Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien berdasarkan JCI berkaitan dengan pemberian obat merupakah
salah satu bentuk pelayanan yang bertujuan agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat
dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu terjamin dan harga yang terjangkau untuk
untuk mendukung pelayanan yang bermutu serta memenuhi kebutuhan rumah sakit
dalam meningkatkan kualitas keselamatan pasien. Obat merupakan sediaan atau paduan
bahan – bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologis maupun patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyebuhan,
pemulihan, peningkatan Kesehatan dan kontrasepsi (Depkes RI, 2005).
Kasus keselamatan pasien (patient safety) didapatkan sebanyak satu dari 10 pasien
dirugikan saat menerima perawatan Kesehatan, sekitar 43 juta insiden keselamatan
pasein terjadi setiap tahun, masalah keselamatan pasien tertinggi disebabkan karena
kesalahan pengobatan, hampir 5% pasien rawat inap dirumah sakit mengalami kejadian
tidak diingikan terkait pemberian obat. Kesalahan dalam pelabelan, dosis yang salah,
mengabaikan untuk mengobati masalah yang ditunjukkan dengan tanda-tanda vital dan
kesalahan dokumentasi (WHO, 2016).
High Alert Medication merupakan obat dengan persentase tertinggi yang
menyebakan terjadinya kesalahan atau medication error, berisiko menyebabkan dampak
yang tidak diinginkan termasuk juga obat-obata yang memiliki kesamaan baik dalam
nama obat, bentuk obat, ataupun penyebutan obat yaitu LASA (Look A Like, Sound A
Like). Sehingga high alert medication memiliki risiko tinggi yang membahayakan pasien
apabila tidak digunakan secara tepat. Kepatuhan perawat profesional terhadap prosedur
atau peraturan harus ditaati dan dilakukan, agar pada saat pemberian obat secara aman
dapat terlaksana, seorang perawat harus menerapkan 6 prinsip benar dalam pemberian
obat yang meliputi : benar klien, benar obat, benar waktu pemberian, benar rute
pemberian, benar pendokumentasian, benar informasi mengenai obat. Kepatuhan
penerapan prinsip 6 benar pemberian obat ini juga merupakan bentuk tanggung jawab
secara legal terhadap tindakan yang dilakukan dan sudah sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan serta akan meminimalisir terjadinya efek samping atau kesalahan pemberian
obat atau medication administration error ( Lestari , 2016 ).
American Society of Hospital Phamacits (ASHP) mengelompokan tipe dari
kesalahan pengobatan atau medication error berdasarkan sistem penggunaan obat
(medication use system) yang dibedakan dalam beberapa tipe, salah satunya adalah
kesalahan penulisan resep (prescribing error). Kesalahan penulisan resep didefinisikan
sebagai kesalahan dalam pemilihan obat, kesalahan dosis obat , jumlah, indikasi, dan
kontaindikasi dari pengobatan hal ini bermakna secara klinis sehingga dapat berpengaruh
terhadap efektivitas dan waktu pengobatan dan meningkatkan risiko jika dibandingkan
dengan pengobatan pada umumnya. Pengaplikasi resep elektronik (e-prescribing) dapat
mempermudah dalam proses administrasi dan dapat mengetahui riawat penggunaan obat
oleh pasien sehingga akan mendukung keputusan serta penyediaan jejak audit untuk obat
– obatan yang digunakan, sehingga berperan dalam pengendalian peresepan obat yang
rasional. Aplikasi e– prescribing ini terdapat 8 tahap yakni pendaftaran (Sign On),
identifikasi pasien (identify the patient), melihat riwayat pasien (review current patient
data), memilah obat (select drug), memasukan obat (enter obat), memeriksa dan
mengidentifikasi resep (authoriez and sign), pengiriman resep ke faramasi (select
pharmachy print or send), melihat status resep dari farmasi (pharmacy review and
process).
Kesalahan pencatatan obat juga menjadi salah satu permasalahan yang dapat
berisiko tinggi mengancam keselamatan pasien, sehingga saat ini pengaplikasin
menggunakan tehnnology seperti komputerisasi menjadi salah satu pertimbangan dalam
bidang kesehatatan, seperti aplikasi eMAR yang berfungsi sebagai admisitation
pengobatan. Pengaplikasian eMAR (Electronic Medication Administration Records)
terintergrasi dalam Computerized Physician Order Entry (CPOE) dan Precriwin®
(Baxtrin®) yang dilengkapi oleh sistem keputusan dasar klinis (CDSS) seperti mencatat
