Anda di halaman 1dari 14

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain penelitian deskriptif

dan pengambilan data dengan metode total sampling yaitu dengan cara

mengambil seluruh sampel sejumlah 97 siswa.

A. Gambaran Perilaku Merokok Pada Anak di SD N Candirejo 01 Ungaran

Berdasarkan hasil penelitian dapat di ketahui bahwa dari 97 siswa dari

kelas IV sampai kelas VI di SDN 01 Candirejo, ada 49 (50.5%) anak dengan

perilaku merokok. Sedangkan yang tidak merokok sebanyak 48 (49.5%) anak.

Dari data tersebut bisa di lihat kebiasaan merokok pada anak usia sekolah di

SDN Candirejo 01 Ungaran dengan hasil 50,5 % sangat tinggi untuk perilaku

merokok pada anak – anak.

Di lihat dari usia anak sekolah 6-12 tahun, perkembangan anak mulai

menyesuaikan diri-sendri kepada sikap yang kooperatif mampi bekerja sama

atau mau memperhatiakan kepentingan orang lain. Anak dapat berminat

terhadapat kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat

keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok, dia merasa tidak

senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya. Berkat perkembangan

sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya

maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya (Jafar, 2016).

Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahawa pengungkapan

emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai

belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan

52
mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasan).

Dalam proses peniruan,  kemampuan orang tua dalam mengendalikan

emosinya sangat berpengaruh. Emosi-emosi yang secara dialami pada tahap

perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, iri hati, kasih sayang, rasa

ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senagng, nikmat, atau bahagia). (Yanis,

2013).

Dari proses perkembangan anak pada usia sekolah dapat membuat

perilaku yang baru untuk anak dimana anak usia sekolah dalam masa meniru

apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan berteman dengan teman sebaya

untuk dapat masuk ke dalam suatu kelompok sebaya. Salah satu perilaku yang

negative yang dilakukan anak yaitu perilaku merokok.

Perilaku merokok merupakan aktivitas membakar tembakau dan daun

tar, serta menghisap asap yang telah dihasilkan dari pembakaran tembakau dan

daun tar. Perilaku merokok dapat dikatakan sebagai kegiatan sewaktu

menghisap tembakau yang dilakukan oleh individu. Perilaku merokok yang

terjadi pada usia remaja dan anak - anak, akan terus berlanjut samapai individu

memasuki masa dewasa. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan

akan munggunakan rokok bukan untuk mengendalikan perasaannya, tetapi

karena benar-benar telah menjadi kebiasaan (Taryaka, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok meliputi faktor

lingkungan sosial, faktor yang dapat memberikan pengaruh langsung seperti

menawarkan rokok, membujuk untuk merokok, menantang dan menggoda

untuk merokok dan pengaruh tidak langsung seperti adanya model yang kuat

di dalam lingkungannya seperti orang tua, teman sebaya, dan iklan. Faktor

53
psikologis, individu yang merokok dilakukan untuk mendapatkan kesenangan,

kenyamanan, merasa lepas dari kegelisahan, dan juga untuk mendapatkan rasa

percaya diri. Faktor biologis orang yang pernah merasakan rokok maka akan

mengalami ketagihan sebagai dampak kadar nikotin di dalam darahnya. Faktor

sosio cultural meliputi kebiasaan masyarakat, tingkat ekonomi, pendidikan,

dan pekerjaan (Wijaya, 2014).

Merokok juga dapat membuat anak diterima di lingkungan teman

sebaya, dengan teman-teman yang merokok mereka merasa mempunyai nilai

lebih ketika bergaya. Menurut Komalasari & Helmi (2009), teman mempunyai

peran yang sangat berarti bagi anak, karena pada masa anak-anak yang mulai

beradaptasi dengan lingkungan dan kelompok sebaya, kebutuhan untuk

diterima dalam kelompok membuat anak berbuat apa saja (Setyawati, 2016).

