengan upaya penyisihan dan upaya pemotongan
ligamentum kardinale yang terlalu ke lateral dan pemotongan ligamentum
sakrouterinum terlalu dekat dengan rektum.
27

2. Fistula

Manipulasi yang berat di sekitar vesika urinaria

Infeksi pascaoperatif

Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti:5

 Sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas.


 Memperpanjang hospitalisasi
 Terjadi wound dehicense
 Pembentukan abses sekitar pelvis.

G. FOLLOW UP

Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama, kemudian tiap 6 bulan, tergantung


keadaan. Jangan lupa meraba kelenjar inguinal dan supraclavikla, abdomen,
abdominal vaginal, dan abdominalrektal, pemeriksan sitologik puncak vagina, dan
foto rontgen thoraks (setiap 6 bulan).1,2

Kolposkopi untuk meneliti puncak vagina, serta bentuk-bentuk praganas.


Rektoskopi, sistoskopi, renogram, Intra Venous Pyelografi (IVP), dan CT scan
panggul, hanya dilakukan menurut indikasi.5

H. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur, keadaan umum,


tingkat klinik keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim penolong, dan
sarana pengobatan.2

Angka ketahanan hidup 5 tahun menurut data internasional


28

Tingkat AKH-5 Thn

TIS Hampir 100%

T1 70-85%

T2 40-60%

T3 30-40%

T4 <10%

DAFTAR PUSTAKA
29

1. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia


Kedokteran 2001;133;9-14.
2. Wiknjosastro H. Karsinoma Serviks Uterus. Dalam : Wiknjosastro H. Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta :
1999,380-388
3. Mansjoer A dkk. Kanker Serviks. Dalam : Mansjoer A dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta; 2001, 379-381.
4. Agustria ZS. Penuntun pelaksanaan praktis kanker ginekologi. Palembang,
2004;20-26
5. Kaufman RH. Adam E. Vonka V. Human papilloma virus infection and
cervikal carcinoma. Clin obstet gynecol 2002;43:363-80
6. Bosman FT, Wagener DJ, et al. Tumor alat kelamin wanita. Dalam : Bosman
FT, Wagener DJ, et al. Onkologi. Edisi kelima. Yogyakarta : 1996;494-507.
7. Aziz, M. F, Kemoterapi pada kanker serviks. Dalam : Indones J Obstet
Gynecol 20(3):Jakarta 1996, 186-192.
8. Komite Penanggulangan Kanker. Panduan Penatalaksanaan Kanker Servix.
Jakarta : 2016; kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKServiks.pdf

Anda mungkin juga menyukai