Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Konsep Variabel Penelitian


1. Electronic Medication Administration Records (barcode)
E-MAR adalah laporan yang berfungsi sebagai catatan resmi dari obat
yang diberikan kepada pasien di fasilitas oleh seorang profesional perawatan
kesehatan. MAR adalah bagian dari catatan permanen pasien pada grafik medis
mereka. Profesional perawatan kesehatan menandatangani pada catatan pada saat
obat atau perangkat diberikan. Baru-baru ini, nama eMAR (catatan administrasi
pengobatan elektronik), telah digunakan secara bergantian dengan nama BCMA
(administrasi pengobatan bercode). eMAR (electronic medication
administrationrecord) dengan bar codingmerupakan softwareyang dikenal dapat
membantu menurunkan berbagai tipe kesalahan selama pemberian obat (Turisco
F; Rhoads J, 2008).
Elektronik Mediacation Administration (eMAR) dengan bar coding
merupakan sofware yang dapat membantu perawat dalam menurunkan berbagai
tipe kesalahan yang terjadi selama proses medikasi. Melaui Emar perawat dapat
mengakses informasi yang baik tentang obat dan pasiennya,sehingga perawat
memiliki kesempatan yang luas dalam mencegah melakukan kesalahan dalam
proses medikasi. Berdasarkan hasil survey nasioal American Society of Health-
System pharmacist (ASHP) tahun 2005, pada tahun 2002 baru 3% institusi
(dengan lebih dari 400 pasien) menerapkan penggunaan eMAR dengan Bar
Codingsecara komplit dan naik menjadi 17,2% di tahun 2005.
Membangun sistem eMAR dengan Bar Coding Sebelum sebuah pelayanan
kesehatan atau rumah sakit menerapkan eMAR dengan Bar Coding maka
diperlukan persiapan yang harus dilakukan yaitu:
1. Infrastruktur Sebuah jaringan nirkabel diperlukan untuk menentukan alur
kerja perawat dan kebutuhan sistem informasi klinis yang akan dating
2. Penyeleksian perangkat. Disini perawat terlibat dalam pemilihan
perangkat yang akan digunakan dengan pertimbangan kuantitas dan
ketersediaannya. Dibutuhkan perangkat yang terdiri dari mobile computer
yang dilengkapi dengan scanner bar kode. Perangkat dibeli dengan
pertimbangan satu perawat per satu perangkat ditambah dengan perangkat
tambahannya.
3. FarmasiFarmasi melakukan aktivitas entry order sesuai spesifikasi eMAR
dengan menampilkan sistem informasi klinik. Informasi ini diharapakan
terus diperluas hingga mendukung tugas perawat dan perangkat tambahan
digunakan untuk memonitor penggunaan obat-obat khusus. Fax yang
berbasis kepereawatan-farmasi dikembangkan untuk meningkatkan
komunikasi dalam aktivitas order-entry. Penyelidikan dengan bar kode
terus dilakukan. Uji coba terus dilakukan dengan tehnik pelabelan dan
kemasan yang berbeda. Pertimbangan kode bar berdasarkan konten
dilakukan dengan hati-hati terutama pada obat untuk kasus pediatrik,
walaupun sebagian besar masih ditujukan pada daftar obat nasional.
4. Pedoman administrasi medikasi Perawat dan ahli farmasi berkolaborasi
dalam mengidentifikasi alur kerja dengan berbagai modifikasi. Termasuk
didalam berhubungan dengan komunikasi antar perawat-farmasi,
rekonsiliasi real-time, administrasi medikasi, dan strategi dokumentasi.
Proses pengiriman kode bar obat adalah diawali dokter menulis order obat
di catatan pasien, kemudian order tersebut di scanke farmasi melalui
sistem managemen order dari dokter. Farmasi mereview order tersebut
dan memasukan kedalam sistemfarmasi.Setelah ordertersebut masuk
kedalam sistem, perawat membandingkan dengan order dokter yang ada
dicatatan pasien, jika ada kesalahan maka perawat akan klarifikasi dan
berkomunikasi dengan farmasi. Jika order sudah benar, perawat akan
menerima order tersebut dan akan terlihat aktif diprofil pasien, kemudian
perawat akan mengambil obat dari sitem tersebut dari sebuah lembar
kerja. Setelah tahap ini, perawat akan mendapatkan wireless komputer.
Perawat meng-scanidentitas dirinya untuk mengases sistem kode bar,
mengscan gelang pasien untuk mendapatkan profilobatnya. Scan medikasi
juga dilakukan untuk menyakinkan ketepatan prinsip 5 benar. Setelah
melakukan scaning, perawat memberikan obat kepada pasien, diiukuti
dengan medokumentasikannya di catatan pasien.
5. Komunikasi Komunikasi harus tetap dibangun untuk mendukung
keselamatan pasien melalui komunikasi dengan dokter, pasien,keluarga,
dan karyawan lainnya. Penjelasn diberikan kepada klien tentang proses
pemberian obat yang aman dan nyaman melalui penggunaan tehnologi
eMAR dengan bar kode ini.
6. Identifikasi personel Dilakukan penggantian kartu identitas perawat atau
karyawan yang terlibat. Kartu ini dapat mengakses kode bar pada sistem
eMAR.
7. Identifikasi pasien Untuk memastikan benar pasien dalam pemberian obat
diperlukan kode bar yang harus digunakan dipergelangan tangan pasien.
Gelang pasien yang digunanakn harus memenuhi pertimbangan kualitas,
daya tahan dan keamanan gelang. Gelang ini hanya didapatkan dari ruang
pendaftaran pasien masuk untuk menjaga integritas sistem eMAR ini.
Perawat tidak diperkenankan membuat atau memodifikasi gelang pasien.
8. Edukasi dan dukungan perencanaan Dengan penggunaan tehnologi ini
akan berdampak pada perubahan sistem kerja perawat terutama terkait
dengan pemberian medikasi. Diperlukan 4-5 jam pembelajaran dikelas,
modul dan komputer personal tambahan yang dapat digunakan dalam
proses belajar bagi semua perawat. Perawat juga harus mengobservasi
pelaksanaan eMAR dengan bar coding di unit yang sudah menggunakan
tehnologi ini selama 7 hari. Dokter dan ahli farmasi juga harus ikut terlibat
untuk mendukung penggunaan tehnologi ini dalam tugas perawatsehari-
hari.
9. Personel tambahan Diperlukan perawat klinis tambahan sebagai
administrator sistem yang betanggung jawab sebagai pengawas harian,
analisa data dan pembuatan laporan. Seorang tehnisi farmasi juga
dibutuhkan untuk membuat kembali kode bar dan menambah daftar obat
yang baru. Dipertimbangkan juga tenaga apoteker baru untuk
pemeriksaan, memvalidasi,dan mengelola upaya pengemasan ulang.
Pendukung HIT berpendapat bahwa penggunaan system yang luas seperti e-
MAR akan meningkatkan kemanjuran pemberian perawatan dan membantu
memenuhi tantangan manajemen pengobatan (Blumenthal, D, 2007)
Aplikasi e-MAR dikembangkan menggunakan evaluasi berkelanjutan.
Catatan perawat dalam fase pasca implementasi : catatan perawat di buat
menggunakan system elektronik (eMAR) serta catatan kertas. Dalam kasus MAR,
setelah resep dibuat para perawat langsung mendokumentasikan pemberian obat
selanjutnya dalam aplikasi eMAR.
Implementasi aplikasi e-MAR memerlukan perubahan dalam prosedur dan
alur kerja rumah sakit. Diantara aspek aspek lain, aplikasi eMAR termasuk
membenarkan kelalaian atau perubahan dosis pemberian obat, bekerja secara real
time, dan waktu pemberian standar. Sebelum eMAR di implementasikan, dan
sekali obat telah di resepkan, seorang perawat menjadwalkan dosis untuk putaran
obat tertentu dan menunjukkan putaran obat dimana dosis pertma harus di berikan,
setelah implementasi, waktu administrasi, di tetapkan pada waktu resep dan
perawat mengikuti jadwal baru.
 Fungsi dan alur kerja yang dirancang dalam eMAR
EMAR di RACH telah digunakan selama 18 bulan. Mereka dapat diakses di
lima komputer desktop dan pada titik perawatan di dua perangkat portabel layar
sentuh. Setiap perawat diberi nama pengguna dan kata sandi yang unik untuk
menggunakan eMAR.
Alur kerja yang dirancang dalam eMAR adalah bahwa setelah halaman login,
beberapa opsi waktu mulai putaran pengobatan ditampilkan. Ini diikuti oleh layar
daftar penduduk yang menunjukkan siapa yang membutuhkan obat selama waktu
pengobatan yang dipilih. Setiap catatan penduduk dalam daftar mencatat 'status'
obat, 'kamar' orang tersebut, 'nama pertama' dan 'nama belakang'. 'Status' bisa
kosong atau menampilkan 'lengkap' atau 'tidak terjawab' untuk menunjukkan
apakah penduduk pernah minum obat atau tidak. Status kosong menunjukkan
bahwa penduduk belum dihadiri. 'Lengkap' menyarankan bahwa residen telah
diberi obat dan orang tersebut telah minum semua obat. 'Tidak terjawab'
menyarankan agar penghuni telah hadir, tetapi sebagian atau semua obat belum
diberikan, karena misalnya penduduk menolak untuk minum obat. Mengklik ke
dalam catatan, profil residen, termasuk nama, foto, alergi, instruksi khusus dan
peringatan untuk tanggal jatuh tempo obat non-harian akan ditampilkan. Tombol
'konfirmasi' disediakan untuk mengkonfirmasi bahwa profil ini cocok dengan
penduduk yang akan diberi obat.

