NIM : PO7220419084
A. Pengertian
2
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
menurut Potter & Perry,2005 adalah sebagai berikut:
1. Faktor genetik.
a. Berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa atau bangsa
2. Faktor lingkungan.
a. Faktor pranatal
Gizi pada waktu hamil, mekanis, toksin, endokrin, radiasi, infeksi, stress,
imunitas, anoksia embrio
b. Faktor postnatal
1) Faktor Lingkungan Biologis
Ras, jenis kelamin, umur, gizi, kepekaan thd penyakit, perawatan kesehatan,
penyakit kronis, dan hormon
2) Faktor lingkungan fisik
Cuaca, musim, sanitasi,keadaan rumah.
3) Lingkungan sosial
Stimulasi, Motivasi belajar, Stress, Kelompok sebaya, Ganjaran atau
hukuman yang wajar, Cinta dan kasih sayang
4) Lingkungan keluarga dan adat istiadat yang lain
Pekerjaan, pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, stabilitas rumah
tangga, kepribadian ayah/ibu, agama, adat istiadat dan norma-norma
3
b. Masa janin/fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini terdiri
dari 2 periode yaitu :
1) Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan TM II kehidupan
intrauterin, terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia
sempurna dan alat tubuh telah terbentuk dan mulai berfungsi.
2) Masa fetus lanjut, pada akhir TM pertumbuhan berlangsung pesat dan adanya
perkembangan fungsi. Pada masa ini terjadi transferimunoglobin G(IgG) dari
ibu melalui plasenta. Akumulasi asam lemak esesnsial seri omega 3(Docosa
Hexanicc Acid) omega 6(Arachidonic Acid) pada otak dari retina.
2. Masa bayi : usia 0 – 1 tahun
a. Masa neonatal (0-28 hari), terjadi adaptasi lingkungan dan terjadi perubahan
sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi orgaan-oragan tubuh lainnya.
b. Masa pasca neonatal , proses yang pesat dan proses pematangan berlangsung
secara kontinu terutama meningkatnya fungsi sistem saraf (29 hari – 1 tahun).
3. Masa prasekolah
Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi perkembangaan dengan
aktifitas jasmani yang bertambah dan meningkaatnya keterampilan dan proses
berpikir.
4. Masa sekolah, pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah,
keterampilan, dan intelektual makin berkembang, senang bermain berkelompok
dengan jenis kelamin yang sama ( usia 6 – 18/20 tahun).
a. Masa pra remaja: usia 6-10 tahun
b. Masa remaja :
1) Masa remaja dini (Wanita: usia 8-13 tahun dan Pria: usia 10-15 tahun)
2) Masa remaja lanjut (Wanita: usia 13 –18 tahun dan Pria: usia 15-20 tahun)
b. Tidak tergantung umur yaitu berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB),
lingkaran lenganatas (LLA) dan tebal lipatan kulit (TLK).Hasil pengukuran
6
antropometrik tersebut dibandingkan dengan suatu baku tertentumisalnya NCHS
dari Harvard atau standar baku nasional (Indonesia) seperti yang terekam
padaKartu Menuju Sehat (KMS). Dengan melihat perbandingan hasil penilaian
dengan standar bakutersebut maka dapat diketahui status gizi anak. Nilai
perbandingan ini dapat digunakan untukmenilai pertumbuhan fisik anak karena
menunjukkan posisi anak tersebut pada persentil (%)keberapa untuk suatu ukuran
antropometrik pertumbuhannya, sehingga dapat disimpulkanapakah anak tersebut
terletak pada variasi normal, kurang atau lebih. Selain itu juga dapatdiamati trend
(pergeseran) pertumbuhan anak dari waktu ke waktu.
2. BeratBadan (BB)
Berat badan (BB) adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana,mudah
diukur,dan diulang. BB merupakan ukuran yang terpenting yang dipakai pada setiap
pemeriksaan penilaian pertumbuhan fisik anak pada semua kelompok umur karena
BBmerupakan indikator yang tepat untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh
kembang anaksaat pemeriksaan (akut). Alasannya adalah BB sangat sensitif terhadap
perubahan sedikit sajaseperti sakit dan pola makan. Selain itu dari sisi pelaksanaan,
pengukuran obyektif dan dapatdiulangi dengan timbangan apa saja, relatif murah dan
mudah, serta tidak memerlukan waktulama.
