Anda di halaman 1dari 13

1|Page

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga makalah “PPH
PASAL 26” ini dapat tersusun hingga selesai.

Makalah ini berisi tentang pembahasan PPH PASAL 26. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada bapak Abdul Hakim. SE,M.Si sebagai dosen
pembimbing di mata kuliah perpajakan ini dan sekaligus yang memberi arahan
untuk membuat makalah ini dan juga semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini.
Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Demikian apa yang bisa saya sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari makalah ini.
2|Page

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………...

Daftar Isi ………………………………………………………………………...

BAB 1.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………..

BAB 2.PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pph Pasal 26 ………………………………………………

2.2 Pihak Yang Dipotong Pph Pasal 26 …………………………………

2.3 Pemotongan Pph Pasal 26……………………………………………

2.4 Objek Dan Tariff Pph Pasal 26……………………………………………

2.5 Contoh Perhitungan Pemotongan Pph Pasal 26……………………………

2.6 Sifat Pemotongan Pph Pasal 26……………………………………………

2.7 Saat Terutang, Cara Pemotongan, Penyetoran,

Dan Cara Pelaporan Pph 26………………………………………………

BAB 3.PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
3|Page

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara
berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat
untuk membiayai berbagai keperluan negara dalam Pembangunan Nasional,
tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam
Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat
nasional maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak
badan dalam negeri juga meningkat. Badan atau perusahaan merupakan
subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini merupakan
penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak
penghasilan badan.Pajak penghasilan pasal 21,22,23,24,25,dan 26.
Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat
pembukuan untuk menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam
perpajakan, pembukuan juga wajib dibuat oleh wajib pajak yang berbentuk
badan untuk mempermudah menghitung pajaknya. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban dan hak wajib pajak badan
dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari wajib pajak badan.
Dan pajak penghasilan(pph26), adalah Pph yang dikenakan atau dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh
wajib pajak(WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap(BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari wajib pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia,adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak
luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial benefit)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah yang dimaksud dengan pajak penghasilan(PPh) pasal
26?
4|Page

2. Siapa sajakah pihak-pihak yang dikenakan potongan pajak PPh


26?
3. siapakah yang berhak melakukan pemotongan PPgh pasal 26?
4. apa sajakah yang termasuk objek PPh 26 dan berapakah tarif
PPh 26?
5. Bagaimana penghitungan pemotongan PPh pasal 26?
6. Apakah sifat pemotongan PPh 26?
7. Bagaimana cara pemotongan, penyetoran dan cara pelaporan
PPh 26 saat terutang?

BAB 2. PEMBAHASAN
5|Page

2.1 PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN(PPH) PASAL 26


Pajak penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) adalah pajak
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak
luar negeri dari Indonesia, selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh Pasal 26) ini mengatur kebijakan
mengenai pajak yang berhubungan dengan wajib pajak luar negeri.
Badan usaha apapun di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran
(gaji, bunga, dividen, royalti dan lain sejenisnya) kepada wajib pajak luar
negeri diwajibkan untuk membayar PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut.

Menurut Pasal 2 ayat (4) Undang-undang pajak penghasilan, yang


dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang:

1. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap


(BUT) di Indonesia
2. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Sedangkan yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat berupa:

 Tempat kedudukan manajemen;


 Cabang perusahaan;
 Kantor perwakilan;
 Gedung kantor;
 Pabrik;
 Bengkel;
 Gudang;
 Ruang untuk promosi dan penjualan;
 Pertambangan dan penggalian sumber alam;
 Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
 Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
 Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
 Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
6|Page

 Orang atau badan yang yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
 Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
 Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Apabila WP dalam negeri melakukan pembayaran kepada WP luar negeri,


maka menurut UU perpajakan, transaksi tersebut telah terutang PPh Pasal
26 baik tarif umum sebesar 20% (terhadap WP yang berasal dari negara
yang tidak memiliki Tax Treaty dengan Indonesia) mupun tarif
berdasarkan Tax Treaty (terhadap WP yang berasal dari Negara yang
memiliki Tax Treaty dengan Indonesia).

2.2. PIHAK YANG DIPOTONG PPH PASAL 26

Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26


dikenakan terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.

Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat
(4) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini
Subjek Pajak (juga Wajib Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari
Indonesia tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui
BUT. Misalnya warga negara Singapura yang memiliki saham PT Indosat
yang menerima penghasilan berupa dividen dari PT Indosat.

Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT


adalah hampir sama dengan Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self
assesment pelaporan SPT Tahunan.

Yang menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai wajib pajak luar
negeri adalah:
7|Page

 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang


tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun, dan
perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia yang
mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang
tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun, dan
perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, tidak melalui
menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

2.3 PEMOTONG PPH PASAL 26

Pemotong PPh 26 dilakukan oleh :

1. Badan pemerintah
2. Subjek pajak badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. BUT (Bentuk Usaha Tetap)
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

2.4 OBJEK DAN TARIF PAJAK PPH 26

1. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 adalah :

a. Deviden

b.  Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan


jaminan pengembalian  utang
c.  Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta
d.  Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
e.   Hadiah dan penghargaan
f.   Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g.  Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
h. Keuntungan karena pembebasan utang dengan nama dan dalam bentuk
apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto
oleh pihak yang wajib membayarkan.