2. Peresepan Elektronik (E-Prescribing)


Sistem peresepan elektronik (e-prescribing) adalah suatu sistem peresepan
dengan menggunakan perangkat lunak yang didesain untuk mempermudah dalam
pelayanan peresepan obat mulai dari tahap prescribing (penulisan resep), tahap
transcribing (pembacaan resep untuk proses dispensing), tahap dispensing
(penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas), tahap administration (proses
penggunaan obat) dan proses monitoring (Hahn A, Lovett A, 2014)
E-prescribing atau peresepan elektronik adalah teknologi elektronik yang
memungkinkan dokter dan praktisi medis lainnya untuk menulis resep elektronik
(e-resep) dan mengirimkannya ke komputer apotek yang dikehendaki yang
tergabung dalam jaringan e-prescribing, langsung dari tempat praktik
dokter/tempat perawatan (Porterfield A, 2014)
Pengertian lain e-prescribingadalah proses elektronik yang menghasilkan dan
mengirimkan permintaan resep elektronik dari dokter untuk dikirimkan oleh
provider ke komputer apotek yang dikehendaki langsung dari tempat
perawatan/tempat praktek dokter. Dokter tidak perlu menulis obat yang akan
diberikan kepada pasien dengan tulisan tangan di atas kertas resep, melainkan
langsung menuliskannya di computer (Bigler L, & Vogenberg R, 2012)
Pada e-prescribing, e-resep dikirim melalui sistem jaringan internet tertutup
(intranet) yang aman. Dengan demikian, setiap pengguna akses yang akan
memasuki sistem tersebut harus melakukan autentikasi terlebih dahulu yang
memerlukan nama pengguna dan kata kunci atau SecureID yang lain.
Secara umum e-prescribing berperan dalam mencegah terjadinya medication
error. Medication error diartikan sebagai adanya kesalahan dalam pelayanan
peresepan obat. Medication error didefinisikan pula sebagai kegagalan dalam
proses pengobatan yang mengarah atau berpotensi mengakibatkan kerugian dan
dapat membahayakan pasien (Aronson JK, 2009)
Resep elektronik (e-prescribing) adalah resep yang ditransmisikan
menggunakan media elektronik, dan menghubungkan berbagai informasi antara
dokter, alat pembuat e-prescribing, apotek, bagian keuangan, atau rencana
kesehatan baik secara langsung ataupun tidak langsung. E-prescribing tidak hanya
mentransmisikan informasi secara dua arah antara dokter dengan alat pembuat
eprescribing, tetapi juga mentransmisikan dan menggabungkan sistem catatan
elektronik yang dikenal sebagai Electronic Health Record (EHR) System.
Electronic Health Record (EHR) memiliki tujuan untuk membantu pasien
dalam merencanakan pengobatan lebih lanjut, memberikan informasi mengenai
riwayat dalam pengobatan sebelumnya, dosis obat yang digunakan, alergi obat-
obatan, dan efek dari obat yang dikonsumsi oleh pasien.2
Terdapat beberapa tahapan dalam pembuatan e-prescribing yang berbeda
dengan tahapan dalam proses pembuatan resep secara manual, adapun
tahapan/alur pembuatan e-prescribing yaitu :
1. Pendaftaran (Sign On)
2. Identifikasi Pasien (Identify the Patient)
3. Melihat Riwayat Pasien (Review Current Patient Data)
4. Melihat Obat (Select Drug)
5. Memasukan Obat (Enter Parameters.
6. Memeriksa dan Mengidentifikasi resep (Authorize and Sign)
7. Memilih Farmasi (Select Pharmacy Print or Send)
8. Melihat Status Resep dari Farmasi (Pharmacy Review and Process) 2.

