Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU

KONSEP DASAR KEBIDANAN

OLEH:
DOSEN : SULTINA SARITA ,SKM, M.KES
NAMA : HASNIATIN.L
NIM : P00324019017
KELAS: 1A D-III KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI


KEMENTRIAN KESEHATAN RI
PRODI D –III JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2020-2021
1. Bagaimanakah seharusnya penanganan atau pengelolaaan sampah yg ada di rumah sakit agar
tidak menjadi sumber infeksi bagi pasien maupun petugas kesehatan dan pengunjung rs?

2. dalam pengelompokannya jenis sampah apa saja yang perlu dikelolah dengan baik oleh petugas
kesehatan?

3. jenis sampah apa saja yang biasax diberi simbol "Biohazard"?

JAWAB:

1. Upaya kesehatan lingkungan berperan penting dalam mendukung

keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat. Sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan

kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya. Hal ini diperkuat melalui pengaturan sebagaimana

tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang

Kesehatan Lingkungan, yang menjadi acuan utama dalam

penyelenggaraan kesehatan lingkungan di berbagai kegiatan diseluruh

wilayah Indonesia.

Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit

dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk

mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,

biologi, maupun sosial. Penyelenggaraan kesehatan lingkungan ini

diselenggarakan melalui upaya penyehatan, pengamanan, dan

pengendalian, yang dilakukan terhadap lingkungan permukiman, tempat

kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Salah satu

tempat dan fasilitas umum tersebut adalah rumah sakit.


Dalam menjalankan fungsinya, rumah sakit menggunakan berbagai

bahan dan fasilitas atau peralatan yang dapat mengandung bahan

berbahaya dan beracun. Interaksi rumah sakit dengan manusia dan

lingkungan hidup di rumah sakit dapat menyebabkan masalah kesehatan

lingkungan yang ditandai dengan indikator menurunnya kualitas media

kesehatan lingkungan di rumah sakit, seperti media air, udara, pangan,

sarana dan bangunan serta vektor dan binatang pembawa penyakit.

Akibatnya, kualitas lingkungan rumah sakit tidak memenuhi standar

baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang telah

ditentukan.

Saat ini standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan

kesehatan rumah sakit telah mengalami perubahan seiring dengan

perkembangan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dan pedoman

teknis terkait kesehatan lingkungan. Sementara disisi lain masyarakat

menuntut perbaikan kualitas pelayanan rumah sakit melalui perbaikan

kualitas kesehatan lingkungan. Untuk itu diperlukan ketentuan mengenai

standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan

rumah sakit sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun

2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Ketentuan persyaratan kesehatan

lingkungan rumah sakit yang tertuang dalam Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dinilai perlu dilakukan

pembaharuan/adaptasi standar karena perkembangan persyaratan

penilaian mutu kinerja antara lain Akreditasi Rumah Sakit KARS/JCI,

PROPER, Adipura, Kabupaten Kota Sehat dan Green Hospital.

Dengan demikian maka upaya kesehatan lingkungan di rumah sakit

dimasa mendatang dapat dilaksanakan sehingga memenuhi standar baku


mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mencakup

seluruh dimensi, menyeluruh, terpadu, terkini dan berwawasan

lingkungan.

B. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus

1. Tujuan Umum

Untuk mewujudkan kualitas kesehatan lingkungan di rumah sakit

yang menjamin kesehatan baik dari aspek fisik, kimia, biologi,

radioaktivitas maupun sosial bagi sumber daya manusia rumah sakit,

pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit, serta

mewujudkan rumah sakit ramah lingkungan.

2. Tujuan Khusus

a. Meningkatkan kualitas media lingkungan dan mengendalikan

risiko kesehatan;

b. Meningkatkan lingkungan rumah sakit yang dapat memberikan

jaminan perlindungan kesehatan, keamanan dan keselamatan

bagi manusia dan lingkungan hidup; dan

c. Mendukung terwujudnya manajemen pengelolaan kualitas

kesehatan lingkungan yang baik di rumah sakit.

