Penulis
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Memahami Istighosah
Dalil-dalil berikut menunjukkan bahwa istighosah termasuk ibadah dan tidak boleh
dipalingkan kepada selain Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
ُ ) َوإِ ْن يَ ْم َس ْسكَ هَّللا106( َك إِ ًذا ِمنَ الظَّالِ ِمين َ َّك َواَل يَضُرُّ كَ فَإِ ْن فَ َع ْلتَ فَإِن َ ُون هَّللا ِ َما اَل يَ ْنفَ ُع
ِ ع ِم ْن د
ُ َواَل تَ ْد
ُصيبُ بِ ِه َم ْن يَ َشا ُء ِم ْن ِعبَا ِد ِه َوهُ َو ْال َغفُو ُر َ اشفَ لَهُ إِاَّل هُ َو َوإِ ْن ي ُِر ْد
ِ ك بِ َخي ٍْر فَاَل َرا َّد لِفَضْ لِ ِه ي ِ ض ٍّر فَاَل َك
ُ ِب
)107( َّحي ُم ِ الر
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak
(pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang
demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang
zalim”. Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada
yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan
bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan
itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 106-107). Guru kami,
Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah berkata, “Ayat ini menunjukkan larangan
berdo’a kepada selain Allah dan termasuk syirik yang menafikan tauhid.”[4] Syaikh
Sholih Al Fauzan berkata mengenai ayat 107 bahwa do’a dan ibadah lainnya hanya
boleh ditujukan pada Allah dan do’a yang ditujukan pada selain-Nya termasuk
kesyirikan karena tidak dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya.[5]
Ayat di atas menunjukkan pula bahwa pada hakekatnya, setiap bencana dan
musibah yang menghilangkan adalah Allah semata. Jika ada suatu perkara bisa
dihilangkan oleh makhluk dalam perkara yang ia mampu, maka itu hanyalah sebab.
Namun hakekatnya Allah yang menakdirkan itu semua dengan izin-Nya.[6]
Sehingga jika seseorang menujukan satu amalan kepada makhluk dalam perkara
yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, maka itu termasuk kesyirikan.
Mayoritas orang yang melakukan istighosah dan do’a adalah dalam rangka meminta
rizki. Dan rizki adalah sesuatu yang diberi atau dihadiahi. Di dalamnya termasuk
kesehatan, keselamatan, harta, makanan, tempat tinggal, hewan tunggangan, dan
segala hal yang dibutuhkan oleh seseorang.[7] Dalam meminta rizki, kita
diperintahkan untuk berharap pada Allah saja sebagaimana disebutkan dalam ayat,
) َوإِ َذا5( َُون هَّللا ِ َم ْن اَل يَ ْستَ ِجيبُ لَهُ إِلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة َوهُ ْم ع َْن ُدعَائِ ِه ْم غَافِلُون َ ََو َم ْن أ
ِ ضلُّ ِم َّم ْن يَ ْدعُو ِم ْن د
)6( َُش َر النَّاسُ َكانُوا لَهُ ْم أَ ْعدَا ًء َو َكانُوا بِ ِعبَا َدتِ ِه ْ`م َكافِ ِرين
ِ ح
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru (berdo’a pada)
sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya
sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” Dan
apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu
menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (QS. Al
Ahqaf: 5-6). Yang dimaksud “sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat
memperkenankan (doa) nya” bukanlah berhala. Karena yang digunakan kata “ ” َم ْن,
maka yang dimaksud adalah orang berakal. Sehingga yang dimaksud adalah mayit
dan bukan berhala. Jadi ayat ini dimaksudkan bahwa orang yang berdo’a pada selain
Allah (termasuk istighosah), maka ia benar-benar sesat dan tidak ada yang lebih
sesat darinya.[8]
Yang bisa mengabulkan do’a ketika seseorang dalam kesulitan (baca: istighosah)
hanyalah Allah semata. Allah Ta’ala berfirman,
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa jika seseorang meminta tolong pada
orang lain ketika ia akan tenggelam dan ini termasuk istighosah, maka ketika orang
yang dimintai tolong tidak mampu menolong, itu belum tentu termasuk syirik akbar.
Karena istighosah yang termasuk syirik akbar adalah meminta tolong pada makhluk
pada perkara yang tidak dimampui selain Allah. Sedangkan menolong orang yang
tenggelam mampu dilakukan oleh makhluk, namun ada yang tidak bisa
memenuhinya. Sehingga kapan istighosah dikatakan syirik akbar sangat baik jika
yang jadi pegangan adalah kriteria kedua sebagaimana yang disampaikan oleh
Syaikh Sholih Alu Syaikh di atas. Istighosah termasuk syirik akbar jika permintaan
tolong tersebut ditujukan pada makhluk dalam perkara yang hanya bisa dipenuhi
oleh Allah, tidak yang lainnya.[12]
Jelas sekali jika istighosah dilakukan dengan meminta pada penjaga laut atau
penjaga gunung agar terlepas dari bencana dinilai sebagai kesyirikan bahkan syirik
akbar. Namun istighosah yang dilakukan saat ini kadang terlihat islami karena
dilakukan dengan berdo’a meminta pada Allah. Akan tetapi sayangnya ritual
istighosah diikuti dengan kesyirikan seperti disertai dengan ritual tumbal kepada
penjaga kaki gunung. Sebagai contoh adalah apa yang terjadi di kaki Gunung Merapi
berikut ini:
Suharno, pemimpin ritual, kepada tim CyberNews, Selasa (15/3), mengungkapkan, “Ini adalah ritual pertama
yang dilakukan warga Srumbung. Selain itu akan dilakukan juga istighosah di lereng merapi, sebagai bentuk
permohonan kepada Allah SWT agar kami diberi kekuatan dan keselamatan dalam menghadapi cobaan dan
musibah panjang ini”
Dalam ritual tersebut juga diikuti penanaman dua pasang kepala kerbau jantan dan betina sebagai tumbal
kepada Merapi yang dilakukan di Jurang Jero, yang berjarak 40 km dari puncak Merapi.
Ritual tersebut, dijelaskan Suharno, sebagai bentuk komunikasi dan hubungan antara manusia dengan alam.
Basmi Kesyirikan
Perlu kita sadari bahwa kesyirikan masih laris manis di negeri kita. Tugas kita
sebagai generasi muda untuk memberantas tradisi tersebut dengan
mendakwahkannya lewat cara yang santun dan lemah lembut. Dan tentu saja hal ini
butuh ilmu tentang tauhid dan perlu ada kesabaran untuk mendakwahinya. Dakwah
tentu saja tidak bisa mengubah keadaan masyarakat dalam waktu semalam, namun
butuh bertahap dan butuh akan kesabaran yang besar. Bahaya syirik tetap harus
terus kita terangkan pada masyarakat. Di antaranya syirik bisa menghapus amalan
kebaikan seorang muslim sebagaimana disebutkan dalam ayat,