Adapun manfaat dari implementasi e-prescribing yaitu: 3,


1. Keselamatan pasien dapat ditingkatkan melalui penggunaan e-prescribing
dengan meningkatkan keterbacaan resep, mengurangi waktu yang
diperlukan untuk meresepkan obat dan mengurangi kesalahan pemberian
obat dan mengurangi efek samping obat.
2. Peningkatan pemeliharaan obat dan penghematan biaya pasien.
3. Proses penyaluran data secara otomatis masuk, sehingga tidak perlu
mencatat.
4. Sistem otomatis dengan sedikit orang yang terlibat.
5. Kode obat diperiksa dari kode resep.
6. Labeling dengan barcode (Kusumarini P,2011)

3. Pengaruh pelatihan high alert medications


High alert medication merupakan obat yang persentasinya tinggi dalam
menyebabkan terjadinya kesalahan / medication error, beresiko menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan termasuk juga obat-obatan yang tampak mirip /
ucapan mirip (Nama Obat, Rupa Dan Ucapan Mirip / NORUM atau Look- Alike
Sound -Alike / LASA (Permenkes, 2017). Menurut Insitute for Safe Medication
Practices (ISMP) (2012), high alert medication mempunyai resiko tinggi
menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika tidak digunakan secara tepat.
Beberapa ahli berasumsi atau berpendapat tentang pengertian pelatihan
sebagai berikut : Pelatihan adalah proses sistematik pengubahan perilaku para
karyawan dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan organisasionalnya
(Simora, 2001). Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek bagi karyawan
operasional untuk memperoleh keterampilan teknis operasional secara sistemik
(Martoyo, 1996).
Menurut Notoatmodjo, (2003) pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan tentang patient safety atau kognitif tentang patients safety mencakup
ingatan mengenai hal hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang ( o v e r t b e h a v i o r ) . Pengetahuan petugas
tentang patient safety sangat penting untuk mendorong pelaksanaan program p a t
i e n t s a f e t y . Sikap, dapat dianggap suatu predisposisi umum untuk berespon
atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu obyek atau orang disertai
emosi positif atau negatif (Maramis, 2009).
Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan juga diperlukan untuk meningkatkan
dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner
dalam pelayanan pasien, (Permenkes, 2017). Ketrampilan yang dimiliki perawat
akan berpengaruh pada kejadian medication error sebagaimana hasil penelitian
Budihardjo(2017), yaitu angka kejadian medication error diruangan dengan
tingkat ketrampilan perawat cukup lebih tinggi daripada ruangan dengan tingkat
ketrampilan perawat lebih baik.
Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang yang profesional
terhadap suatu anjuran, prosedur, atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati
(Setiadi, 2007 dalam Ulum dan Wulandari, 2013). Supaya dapat tercapai
pemberian obat yang aman, seorang perawat harus menerapkan tujuh prinsip
benar pemberian obat yang meliputi: klien yang benar, obat yang benar, dosis
yang benar, waktu yang benar, rute yang benar, dokumentasi yang benar serta
informasi yang benar (Lestari, 2016). Kepatuhan penerapan prinsip benar
pemberian obat ini juga merupakan bentuk tanggungjawab secara legal terhadap
tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan yang
akan dapat meminimalkan terjadi efek samping atau kesalahan dalam
memberikan obat (medication administration error).
Menurut Yanti dan Warsito (2013) ada beberapa faktor yang juga
mempengaruhi keberhasilan proses pelatihan dalam meningkatkan kepatuhan
perawat ini yaitu :
1. faktor pelatih
2. faktor peserta
3. faktor metode pelatihan
4. faktor materi pelatihan.
Agar proses pelatihan bisa berhasil peneliti berusaha untuk memenuhi dari ke
empat faktor tersebut. Pada faktor pelatih, faktor pertama yang harus
diperhatikan dalam mengadakan pelatihan adalah pelatih atau pemberi materi
yang harus profesional.
Pada faktor peserta untuk mendapatkan hasil yang optimal, peserta pelatihan
harus berada dalam dinamika kelompok yang baik dan mendukung ke arah proses
belajar mengajar. Peneliti juga berkoordinasi dengan kepala ruang mengenai
penjadwalan perawat yang mengikuti pelatihan sehingga suasana pelatihan bisa
kondusif. Faktor metode pelatihan, dengan metode yang tepat maka akan
menimbulkan kegairahan dari peserta.
Pelatih atau pemberi materi telah memilih metode ceramah disertai diskusi,
demonstrasi dan studi kasus yang selanjutnya dibahas bersama-sama dengan nara
sumber yang kompeten Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan
Kurrachman (2003) dalam Sofiani & Sundari (2016) bahwa pelatihan dengan
metode ceramah yang disertai dengan diskusi, simulasi dan praktek dapat
meningkatkan pengetahuan. Faktor materi pelatihan yang disusun dengan baik
tentu akan menimbulkan ketekunan dari peserta pelatihan.
Dalam proses pelatihan yang dilakukan peneliti, pemberi materi atau pelatih
menyusun materi dengan rapi dan up to date serta aplikatif sehingga peserta lebih
mudah dalam memahaminya dan kemudian mempraktekkan ke dalam proses
perawatan sehari-hari.
BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noelia Vicente, dkk pada tahun 2017
yang berjudul “Effect of an electronic medication administration record aplication on
patient safety”, menyebutkan bahwa e-MAR (electronic medication administration
record) merupakan suatu metode pencatatan administrasi obat dalam sistem elektronik.
Intervensi ini dapat diaplikasikan sebagai bentuk untuk meminimalisasikan kesalahan
dalam pemberian obat. Melalui eMAR ini memungkinkan perawat untuk menuliskan
order obat pasien, mendokumentasikan obat yang diberikan kepada pasien dan
berkomunikasi secara online dengan dokter maupun apoteker. Aplikasi eMAR tersebut
dirancang berdasarkan CPEO dan diinstal pada komputer desktop. Perangkat lunak
CPEO ini dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan klinis dasar, seperti peringatan
aleri obat, sumber daya informasi obat dan diintegrasikan dengan aplikasi tambahan di
bidang farmasi.
Penerapan aplikasi eMAR ini tidak berdampak pada waktu yang dihabiskan
perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien seperti berkomunikasi dengan
pasien. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Munyisia (2014)
menyebutkan bahwa sistem eMAR ini tidak mengganggu waktu kerja perawat saat
memberikan perawatan langsung terhadap pasien karena eMAR ini tidak memakan
waktu yang lama. Dalam studi ini juga mengevaluasi dampak dari implementasi eMAR
pada keselamatan pasien, hal tersebut sejalan dengan studi lain yang dilakukan oleh
Oliver, dkk (2013) menyebutkan bahwa eMAR berdampak pada peningkatan
keselamatan pasien bahwa eMAR diimplementasikan dengan teknolgi yaitu seperti
sistem peresepan elektronik dan efeknya dapat diukur secara bersamaan.
Studi ini menyebutkan bahwa meskipun persentase kesalahan yang terdapat pada
implementasi e-MAR ini kecil, tetapi itu merupakan hal yang tetap perlu
dipertimbangkan. Hampir setengah kesalahan yang terjadi dalam penggunaan e-MAR ini
adalah terdapat pada sistem CPOE itu sendiri. Selain itu kesalahannya pun dapat berasal
dari dokter yang salah dalam memberikan resep dan perawat yang lupa untuk memeriksa
resep medis sebelum pengobatan diberikan kepada pasien. Maka dari itu, diperlukan
pengetahuan dan keterampilan khusus pada pengguna e-MAR untuk meminimalkan
kesalahan penggunaan Health IT (Magrabi et al, 2016).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fidya, dkk (2018) yang berjudul
“Peresepan Elektronik (E-Prescribing) dalam Menurunkan Kesalahan Penulisan Resep”,
menyebutkan bahwa prescribing atau peresepan merupakan salah satu kesalahan yang
terjadi dalam pemberian obat. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mencegah
medication error pada peresepan yaitu dengan penggunaan sistem electronic prescribing
(e-prescribing). E-Prescribing merupakan suatu sistem peresepan dengan menggunakan
