Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah Peraturan Menteri Kesehatan
Republik indonesia Nomer 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak. kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT bimbingan dan arahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, serta kedua orang tua, keluarga
besar kami, dan rekan-rekan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
yang selalu berdoa dan memberikan motivasi kepada kami.
kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tulisan
ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap kerangka acuan makalah  ini dapat
memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan
kami pada khusunya

 Banjarmasin, 3 November 2017  

Penyusun

Kelompok 8B
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan


dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk
pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,


mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya
perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)
menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan
filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan


perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi
pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat
memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk
tuntutan hukum. Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan
menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi


Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan
Pelayanan Kefarmasian secara komperhensif dan stimulan baik yang bersifat
manajerial maupun farmasi klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan
cara memanfaatkan sistem informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi
manajemen kefarmasian, sehigga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisien
tenaga dan waktu. Efisien yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk
meaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu,
dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman
dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk
Puskesmas.

Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan dasar yang ada di Puskesmas dilakukan


sejalan dengan perkembangan kebijakan yang ada pada berbagai sektor. Adanya
kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi diikuti pula dengan menguatnya
kewenangan daerah dalam membuat berbagai kebijakan. Selama ini penerapan dan
pelaksanaan upaya kesehatan dalam kebijakan dasar Puskesmas yang sudah ada
sangat beragam antara daerah satu dengan daerah lainnya, namun secara
keseluruhan belum menunjukkan hasil yang optimal.

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak


terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi
pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk


mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang pengertian Rumah Sakit
2. Untuk mengetahui tentang pengertian Puskesmas
3. Untuk mengetahui tentang PERMENKES No. 58 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit?
4. Untuk mengetahui tentang PERMENKES No. 30 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas?

C. RUMUSAN MASALAH
Dalam pembahasan makalah ini kami membatasi masalah kedalam
beberapa bagian, yaitu :
a. Apa Pengertian Rumah Sakit?
b. Apa Pengertian Puskemas?
c. Bagaimana PERMENKES No. 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit?
d. Bagaimana PERMENKES No. 30 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas?
BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Rumah Sakit

Menurut  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


340/MENKES/PER/III/2010 adalah:

“Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat”.

Sedangkan pengertian rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit, dinyatakan bahwa :

“Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang


sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan”.

Dari pengertian diatas, rumah sakit melakukan beberapa jenis pelayanan


diantaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan,
pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat
pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat penelitian dan
pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan serta untuk menghindari risiko
dan gangguan kesehatan sebagaimana yang dimaksud, sehingga perlu adanya
penyelenggaan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan
kesehatan.

b. Pengertian Puskesmas 

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana pelayanan


kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit
pelaksana teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja (Depkes, 2011).

Pengertian puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi


sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu yang
berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalarn suatu
wilayah tertentu (Azrul Azwar, 1996).

Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan


upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan
terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan
hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya
yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat luas guna mencapai derajat
kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan
(Depkes, 2009).

Jika ditinjau dari sistim pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan
kedudukan puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistim pelayanan kcsehatan di
Indonesia. Sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan di Indonesia, maka
Puskesmas bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pelayartan kesehatan
masyarakat, juga bertanggung jawab dalatn menyelenggarakan pelayanan
kedokteran.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 58 TAHUN 2014

TENTANG

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Rumah


Sakit yang berorientasi kepada keselamatan pasien, diperlukan
suatu standar yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
pelayanan kefarmasian;
b.Bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan hukum;

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15
ayat (5) Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit dan Pasal 21 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang


Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5044);

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/III/2010


tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 741);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR


PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai


pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.

3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung


jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker,
baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

5. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

7. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh.

8. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

9. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan


seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.

10. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

11. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan.
13. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal pada Kementerian Kesehatan yang
bertanggung jawab di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.

Pasal 2

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk:

a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;

b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Pasal 3

(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar: a.


pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
dan b. pelayanan farmasi klinik.

(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pemilihan; b.
perencanaan kebutuhan; c. pengadaan; d. penerimaan; e. penyimpanan; f.
pendistribusian; g. pemusnahan dan penarikan; h. pengendalian; dan i.
administrasi.

(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep; b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat; d. Pelayanan Informasi Obat (PIO); e. konseling; f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO); h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO); i.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); j. dispensing sediaan steril; dan k.
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
(4) Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf j hanya dapat dilakukan oleh Rumah Sakit yang
mempunyai sarana untuk melakukan produksi sediaan steril. (5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus


didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional. (2)
Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
sumber daya manusia; dan b. sarana dan peralatan. (3) Pengorganisasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggambarkan uraian tugas,
fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar
Pelayanan Kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. (4)
Standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh pimpinan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya kefarmasian dan
pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 5

(1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, harus dilakukan
Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi: a. monitoring;
dan b. evaluasi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6

(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus menjamin


ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. (2) Penyelenggaraan
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu. (3)
Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang
Apoteker sebagai penanggung jawab. (4) Dalam penyelenggaraan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit dapat dibentuk satelit farmasi sesuai dengan
kebutuhan yang merupakan bagian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Pasal 7

(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di


Rumah Sakit wajib mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri ini. (2) Setiap pemilik Rumah Sakit,
direktur/pimpinan Rumah Sakit, dan pemangku kepentingan terkait di bidang
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus mendukung penerapan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Pasal 8

Rumah Sakit wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang


kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan
Kementerian Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini


dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dapat melibatkan organisasi profesi.
Pasal 10

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 11

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 30 TAHUN 2014

TENTANG

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di


Puskesmas yang berorientasi kepada pasien diperlukan suatu
standar yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pelayanan
kefarmasian;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (4)
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062);

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan


Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419);

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004


tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;

9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006


tentang Kebijakan Obat Nasional;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010


tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun
2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011


tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR


PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS.
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat Puskesmas adalah unit


pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai


pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.