C. Sasaran

1. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota;

2. Pimpinan/pengelola rumah sakit;

3. Tenaga kesehatan rumah sakit;

4. Pemangku kepentingan/pembuat kebijakan; dan

5. Organisasi profesi atau asosiasi rumah sakit.

Kesehatan lingkungan rumah sakit adalah upaya pencegahan penyakit

dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk

mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial di dalam lingkungan rumah sakit. Kualitas lingkungan

rumah sakit yang sehat ditentukan melalui pencapaian atau pemenuhan

standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan pada

media air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, dan vektor dan

binatang pembawa penyakit. Standar baku mutu kesehatan lingkungan

merupakan spesifikasi teknis atau nilai yang dibakukan pada media

lingkungan yang berhubungan atau berdampak langsung terhadap kesehatan

masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit. Sedangkan persyaratan

kesehatan lingkungan adalah kriteria dan ketentuan teknis kesehatan pada

media lingkungan di dalam lingkungan rumah sakit.

A. Standar Baku Mutu Air dan Persyaratan Kesehatan Air

1. Standar Baku Mutu Air

a) Standar baku mutu air untuk minum sesuai dengan ketentuan

Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar

baku mutu air minum.

b) Standar baku mutu air untuk keperluan higiene sanitasi sesuai

dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur

mengenai standar baku mutu air untuk keperluan higiene

sanitasi.

c) Air untuk pemakaian khusus yaitu hemodialisis dan kegiatan

laboratorium.

Air untuk pemakaian khusus adalah air yang dibutuhkan untuk

kegiatan yang bersifat khusus di rumah sakit yang memerlukan

persyaratan tertentu dan berbeda dengan air minum. Standar baku mutu

air untuk hemodialisis meliputi parameter biologi dan kimia, sedangkan

standar baku mutu air untuk kegiatan laboratorium meliputi parameter

fisik, biologi dan kimia.


2. Limbah medis merupakan salah satu tantangan terbesar sehari-hari yang dihadapi oleh penyedia
layanan kesehatan.

Beberapa contoh limbah medis seperti tempat bekas rendaman darah (sarung tangan, kain kasa,
dll.), jaringan manusia atau hewan yang dibuat selama prosedur pengobatan, setiap sampah yang
dihasilkan dari kamar pasien dengan penyakit menular, sertan vaksin yang dibuang, demikian
seperti diwartakan Medpro.

Limbah medis sendiri adalah segala jenis sampah yang mengandung bahan infeksius (atau bahan
yang berpotensi infeksius). Biasanya berasal dari fasilitas kesehatan seperti tempat praktik
dokter, rumah sakit, praktik gigi, laboratorium, fasilitas penelitian medis, dan klinik hewan.

Limbah medis dapat mengandung cairan tubuh seperti darah atau kontaminan lainnya. Undang-
undang Medical Waste Tracking Act tahun 1988 mendefinisikan limbah medis sebagai limbah
yang dihasilkan selama penelitian medis, pengujian, diagnosis, imunisasi, atau perawatan
manusia atau hewan.

Beberapa contohnya piring kultur, gelas, perban, sarung tangan, benda tajam yang dibuang seperti
jarum atau pisau bedah, penyeka, dan tisu.

Menurut Menteri Kesehatan Nila Moeloek, pengelolaan limbah medis di Indonesia hingga kini dinilai
masih belum optimal, padahal limbah medis termasuk sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
dan mahluk hidup lainnya.

"Menteri lingkungan pada waktu itu, sebelum Ibu Siti [Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK) Siti Nurbaya Bakar], mengatakan limbah medis harus dikelola oleh orang [perusahaan]
ketiga. Saya kira sangat galau, kalau limbah medis tidak diperbaiki cara mengatasinya," kata
Menkes beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Kemenkes, total terdapat 2820 rumah sakit, 9825 Puskesmas,
dan 7641 klinik di Indonesia, karenanya Menkes meminta masyarakat untuk memikirkan
bagaimana penanganan limbah medisnya.

Dari data yang ada, timbunan sampah medis bisa mencapai 296,86 ton per hari yang dihasilkan dari
Fasyankes yang tersebar di Indonesia. Sementara kapasitas pengolahan yang ada hanya 115,68
ton per hari.

Baca juga: Bahaya Limbah Medis Rumah Sakit yang Dibuang Sembarangan

Jenis Limbah Medis

Istilah "limbah medis" menurut laman Bio Medical dapat mencakup berbagai macam produk
sampingan yang berbeda dari industri perawatan kesehatan. Berikut ini kategori limbah medis
yang paling umum sebagaimana diidentifikasi oleh WHO:
Benda tajam. Limbah jenis ini meliputi segala sesuatu yang dapat menembus kulit, termasuk jarum,
pisau bedah, pecahan kaca, pisau cukur, ampul, staples, dan kabel.