perangkat lunak yang didesain untuk mempermudah dalam pelayanan peresepan obat
mulai dari tahap prescribing (penulisan resep), tahap transcribing (pembacaan resep
untuk proses dispensing), tahap dispensing (penyiapan hingga penyerahan resep oleh
petugas), tahap administration (proses penggunaan obat) dan proses monitoring.
Secara umum e-prescribing berperan dalam mencegah terjadinya medication error.
Medication error diartikan sebagai adanya kesalahan dalam pelayanan peresepan obat.
Medication error didefinisikan pula sebagai kegagalan dalam proses pengobatan yang
mengarah atau berpotensi mengakibatkan kerugian dan dapat membahayakan pasien
(Aronson, 2009). Upaya pencegahan terjadinya kejadian medication error dapat
dilakukan dengan intervensi komputerisasi, yaitu dengan penggunaan sistem e-
prescribing. Pada awalnya sistem ini bertujuan untuk mengurangi medication error
dengan meningkatkan kemudahan pembacaan resep dan mengurangi ketidaklengkapan
informasi yang ada didalam resep, namun saat ini banyak sistem e-prescribing yang
dilengkapi dengan medication error support, yaitu suatu sistem yang membantu dalam
pelayanan kesehatan dalam menghindari kejadian medication error dan adverse drug
events (Kannry, 2011).
Kesalahan penulisan resep adalah suatu dalam proses penulisan resep sehingga
dapat berpengaruh terhadap efektivitas dan waktu pengobatan dan meningkatkan risiko
jika dibandingkan dengan pengobatan pada umumnya (American Society of Hospital
Pharmacist, 2018). Oleh karena itu penggunaan e-prescribing diharapkan dapat
menggantikan resep manual, dimana e-prescribing ini mempunyai beberapa keunggulan
dibanding dengan peresepan manual, di antaranya dapat mencegah terjadinya risiko salah
membaca resep, dapat memberikan dosis obat yang tepat, input data lebih cepat, lebih
hemat dalam penggunaan kertas dan lebih praktis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan terhadap pasien rawat jalan untuk membandingkan prescribing errors pada
implementasi e-prescribing dan resep yang ditulis secara manual didapatkan hasil 4,3%
untuk kesalahan pada e-prescribing, sedangkan 11% untuk resep yang ditulis secara
manual (Gandhi et al, 2005).
Reckmann, dkk (2009) menyebutkan bahwa e-prescribing berperan cukup besar
dalam menurunkan prescribing errors. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Abramson dkk (2011) terhadap 17 dokter di klinik rawat jalan yang
menggunakan e-prescribing didapatkan hasil prescribing errors menurun dari 35,7%
menjadi 12,2% setelah satu satu tahun melakukan implementasi e-prescribing. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Surescripts dari tahun 2008 hingga 2010 didapatkan hasil
bahwa dengan penggunaan e-prescribing didapatkan peningkatan 10% dalam
pengambilan resep yang diambil dengan e-prescribing dibanding dengan resep tertulis.
Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Tan dkk (2009), lebih dari 85%
dokter merasa puas dengan deteksi kesalahan penulisan resep dengan menggunakan e-
prescribing karena dapat menerima alert untuk interaksi obat dan alergi obat pada
pasien.
Secara umum e-prescribing berperan dalam mencegah terjadinya medication error.
E-prescribing memiliki banyak manfaat dibandingkan dengan peresepan secara manual.
Adapun manfaat dari e-prescribing yaitu dapat meningkatkan keselamatan pasien,
peningkatan pemeliharaan obat dan penghematan biaya pasien, proses penyaluran data
secara otomatis, sedikit orang yang terlibat, kode obat diperiksa dari kode resep, dan
proses labeling dengan menggunakan barcode. Selain itu, penggunaan e-prescribing
dapat memberikan informasi tentang alergi obat-obatan pasien, efek dari obat yang
dikonsumsi oleh pasien, proses input data lebih cepat, dan lebih hemat dalam
penggunaan kertas dan lebih praktis (Fidya et al, 2018).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti Johariyah (2019) yang berjudul
“Pengaruh Pelatihan High Alert Medication Terhadap Kepatuhan Perawat Dalam
Penerapan Prinsip Benar Pemberian Obat Di RS PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta”, menyebutkan bahwa kesalahan pemberian obat merupakan insiden yang
banyak terjadi di institusi pelayan kesehatan. Hal tersebut terjadi karena human error
dari petugas kesehatan itu sendiri. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi hal tersebut
adalah dengan diadaknya pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kepatuhan perawat dalam memberikan obat berdasarkan prinsip benar
obat.
Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang yang profesional
terhadap suatu anjuran, prosedur, atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Ulum
dan Wulandari, 2013). Kepatuhan penerapan prinsip benar pemberian obat ini juga
merupakan bentuk tanggungjawab secara legal terhadap tindakan yang dilakukan sudah
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan yang akan dapat meminimalkan terjadi efek
samping atau kesalahan dalam memberikan obat (medication administration error).
High alert medicationmerupakan obat yang persentasinya tinggidalam menyebabkan
terjadinya kesalahan/medication error, beresiko menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan termasukjuga obat-obatan yang tampak mirip/ucapan mirip seperti Nama
Obat, Rupa Dan Ucapan Mirip/NORUM atau Look- Alike Sound -Alike / LASA
(Permenkes, 2017). Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan juga diperlukan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisipliner dalam pelayanan pasien, (Permenkes, 2017). Ketrampilan yang dimiliki
perawat akan berpengaruh pada kejadian medication error sebagaimana hasil penelitian
Budihardjo (2017), yaitu angka kejadian medication error diruangan dengan tingkat
ketrampilan perawat cukup lebih tinggi daripada ruangan dengan tingkat ketrampilan
perawat lebih baik.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa adanya pengaruh dari dilakukannya
pelatihan dalam peningkatan kepatuhan perawat tentang tatalaksana high alert
medication. Hasil peningkatan kepatuhan ini sejalan dengan Sofiani& Sundari (2016)
adanya perbedaan pengetahuan dan sikap dalam pelaksanaan peningkatan keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai yang mengungkapkan bahwa pelatihan memang dapat
meningkatkan kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan penerapan keselamatan
pasien dengan uji Paired Samples Test dengan nilaiSig. 0,000 (< 0,05). Hasil ini juga
sesuai dengan teori Lawrence Green (Purwoastuti dan Mulyani, 2015) tentang faktor
yang mempengaruhi kepatuhan yaitu salah satunya faktor predisposisi (predisposing
factor). Faktor predisposisi ini sendiri terdiri dari beberapa hal seperti pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai, dan sebagainya dan dengan adanya pelatihan, maka faktor
pengetahuan dan sikaplah yang diperkuat.
Selain hal-hal diatas, menurut Yanti dan Warsito (2013) ada beberapa faktor yang
juga mempengaruhi keberhasilan proses pelatihan dalam meningkatkan kepatuhan
perawat ini yaitu : faktor pelatih, faktor peserta, faktor metode pelatihan dan faktor
materi pelatihan. Agar proses pelatihan bisa berhasil peneliti berusaha untuk memenuhi
dari ke empat faktor tersebut. Selain itu menurut Natasia, Loekqijana & Kurniawan
(2014) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan SOP adalah motivasi dan persepsi. Motivasi
mempunyai hubungan yang kuat denga kinerja, bila motivasi meningkat maka kinerja
perawat juga akan meningkat, semakintinggi motivasi karyawan terhadap kinerjamaka
akan semakin maka akan semakin patuh perawat tersebut dalam pelaksanaan SOP.
Persepsi perawat terhadap pekerjaannya meliputi lingkungan kerja yang baik, anggota
kelompok atau tim yang kompak dalam melaksanakan pekerjaan, yang mendorong
perawat merasa tertantang dengan lingkungan pekerjaan saat ini. Oleh karena itu,
penerapan pelatihan itu sendiri sangat penting dilakukan guna meningkatkan kepatuhan
perawat dalam pelaksanaan penerapan prinsip benar pemberian high alert medication.