Dari data yang sudah di dapatkan mengenai perilaku merokok, di

peroleh data ada 49 anak yang merokok. Anak – anak tidak setiap hari

merokok banyak yang mempunyai kebiasaan merokok 1 minggu sekali

dengan hanya menghisap 1 batang rokok terdapat 34 anak ( 35% ), 10 anak

( 10,3% ) lainnya merokok 1 minggu sekali dengan menghisap 2 batang

rokok, dan 5 anak ( 5%) lainnya merokok 5 batang rokok dalam satu minggu.

Tempat yang di gunakan untuk merokok anak - anak adalah tempat-

tempat yang sepi, dengan menggunakan tempat yang sepi maka anak merasa

aman ketika merokok. Tempat yang digunakan untuk merokok antara lain di

rumah saat tidak ada orangtua, di sungai, di sawah, di kebun rumah tetangga,

di kuburan dan dirumah teman yang lebih dewasa dan merokok. Hal ini sesuai

dengan aspek tempat merokok oleh Komalasari dan Helmi ( Aryani, 2013 ).

54
Dari tempat - tempat yang biasa di gunakan anak – anak merokok di

dapatkan hasil penelitian anak merokok di rumah sebanyak 6 anak ( 6% ), dan

anak – anak yang menyatakan merokok di rumah teman sebanyak 27 anak

( 27,8 % ), 16 anak ( 16,4 % ) yang lainnya menyatakan merokok di kebun.

Mereka mendapatkan rokok dari sisa uang saku jajan, dan ada juga yang

mendapatkan karena di beri oleh teman ketika sedang bermain. Ketika anak –

anak tidak merokok dalam satu hari tidak merasa ada yang kurang.

Perilaku merokok sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan

internasional. WHO menyatakan bahwa merokok merupakan masalah yang

harus segera memperoleh penanggulangan yang tepat. Penyataan WHO ini

menjelaskan bahwa sudah berbagai upaya dilakukan berbagai kalangan namun

tidak mampu menekan laju pertumbuhan jumlah perokok dunia. jumlah

perokok dunia sendiri tersebar dari berbagai macam kalangan, baik itu

dewasa, laki- laki, perempuan, kaya, miskin; dan bahkan sudah merambah ke

kalangan para remaja (Huda, 2018).

Hasil penelitian yang dilakukan (Astuti, 2012) dari 188 siswa yang

merokok, kebanyak responden yang mulai merokok pada usia 11-13 tahun

sebanyak 141 siswa sedangkan pada usia 8-10 tahun sebanyak 47 siswa

kebanyakan dari keluarga dengan ayah dan kakak laki-laki yang merokok.

perilaku merokok berawal dari mengimitasi keluarga yaitu orang tua dan

lingkungan sosial yaitu orang-orang yang lebih dewasa maupun teman sebaya.

Imitasi merupakan dorongan untuk meniru orang lain. Imitasi tidak

berlangsung secara otomatis melainkan dipengaruhi oleh sikap menerima dan

mengagumi terhadap apa yang diimitasi (Kaparang, 2013). Selain itu alasan

55
anak merokok yaitu keinginan yang besar untuk mencoba, paksaan yang

dilakukan teman, ajakan merokok oleh teman, keenggaan menolak ajakan

teman merokok, ikut-ikut teman yang merokok dan perasaan iri yang timbul

ketika teman sebaya merokok serta agar terlihat bergaya didepan teman-teman

yang lain.

Faktor pemungkin perilaku merokok adalah tersedianya rokok dijual di

sekitar rumah, selain itu penjualan eceran atau batangan meningkatkan akses

anak dan remaja terhadap rokok. Penjualan rokok batangan merupakan hal

yang biasa, walaupun harga per bungkus sudah rendah. Hal ini mempermudah

akses terutama bagi penjualan rokok batangan dan membuat mahasiswa

dengan mudah memperoleh rokok (Setyawati, 2016)

B. Gambaran Lingkungan Sosial pada anak di SDN Candirejo 01 Ungaran

Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa anak sekolah dengan

lingkungan social yang mendukung sebanyak 56 orang (56.7%), sedangkan

anak sekolah dengan lingkungan social tidak mendukung sebanyak 42 orang

(43.3%). Dari ketiga faktor lingkungan sosial di dapatkan hasil faktor

keluarga yang mempunyai nilai tertinggi dalam mempengaruhi perilaku

merokok, selanjutnya di dapatkan faktor teman sebaya yang mendukung

perilaku merokok, dan yang terakhir faktor iklan.

