Anda di halaman 1dari 3

GADIS CANTIK MEMBUAT AKU TERPASUNG

Namaku Agustinus Dula, Gusti nama panggilanku, aku anak keempat dari tujuh
bersaudara. Aku terlahir dari keluarga pas-pasan, Ayahku adalah seorang petani yang hebat dan
ibu ku seorang ibu rumah tangga yang tangguh. Sejak kecil , aku telah dibekali dengan nilai dan
norma-norma kebajikan. Ayahku yang merupakan seorang petani yang sangat taat pada
Tuhannya dan cukup terpandang di masyarakat. Sehingga tidak heran jikalau aku dan keenam
saudaraku sangat taat pada perintah Tuhan juga tunduk pada arahan orang tua. Setiap hari kami
diajari nilai-nilai kebajikan dan budi pekerti yang baik dan uniknya semua pelajaran itu kami
dapatkan dalam rumah tepatnya diwaktu makan. Keluarga kami memiliki tradisi atau kebiasaan
makan bersama. Biasanya sebelum memulai makan kami diajari bagaimana cara berterimakasih
kepada Tuhan yang telah memberikan rejeki. Kemudian memulainya dengan doa sebelum
makan. Pengajaran seperti inilah yang sulit saya lupakan hingga kini.

Aku yang waktu itu masih Gusti kecil, sangat dimanja oleh orang tuaku. Aku dipangku
dan dimanja, aku dicium dan dipeluk, aku dibesarkan dengan penuh kasih sayang, sungguh
kebahagiaan yang tiada tara harganya. Sehingga tak jarang aku sering dicemburui oleh ketiga
saudaraku. Bagaimana tidak , diantara ketiga saudaraku akulah yang paling mendapatkan kasih
sayang lebih dari orang tuaku. Meski aku tak pernah dibelikan barang mewah ataupun barang
yang berharga, namun aku sadar standar kebahagian tak dapat diukur melalui materi. Rupanya
cinta kasih-lah yang telah merajai kebahagian hidup ini. Cinta kasih tak dapat diganti dengan
materi meski dalam jumlah yang tinggi.

Waktu terus bergulir dan tahun pun berganti, tak sadar usiaku telah menginjak remaja dan
Aku pun disekolah kan pada salah satu sekolah menengah pertama (SMA) yang ada di sekitaran
wilayah tempat tinggalku. Di tempat ini aku menempuh pendidikan sekolah menengah pertama
dengan penuh perjuangan. Di tempat ini pula aku mengenal lingkungan baru, wajah-wajah baru
dan beragam kepribadian baru. Beberapa hari sampai pada beberapa minggu kemudian aku telah
memiliki banyak teman-teman baru, baik laki-laki maupun perempuan. Aku amati satu persatu
teman-temanku tak ada yang gantengnya melebihi kegantenganku. Rupanya akulah yang paling
ganteng dari semua teman-temanku, aku berkata dalam hati kecilku. Awal tahun ajaran baru
bertepatan dengan masa dimana aku berada pada fase yang menggebuh-gebuh. Fase dimana aku
berada dalam zona awal pubertas. Aku sangat mengingin seorang pacar berparas cantik yang
setia mendampingiku. Sampai saatnya aku menemukan seorang gadis yang berparas cantik dan
bertubuh seksi, kebetulan dia tidak seangkatan denganku. Aku sangat mendambakannya, tapi
sayang harapanku pun punah. Dia telah dimiliki oleh seorang lelaki seangkatan dengannya, aku
merana dibuatnya.