B. Implikasi Klinik
Penelitian yang dilakukan oleh Munyisia (2014) menyebutkan bahwa sistem eMAR
ini tidak mengganggu waktu kerja perawat saat memberikan perawatan langsung
terhadap pasien karena eMAR ini tidak memakan waktu yang lama. Dalam studi ini juga
mengevaluasi dampak dari implementasi eMAR pada keselamatan pasien, hal tersebut
sejalan dengan hal studi yang dilakukan oleh Oliver, dkk (2013) menyebutkan bahwa
eMAR berdampak pada peningkatan keselamatan pasien bahwa eMAR
diimplementasikan dengan teknolgi yaitu seperti sistem peresepan elektronik dan
efeknya dapat diukur secara bersamaan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan eMAR
dapat meningkatkan keselamatan pada pasien
Penelitian yang dilakukan oleh Abramson dkk (2011) terhadap 17 dokter di klinik
rawat jalan yang menggunakan e-prescribing didapatkan hasil prescribing errors
menurun dari 35,7% menjadi 12,2% setelah satu satu tahun melakukan implementasi e-
prescribing.15 Penelitian lain yang dilakukan oleh Surescripts dari tahun 2008 hingga
2010 didapatkan hasil bahwa dengan penggunaan e-prescribing didapatkan peningkatan
10% dalam pengambilan resep yang diambil dengan e-prescribing dibanding dengan
resep tertulis.16 Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Tan dkk (2009), lebih
dari 85% dokter merasa puas dengan deteksi kesalahan penulisan resep dengan
menggunakan e-prescribing karena dapat menerima alert untuk interaksi obat dan alergi
obat pada pasien.
Berdasarkan hasil penelitian diatas disimpulkan bahwa penggunaan e-prescribing
dapat berperan cukup besar dalam menurunkan prescribing errors.
Hasil peningkatan kepatuhan ini sejalan dengan Sofiani & Sundari (2016) adanya
perbedaan pengetahuan dan sikap dalam pelaksanaan peningkatan keamanan obat-obat
yang perlu diwaspadai yang mengungkapkan bahwa pelatihan memang dapat
meningkatkan kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan penerapan keselamatan
pasien dengan uji Paired Samples Test dengan nilaiSig. 0,000 (< 0,05). Hasilnya bisa
terlihat bahwa setelah mengikuti pelatihan, ada peningkatan kepatuhan perawat dalam
melaksanakan prinsip benar pemberian obat,dari 6(35,5%) perawat menjadi 13(76,6 %)
perawat.
Berdasarkan hasil peneitian diatas disimpulkan bahwa pelatihan memang dapat
meningkatkan kepatuhan perawat dalam melaksanakan prinsip benar dalam pemberian
obat.
Dapus:

Porterfield A, Engelbert K, Coustasse A. 2014. Electronic prescribing: improving the


efficiency and accuracy of prescribing in the ambulatory care setting. Perspect Health Inf
Manag.

