Anda di halaman 1dari 10

HUKUM KEPAILITAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis
Yang dibina oleh Ibu Mika Marsely, S. Pd, MA

Disusun oleh :

Gigin Ferdika Putri (170421619115)


Hanun Isnaini Rafidah (170421619037)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat, hidayah serta inayah-Nya, penyusun mampu menyelesaikan tugas matakuliah Aspek

Hukum Ekonomi dan Bisnis dengan tepat waktu.

Pada kesempatan kali ini Tim penyusun mengucapkan terima kasih dan rasa hormat

kepada :

1. Ibu Mika Marsely selaku dosen matakuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis

yang telah membimbing penyusun dalam menyusun makalah ini.

2. Kedua orang tua penyusun yang telah memberikan dukungan moril maupun

materil saat menyusun makalah ini.

3. Teman-teman penyusun yang selalu mendukung agar makalah ini cepat selesai.

4. Semua pihak yang telah menunjang dalam penyelesaian penyusunan makalah ini.

Oleh karena itu, Penyusun mohon kritik dan saran yang bersifat membangun, agar

penyusunan makalah ini lebih baik. Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat dan

berguna bagi para pembaca dan penulis khususnya.

Malang, 27 Oktober 2017


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepailitan
B. Tujuan Hukum Kepailitan
C. Asas HukumnKepailitan
D. Dasar Hukum Kepailitan
E. Prosedur Permohonan Pailit
F. Langkah-langkah dalam Proses Kepailitan
G. Pihak yang dapat Mengajukan Kepailitan
H. Syarat Pengajuan Pailit

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR RUJUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya era globalisasi di dunia,sangat membawa dampak terhadap
beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang sosial,ekonomi,budaya,dan lain-
lain. Khususnya di bidang ekonomi,berkembangnya era globalisasi semakin
mendongkrak daya pikir manusia untuk melakukan suatu usaha ataupun
pengembangan di bidang usaha. Berbagai cara ditempuh oleh pelaku usaha untuk
melakukan melakukan pengembangan usahanya agar usahanya tidak tertinggal
dengan pelaku usaha yang lain. Hal itu dilakukan dengan melakukan iklan besar-
besaran,membuka jalur-jalur investasi baik untuk investor dalam negeri maupun
investor luar negeri,membuka berbagai cabang perusahaan dan yang paling sering
dilakukan adalah melakukan utang untuk mengembangkan usahanya,karena di zaman
sekarang untuk melakukan suatu pengembangan usaha tidak membutuhkan biaya
yang ringan. Utang bagi pelaku usaha bukan suatu proses yang menunjukan bahwa
perusahaan mempunyai neraca keuangan yang buruk,utang dalam dunia usaha
merupakan salah satu langkah infentif untuk mendapatkan suntikan modal agar dapat
melakukan pengembangan usaha. Namun konsep tersebut berlaku apabila di masa
jatuh tempo penagihan,perusahaan tersebut mampu mengembalikan utang tersebut.

Yang menjadi permasalahan adalah ketika perusahaan sebagai debitor atau pihak
yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasanya
dapat ditagih di pengadilan,tidak mampu mengembalikan utang dari kreditor atau
pihak yang mempunyai piutang utang karena perjanjian atau undang-undang yang
pelunasanya dapat ditagih di pengadilan. Oleh karena itu,dalam menjamin keadilan
untuk masing-masing pihak,pemerintah mengeluarkan peraturan tentang
kepailitan..Pengaturan kepailitan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda,yaitu
S.1905-217 juncto S.1906-348. Untuk menjamin kepastian hukum yang lebih pasti
maka pada tanggal 22 April 1998 dikeluarkanlah Perpu Nomor 1 tahun 1998 yang
kemudian disahkan dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1998. Undang-Undang No.1
Tahun 1998 tersebut diperbaiki dan diganti dengan Undang-Undang No.37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang. Kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesanya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur didalam Undang-Undang ini. Undang-Undang ini semakin
menjawab berbagi permasalahan kredit macet yang ada di Indonesia pada waktu itu.

Walaupun demikian pasal 22 Undang-Undang Kepailitan mengecualikan


beberapa harta kekayaan debitur dari harta pailit. Selain itu dalam pasal 1131 dan
1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga menerangkan tentang jaminan
pembayaran harta seorang debitor kepada kreditor. Dalam pasal 1131 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa “Segala kebendaan si berutang,baik yang
bergerak maupun tak bergerak,baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di
kemudian hari,menjadi tanggungan perikatan perseorangan” hal ini sangat
memperjelas tentang obyek dari harta pailit. Namun dalam perkembanganya,banyak
debitor yang berusaha menghindari berlakunya pasal 1131 Undang-Undang Hukum
Perdata tersebut dengan melakukan berbagai perbuatan hukum untuk memindahkan
berbagai asetnya sebelum dijatuhkanya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga.
Misalnya menjual barang-barangnya sehingga barang tersebut tidak lagi dapat
disitajaminkan oleh kreditur. Hal ini sangat merugikan kreditur karena semakin
berkurangnya harta yang dipailitkan maka pelunasan utang kepada kreditor menjadi
tidak maksimal.Undang-Undang Telah melakukan berbagai cara untuk melindungi
kreditor dengan pasal 1341 Undang-Undang Hukum Perdata dan pasal 41-49 Undang
Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kepailitan?
2. Apa asas dan tujuan dari hukum kepailitan?
3. Dasar hukum apa saja yang mengatur tentang kepailitan?
4. Siapa sajakah yang dapat melakukan permintaan kepailitan?
5. Apa sajakah syarat-syarat pegajuan kepailitan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari kepailitan
2. Mengetahui apa saja asas dan tujuan hukum kepailitan
3. Mengetahui dasar hukum yang mengatur kepailitan
4. Mengetahui siapa yang dapat mengajuakan kepailtan
5. Mengetahui syarat pengajuan kepailitan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepailitan
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai
kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam
hal ini adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar
utangnya, Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

B. Tujuan Hukum Kepailitan

Tujuan dari kepailitan sebagaimana tertuang dalam undang-undang antara lain :

1. Menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa
kreditor yang menagih piutangnya.

2. Menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut


haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan
Debitor atau para Kreditor lainnya.

3. Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan


kepentingan para Kreditor, atau debitor hanya menguntungkan kreditor tertentu.

4. Memberikan perlindungan kepada para kreditor konkuren untuk memperoleh hak


mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan.

5. Memberikan kesempatan kepada Debitor dan kreditor untuk berunding membuat


kesepakatan restrukturisasi hutang.

C. Asas Hukum Kepailitan

 Asas Keseimbangan

Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan


perwujudan dari asas keseimbangan. di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat
mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor
yang tidak jujur. di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad
baik.

 Asas Kelangsungan Usaha

Dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan


perusahaan debitor yang prospektif tetap berjalan.
 Asas Keadilan

Asas ini mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang


mengusahakan pembayaran tagihannya tanpa mempedulikan kreditor lainnya.

 Asas Integrasi

Asas Integrasi dalam Undang-Undang ini mengandung pengertian bahwa


sistem hukum formil dan materiil peraturan kepailitan merupakan suatu kesatuan utuh
dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

D. Dasar Hukum Kepailitan

 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban


Pembayaran.
 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.
 UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia.
 Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)
yaitu Pasal 1131-1134.
 Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU
No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16
Tahun 2001 ) Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992).

E. Prosedur Permohonan Pailit

Kalau diperhatikan prosedur untuk memohon pernyataan pailit bagi sidebitor ada
disebutkan dalam Pasal 4 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 berbunyi sebagai berikut:

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada pengadilan niaga melalui panitera. 


2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan
yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis
yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal
pendaftaran. 
3. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan
Niaga dengan jangka waktu paling lambat 1x 24 jam terhitung sejak tanggal
permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari 
4. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam
waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal pemohonan didaftarkan. 
5. Atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat
menunda permohonan dan menetapkan hari sidang. 
6. Penyelenggaraan paling lama 25 (dua puluh lima) hari terhitung sejak tanggal
permohonan didaftarkan. 
7. Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma. 

F. Langkah-langkah dalam Proses Kepailitan

1. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun
1998, seperti apa yang telah ditulis di atas.
2. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai
keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.
3. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang – piutang, pada langkah ini
dilakukan pendataan berupa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitur.
Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena
akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing – masing kreditur.
4. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak
maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu
diupayakan dan diagendakan.
5. Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika
proses perdamaian diterima.
6. Insolvensi, yaitu suatu keadaan di mana debitur dinyatakan benar – benar tidak
mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlah dengan
hutangnya.
7. Pemberesan / likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitur pailit, yang
dibagikan kepada kreditur konkruen, setelah dikurangi biaya – biaya.
8. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan
catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka
rehabilitasi tidak ada.
9. Kepailitan berakhir.

G. Pihak yang dapat Mengajukan Pailit

1. Atas permohonan debitur sendiri.


2. Atas permintaan seorang atau lebih kreditur.
3. Kejaksaan atas kepentingan umum.
4. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank.
5. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

H. Syarat Pengajuan Pailit

1. Adanya hutang
2. Minimal satu hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
3. Adanya debitur
4. Adanya kreditur (lebih dari satu kreditur)
5. Permohonan pernyataan pailit
6. Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Krisis moneter membuat hutang menjadi membengkak luar biasa sehingga
mengakibatkan banyak sekali Debitor tidak mampu membayar utang-utangnya. Di
samping itu, kredit macet di perbankan dalam negeri juga makin membubung tinggi
secara luar biasa (sebelum krisis moneter perbankan Indonesia memang juga telah
menghadapi masalah kredit bermasalah yaitu sebagai akibat terpuruknya sektor riil
karena krisis moneter.
Dirasakan bahwa peraturan kepailitan yang ada, sangat tidak dapat diandalkan.
Banyak Debitor yang dihubungi oleh para Kreditornya karena berusaha mengelak
untuk tanggung jawab atas penyelesaian utang-utangnya. Sedangkan restrukturisasi
utang hanyalah mungkin ditempuh apabila Debitor bertemu dan duduk berunding
dengan para Kreditornya atau sebaliknya.
Di samping adanya kesediaan untuk berunding itu, bisnis Debitor harus masih
memiliki prospek yang baik untuk mendatangkan revenue, sebagai sumber pelunasan
utang yang direstrukturisasi itu. Dengan demikian diharapkan adanya feedback antara
kreditor dan debitor dengan baik. Sehingga dirasakan dapat menguntungkan kedua
belah pihak.

B. Saran
Seyogyanya Majelis Hakim pengadilan niaga dalam memeriksa perkara
kepailitan harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku seperti
memperhatikan subyek yang menjadi persengketa.
DAFTAR RUJUKAN

http://madthomson.blogspot.co.id/2014/06/tugas-makalah-kepailitan-fakultas-
hukum.html
https://yinyang8793.wordpress.com/makalah-kepailitan/
http://iusyusephukum.blogspot.co.id/2013/05/makalah-kepailitan.html
http://cafe-ekonomi.blogspot.co.id/2009/08/artikel-kepailitan.html
http://e-lawenforcement.blogspot.co.id/2014/09/makalah-hukum-kepailitan.html

Anda mungkin juga menyukai