3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung


jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

4. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.

5. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

6. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam


menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan.
Pasal 2

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk: a.


meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; b. menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian; dan c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Pasal 3

(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar: a.


pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan b. pelayanan farmasi
klinik.

(2) Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi: a. perencanaan kebutuhan; b. permintaan; c.
penerimaan; d. penyimpanan: e. pendistribusian; f. pengendalian; g.
pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan h. pemantauan dan evaluasi
pengelolaan.

(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi: a. pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi
Obat; b. Pelayanan Informasi Obat (PIO); c. konseling; d. ronde/visite pasien
(khusus Puskesmas rawat inap); e. pemantauan dan pelaporan efek samping
Obat; f. pemantauan terapi Obat; dan g. evaluasi penggunaan Obat.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pelayanan farmasi klinik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus


didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian
yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur
operasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
sumber daya manusia; dan b. sarana dan prasarana.

(3) Pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan
koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan kefarmasian yang ditetapkan
oleh pimpinan Puskesmas.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya kefarmasian sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 5

(1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, harus


dilakukan pengendalian mutu Pelayananan Kefarmasian meliputi: a.
monitoring; dan b. evaluasi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian mutu Pelayananan


Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.

Pasal 6

(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada


unit pelayanan berupa ruang farmasi.

(2) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang
Apoteker sebagai penanggung jawab.
Pasal 7

Setiap Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang


menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas wajib mengikuti
Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
ini.

Pasal 8

(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini


dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dapat melibatkan organisasi profesi.

Pasal 9

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, bagi Puskesmas yang belum
memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab, penyelenggaraan Pelayanan
Kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atau
tenaga kesehatan lain.

(2) Pelayanan Kefarmasian secara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) meliputi: a. pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan b.
pelayanan resep berupa peracikan Obat, penyerahan Obat, dan pemberian
informasi Obat.

(3) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara terbatas sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) berada di bawah pembinaan dan pengawasan Apoteker
yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(4) Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyesuaikan


denganketentuan Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.
Pasal 10

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

a) Perkembangan dan adanya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan


kesehatan yang komprehensif dapat menjadi peluang sekaligus merupakan
tantangan bagi Apoteker untuk meningkatkan kompetensinya. Apoteker yang
bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma
Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien untuk
itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara kontinu agar perubahan
paradigma tersebut dapat diimplementasikan, sehingga dalam rangka
mencapai keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit diperlukan komitmen, kerjasama dan koordinasi yang lebih baik
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Organisasi Profesi serta seluruh
pihak terkait.

b) Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ditetapkan sebagai acuan


pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Untuk keberhasilan
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ini diperlukan
komitmen dan kerja sama semua pemangku kepentingan terkait. Hal
tersebut akan menjadikan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas semakin
optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang
pada akhirnya dapat meningkatkan citra Puskesmas dan kepuasan pasien
atau masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

 Azrul Azwar. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Jakarta :


Binarupa. Aksara.

 Departmen Kesehatan. 2009. Sistem Kesehatan. Jakarta.


 Depkes RI. (2010). Peraturan Menkes RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
 Depkes RI. (2010). Peraturan Menkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, .
 Kementerian Kesehatan RI, 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, Depkes,
Jakarta
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

MAKALAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58


TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH
SAKIT DAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI
PUSKESMAS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8B

NAMA :

MUHAMMAD MUNTHAHA

RUMI

SALSABILA PUSPA RENGGANIS

SARVIA CATURI CAHYANINGATI

SUNARTI

TITHANIA PRAMITA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS KEFARMASIAN PROGRAM STUDI D.3 FARMASI BANJARMASIN,


2017
NAMA NAMA ANGGOTA KELOMPOK 8B

1. MUHAMMAD MUNTHAHA ..........

2. RUMI ..........

3. SALSABILA PUSPA RENGGANIS ..........

4. SARVIA CATURI CAHYANINGATI ..........

5. SUNARTI ..........

6. TITHANIA PRAMITA ..........

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ........……………………………………………. i


DAFTAR ISI …............……………………………………………… ii
KATA PENGANTAR .………………………………………………. 1
BAB I PENDAHULUAN ………………….........………………….. 2
 A. Latar Belakang ………………………………………….. 2
 B. Tujuan …...................…………………………………… 4
 C. Rumusan Masalah .…………………………………….. 4

BAB II PEMBAHASAN ……………………………….......………. 5
 A. Pengertian Rumah Sakit ………....…………….……… 5
 B. Pengertian Puskesmas ………………………….…….. 5
 C. PerMenKes RI No 58 tahun 2014 …………………..... 6
 D. PerMenKes RI No 30 tahun 2014 ……………………. 13

BAB III PENUTUP ……………………………………………....… 21


 A. Kesimpulan ………………………………………...…… 21

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………....………. 22

Anda mungkin juga menyukai