Limbah Menular. Apa pun yang menular atau berpotensi menular masuk dalam kategori ini,
termasuk tisu, tinja, peralatan, dan kultur laboratorium.

Radioaktif. Limbah jenis ini umumnya cairan radioterapi yang tidak digunakan atau cairan penelitian
laboratorium. Itu juga dapat terdiri dari gelas atau persediaan lain yang terkontaminasi dengan
cairan ini.

Patologi. Cairan manusia, jaringan, darah, bagian tubuh, cairan tubuh, dan bangkai hewan yang
terkontaminasi masuk dalam kategori limbah ini.

Obat-obatan. Pengelompokan ini mencakup semua vaksin dan obat yang tidak digunakan,
kedaluwarsa, dan / atau terkontaminasi, seperti antibiotik, injeksi, dan pil.

Bahan kimia. Termasuk desinfektan, pelarut yang digunakan untuk keperluan laboratorium, baterai,
dan logam berat dari peralatan medis seperti merkuri dari termometer yang rusak.

Limbah Genotoksik. Ini adalah bentuk limbah medis yang sangat berbahaya yang bersifat
karsinogenik, teratogenik, atau mutagenik. Ini dapat termasuk obat sitotoksik yang dimaksudkan
untuk digunakan dalam pengobatan kanker.

Siapa yang Beresiko Terkena Limbah Medis?

Orang-orang yang memiliki risiko tinggi tercemar limbah medis tentu saja petugas kesehatan, pasien,
petugas pengumpulan dan pembuangan limbah, serta lingkungan sekitar. Limbah medis dapat
menimbulkan bahaya jika dikelola secara tidak benar.

Lalu mengapa limbah medis perlu dikelola dengan cara yang benar? Berikut ini beberapa cara yang
bisa dilakukan untuk mengelola limbah medis dengan cara yang tepat seperti dirilis dari Medical
Waste.

Sampah umum seperti tisu, kapas dan bahan yang tidak terkena limbah infeksius digabung dengan
sampah biasa untuk dibuang.

Benda tajam harus digabung, terlepas apakah terkontaminasi atau tidak, dan harus dimasukkan ke
wadah anti bocor (biasanya terbuat dari logam atau plastik berkepadatan tinggi dan tidak
tembus)

Kantung dan wadah untuk limbah infeksius harus ditandai dengan lambang atau tulisan zat infeksius.
Limbah yang sangat menular jika memungkinkan, segera disterilkan dengan autoklaf. Autoklaf
adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan
uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit.

Limbah sitotoksik, sebagian besar diproduksi di rumah sakit besar atau fasilitas penelitian, harus
dikumpulkan dalam wadah yang kuat dan anti bocor dengan jelas diberi label "Limbah sitotoksik".

Sejumlah kecil limbah kimia atau farmasi dapat dikumpulkan bersama dengan limbah infeksius.
Sejumlah besar obat-obatan kedaluwarsa atau kedaluwarsa yang disimpan di bangsal atau
departemen rumah sakit harus dikembalikan ke apotek pembuangan.

Limbah kimia dalam jumlah besar harus dikemas dalam wadah tahan bahan kimia dan dikirim ke
fasilitas pengolahan khusus (jika tersedia).

Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi (misalnya kadmium atau merkuri) harus
dikumpulkan secara terpisah.

Wadah aerosol dapat dikumpulkan dengan limbah layanan kesehatan umum.

Limbah infeksius radioaktif tingkat rendah Apusan, jarum suntik untuk penggunaan diagnostik atau
terapeutik) dapat dikumpulkan dalam kantong atau wadah kuning untuk limbah infeksius jika ini
ditujukan untuk pembakaran.

3. Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-kota besar semakin
meningkat rumah sakit (RS). Sebagai hasil kualitas efluen limbah rumah sakit tidak memenuhi syarat.
Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan sekitar di rumah sakit dan dapat menimbulkan
masalah kesehatan. Hal ini terkait dengan limbah rumah sakit dapat menggunakan berbagai jasad
renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam tipoid, kholera, disentri dan hepatitis
sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).

SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit terbagi
dalam dua kelompok besar, yaitu sampah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Berbagai
bentuk dan potensi yang terkandung di bawah ini:

- Limbah benda tajam adalah benda atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian
tajam yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena,
pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan
dapat menyebabkan kerusakan melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan transisi atau radio
aktif.

- Limbah infeksius sesuai penjelasan berikut: Limbah yang terkait dengan pasien yang memerlukan
isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang memuat pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan / isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh
tertutup, anggota tubuh, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau
otopsi. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau perawatan terapi sitotoksik.Limbah pertanian
ini dapat digunakan untuk obat-obat kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang, bets obat yang
dikeluarkan oleh pasien atau dikeluarkan oleh masyarakat,

- Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis,
veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan penelitian.

- Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radio nukleida.

(Arifin. M, 2008; (online).

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau
dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non Medis ini dapat berasal dari kantor /
administrasi kertas, unit pelayanan (terdiri dari karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa
makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan / bahan makanan, sayur dan lain-
lain). Limbah cair yang diproduksi rumah sakit memiliki karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan
biologi. Limbah rumah sakit dapat mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung
pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dipindahkan dan jenis fasilitas
yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme ini ada yang patogen.
Limbah rumah sakit seperti dilimpahkan akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik,
yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD,
pH, mikrobiologik, dan lain-lain. (Arifin. M, 2008; (online).
Pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peranserta aktif masyarakat termasuk
dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan masyarakat terus dikembangkan antara lain melalui
perbaikan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perlindungan
terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga perlu diberikan perhatian khusus. Sehubungan
dengan hal tersebut, pengelolaan limbah rumah sakit merupakan bagian dari penyehatan
Lingkungan dirumah sakit juga memiliki tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya
pencemaran Kegiatan pelayanan rumah sakit.

- Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit

- Penanggung layanan rumah sakit

- Para ahli ahli dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran

- Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.

(Depkes RI, 2002)

Pengelolaan limbah rumah sakit sudah lama diupayakan dengan melengkapi perangkat lunaknya
yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yng
administrasi dan peningkatan kesehatan dilingkungan rumah sakit.

Departemen Kesehatan terus mengupayakan dan menyediakan dan menyediakan untuk


pembangunan insulasi pengelolaan limbah rumah sakit. Dengan demikian sampai saat ini sebagai
rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limabah, seperti perlu untuk
disempurnakan. Namun disadari pemeliharaan rumah sakit masih perlu ditingkatkan
permasyarakatan terutama dilingkungan masyarakat rumah sakit. (Depkes RI, 1992).

A. Permasalahan

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 menyelesaikan seluruh rumah
sakit di Indonesia, memenangkan 1090 dengan 121,996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100
Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg pertempat
tidur perhari. Analisis lebih lanjut mengenai produksi limbah (Limbah Padat) terdiri dari domestik
sebesar 76,8 persen dan terdiri dari limbahus sebesar 23,2 persen. Diperkirakan Beroperasi nasional
Produksi sampah (Limbah Padat) Rumah Sakit sebesar 376,089 ton per hari Dan Limbah Produksi
udara sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar
potensi Rumah Sakit untuk mencemari Lingkungan dan memikirkan masalah kecelakaan penularan
penyakit.

Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa manfaat kesehatan
dilingkungannya. Di negara maju, diharapkan diperkirakan 0,5-0,6 kg per tempat tidur rumah sakit
perhari. Pembuangan limbah yang dipindahkan cukup besar ini dilakukan jika dilakukan dengan
memilah-milah limbah kategori untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan
limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah mungkin yang dapat
dihindari karena kontaminasi antrauma (Injuri)
(KLMNH, 1995).

Limbah Rumah Sakit mengandung bahan terlindungi Rumah Sakit tidak hanya menghasilkan limbah
organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan berbahaya (B3). Dari
keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 hingga 15 persen merupakan limbah

infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen lainnya
adalah limbah organik yang diambil dari makanan dan sisa makan, baik dari pasien dan keluarga
pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisa merupakan sisa anorganik dalam bentuk botol bekas
infus dan plastik. Temuan ini merupakan

hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan Departemen

Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998 hingga tahun 1999.
Keterbatasan dan sampel yang diambil hanya diambil dari dua rumah sakit di Jawa Barat, satu di
rumah sakit pemerintah dan hanya lagi di rumah sakit swasta. Secara terpisah, mantan Ketua
Wahana Lingkungan (Walhi) Jabar

Ikhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit selain jumlah yang
ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih banyak ditemukan di beberapa rumah sakit umum,
yang kurang ramah lingkungan (Pristiyanto. D, 2000).