2. Penghasilan dari penjualan harta atau pengalihan harta di Indonesia, yang


berupa :
a. Perhiasan mewah
b. Berlian
8|Page

c. Emas
d. Intan
e. Jam tangan mewah
f. Barang antik
g. Lukisan mobil
h. Motor
i. Kapal pesiar
j. Pesawat terbang ringan

dengan nilai Rp. 10.000.000,00 ke atas untuk setiap jenis transaksi


dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.

Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk penjualan harta adalah 25%


dari harga jual.

3. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan luar negeri dipotong


PPh pasal 25 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.

Besarnya perkiraan neto untuk premi asuransi dan premi reasuransi yang
dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah sebagai berikut :

1. Atas premi yang dibayarkan tertanggung kepada perusahaan asuransi di


luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50%
dari jumlah premi yang dibayar.
2. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan
di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara
langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi yang
dibayar.
3. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% dari jumlah
premi yang dibayar.
4. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company
atau   special purpose company) yang didirikan atau bertempat
kedudukan di negara yang
memberikan perlindungan perpajakan (tax haven country) yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia
dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.

Besarnya penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.

5. Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk tetap
di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
9|Page

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Atas


penghasilan ini dikenai pajak sebesar 20%.

Penanaman kembali tersebut harus memenuhi pernyataan sebagai


berikut :

1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak


setelah dikurangi Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal
pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pendiri atau peserta pendiri.
2. Perusahaan baru yang didirikan berkedudukan di Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan akta pendiriannya, paling lama satu tahun
sejak perusahaan tersebut didirikan.
3. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling
lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau
diperolehnya penghasilan tersebut.
4. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling
singkat dalam jangka waktu dua tahun sesudah perusahaan baru
tersebut berproduksi komersial.

2.5 CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPH


PASAL 26

 Suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp.
100.000.000,00 kepada Wajib Pajak Luar Negeri, subjek pajak dalam
negeri tersebut berkewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar
20% dari Rp. 100.000.000,00.
 Seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam
perlombaan lari marathon di Indonesia kemudian merebut hadiah uang
maka atas hadiah tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan sebesar
20%.
 PKP BUT di Indonesia 2009  Rp. 17.500.000,00

Pajak Penghasilan :

28% x Rp. 17.500.000,00       Rp.  4.900.000,00

PKP setelah pajak                   Rp. 12.600.000,00

PPh Pasal 26 terutang :

20% x Rp. 12.600.000,00 = Rp. 2.520.000,00


10 | P a g e

Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp. 12.600.000,00 tersebut


ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008, atas penghasilan tersebut tidak
dipotong pajak.

 Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike


bertempat tinggal kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan
mempunyai seorang anak. Dalam bulan April 2009, Mike memperoleh
gaji US$ 5,000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp. 10.500,00 per US$
1.

Penghitungan PPh pasal 26 :

Penghasilan bruto berupa gaji sebulan :

5,000 x Rp. 10.500,00 = Rp. 52.500.000,00

Penerapan tarif :

20% x Rp. 52.500.000,00 = Rp. 10.500.000,00

PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2009 adalah Rp. 10.500.000,00.

2.6 SIFAT PEMOTONGAN

Pemotongan PPh pasal 26 bersifat final, kecuali :

1. Pemotongan atau penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,


penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh pasal 26
yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri
atau BUT.

2.7.SAAT TERUTANG, CARA PEMOTONGAN,


PENYETORAN DAN SPT MASA PPH PASAL 26

1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau


akhir bulan terutangnya penghasilan tergantung yang mana terjadi lenih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26
rangkap
11 | P a g e

 ·         Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri


 ·         Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak
 ·         Lembar ketiga untuk arsip Pemotong

3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti
pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke
KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Misalnya, Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2011, penyetoran


paling lambat tanggal 10 Juni 2011, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak
paling lambat tanggal 20 Juni 2011.

Pengecualian :

BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan


Kena Pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan BUT ditanamkan kembali
di Indonesia dengan syarat :

1. a.       Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang


didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau `peserta
pendiri.
2. b.      Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun
pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan
tersebut.
3. c.       Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut
sekurang-kurangnya dalam waktu dua tahun sesudah perusahaan tempat
penanaman dilakukan mulai berproduksi komersil.

2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.


12 | P a g e

BAB 3.PENUTUP
KESIMPULAN
Pajak penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) adalah pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia,
selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Menurut Pasal 2 ayat (4) Undang-
undang pajak penghasilan.
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia.
13 | P a g e

Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan
terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.
Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari Indonesia tanpa
perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga
negara Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan
berupa dividen dari PT Indosat.

Anda mungkin juga menyukai