Lingkungan sosial adalah interaksi diantara masyarakat dengan

lingkungan, ataupun lingkungan yang juga terdiri dari makhluk sosial atau

manusia. Lingkungan sosial kemudian membentuk suatu sistem pergaulan

yang memiliki peranan besar di dalam membentuk sebuah kepribadian

seseorang, dan kemudian terjadilah sebuah interaksi diantara orang atau juga

56
masyarakat dengan lingkungannya. Terdapat beberapa faktor dalam

lingkungan sosial diantaranya adalah faktor keluarga, faktor teman sebaya,

dan faktor media (iklan).

Di lihat dari lingkungan sosial yang utama adalah faktor keluarga,

lingkungan keluarga yang menjadi media pertama yang memiliki pengaruh

terhadap perilaku seseorang dan yang paling utama yaitu anak-anak. Karena di

dalam lingkungan keluarga setiap anggota dari keluarga terutama anak-anak

diberikan berbagai macam pendidikan supaya mampu menjadi seorang anak

yang mandiri (Wicaksono, 2012)

Lingkungan keluarga juga berpengaruh dalam perilaku merokok anak.

Keluarga merupakan salah satu lingkungan pertama kali seorang anak atau

remaja mendapatkan pengetahuan luas sebelum keluar dari lingkup keluarga.

Dan tugas keluarga adalah menjaga agar lingkungan keluarga terbentuk secara

baik agar menjadi pembelajaran dan bekal untuk anak. Khususnya merokok

adalah hal yang tidak baik, dan keluarga harus mengajarkan pada anak untuk

menghindari rokok. kebiasaan merokok anak tidak sepenuhnya dilatar

belakangi oleh orang tua tetapi merokok dapat diakibatkan oleh pengaruh dari

luar seperti faktor lingkungan tempat dimana anak tersebut bergaul, teman

sebaya, dan sosial media atau iklan TV(Ariani & Margawati, 2011).

Anak-anak dengan orangtua perokok cenderung akan merokok

dikemudian hari, hal ini terjadi paling sedikit disebabkan oleh karena dua hal

Pertama, karena anak tersebut ingin seperti bapaknya yang kelihatan gagah

dan dewasa saat merokok. Kedua, karena anak sudah terbiasa dengan asap

rokok dirumah, dengan kata lain disaat kecil mereka telah menjadi perokok

57
pasif dan sesudah remaja anak gampang saja beralih menjadi perokok aktif.

Selain melihat orang tua yang merokok anak – anak melihat anggota keluarga

lainnya yang merokok kemungkinan besar akan mempengaruhi anggota

keluarga yang lain untuk ikut merokok, terutama pada anak-anak, mereka

merokok untuk menujukkan jati dirinya agar bisa terlihat lebih dewasa seperti

ayahnya ataupun saudara-saudaranya yang lain (Septian, syahrul &

hermansyah, 2016).

Keterikatan keluarga berfungsi sebagai faktor pelindung terhadap

berbagai macam perilaku kesehatan yang berisiko termasuk perilaku merokok.

Dengan adanya struktur keluarga yang baik dan meningkatkan komunikasi

keluarga. Dari hasil penelitian (Septiana, 2016) menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara kontrol orang tua dengan perilaku merokok

di kalangan remaja, dimana remaja dengan kontrol orang tua yang kurang baik

lebih berisiko untuk berperilaku merokok. Bahkan kurangnya monitoring

orang tua terhadap remaja dalam memilih teman juga dapat meningkatkan

perilaku merokok pada remaja putri.