Hahn A, Lovett A. 2014. Electronic prescribing: An examination of cost effectiveness,


clinician adoption and limitations.Universal Journal of Clinical Medicine.

Turisco F, Rhoad J.2008. Equipped for efficiency: improving nursing care through
technology. California Health Care Foundation

Bigler L. 2012. E-prescribing benefits beyond achieving meaningful use. Drug Store News.

Vogenberg R. 2012. Changing market for pharmacy benefits. Managed Care.

American Society of Hospital Pharmacist. 2018. ASHP guidelines on preventing medication


errors in hospital. Am J Hosp Pharm.

Aronson JK. 2009. Medication errors: definitions and classification. British Journal of
Clinical Pharmacology.

Kusumarini P, Dwiprahasto I, Wardani PE. 2011. Penerimaan dokter dan waktu tunggu pada
peresepan elektronik dibandingkan peresepan manual. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan.

Pratiwi PS, Lestari A. 2013. E-prescribing : studi kasus perancangan dan implementasi
sistem resep obat apotik klinik. Indonesian Jurnal on Computer Science-Speed (IJCSS)..

Simora, H. 2001, manajemen sumber daya manusia, YKPN, Bandung, hal. 342.

Martoyo,S. 1996, manajemen sumber daya manusia, BPFE, Yogyakarta, hal 55.

Notoadmojo, 2003. Promosi dan Kesehatan ilmu Perilaku . Rineka Cipta. Jakarta.

Maramis, W. 2009. Perilaku dalam pelayanan kesehatan. Airlangga University Press.


Surabaya.

Lestari, S. (2016). Farmakologi Dalam Keperawatan , cetakan pertama. Jakarta: Pusat


Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan . Badab Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan (Badan PPSDM Kesehatan).
Permenkes. (2017). Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta: Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 308

Yanti, I. R., & Warsito, B. E. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat ,Motivasi dan
Supervisi Dengan Kualitas dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan . Jurnal Manajemen
Keperawatan 1 (2), 107-114

Ulum, Muh. Miftahul., Wulandari, Ratna Dwi., (2013). Faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pendokumentasian asuhan keperawatan berdasarkan teori kepatuhan
milgram ; Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, vol. 1, No.3, Juli-Agustus 2013

Natasia, N., Loekqijana, A., & Kurniawati, J. (2014). Faktore yang mempengaruhi
kepatuhan pelaksanaan SOP Asuhan Keperawatan di ICU-ICCU RSUD Gambiran Kota
Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya vol.28,Suplemen no.1, 20-25.

Yanti, I. R., & Warsito, B. E. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat ,Motivasi dan
Supervisi Dengan Kualitas dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan . Jurnal
Manajemen Keperawatan 1 (2), 107-114.

Permenkes. (2017). Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta: Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 308.

Purwoastuti, T. E., & Walyani, E. S. (2015). Perilaku & Softskills Kesehatan : Panduan
Untuk Tenaga Kesehatan (Perawat dan Bidan}. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Sofiani, I., & Sundari, S. ( 2016). Efektifitas Pelatihan High Alert Medication Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Petugas di RS KIA PKU Muhammadiyah Kotagede.
Medicoeticoilegal dan Manajemen Rumah Sakit, Vol.5 No 2, 1-4.

Budihardjo, V. S. (2017). Faktor Perawat Terhadap Kejadian Medication Administration


Error Di Instalasi Rawat Inap. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 5
Nomor 1 januari- Juni 2017, 52-61.
Tan WS, Phang JSK, Tan LK. Evaluating user satisfaction with an electronic prescription
system in a primary care group. Annals Academy of Medicine Singapore. 2009;38:494-
500.

Aronson JK. Medication errors: definitions and classification. British Journal of Clinical
Pharmacology. 2009;67:559-604.

Surescripts. Study: E-prescribing shown to improve outcomes and save healthcare system
billions of dollars [internet]. USA: Surescripts; 2012 [diperbarui tanggal 1 Februari
2012; disitasi tanggal 3 Desember 2018]. Tersedia dari: https:// surescripts.com/news-
center/press-releases/!content/212_eprescribing.

Reckmann MH, Westbrook JI, Koh Y, Lo C, Day RO. Does computerized provider order
entry reduce prescribing errors for hospital inpatiens? A systematic review. J Am Med
Inform Assoc. 2009;16:613-23.
Abramson EL, Malhotra S, Fischer K, Edwards A, Pfoh ER, Osorio SN, et al.
Transitioning between electronic health records: effects on ambulatory prescribing
safety. J Gen Intern Med. 2011;26(8):868-74.

Gandhi TK, Weingart SN, Seger AC, Borus J, Burdick E, Poon EG, et al. Outpatient
prescribing errors and the impact of computerized prescribing. J Gen Internmed.
2005;20:837-41.

American Society of Hospital Pharmacist. ASHP guidelines on preventing medication


errors in hospital. Am J Hosp Pharm, 2018; 75:1493–1517.

Kannry J. Effect of e-prescribing systems on patient safety. Mount Sinai Journal of


Medicine, 2011;78:827-33.

E.N. Munyisia, P. Yu, D. Hailey, The effect of an electronic health record systemon
nursing staff time in a nursing home: a longitudinal cohort study, Australas.Med. J. 7
(7) (2014) 285–293.
K. Oliver, M. Raban, M. Baysari, J. Westbrook, Evidence briefings on inter-ventions to
improve medication safety: electronic medication administrationrecords, Aust. Comm.
Saf. Qual. Health Care 1 (5) (2013).

