EBN Bab 2 Dan 5 - CASP
EBN Bab 2 Dan 5 - CASP
TINJAUAN PUSTAKA
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noelia Vicente, dkk pada tahun 2017
yang berjudul “Effect of an electronic medication administration record aplication on
patient safety”, menyebutkan bahwa e-MAR (electronic medication administration
record) merupakan suatu metode pencatatan administrasi obat dalam sistem elektronik.
Intervensi ini dapat diaplikasikan sebagai bentuk untuk meminimalisasikan kesalahan
dalam pemberian obat. Melalui eMAR ini memungkinkan perawat untuk menuliskan
order obat pasien, mendokumentasikan obat yang diberikan kepada pasien dan
berkomunikasi secara online dengan dokter maupun apoteker. Aplikasi eMAR tersebut
dirancang berdasarkan CPEO dan diinstal pada komputer desktop. Perangkat lunak
CPEO ini dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan klinis dasar, seperti peringatan
aleri obat, sumber daya informasi obat dan diintegrasikan dengan aplikasi tambahan di
bidang farmasi.
Penerapan aplikasi eMAR ini tidak berdampak pada waktu yang dihabiskan
perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien seperti berkomunikasi dengan
pasien. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Munyisia (2014)
menyebutkan bahwa sistem eMAR ini tidak mengganggu waktu kerja perawat saat
memberikan perawatan langsung terhadap pasien karena eMAR ini tidak memakan
waktu yang lama. Dalam studi ini juga mengevaluasi dampak dari implementasi eMAR
pada keselamatan pasien, hal tersebut sejalan dengan studi lain yang dilakukan oleh
Oliver, dkk (2013) menyebutkan bahwa eMAR berdampak pada peningkatan
keselamatan pasien bahwa eMAR diimplementasikan dengan teknolgi yaitu seperti
sistem peresepan elektronik dan efeknya dapat diukur secara bersamaan.
Studi ini menyebutkan bahwa meskipun persentase kesalahan yang terdapat pada
implementasi e-MAR ini kecil, tetapi itu merupakan hal yang tetap perlu
dipertimbangkan. Hampir setengah kesalahan yang terjadi dalam penggunaan e-MAR ini
adalah terdapat pada sistem CPOE itu sendiri. Selain itu kesalahannya pun dapat berasal
dari dokter yang salah dalam memberikan resep dan perawat yang lupa untuk memeriksa
resep medis sebelum pengobatan diberikan kepada pasien. Maka dari itu, diperlukan
pengetahuan dan keterampilan khusus pada pengguna e-MAR untuk meminimalkan
kesalahan penggunaan Health IT (Magrabi et al, 2016).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fidya, dkk (2018) yang berjudul
“Peresepan Elektronik (E-Prescribing) dalam Menurunkan Kesalahan Penulisan Resep”,
menyebutkan bahwa prescribing atau peresepan merupakan salah satu kesalahan yang
terjadi dalam pemberian obat. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mencegah
medication error pada peresepan yaitu dengan penggunaan sistem electronic prescribing
(e-prescribing). E-Prescribing merupakan suatu sistem peresepan dengan menggunakan
perangkat lunak yang didesain untuk mempermudah dalam pelayanan peresepan obat
mulai dari tahap prescribing (penulisan resep), tahap transcribing (pembacaan resep
untuk proses dispensing), tahap dispensing (penyiapan hingga penyerahan resep oleh
petugas), tahap administration (proses penggunaan obat) dan proses monitoring.
Secara umum e-prescribing berperan dalam mencegah terjadinya medication error.
Medication error diartikan sebagai adanya kesalahan dalam pelayanan peresepan obat.
Medication error didefinisikan pula sebagai kegagalan dalam proses pengobatan yang
mengarah atau berpotensi mengakibatkan kerugian dan dapat membahayakan pasien
(Aronson, 2009). Upaya pencegahan terjadinya kejadian medication error dapat
dilakukan dengan intervensi komputerisasi, yaitu dengan penggunaan sistem e-
prescribing. Pada awalnya sistem ini bertujuan untuk mengurangi medication error
dengan meningkatkan kemudahan pembacaan resep dan mengurangi ketidaklengkapan
informasi yang ada didalam resep, namun saat ini banyak sistem e-prescribing yang
dilengkapi dengan medication error support, yaitu suatu sistem yang membantu dalam
pelayanan kesehatan dalam menghindari kejadian medication error dan adverse drug
events (Kannry, 2011).