Selain keluarga faktor ke dua yang mempengaruhi perilaku merokok

pada anak yaitu faktor teman sebaya. Keinginan yang besar untuk mencoba,

paksaan yang dilakukan teman, ajakan merokok oleh teman bermain,

keenggaan menolak ajakan teman merokok, ikut-ikut teman yang merokok

dan perasaan iri yang timbul ketika teman sebaya merokok serta agar terlihat

bergaya didepan teman-teman yang lain sehingga menimbulkan keinginan

anak untuk merokok. Merokok juga dapat membuat anak diterima di

lingkungan sosialnya, dengan teman-teman yang merokok mereka merasa

58
mempunyai nilai lebih ketika bergaya. teman mempunyai peran yang sangat

berarti bagi anak, karena pada masa anak-anak yang mulai beradaptasi dengan

lingkungan dan kelompok sebaya, kebutuhan untuk diterima dalam kelompok

membuat anak berbuat apa saja (F. Rahmadhiana, 2016)

Menurut penelitian (Sarma, 2016) menyatakan Pengaruh teman sebaya

yang merokok berpeluang 31 kali mempengaruhi perilaku merokok responden

dibandingkan dengan pengaruh teman sebaya yang kurang. Sandi Gandara,

dkk (2009), yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan teman dengan perilaku remaja merokok. Dan diperkuat

dengan penelitian Pairul (2009) menyimpulkan seseorang memiliki

keinginan/sikap pertama kali untuk merokok disebabkan oleh teman sebaya.

Selain teman sebaya iklan rokok yang dapat mempengaruhi perilaku

merokok. Iklan rokok secara tidak langsung dapat mendorong anak untuk

bereksperimen dengan tembakau dan mencoba untuk merokok, khususnya

bagi laki – laki karena mengambarkan kejantanan. Iklan dalam media massa

secara langsung atau tidak akan mempengaruhi individu. Dimulai dari minat

beli hingga mindset. Bagi seorang dewasa yang melek media, paparan iklan

dalam media mungkin tidak akan terlalu mempengaruhinya. Akan tetapi bagi

para remaja yang belum memiliki cukup pengetahuan dalam hal literasi media

atau penyaringan sebuah informasi akan mempengaruhi (Huda, 2018).

Komnas Perlindungan Anak pernah melakukan survei yang dilakukan

di Jakarta pada anak-anak remaja. Hasilnya adalah 91.7 % remaja berusia 13-

15 tahun merokok dikarenakan pengaruh iklan. Fakta ini menunjukkan bahwa

bagi remaja berusia 11-15 tahun, iklan merupakan faktor pendorong signifikan

59
untuk merokok. Sebaliknya pada ketiga partisipan, iklan tidak memberi

pengaruh yang signifikan pada perilaku merokok mereka. Iklan rokok tidak

menjadi pemicu perilaku merokok pada partisipan, hanya saja iklan rokok

terkadang memunculkan keinginan untuk merokok pada diri partisipan (Huda,

2018).

C. Hubungan lingkungan sosial dengan perilaku merokok pada Anak di

SDN Candirejo 01 Ungaran

Dari hasil data penelitian dengan jumlah responden 97 anak

Didapatkan bahwa lingkungan sosial mendukung dengan perilaku merokok

sebanyak 40 anak ( 72.7%) dan lingkungan sosial mendukung dengan perilaku

tidak merokok sebanyak 48 anak ( 50.5% ). Kemudian lingkungan sosial tidak

mendukung dengan perilaku merokok sebanyak 9 anak ( 21.4% ) dan

lingkungan social tidak mendukung dengan perilaku tidak merokok sebanyak

33 anak ( 78.6% ). Hasil uji Chi-square diperoleh nilai X² sebesar 23.060

dengan p-value sebesar 0.000 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya

hubungan antara lingkungan social dengan perilaku merokok pada anak

sekolah SDN Candirejo 01 Ungaran.

Berdasarkan dari data hasil uji di atas menunjukkan bahwa hipotesis

dapat diterima karena telah terbukti bahwa adanya analisis yang menunjukkan

hubungan yang signifikan dari masing-masing variabel yang diuji. Adanya

hubungan tersebut dikarenakan faktor terbesar dari kebiasaan merokok adalah

60
faktor sosial atau lingkungan. Terkait itu, kita tentu telah mengetahui bahwa

karakter seseorang banyak di bentuk oleh lingkungan sekitar, baik keluarga,

tetangga ataupun teman pergaulan. Menurut Komalasari (2009) menyatakan

bahwa lingkungan sosial merupakan tempat dimana seseorang berinteraksi

dengan individu lain, pengaruh dari lingkungan sosial dalam hal ini

pergaulannya turut membentuk kepribadian seseorang.