Magrabi F, Ong MS, Coiera E. Health IT for patient safety and improving the safety of
health IT. Stud Health Technol Inform. 2016;222:25‐36.
CASP
A. Effect of on Electronic Medication administration Record Application on Patient
Safety.

Respon
No Pertanyaan Fokus Dilaporkan Komentar
Ya Tidak
Section A: Apakah hasil studi nya valid?
1 Apakah studi  Studi populasi Ya  studi ini adalah yang
tersebut  Intervensi yang pertama kali
menjelaskan diberikan mengisolasikan efek
masalahnya  Kelompok dari aplikasi eMAR
secara focus? control/komparasi pada keselamatan
 Hasil/ outcome pasien. Pendekatan ini
dibenarkan oleh fakta
bahwa eMAR sering
diimplementasikan
dengan teknologi lain,
seperti sistem
peresepan elektronik,
dan efeknya diukur
bersama.
Implementasi aplikasi
eMAR dikaitkan
dengan penurunan
yang signifikan pada
ME-MAR. Namun,
persentase ME-MARs
tidak terduga.
Perbedaan antara tarif
ME ‐ MAR dan yang
diprediksi oleh studi
percontohan dapat
dijelaskan dengan
metodologi berbeda
yang digunakan.

 Intervensi Untuk
mengevaluasi efek dari
aplikasi catatan
administrasi obat
elektronik (eMAR) pada
tingkat kesalahan
pengobatan dalam
administrasi obat
rekaman (ME - MAR)
2 Apakah  Bagaimana ini Ya  Penelitian
pembagian pasien dilakukan quasiexperimental
ke dalam  Apakah alokasi dilakukan sebelum
kelompok pasien dilakukan dan sesudah,
intervensi dan secara dilakukan di rumah
control dilakukan tersembunyidari sakit universitas yang
secara acak? peneliti dan mengimplementasikan
pasien aplikasi eMAR pada
Maret 2014.
Pengumpulan data
dilakukan pada bulan
April 2012 (sebelum)
dan Juni 2014
(setelah) oleh dua
apoteker. ME-MAR
dianalisis oleh staf
terlibat untuk
mengidentifikasi
penyebabnya. Kedua
apoteker secara
independen
mengklasifikasikan
ME-MAR. Di kasus
ketidaksepakatan, tim
peneliti memeriksa
ME-MAR dan
mengelompokkannya
berdasarkan
konsensus. Tiga
klasifikasi digunakan:
Taksonomi kesalahan
pengobatan klasik dan
2 taksonomi
kesalahan yang
disebabkan teknologi.
 Kriteria Inklusi :
apoteker
3 Apakah semua  Apakah Ya  Penggunaan aplikasi
pasien dihentikan lebih eMAR secara
yang terlibat awal signifikan mengurangi
dalam penelitian  Apakah pasien tingkat ME-MAR dan
dicatat dengan dianalisis dalam mereka
benar di kelompok untuk  Resiko potensial.
kesimpulannya? yang mereka acak Penyebab utama ME ‐
MAR adalah
kegagalan untuk
mengikuti prosedur
kerja.

4 Apakah pasien, Tidak Penelitian ini tidak ‘blind’


petugas kesehatan karena sebelum dilakukan
dan responden penelitian responden di
pada penelitian ini beritahukan tentang prosedur
‘Blind’ terhadap penelitiannya terlebih dahulu.
intervensi yang
dilaksanakan?
5 Apakah waktu Ya  Pengumpulan data
pelaksanaan untuk dilakukan pada bulan
setiap grup sama? April 2012 (pra-) dan
Juni 2014 (pos-). Fase
pasca implementasi
dimulai 3 bulan
setelah implementasi
(Maret 2014). Dua
apoteker secara
langsung mengamati
MAR selama 14 jam
per hari (8:00 pagi
sampai 10 malam)
dari Senin hingga
Jumat, selama 4
minggu sebelumnya
Implementasi eMAR
dan sesudahnya.
Sebelum memulai
pengumpulan data,
dua peneliti
memeriksa satu set
pelatihan kecil (100
MAR) untuk
 mengukur reliabilitas
antar penilai mereka
untuk
mengklasifikasikan
pengamatan sebagai
kesalahan pengobatan
(k = 0,75 (95% CI
0,59-0,901)).
6 Selain intervensi Ya Setiap grup diperlakukan
yang sama adil tanpa adanya
dilaksanakan, diskriminatif.
apakah setiap
grup dipelakukan
sama/adil?
Seciton B: Apa hasilnya?
7 Seberasa besar  apa outcome yang Ya  Penggunaan aplikasi
efek dari diukur eMAR secara
intervensi  Apakah hasil signifikan mengurangi
tersebut? dijelaskan secara tingkat ME-MAR.
spesifik  Para apoteker
menganalisis 2835
(sebelum) dan 2621
(setelah) pemberian
obat catatan (MAR),
masing-masing.
Secara keseluruhan,
tingkat ME ‐ MAR
menurun dari 48.0%
(pra-) ke 36.9%
(post-) (P <.05). Tipe
ME-MAR yang sama
diamati pada kedua
fase kecuali untuk
“MAR dengan
informasi yang tidak
lengkap, ”yang tidak
diamati dalam fase
pasca implementasi.
Di keduanya fase,
ME-MAR yang paling
sering adalah "MAR
pada waktu yang
salah" (MAR sebelum
atau setelah
pemberian obat)
(31,6% vs 30,2%).
Penyebab utama ME-
MAR di kedua fase
adalah kegagalan
untuk mengikuti
prosedur kerja.
Potensi risiko ME-
MAR di masa depan
menurun secara
signifikan setelah
implementasi eMAR
(P <.05). Semua ME-
MARs adalah
"kesalahan
penggunaan" karena
manusia faktor. ME-
MARS baru (1,24%; n
= 12) diamati pada
fase pasca
implementasi.