Namun, pengukuran BB tidak sensitif terhadap proporsi tubuh misalnya
pendek gemukatau tinggi kurus. Selain itu, beberapa kondisi penyakit dapat
mempengaruhi pengukuran BBseperti adanya bengkak (udem), pembesaran organ
(organomegali), hidrosefalus, dansebagainya. Dalam keadaan tersebut, maka ukuran
BB tidak dapat digunakan untuk menilaistatus nutrisi.
Penilaian status nutrisi yang akurat juga memerlukan data tambahan berupa
umur yangtepat,jenis kelamin, dan acuan standar. Data tersebut bersama dengan
pengukuran BBdipetakan pada kurve standar BB/U dan BB/TB atau diukur
persentasenya terhadap standaryang diacu.BB/U dibandingan dengan standar,
dinyatakan dalam persentase
a. >120% disebut gizi lebih
b. 80-120% disebut gizi baik
c. 60-80% tanpa edema = gizikurang
d. Dengan edema = gizi buruk
7
e. <60% disebut gizi buruk Perubahan BB perlu mendapat perhatian karena
merupakan petunjuk adanya masalahnutrisi akut. Kehilangan BB dapat
dikategorikan menjadi: 1. Ringan = kehilangan 5-15%, 2.Sedang = kehilangan
16-25%, Berat = kehilangan >25%
9
a. LLA (cm): < 12.5 cm = gizi buruk (merah), 12.5 – 13.5 cm = gizi kurang
(kuning), >13.5cm = gizi baik (hijau).
b. Bila umur tidak diketahui, status gizi dinilai dengan indeks LLA/TB: <75% = gizi
buruk,75-80% = gizi kurang, 80-85% = borderline , dan >85% = gizi baik
(normal).
F. Penilaian Perkembangan
Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver
Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening
Test (DDST-R). Adalah salah satu dari metode skrining perkembangan, yang
bertujuan mendeteksi kelainan perkembangan sedini mungkin pada anak sehat /
asimptomatik, 0 bulan – 6 tahun. Berlangsung rutin dan periodik pada saat
pemeriksaan kesehatan bayi sehat, memonitor perkembangan terutama pada anak
yang mempunyai risiko tinggi.
Tes ini bukan tes diagnostik sehingga tidak dapat menyimpulkan adanya
abnormalitas, hanya suspect / diduga untuk dirujuk / diperiksa untuk penegakan
diagnosis dan tes ini juga bukan tes IQ karena tidak dapat memprediksi IQ
dikemudian hari. Jugatidakuntukmenilaigangguanbelajar, perilaku,
emosionaldantidaksebagaipenggantipemeriksaanfisik, neurologiatau pun tes diagnosis
lainnyaWaktu yang dibutuhkan 15-20 menit.
10
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat.
3) Language (Bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, memahami,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
4) Gross motor (Gerakan Motorik Kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan, sikap tubuh dan
keseimbangan.
A. Identitas Anak
1. Nama : …………………………….Laki-laki/Perempuan
2. Nama Ayah/Ibu : …………………….........
3. Alamat : …………….................
4. Tanggal Pemeriksaan : …./……………../………
5. Tanggal Lahir : …………/……………/…………..
6. Umur Anak : ……………………………….Bulan
B. Anamnesis
1. Keluhan utama : …………………………………………………………
2. Apakah anak punya masalah tumbuh kembang : ………………….
C. Pemeriksaan Rutin Sesuai Jadwal/Jika Ada Keluhan
1. BB : …........Kg; PB/TB: ……..cm.
BB/TB :
a. Gizi baik
b. Gizi kurang
c. Gizi buruk
11
d. Gizi lebih
e. Rujuk : ya/tidak
14
Speech Delay adalah kegagalan mengembangkan kemampuan berbicara pada anak,
yang diharapkan bisa dicapai pada usianya. Dengan kata lain, perkembangan anak
(dalam hal bicara) tertinggal beberapa bulan dari teman-teman seusianya.
Penyebab :
a. Anak-anak yang dicurigai mengalami speech delay seringkali juga mengalami
masalah pendengaran.
b. Adanya keterlambatan perkembangan yang terjadi karena belum dicapainya
tingkat kematangan seperti kematangan organ-organ bicara.
c. Kurang stimulasi atau kurang terpapar dalam lingkungan sosial.