adanya alergi obat, peringatan penggunaan obat, informasi kandungan obat, dan
diintergrasikan dengan aplikasi tambahan mengenai informasi di bidang farmasi. Hal ini
dapat meningkatkan kemajuan pemberian perawatan dan membantu peningkatan
informasi kesehatan dalam pengobatan pasien dengan adanya data-data medis pasien.
Aplikasi eMAR dikembangkan menggunakan evaluasi fungsi secara berkelanjutan dan
dilakukan baik pada saat pre-implementasi dan post-implementasi. Dimana dalam pre-
implementasi, perawat melakukan pencatatan pengobatan menggunakan media kertas,
dalam kasus MAR, setelah pengeluaran resep obat yang di buat secara elektronik, dokter
lalu mencetak catatan medis dan pendokumentasian administrasi obat yang dilakukan
oleh perawat, dan pada saat post-implementasi perawat menggunakan sistem elektronik
2
(eMAR) serta catatan kertas, dalam kasus MAR setelah resep dibuat perawat langsung
saat melakukan pendokumentasian pemberian obat selanjutnya aplikasi memberikan
tanda bahwa waktu pemberian obat untuk pasien sudah jatuh tempo. Sebelumnya dalam
tahap pengumpulan data, para peneliti meminta staf kesehatan yang terlibat untuk
menemukan penyebab kesalahan tersebut. Data lain termasuk unit rumah sakit,
karakteristik pasien (jenis kelamin dan usia), tanggal, shift, obat-obatan, zat aktif,
kelompok Anatomi Kimia Terapi (ATC), dosis, rute, waktu pemberian, dan deskripsi
terperinci tentang bagaimana kesalahan tersebut terjadi dan dampaknya pada pasien.
Sehingga dapat menjadi bahan evaluasi dalam penerapan eMAR tersebut apakah dapat
berjalan dengan baik atau tidak.
Hasil dari studi ini menyebutkan bahwa terdapat 5456 MARs yang diamati (2835
pada pra implementasi dan 2621 pada post implementasi). Dimana pada studi ini terdapat
dua fase kategori MAR diantaranya adalah dilihat dari klasifikasi Anatomi Kimia Terapi
(ACT) dan kelas pengobatan. Klasifikasi ACT ini terdiri dari: saluran pencernaan dan
metabolisme, darah, sistem kardiovaskular, sistem perkemihan, sistem muskuloskeletal,
sistem persyarafan dan lain sebagainya. Sedangkan pada kelas pengobatan terdiri dari:
kelas 1 (obat resiko rendah), kelas 2 (obat resiko sedang) dan kelas 3 (obat resiko tinggi).
Hasil dalam penelitian mengatakan, secara keseluruhan, tingkat ME – MAR menurun
dari 48.0% menjadi 36.9% di fase pre implementasi dan post implementasi ( p < . 05 ).
Sehingga hasilnya menunjukkan bahwa Penggunaan aplikasi eMAR secara signifikan
mengurangi tingkat kesalahan pencatatan administrasi obat dan potensi risikonya.
Penyebab utama ME - MAR adalah kegagalan untuk mengikuti prosedur kerja, dengan
demikian strategi baru harus dikembangkan untuk mengintegrasikan penggunaan aplikasi
eMAR ke dalam jadwal harian perawat untuk meningkatkan prosedur kerja.
Penelitian – penilitian diatas merujuk kepada bahan intervensi yang mana berfungsi
dalam peningkatan sasaran keselamatan pasien mengenai keamanan obat yang perlu
diwaspadai, sehingga dapat meminimalisir kesalahan penggunaan obat yang mengancam
peningkatan kasus keselamatan pasein (patient safety) guna meningkatkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif dan maksimal.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang dan fenomena yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah dalam literatur review (evidence based nursing) yaitu, bagaimana intervensi
yang dapat digunakan dalam peningkatan sasaran keselamatan pasien mengenai
keamanan obat yang perlu diwaspadai ?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
menginformasikan atau mengajurkan penggunaan intervensi yang dapat dilakukan
dalam peningkatan sasaran keselamatan pasien mengenai keamanan obat yang perlu
diwaspadai
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini yaitu :
a. Mengetahui pengaruh kepatuhan perawat dalam penerapan standar keselamatan
pasien (patient safety) mengenai keamanan obat yang perlu diwaspadai
b. Mendeskripsikan intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat dalam
meminimalisir permasalahan sistem pengobatan (medication error system).
c. Menganalisis pengaruh intervensi yang dapat dilakukan dalam peningkatan
sasaran keselamatan pasien mengenai keamanan obat yang perlu diwaspadai