Bersosialisasi merupakan cara utama pada anak – anak dan remaja

untuk mencari jati diri mereka. Biasanya, mereka memperhatikan tindakan

orang lain dan kadang kala mencoba untuk meniru perlakuannya. Hal ini

sebagai suatu proses yang terjadi pada remaja untuk mencari jati diri dan

belajar menjalani hidup. Namun, sangat disayangkan karena tidak hanya

kebiasaan – kebiasaan yang baik saja yang ditiru, melainkan juga kebiasaan –

kebiasaan buruk, termasuk kebiasaan merokok. (Aula, 2010)

Keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh bagi

perkembangan anak yang bertanggung jawab terhadap penanaman nilai dan

norma dalam pembentukan perilaku anak. Orang tua menjadi panutan bagi

anak - anaknya baik perilaku positif maupun negatif. Pola asuh yang salah dari

orang tua dapat menyebabkan anaknya terjerumus kedalam perbuatan yang

menyimpang seperti merokok, memakai obat-obatan terlarang, pergaulan

bebas (King, 2013). Berdasarkan penelitin menurut (Astuti, 2012) dari 188

siswa yang merokok, kebanyak responden yang mulai merokok pada usia 11,

12, 13 tahun sebanyakan 141 siswa sedangkan pada usia 8, 9, 10 tahun

sebanyak 47 siswa kebanyakan dari keluarga dengan ayah dan kakak laki-laki

yang merokok.

61
Penelitian yang dilakukan (Adistie, 2015) bahwasannya faktor

lingkungan mendukung sebesar 59,38%. Dukungan faktor lingkungan yang

cukup besar adalah adanya teman dekat atau sahabat yang merupakan perokok

yaitu sebanyak 91,67%. Menurut Tarwoto (2010), semakin banyak anak yang

merokok, maka semakin semakin besar kemungkinan teman-teman adalah

perokok, pada usia 12-13 tahun tekanan dari teman dan dari pengaruh lain

makin sulit dilawan. Jika teman-teman di sekolah merokok, maka anak akan

lebih tergoda untuk bergabung dengan teman-teman yang merokok.

Sitepoe (2015) menyebutkan bahwa alasan utama menjadi perokok

adalah karena ajakan teman-teman yang sukar ditolak, selain itu juga, ada juga

pelajar pria mengatakan bahwa pria menjadi perokok setelah melihat iklan

rokok. Ini berarti bahwa tindakan merokok diawali dari adanya suatu sikap,

yaitu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak, setuju atau

tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar dalam hal ini adalah rokok.

Orang melihat rokok atau melihat orang lain merokok, lalu respon apa yang

muncul di dalam pikiran atau perasaannya, bisa saja orang tertarik (setuju)

atau tidak tertarik (tidak setuju), hal ini akan terjadi pada setiap orang. Orang

yang setuju, ada kecenderungan akan melakukannya atau menirunya, bagi

yang tidak setuju tentu kencenderungannya akan menghindari. Namun ada

kecenderungan lain, yaitu dalam hati ia tidak setuju, tetapi kenyataannya ia

melakukannya (merokok). Hal ini tentu ada faktor lain yang

mempengaruhinya. Di sinilah terjadinya kontradiksi antara sikap dan

perbuatan (Novitasari, 2009).

62
Pada penelitian Septiana (2016) menunjukkan bahwa lingkungan sosial

dan terpaan iklan rokok memiliki pengaruh pada sikap awal remaja terhadap

merokok, namun hasil yang didapat dari penelitiannya bahwa tingkat

pengaruh dari lingkungan sosial yaitu iklan rokok berada dalam taraf lemah

namun memiliki kontribusi kepada pembentukan sikap awal remaja terhadap

merokok, sehingga dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh antara lingkungan dan terpaan iklan dengan sikap awal

remaja terhadap merokok

Salah satu kategori iklan yang dibatasi adalah iklan rokok. Batasan

yang di tulis dalam kode etik periklanan adalah iklan rokok tidak boleh

menampilkan produknya serta penggunaannya. Karena batasan itu maka

tampilan rokok banyak memberikan image atau simbiolisasi visual iklan.