Cara Mengatasi :
a. Bacakan buku atau cerita bergambar sehingga anak dapat menunjuk atau
memberi nama benda-benda yang ia kenal.
b. Gunakan bahasa yang sederhana ketika berbicara pada anak.
c. Mengoreksi ucapan yang salah dari anak. Misalnya ketika anak mengatakan
“Atit” saat mengutarakan rasa sakit, orang tua segera membenarkanya dengan
mengucapkan “Oh, sakit ya”. Usahakan untuk selalu mengulang kata-kata yang
diucapkan anak pada kita.
d. Berikan pujian pada anak ketika anak berbicara benar.
e. Jangan abaikan anak dan selalu berikan respon terhadap apa yang dikatakan anak.
f. Jangan memaksa anak untuk berbicara karena hal ini hanya akan membuat anak
menjadi semakin tertekan.
g. Berkonsultasi kepada tenaga ahli
15
Penyebab :
a. Kondisi kesehatan anak yang kurang mendukung. Keterlambatan anak mulai
berjalan bisa disebabkan oleh gangguan neurologis, gizi buruk, maupun penyakit
seperti : riwayat kekurangan oksigen saat lahir, penyakit-penyakit perinatal yang
berat (sepsis, kerinikterus, meningitis), bayi lahir dengan berat sangat rendah,
bayi prematur, cerebal palsy, pasca kejang lama, penyakit jantung bawaan, dan
lain sebagainya.
b. Faktor keturunan. Beberapa kasus menunjukkan orangtua yang mempunyai
riwayat terlambat berjalan akan menurun kepada anaknya.
c. Bentuk dan berat badan anak. Anak dengan kaki yang pendek biasanya lebih
cepat berjalan daripada yang berkaki panjang. Semakin panjang kaki anak,
biasanya jadi lebih sulit menyeimbangkan badan.
d. Pengalaman buruk waktu belajar berjalan. Kecelakaan yang mungkin terjadi saat
belajar berjalan seperti tersandung hingga membentur meja bahkan berdarah, bisa
mengakibatkan anak trauma dan malas berlatih lagi. Terlebih lagi jika ditambah
dengan respon orangtua yang terlalu mengkhawatirkannya.
e. Bayi yang tidak dikelilingi anak-anak lain. Hal ini biasanya mengakibatkan anak
jadi lebih lambat berjalan karena tidak ada yang memberinya contoh (meski tidak
selalu).
f. Orangtua maupun lingkungan yang overprotective. Rasa sayang yang berlebihan
dengan melarang anak untuk melakukan kegiatan yang “menantang” karena
khawatir jatuh atau terpeleset, membuat anak kehilangan kepercayaan diri untuk
mulai berjalan. Kebiasaan terlalu sering digendong dan pemakaian baby walker
yang berlebihan juga dapat membuat anak malas belajar jalan.
Cara Mengatasi :
a. Menatih dengan penuh kesabaran. Masa menatih (titah, bahasa Jawa) merupakan
masa yang membutuhkan tenaga dan kesabaran ekstra. Karena tangan kita harus
mendampingi kemanapun si kecil bergerak. Pada awalnya kita menggunakan dua
tangan untuk menatih, namun dengan bertahap kita lepas satu tangan, hingga
akhirnya kita lepas dia berjalan tanpa bantuan kita.
b. Gunakan berbagai alat sebagai bantuan. Kursi plastik yang kokoh, meja kecil
yang ringan, maupun galon air mineral yang tidak terisi penuh bisa menjadi alat
yang menarik untuk didorong-dorong anak.
16
c. Pastikan lingkungan di sekitar anak cukup aman. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisir terjadinya kecelakaan. Seperti menyingkirkan benda-benda yang
mudah diraih dan mudah pecah.
d. Lakukan dengan kegembiraan. Ambillah jarak dari si kecil dengan memegang
mainan atau benda yang menarik perhatiannya. Mintalah anak untuk
mengambilnya dan berikan pelukan hangat saat dia berhasil menjangkaunya.
Perlebar jarak untuk meningkatkan kemampuannya.
e. Hindari baby walker. Faktor praktis dan bisa ditinggal mengerjakan hal lain
seringkali membuat orangtua berlebihan dalam memanfaatkan baby walker.
Padahal, hal seperti itu bisa menyebabkan anak jadi malas berjalan ketika dilepas
tanpa baby walker. Penggunaan baby walker tetap harus dengan pengawasan
karena terbukti pada beberapa kasus dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan
seperti tergelincir di tangga, kamar mandi, maupun kolam renang.
f. Terus berikan semangat pada anak. Belajar berjalan merupakan kombinasi dari
latihan kemandirian, kepercayaan diri, pantang menyerah, dan kesabaran.
g. Konsultasikan dengan dokter ahli jika anak tidak juga menunjukkan kemajuan
dalam kemampuan berjalan meskipun sudah dilakukan stimulasi yang memadai.