Kesalahan penulisan resep adalah suatu dalam proses penulisan resep sehingga
dapat berpengaruh terhadap efektivitas dan waktu pengobatan dan meningkatkan risiko
jika dibandingkan dengan pengobatan pada umumnya (American Society of Hospital
Pharmacist, 2018). Oleh karena itu penggunaan e-prescribing diharapkan dapat
menggantikan resep manual, dimana e-prescribing ini mempunyai beberapa keunggulan
dibanding dengan peresepan manual, di antaranya dapat mencegah terjadinya risiko salah
membaca resep, dapat memberikan dosis obat yang tepat, input data lebih cepat, lebih
hemat dalam penggunaan kertas dan lebih praktis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan terhadap pasien rawat jalan untuk membandingkan prescribing errors pada
implementasi e-prescribing dan resep yang ditulis secara manual didapatkan hasil 4,3%
untuk kesalahan pada e-prescribing, sedangkan 11% untuk resep yang ditulis secara
manual (Gandhi et al, 2005).
Reckmann, dkk (2009) menyebutkan bahwa e-prescribing berperan cukup besar
dalam menurunkan prescribing errors. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Abramson dkk (2011) terhadap 17 dokter di klinik rawat jalan yang
menggunakan e-prescribing didapatkan hasil prescribing errors menurun dari 35,7%
menjadi 12,2% setelah satu satu tahun melakukan implementasi e-prescribing. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Surescripts dari tahun 2008 hingga 2010 didapatkan hasil
bahwa dengan penggunaan e-prescribing didapatkan peningkatan 10% dalam
pengambilan resep yang diambil dengan e-prescribing dibanding dengan resep tertulis.
Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Tan dkk (2009), lebih dari 85%
dokter merasa puas dengan deteksi kesalahan penulisan resep dengan menggunakan e-
prescribing karena dapat menerima alert untuk interaksi obat dan alergi obat pada
pasien.
Secara umum e-prescribing berperan dalam mencegah terjadinya medication error.
E-prescribing memiliki banyak manfaat dibandingkan dengan peresepan secara manual.
Adapun manfaat dari e-prescribing yaitu dapat meningkatkan keselamatan pasien,
peningkatan pemeliharaan obat dan penghematan biaya pasien, proses penyaluran data
secara otomatis, sedikit orang yang terlibat, kode obat diperiksa dari kode resep, dan
proses labeling dengan menggunakan barcode. Selain itu, penggunaan e-prescribing
dapat memberikan informasi tentang alergi obat-obatan pasien, efek dari obat yang
dikonsumsi oleh pasien, proses input data lebih cepat, dan lebih hemat dalam
penggunaan kertas dan lebih praktis (Fidya et al, 2018).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti Johariyah (2019) yang berjudul
“Pengaruh Pelatihan High Alert Medication Terhadap Kepatuhan Perawat Dalam
Penerapan Prinsip Benar Pemberian Obat Di RS PKU Muhammadiyah Gamping
Yogyakarta”, menyebutkan bahwa kesalahan pemberian obat merupakan insiden yang
banyak terjadi di institusi pelayan kesehatan. Hal tersebut terjadi karena human error
dari petugas kesehatan itu sendiri. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi hal tersebut
adalah dengan diadaknya pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kepatuhan perawat dalam memberikan obat berdasarkan prinsip benar
obat.
Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang yang profesional
terhadap suatu anjuran, prosedur, atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Ulum
dan Wulandari, 2013). Kepatuhan penerapan prinsip benar pemberian obat ini juga
merupakan bentuk tanggungjawab secara legal terhadap tindakan yang dilakukan sudah
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan yang akan dapat meminimalkan terjadi efek
samping atau kesalahan dalam memberikan obat (medication administration error).