Hamper semua produk rokok di televisi dengan bahasa – bahasanya mengajak

penonton untuk bermimpi membayangkan suatu kesenangan dan kenikmatan

yang akhirnya mengonsumsi produk yang ditawarkan (Ariani & Margawati,

2011).

Hasil penelitian yang dilakukan Adistie (2015) bahwasannya factor

lingkungan mendukung sebesar 59,38%. Dukungan factor lingkungan yang

cukup besar adalah adanya teman dekat atau sahabat yang merupakan perokok

yaitu sebanyak 91,67%. Menurut Tarwoto (2010), semakin banyak anak yang

merokok, maka semakin semakin besar kemungkinan teman-teman adalah

perokok, pada usia 12-13 tahun tekanan dari teman dan dari pengaruh lain

makin sulit dilawan. Jika teman-teman di sekolah merokok, maka anak akan

lebih tergoda untuk bergabung dengan teman-teman yang merokok.

63
Penelitian menurut (wibawa, 2013) menunjukkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara lingkungan sosial dengan frekuensi merokok, semakin

tinggi pengaruh lingkungan sosial terhadap perilaku merokok responden maka

semakin tinggi pula frekuensi merokok responden. Adanya hubungan tersebut

dikarenakan faktor terbesar dari kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau

lingkungan. Terkait itu, kita tentu telah mengetahui bahwa karakter seseorang

banyak di bentuk oleh lingkungan sekitar, baik keluarga, tetangga ataupun

teman pergaulan. Bersosialisasi merupakan cara utama pada anak – anak dan

remaja untuk mencari jati diri mereka. Biasanya, mereka memperhatikan

tindakan orang lain dan kadang kala mencoba untuk meniru perlakuannya. Hal

ini sebagai suatu proses yang terjadi pada anak dan remaja untuk mencari jati

diri dan belajar menjalani hidup. Namun, sangat disayangkan karena tidak

hanya kebiasaan – kebiasaan yang baik saja yang ditiru, melainkan juga

kebiasaan – kebiasaan buruk, termasuk kebiasaan merokok. (Aula, 2010)

Dari hasil penelitiian terdapat lingkungan sosial tidak mendukung

dengan perilaku merokok, lingkungan sosial tidak sepenuhnya mendukung

perilaku merokok pada anak ada pengaruh lain selain lingkungan sosial, bisa

di sebabkan oleh faktor diri anak tersebut ketika anak merasa kesepian atau

stress dia meluapkan emosinya dengan merokok. Selain dari faktor diri bisa

juga karena faktor budaya di mana tradisi dari sosial budayanya

memperbolehkan anak – anak merokok.

D. Keterbatasan

64
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penelitian di lakukan

serempak dalam satu waktu sehingga dalam memberikan jawaban kuesioner

anak – anak saling melihat milik temannya.

Di lihat dari karakteristik umur dari 97 responden yaitu rentang usia 9-

10tahun sebanyak 76 orang (78.4%), dari jumlah tersebut anak yang berusia 9

tahun berjumlah 11, anak yang berusi 10 tahun rjumlah 32 anak. kemudian

untuk umur 11-15tahun sebanyak 21 orang (21.6%), di antaranya anak yang

berusia 11 tahun terdapat 30 anak, anak yang berusia 12 tahun 17 anak, dan

usia 13 tahun berjumlah 6 anak.

Seseorang menjadi tergantung pada rokok pada umumnya melalui

proses perkembangan. Pertama, orang yang bersangkutan harus mempunyai

sikap positif terhadap rokok tersebut, kemudian secara fisik padanya.

Memiliki sikap positif terhadap merokok dan mulai bereksperimen dengan

tembakau berhubungan erat dengan kebiasaan merokok yang dimiliki anggota

lain dalam keluarga. Secara kontras, menjadi perokok tetap lebih berkaitan

erat dengan kebiasaan merokok teman sebaya dan kemudahan untuk

memperoleh rokok (Davison, dkk., 2010).

65

Anda mungkin juga menyukai