Kini saatnya aku berada pada penghujung sekolah menengah pertama (SMA). Aku yang
waktu itu duduk di bangku kelas dua belas sekolah menengah pertama, sudah memikirkan
tentang masa depan dengan seorang gadis berparas cantik yang sudah aku pacari sejak aku kelas
sebelas. Tiga bulan lagi akan diselenggarakan ujian nasional (UN), itu artinya sebentar lagi aku
akan hengkang dari bangku pendidikan. Tiga bulan berlalu, saatnya ujian nasional
diselenggarakan. Dalam tiga bulan terakhir aku tak pernah belajar, mengandalkan percaya diri
dan modal nekat aku menyelesaikan soal ujian yang begitu rumit. Situasi yang sulit itu aku alami
selama empat hari berturut-turut. Pada akhirnya situasi rumit itu berlalu pergi, aku pun legah dan
menganggap akhir dari perjuangan panjang selama tiga tahun. Masa SMA aku lalui dengan
penuh suka maupun duka juga sarat akan memori kenangan indah bersama teman, guru maupun
dia gadis pujaan hatiku. Sebulan berlalu dan kini tibalah waktunya pengumuman kelulusan,
semua siswa saat itu termasuk aku duduk bersimpul jari sembari berdoa mengharapkan yang
terbaik. Pada saat itu angkatan kami semuanya lulus dan aku lulus dengan predikan baik. Kedua
orang tuaku cukup senang dengan hasil yang baik dari kelulusanku.

Dia, sicantik sangat mempesona itu belum pernah bisa aku melupakannya dan tak pernah
bisa aku lupa. Wajahnya yang sangat mempesona membuatku terlena, terbuai dalam lamunannya
dan ternyata ia membawa malapetaku bagi ku. Sampai pada suatu saat, saudara perempuanku
yang merupakan kakak kandungku mengetahui aku berpacaran. Saudara perempuanku sangat
marah ketika mengetahui itu, aku dimarahi sampai aku mendapatkan pukulan keras yang
menghantam gendang telingaku. Tak terima dengan perlakuan yang menurutku tak manusiai itu,
aku pun melawan kakak kandungku dengan menyerang balik dan memukulinya hingga pingsan.
Aku sangat marah kala itu hingga aku melakukan tindakan kekerasan tanpa mampu aku
mengontrolnya. Kejadian inilah yang membawa masalah besar bagiku, aku dimarahi orang
tuaku, dibenci oleh semua orang terdekat dan tak satu pun yang berpihak membenarkan
perbuatanku. Aku telah mencederai keharmonisan kelurga yang cukup terpandang itu. Aku telah
mencederai nilai dan norma kebajikan yang ditimba sejak kecil itu.

Aku diterpa badai yang sangat dahsyat, aku dikucilkan banyak orang. Aku tak sanggup
dengan terpaan itu aku kecewa dengan perlakuan mereka. Mereka mengurungku disuatu tempat,
mereka meperlakukan aku seperti hewan peliharaan tanpa perhatian dan belas kasih sayang. Di
tempat ini timbullah berbagai pemikiran pemikiran negative bahwasanya aku tak dianggap lagi,
aku manusia biadap dan tak layak untuk hidup. Aku memberontak dan pikiranku tak karuan, aku
sungguh tak berdaya. Semakin hari semakin lama aku dikurung di tempat itu, pikiranku pun kian
makin menjadi-jadi. Batinku yang belum menerima perlakuan itu semakin menderu dan terus
berontok. Beberapa hari kemudian aku di keluarkan dari tempat itu, aku berfikir kehidupanku
setelah ini akan membaik ternyata orang-orang sudah terlanjur menganggapku sebagai orang
gila. Tak terima anggapan itu aku tak mau tinggal dirumah dan akhirnya aku pergi dari rumah
dan memilih berkelana, berjalan tak tahu arah.

Hari terus berganti dan aku masih di tempat yang tak pernah aku kenal namanya. Terlihat
dari kejauhan ada segerombalan orang yang datang menghampiriku, tak ku sangka mereka
mengelilingiku dan membawaku pergi. aku mengenali mereka dan mereka merupakan saudara-
saudaraku yang kejam itu. Aku kembali pulang ke rumah tempat dimana aku tidak mau
menginjakkan telapak kakiku disana. Aku berontak tak mau masuk rumah, mereka terus
memaksa aku hingga kedua pergelangan tangan dan kakiku dipegang sangat erat yang
membuatku tak berdaya. Aku terus memberontak tak mau tinggal di rumah, pikiranku makin
menjadi dan tak karuan. Pada keesokan harinya aku dipasung, kedua kaki ku dipasangi kayu
yang cukup besar dan berat. Aku seolah terbelenggu, membatasi semua ruang gerakku. Aku tak
bisa berdaya hanya imajinasi liarku yang makin menderu.

By:

IRFAN

Anda mungkin juga menyukai