High alert medicationmerupakan obat yang persentasinya tinggidalam menyebabkan
terjadinya kesalahan/medication error, beresiko menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan termasukjuga obat-obatan yang tampak mirip/ucapan mirip seperti Nama
Obat, Rupa Dan Ucapan Mirip/NORUM atau Look- Alike Sound -Alike / LASA
(Permenkes, 2017). Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan juga diperlukan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisipliner dalam pelayanan pasien, (Permenkes, 2017). Ketrampilan yang dimiliki
perawat akan berpengaruh pada kejadian medication error sebagaimana hasil penelitian
Budihardjo (2017), yaitu angka kejadian medication error diruangan dengan tingkat
ketrampilan perawat cukup lebih tinggi daripada ruangan dengan tingkat ketrampilan
perawat lebih baik.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa adanya pengaruh dari dilakukannya
pelatihan dalam peningkatan kepatuhan perawat tentang tatalaksana high alert
medication. Hasil peningkatan kepatuhan ini sejalan dengan Sofiani& Sundari (2016)
adanya perbedaan pengetahuan dan sikap dalam pelaksanaan peningkatan keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai yang mengungkapkan bahwa pelatihan memang dapat
meningkatkan kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan penerapan keselamatan
pasien dengan uji Paired Samples Test dengan nilaiSig. 0,000 (< 0,05). Hasil ini juga
sesuai dengan teori Lawrence Green (Purwoastuti dan Mulyani, 2015) tentang faktor
yang mempengaruhi kepatuhan yaitu salah satunya faktor predisposisi (predisposing
factor). Faktor predisposisi ini sendiri terdiri dari beberapa hal seperti pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai, dan sebagainya dan dengan adanya pelatihan, maka faktor
pengetahuan dan sikaplah yang diperkuat.
Selain hal-hal diatas, menurut Yanti dan Warsito (2013) ada beberapa faktor yang
juga mempengaruhi keberhasilan proses pelatihan dalam meningkatkan kepatuhan
perawat ini yaitu : faktor pelatih, faktor peserta, faktor metode pelatihan dan faktor
materi pelatihan. Agar proses pelatihan bisa berhasil peneliti berusaha untuk memenuhi
dari ke empat faktor tersebut. Selain itu menurut Natasia, Loekqijana & Kurniawan
(2014) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan SOP adalah motivasi dan persepsi. Motivasi
mempunyai hubungan yang kuat denga kinerja, bila motivasi meningkat maka kinerja
perawat juga akan meningkat, semakintinggi motivasi karyawan terhadap kinerjamaka
akan semakin maka akan semakin patuh perawat tersebut dalam pelaksanaan SOP.
Persepsi perawat terhadap pekerjaannya meliputi lingkungan kerja yang baik, anggota
kelompok atau tim yang kompak dalam melaksanakan pekerjaan, yang mendorong
perawat merasa tertantang dengan lingkungan pekerjaan saat ini. Oleh karena itu,
penerapan pelatihan itu sendiri sangat penting dilakukan guna meningkatkan kepatuhan
perawat dalam pelaksanaan penerapan prinsip benar pemberian high alert medication.
B. Implikasi Klinik
Penelitian yang dilakukan oleh Munyisia (2014) menyebutkan bahwa sistem eMAR
ini tidak mengganggu waktu kerja perawat saat memberikan perawatan langsung
terhadap pasien karena eMAR ini tidak memakan waktu yang lama. Dalam studi ini juga
mengevaluasi dampak dari implementasi eMAR pada keselamatan pasien, hal tersebut
sejalan dengan hal studi yang dilakukan oleh Oliver, dkk (2013) menyebutkan bahwa
eMAR berdampak pada peningkatan keselamatan pasien bahwa eMAR
diimplementasikan dengan teknolgi yaitu seperti sistem peresepan elektronik dan
efeknya dapat diukur secara bersamaan.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan eMAR
dapat meningkatkan keselamatan pada pasien
Penelitian yang dilakukan oleh Abramson dkk (2011) terhadap 17 dokter di klinik
rawat jalan yang menggunakan e-prescribing didapatkan hasil prescribing errors
menurun dari 35,7% menjadi 12,2% setelah satu satu tahun melakukan implementasi e-
prescribing.15 Penelitian lain yang dilakukan oleh Surescripts dari tahun 2008 hingga
2010 didapatkan hasil bahwa dengan penggunaan e-prescribing didapatkan peningkatan
10% dalam pengambilan resep yang diambil dengan e-prescribing dibanding dengan
resep tertulis.16 Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Tan dkk (2009), lebih
dari 85% dokter merasa puas dengan deteksi kesalahan penulisan resep dengan
menggunakan e-prescribing karena dapat menerima alert untuk interaksi obat dan alergi
obat pada pasien.