3. Autisme
Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan “isme” yang
berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada
dunianya sendiri. Autisme merupakan gangguan perkembangan yang kompleks yang
umumnya muncul sebelum usia tiga tahun sebagai hasil dari gangguan neurologis
yang mempengaruhi fungsi normal otak. Gangguan ini mempengaruhi perkembangan
dalam area interaksi sosial dan keterampilan komunikasi.
Anak penyandang autis umumnya menunjukan kesulitan dalam komunikasi verbal
dan nonverbal, interaksi sosial, dan kegiatan bersosialisasi (misalnya bermain
bersama). Mereka juga menunjukan pola-pola tingkah laku yang terbatas, berupa
pengulangan dan stereotip (meniru). Seorang penderita autis mempunyai beberapa
kesulitan yaitu dalam hal makna, komunikasi, interaksi sosial, dan masalah imajinasi.
Hal ini menyebabkan penderita autis menemui banyak kesulitan dalam kehidupannya
sehari-hari. Anak autis bisa sangat tertarik pada sesuatu dan kemudian asyik sendiri
pada dunianya. Akibatnya, anak autis cenderung menarik diri dari lingkungan
sekitarnya.
17
Penyebab :
Permasalahan pada awal perkembangan seorang anak. Anak penyandang autis
mengalami masalah kesehatan yang lebih banyak selama masa kehamilan, pada saat
dilahirkan, dan segera setelah dilahirkan, daripada anak yang bukan penyandang autis.
Pengaruh genetik. Adanya gangguan gen dan kromosom yang ditemukan pada studi
terhadap keluarga dengan anak kembar menunjukan peran yang besar dari faktor
genetik sebagai penyebab dari autis.
Abnormalitas otak. Meskipun tidak diketahui tanda-tanda biologis untuk autis,
penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ahli menunjukan bahwa gambaran otak anak
penyandang autis berbeda dengan gambaran otak anak normal.
Cara Mengatasi :
a. Modifikasi perilaku dengan bantuan tenaga profesional. Misalnya dengan
pendekatan ABA (Applied Behavioral Analysis) untuk menguasai keterampilan
yang diperlukan dalam lingkungan, terapi integrasi sensori untuk menghadapi
stimulasi sensori, dan metode pendekatan yang hangat dan akrab untuk
membangun hubungan dengan anak sebagai individu dan untuk membantu
memperbaiki proses perkembangan anak melalui bahasa tubuh, kata-kata, serta
media bermain
b. Sarana pendukung dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan orang tua diluar
waktu-waktu terapi. Contohnya seperti :
c. Pendukung visual agar anak lebih mudah berkomunikasi, mengutarakan
keinginan, dan membantu anak memahami kehidupan. Selain itu, dengan
menunjukkan objek secara nyata pada anak juga dapat membantu anak
mengembangkan pemahaman tentang waktu dan pentingnya menghargai
lingkungan.
d. Berenang, berkuda, naik sepeda, sepatu roda, atau naik turun tangga. Kegiatan-
kegiatan tersebut sejalan dengan prinsip terapi integrasi sensori.
e. Berinteraksi dengan anak dalam situasi bermain yang melibatkan sentuhan dan
kontak mata yang memadai.
f. Terapi wicara (dibantu dokter dan terapis)
19
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak ( Nelson Textbook of Pediatrics). EGC.
Jakarta. 2000
Latief, A. 2000. Diagnosis fisik pada Anak. Jakarta: Penerbit Sagung Seto
Potter, P.A. and Perry, A.G. (2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4, Volume 1, Alih Bahasa, Asih, Y., dkk. Jakarta : EGC
Meritalia, D. (2009). Analisis Pelaksanaan Program Stimulasi, Deteksi Dini dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Balita dan Anak Pra Sekolah Di Puskesmas Kota
Semarang Tahun 2009. Dari http://eprints.undip.ac.id/16961/1/Dewi_Maritalia.pdf
diperoleh 10 Juli 2012.
Mirriamstoppard. 1997.Complete Baby and Child Care
Narendra, M.B., Sularyo, T.S., Soetjiningsih, Suyitno, H., Ranuh, AG.N.G., & Wiradisuria,
S. (2002). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja (Ed. 1). Jakarta: CV Sagung Seto.
Natosba, J. 2010. Diktat kuliah ilmu keperawatan anak. Program studi ilmu keperawatan
Universitas Sriwijaya
Supartini. 2004. KonsepDasarKeperawatanAnak. Jakarta. BukuKedokteran EGC.
:USA
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
20
21