Biasa orang mengaitkan limbah B3 dengan industri. Siapa pun yang menyangkal terbukti dirumah
sakitpun menghasilkan limbah berbahaya dari limbah infeksius. Limbah infeksius terdiri dari alat
kedokteran seperti perban, salep, dan suntikan bekas (tidak termasuk tabung infus), darah, dan
sebagainya. Dalam penelitian itu, hampir di setiap tempat sampah ditemukan bekas dan sisa
makanan (limbah organik), limbah infeksius, dan limbah organik mengandung botol bekas infus.
(Anonimous, 2009)

Limbah rumah sakit, khusus limbah medis infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar
pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap
bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran ini.

Dr Setyo Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia
mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar.
Limbah Medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang
termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah
laboratorium.

Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang mengeluarkan kuman. Sampah jenis itu harus
dibakar, bukan dikubur, dikeluarkan ke tangki septik. Pasalnya, tangki pembuangan di Indonesia
sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah
sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu.

Kenyataannya, banyak tangki penyimpanan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak
memenuhi persyaratan. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang
lebih dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Setyo mengutip, buruknya pengelolaan
limbah rumah sakit Karena pengelolaan limbah belum menjadi persyaratan akreditasi rumah sakit.
Sementara peraturan proses pembungkusan padat yang dikeluarkan Departemen Kesehatan pada
1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.

B. Jenis-jenis limbah

Berikut ini adalah jenis-jenis limbah rumah sakit.

- Limbah klinik

Limbah yang dihasilkan selama perawatan pasien pada rutin pembedahan dan di unit-unit yang
berisiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan beresiko tinggi kuman dan populasi umum dan
staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas ingin mengeluarkan. Contoh limbah
jenis ini adalah perban atau pembungkus kotor, cairan tubuh, anggota badan yang diamputasi,
jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.

- Limbah patologi

Limbah ini juga dipertimbangkan beresiko tinggi dan dapat diautoclaf sebelum keluar dari unit
patologi. Label limbah ini harus diberi label biohazard.

- Limbah bukan klinik

Sampah ini memuat kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak
dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan masalah, limbah tersebut cukup merepotkan
karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan menbuangnya.

- Limbah dapur

Makanan ini sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan
pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staf atau pasien di Rumah Sakit.

- Limbah radioaktif

Namun demikian, tidak memerlukan penanganan yang baik di rumah sakit. Pemberian kode warna
yang berbeda untuk masing-masing sangat membantu pengelolaan limbah tersebut

(Prasojo. D, 2008).

Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah sakit dengan
menggunakan warna:

JENIS LIMBAH WARNA

Bangsal / Unit Kuning Hitam

Kamar Cuci Rumah Sakit


Kotor / Terinfeksi Merah

Habis dipakai Putih

Dari kamar operasi Hijau / Biru

Dapur

Sarung tangan dengan warna yang berbeda untuk memasak dan membersihkan badan.

Agar kebijakan kodifikasikan menggunakan warna dapat dilakukan dengan baik, tempat limbah
diseluruh rumh sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan
ditempat sumbernya.

Bangsal harus memiliki dua macam tempat pembuangan dengan dua warna, satu untuk klinik dan
yang lain untuk bukan klinik

Semua limbah dari kantor, biasanya terdiri dari alat yang dianggap sebagai limbah klinik

Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dipertimbangkan sebagai limbah klinik dan harus
disetujui aman sebelum dipindahkan (Depkes RI, 1992).

C. Pengelolaan limbah

Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan
adalah sterilisasi, terdiri dari komposisi (mengurangi) dalam volume, penggunaan kembali
(penggunaan kembali) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (daur ulang), dan pengolahan
(perawatan) (Slamet Riyadi, 2000).

Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan kebijakan yang diubah dengan
warna yang mengharuskan hal-hal berikut:

Pemisahan Limbah

- Limbah harus diambil dari sumbernya

- Semua limbah beresiko tinggi labelnya jelas ia

- Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang menunjukkan kemana
kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).