Berdasarkan hasil penelitian diatas disimpulkan bahwa penggunaan e-prescribing
dapat berperan cukup besar dalam menurunkan prescribing errors.
Hasil peningkatan kepatuhan ini sejalan dengan Sofiani & Sundari (2016) adanya
perbedaan pengetahuan dan sikap dalam pelaksanaan peningkatan keamanan obat-obat
yang perlu diwaspadai yang mengungkapkan bahwa pelatihan memang dapat
meningkatkan kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan penerapan keselamatan
pasien dengan uji Paired Samples Test dengan nilaiSig. 0,000 (< 0,05). Hasilnya bisa
terlihat bahwa setelah mengikuti pelatihan, ada peningkatan kepatuhan perawat dalam
melaksanakan prinsip benar pemberian obat,dari 6(35,5%) perawat menjadi 13(76,6 %)
perawat.
Berdasarkan hasil peneitian diatas disimpulkan bahwa pelatihan memang dapat
meningkatkan kepatuhan perawat dalam melaksanakan prinsip benar dalam pemberian
obat.
Dapus:
Turisco F, Rhoad J.2008. Equipped for efficiency: improving nursing care through
technology. California Health Care Foundation
Bigler L. 2012. E-prescribing benefits beyond achieving meaningful use. Drug Store News.
Aronson JK. 2009. Medication errors: definitions and classification. British Journal of
Clinical Pharmacology.
Kusumarini P, Dwiprahasto I, Wardani PE. 2011. Penerimaan dokter dan waktu tunggu pada
peresepan elektronik dibandingkan peresepan manual. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan.
Pratiwi PS, Lestari A. 2013. E-prescribing : studi kasus perancangan dan implementasi
sistem resep obat apotik klinik. Indonesian Jurnal on Computer Science-Speed (IJCSS)..
Simora, H. 2001, manajemen sumber daya manusia, YKPN, Bandung, hal. 342.
Martoyo,S. 1996, manajemen sumber daya manusia, BPFE, Yogyakarta, hal 55.
Notoadmojo, 2003. Promosi dan Kesehatan ilmu Perilaku . Rineka Cipta. Jakarta.
Yanti, I. R., & Warsito, B. E. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat ,Motivasi dan
Supervisi Dengan Kualitas dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan . Jurnal Manajemen
Keperawatan 1 (2), 107-114
Ulum, Muh. Miftahul., Wulandari, Ratna Dwi., (2013). Faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pendokumentasian asuhan keperawatan berdasarkan teori kepatuhan
milgram ; Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, vol. 1, No.3, Juli-Agustus 2013
Natasia, N., Loekqijana, A., & Kurniawati, J. (2014). Faktore yang mempengaruhi
kepatuhan pelaksanaan SOP Asuhan Keperawatan di ICU-ICCU RSUD Gambiran Kota
Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya vol.28,Suplemen no.1, 20-25.
Yanti, I. R., & Warsito, B. E. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat ,Motivasi dan
Supervisi Dengan Kualitas dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan . Jurnal
Manajemen Keperawatan 1 (2), 107-114.
Permenkes. (2017). Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta: Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 308.
Purwoastuti, T. E., & Walyani, E. S. (2015). Perilaku & Softskills Kesehatan : Panduan
Untuk Tenaga Kesehatan (Perawat dan Bidan}. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Sofiani, I., & Sundari, S. ( 2016). Efektifitas Pelatihan High Alert Medication Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Petugas di RS KIA PKU Muhammadiyah Kotagede.
Medicoeticoilegal dan Manajemen Rumah Sakit, Vol.5 No 2, 1-4.
Aronson JK. Medication errors: definitions and classification. British Journal of Clinical
Pharmacology. 2009;67:559-604.
Surescripts. Study: E-prescribing shown to improve outcomes and save healthcare system
billions of dollars [internet]. USA: Surescripts; 2012 [diperbarui tanggal 1 Februari
2012; disitasi tanggal 3 Desember 2018]. Tersedia dari: https:// surescripts.com/news-
center/press-releases/!content/212_eprescribing.