8 Seberapa tepat Berapa confidence Ya Intervensi sangat akurat


dan akurat efek limitnya terbukti dari hasil penelitian
intervensi? menunjukan adanya
peningkatan secara
signifikan.
Seciton C: Akankah hasil membantu secara lokal?
9 Bisakah hasilnya  Apakah Ya Unit rawat inap medis dan
diterapkan karakteristik bedah dipilih untuk belajar.
populasi lokal, pasien sama Kedua unit rawat inap bekerja
atau di dengan tempat dengan CPOE dan otomatis
konteks saat ini bekerja/populasi lemari pengeluaran.
dilingkungan anda? Perangkat lunak CPOE
sekarang?  Jika berbeda, apa Prescriwin® (Baxter®)
perbedaannya? disediakan dengan sistem
pendukung keputusan klinis
dasar (CDSS), seperti alergi
obat dan peringatan interaksi
obat dan informasi obat
sumber daya, dan terintegrasi
dengan aplikasi tambahan di
farmasi.
10 Apakah hasil  Apakah infomasi Ya Sebanyak 5456 MAR diamati
penelitian ini yang anda (2835 pra implementasi dan
penting secara inginkan sudah 2621 post implementasi).
klinis untuk terdapat dalam Tabel 1 menunjukkan obat-
dipertimbangkan? penelitian obatan yang terlibat di MARs
 Jika tidak, apakah dan karakteristik pasien yang
akan berpengaruh menerimanya. Perbedaan
terhadap signifikan ditemukan antara 2
pengambilan fase dalam obat yang terlibat
keputusan dalam MARs. Obat-obatan
dibandingkan dengan
kelompok ATC atau dengan
kelas obat (P <0,001).

11 Apakah Meskipun tidak Ya Sepadan karena melihat dari


manfaatnya tercantum dalam hasil penelitian terdapat
sepadan dengan penelitian, bagaiman perubahan yang signifikan
bahaya dan biaya menurut anda setelah dilakukan dan
yang dibutuhkan? sebelum.
CASP
”Pengaruh Pelatihan High Alert Medications Terhadap Kepatuhan Perawat
dalam Penerapan Prinsip Benar Pemberian Obat Di RS PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta”

No Pertanyaan Fokus Respon Komentar


Dilaporkan
Ya Tida
k
Section A: Apakah hasil studi nya valid?
1 Apakah studi  Studi populasi Ya  studi ini ini menjelaskan
tersebut  Intervensi yang tentang Pengaruh
menjelaskan diberikan Pelatihan High Alert
masalahnya secara  Kelompok Medications Terhadap
focus? control/komparasi Kepatuhan Perawat
 Hasil/ outcome dalam Penerapan Prinsip
Benar Pemberian Obat.
Hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini
bahwa pelatihan
membuat perubahan
terhadap pengetahuan
dan sikap terhadap
sasaran keselamatan
pasien tentang
peningkatan keamanan
obat-obatan yang perlu
diwaspadai.
Hasil penelitian
didapatkan Ada
pengaruh pelatihan high
alert medicationterhadap
kepatuhan perawat
dalam penerapan prinsip
benar pemberian obat di
RS PKU
MUhammadiyah
Gamping Yogyakarta

2 Apakah  Bagaimana ini Ya  Jenis penelitian ini


pembagian pasien dilakukan kuantitatif dengan desain
ke dalam  Apakah alokasi quasi experimental,
kelompok pasien dilakukan rancangan pre dan post
intervensi dan secara test non equivalent
control dilakukan tersembunyidari control group design.
secara acak? peneliti dan pasien  Sampel ditentukan
dengan cara purposive
sampling terbagi
menjadi 2 kelompok
intervensi yaitu
kelompok perlakuan dan
kelompok control.
 Penelitian ini tidak
dilakukan secara terbuka
karena memberikan
informed consent
terlebih dahulu pada
responden.
3 Apakah semua  Apakah dihentikan Ya Pasien yang terlibat di
pasien lebih awal penelitian ini di catat di
yang terlibat  Apakah pasien proses penelitian dan
dalam penelitian dianalisis dalam kesimpulan
dicatat dengan kelompok untuk
benar di yang mereka acak
kesimpulannya?
4 Apakah pasien, Tida Penelitian ini tidak ‘blind”
petugas kesehatan k dikarenakan pasien
dan responden diberitahukan hasil
pada penelitian ini sebelum dan sesudah
‘Blind’ terhadap dilakukan intervensi.
intervensi yang
dilaksanakan?
5 Apakah waktu Ya Waktu dan lamanya
pelaksanaan untuk pelaksaanaan untuk tiap
setiap grup sama? kelompok sama yaitu
Observasi dilakukan dua
kali sebelum pelatihan
(pretest) dan setelah
pelatihan (posttest) yang
diberikan kepada
kelompok perlakuan.
6 Selain intervensi Ya Setiap grup diperlakukan
yang dilaksanakan, sama adil tanpa adanya
apakah setiap grup diskriminatif.
dipelakukan
sama/adil?
Seciton B: Apa hasilnya?
7 Seberasa besar  apa outcome yang Ya Studi ini mengevaluasi dan
efek dari diukur mengkonfirmasi bahwa
intervensi  Apakah hasil Pelatihan High Alert
tersebut? dijelaskan secara Medications berpengaruh
spesifik terhadap Kepatuhan
Perawat dalam Penerapan
Prinsip Benar Pemberian
Obat

8 Seberapa tepat dan Berapa confidence Ya Intervensi sangat akurat


akurat efek limitnya terbukti dari hasil
intervensi? penelitian menunjukan
adanya peningkatan
secara signifikan.

Seciton C: Akankah hasil membantu secara lokal?


9 Bisakah hasilnya  Apakah Ya Bisa diterapkan karena
diterapkan karakteristik mudah dilakukan dan bisa
populasi lokal, pasien sama di lakukan oleh tenaga
atau di dengan tempat kesehatan.
konteks saat ini bekerja/populasi
dilingkungan anda?
sekarang?  Jika berbeda, apa
perbedaannya?
10 Apakah hasil  Apakah infomasi Ya Penting untuk di
penelitian ini yang anda pertimbangkan karena
penting secara inginkan sudah metode yang digunakan
klinis untuk terdapat dalam sangat mudah dan
dipertimbangkan? penelitian manfaatnya sangat baik
 Jika tidak, apakah dalam membantu
akan berpengaruh kepatuhan perawat dalam
terhadap penerapan prinsip benar
pengambilan pemberian obat
keputusan
11 Apakah Meskipun tidak Ya Sepadan karena melihat
manfaatnya tercantum dalam dari hasil penelitian
sepadan dengan penelitian, bagaiman terdapat perubahan yang
bahaya dan biaya menurut anda signifikan setelah
yang dibutuhkan? dilakukan dan sebelum.

Anda mungkin juga menyukai