Penyimpanan Limbah

Dibungkus Negara kantung plastik cukup mahal untuk digunkanan kantung kertas yang tahan bocor
(dibuat secara lokal sehingga dapat diperlengkapi dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli
dengan strip berwarna, kemudian ditonggarkan dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lainnya.

Penanganan Limbah
- Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika sudah terisi 2/3 bagian. Kemudian diikiat bagian
atas dan diberik label yang jelas

- Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga dapat dibawa mengayun menjauh
dari badan, dan ditempatkan ditempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan

- Petugas pengumpul limbah harus memuat kantung-kantung dengan warna yang telah dibuat satu
dan diambil sesuai dengan yang sesuai

- Kantung harus dipindahkan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak
sebelum diangkut ketempat perpindahan.

Pengangkutan limbah

Kantung limbah diselesaikan dan sesekali selesai sesuai kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik
yang dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik yang dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan
kendaraan khusus ( kendaraan yang bisa digunakan bersama dengan dinas pekerja umum)
kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah yang dimaksud dikosongkan dan disimpan
setiap hari, jika perlu (misalnya jika ada kebocoran kantung limbah) dapat dihubungi dengan
menggunakan klorin.

Pembuangan limbah

Setelah digunakan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan
sampah, situs klinik harus dibakar (insenerasi) , jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan
ditanami air limbah dapur yang disediakan pada hari yang sama tidak dapat dibusuk.

(Bambang Heruhadi, 2000).

Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator lebih kecil 1300-
1500 ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat didaur ulang hingga 60% panas yang dihasilkan untuk
kebutuhan energi rumah sakit. Rumah sakit dapat dipertanyakan, tambah rumah sakit khusus rumah
sakit. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain
kemampuannya menampung limbah klinik maupun limbah, termasuk benda tajam dan produk
farmasi yang tidak terpakai lagi.

Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam.
Langkah-Langkah pengapuran ( Liming ) tersebut meliputi sebagai berikut:

Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter

Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cm

Tambahkan lapisan kapur

Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan samapai ketinggian 0,5 meter di
bawah permukaan tanah

Akhirnya lubang ini harus ditutup dengan tanah


(Setyo Sarwanto, 2003).

Perlu diingat, bahan yang tidak dapat dicerna secara biologis ( nonbiodegradable ), misalnya kantung
plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karena limbah yang ditimbun dengan kapur ini dibungkus
kertas. Limbah-limbah tajam harus ditanam.

Limbah bukan klinik tidak perlu ditimbun dengan kapur dan mungkin diambil oleh DPU atau
kontraktor swasta dan ditransfer ditempat khusus atau tempat pembuangan sampah umum. Limbah
klinik, jarum, semprit tidak boleh dibuang di tempat pembuangan samapah umum.

Semua petugas yang menginstal klinik perlu dibor lengkap dan memahami langkah-langkah apa yang
harus dilakukan jika meningkatkan inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus
menggunakan pakaian pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat
direkomendasikan dan catatan mengenai imunisasi tersebut telah disetujui dibagian kesehatan kerja
(Moersidik. SS, 1995).

Melihat karakteristik dan dampak yang dapat ditimbulkan oleh buangan / limbah rumah sakit
sebagaimana dimaksud di atas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai suatu sistem dengan
berbagai proses manajemen di dalamnya dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan rumah
sakit yang perlu diterapkan. Dengan membahas sistem tersebut, pengelolaan Lingkungan itu adalah
suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan
aman bagi masyarakat sekitar.

Pihak pemerintah yang memiliki badan yang mengelola lingkungan, pihak manajemen puncak
rumah sakit dan lembaga kemasyarakatan merupakan kunci keberhasilan untuk melindungi
masyarakat dari buangan / limbah rumah sakit ini (Mentri Negara Lingkungan Hidup, 2004).

D. Kesimpulan dan Saran

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak hanya memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitar tetapi juga mungkin berdampak negatif yang terdiri dari proses kegiatan juga
limbah yang dikeluarkan tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak
baik akan menghabiskan risiko kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pasien yang
lain dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan kerja orang lain yang dilingkungan rumah sakit dan sekitarnya perlu
sesuai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan menjalankan kegiatan pengelolaan dan
pemantauan limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan.

Rumah sakit sebagai lembaga yang sosial ekonominya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan
kepada masyarakat tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang ditimbulkan.

Anda mungkin juga menyukai