Reckmann MH, Westbrook JI, Koh Y, Lo C, Day RO. Does computerized provider order
entry reduce prescribing errors for hospital inpatiens? A systematic review. J Am Med
Inform Assoc. 2009;16:613-23.
Abramson EL, Malhotra S, Fischer K, Edwards A, Pfoh ER, Osorio SN, et al.
Transitioning between electronic health records: effects on ambulatory prescribing
safety. J Gen Intern Med. 2011;26(8):868-74.
Gandhi TK, Weingart SN, Seger AC, Borus J, Burdick E, Poon EG, et al. Outpatient
prescribing errors and the impact of computerized prescribing. J Gen Internmed.
2005;20:837-41.
E.N. Munyisia, P. Yu, D. Hailey, The effect of an electronic health record systemon
nursing staff time in a nursing home: a longitudinal cohort study, Australas.Med. J. 7
(7) (2014) 285–293.
K. Oliver, M. Raban, M. Baysari, J. Westbrook, Evidence briefings on inter-ventions to
improve medication safety: electronic medication administrationrecords, Aust. Comm.
Saf. Qual. Health Care 1 (5) (2013).
Magrabi F, Ong MS, Coiera E. Health IT for patient safety and improving the safety of
health IT. Stud Health Technol Inform. 2016;222:25‐36.
CASP
A. Effect of on Electronic Medication administration Record Application on Patient
Safety.
Respon
No Pertanyaan Fokus Dilaporkan Komentar
Ya Tidak
Section A: Apakah hasil studi nya valid?
1 Apakah studi Studi populasi Ya studi ini adalah yang
tersebut Intervensi yang pertama kali
menjelaskan diberikan mengisolasikan efek
masalahnya Kelompok dari aplikasi eMAR
secara focus? control/komparasi pada keselamatan
Hasil/ outcome pasien. Pendekatan ini
dibenarkan oleh fakta
bahwa eMAR sering
diimplementasikan
dengan teknologi lain,
seperti sistem
peresepan elektronik,
dan efeknya diukur
bersama.
Implementasi aplikasi
eMAR dikaitkan
dengan penurunan
yang signifikan pada
ME-MAR. Namun,
persentase ME-MARs
tidak terduga.
Perbedaan antara tarif
ME ‐ MAR dan yang
diprediksi oleh studi
percontohan dapat
dijelaskan dengan
metodologi berbeda
yang digunakan.
Intervensi Untuk
mengevaluasi efek dari
aplikasi catatan
administrasi obat
elektronik (eMAR) pada
tingkat kesalahan
pengobatan dalam
administrasi obat
rekaman (ME - MAR)
2 Apakah Bagaimana ini Ya Penelitian
pembagian pasien dilakukan quasiexperimental
ke dalam Apakah alokasi dilakukan sebelum
kelompok pasien dilakukan dan sesudah,
intervensi dan secara dilakukan di rumah
control dilakukan tersembunyidari sakit universitas yang
secara acak? peneliti dan mengimplementasikan
pasien aplikasi eMAR pada
Maret 2014.
Pengumpulan data
dilakukan pada bulan
April 2012 (sebelum)
dan Juni 2014
(setelah) oleh dua
apoteker. ME-MAR
dianalisis oleh staf
terlibat untuk
mengidentifikasi
penyebabnya. Kedua
apoteker secara
independen
mengklasifikasikan
ME-MAR. Di kasus
ketidaksepakatan, tim
peneliti memeriksa
ME-MAR dan
mengelompokkannya
berdasarkan
konsensus. Tiga
klasifikasi digunakan:
Taksonomi kesalahan
pengobatan klasik dan
2 taksonomi
kesalahan yang
disebabkan teknologi.
Kriteria Inklusi :
apoteker
3 Apakah semua Apakah Ya Penggunaan aplikasi
pasien dihentikan lebih eMAR secara
yang terlibat awal signifikan mengurangi
dalam penelitian Apakah pasien tingkat ME-MAR dan
dicatat dengan dianalisis dalam mereka
benar di kelompok untuk Resiko potensial.
kesimpulannya? yang mereka acak Penyebab utama ME ‐
MAR adalah
kegagalan untuk
mengikuti prosedur
kerja.