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian yang dibahas dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan informasi dan referensi bagi tenaga kesehatan terutama perawat dalam
peningkatan sasaran keselamatan pasein mengenai keamanan obat yang perlu
diwapadai, agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan
maksimal.

4
BAB IV
HASIL ANALISA JURNAL

1. Intervensi 1 (Electronic Medication Administration Records)

”Effect Of An Electronic Medication Administration Record Application On Patient Safety”


No Author, Tahun, Sampel Teknik Analisa Data Hasil
Tempat
1. Noelia Vicente O, a. Penelitian ini dilakukan di a. Design penelitian ini adalah quasi-eksperimen a. Hasil dari studi ini menyebutkan
Teresa Gramage C. unit rawat inap dan bedah, dengan pre dan post implementasi. bahwa terdapat 5456 MARs yang
2017. Hospital di sebuah rumah sakit b. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit diamati (2835 pada pra
Universitario Ramon pendidikan di Spanyol. pendidikan, ruang rawat inap serta bedah yang implementasi dan 2621 pada post
Cajal, Spain. b. Dalam penelitian ini tidak menerapkan aplikasi eMAR, bekerja implementasi). Dimana pada studi
disebutkan berapa jumlah meggunakan CPOE dan memiliki lemari ini terdapat dau fase kategori
sampelnya. Namun, yang pengeluaran otomatis. Perangkat lunak CPOE MAR diantaranya adalah dilihat
terlibat dalam penelitian ini Precriwin® (Baxtrin®) dilengkapi dengan sistem dari klasifikasi Anatomi Kimia
adalah petugas kesehatan di keputusan dasar klinis (CDSS), seperti alergi Terapi (ACT) dan kelas
rumah sakit tersebut, terdiri obat dan peringatan penggunaan obat, pengobatan. Klasifikasi ACT ini
dari: dokter, perawat dan informasi kandungan obat, dan diintergrasikan terdiri dari: saluran pencernaan
apoteker. dengan aplikasi tambahan di bidang farmasi. dan metabolisme, darah, sistem
c. Catatan perawat dalam pre implementasi : kardiovaskular, sistem
Semua berbasis kertas, dalam kasus MAR, perkemihan, sistem
setelah pengeluaran resep obat yang di buat muskuloskeletal, sistem
secara elektronik, dokter lalu mencetak catatan persyarafan dan lain sebagainya.
medis dan pendokumentasian administrasi obat Sedangkan pada kelas pengobatan
yang dilakukan oleh perawat. terdiri dari: kelas 1 (obat resiko
d. Catatan perawat dalam post implementasi : rendah), kelas 2 (obat resiko
Catatan perawat dibuat menggunakan sistem sedang) dan kelas 3 (obat resiko
elektronik (eMAR) serta catatan kertas, dalam tinggi).
kasus MAR setelah resep dibuat perawat b. Hasil dalam penelitian
langsung melakukan pendokumentasian mengatakan, secara keseluruhan,
pemberian obat selanjutnya untuk memberikan tingkat ME – MAR menurun dari
tanda bahwa waktu pemberian obat untuk 48.0% menjadi 36.9% di fase pre
pasien sudah jatuh tempo. implementasi dan post
e. Sebelumnya dalam tahap pengumpulan data, implementasi ( p < . 05 )
para peneliti meminta staf kesehatan yang c. Penggunaan aplikasi eMAR
terlibat untuk menemukan penyebab kesalahan secara signifikan mengurangi
tersebut. Data lain termasuk unit rumah sakit, tingkat kesalahan pencatatan
karakteristik pasien (jenis kelamin dan usia), administrasi obat dan potensi
tanggal, shift, obat-obatan, zat aktif, kelompok risikonya. Penyebab utama ME -
Anatomi Kimia Terapi (ATC), dosis, rute, MAR adalah kegagalan untuk
waktu pemberian, dan deskripsi terperinci mengikuti prosedur kerja, dengan
tentang bagaimana kesalahan tersebut terjadi demikian strategi baru harus
dan dampaknya pada pasien. dikembangkan untuk
f. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan mengintegrasikan penggunaan
Chi-Square test dan Fisher’s Exact test. aplikasi eMAR ke dalam jadwal
harian perawat untuk
meningkatkan prosedur kerja.

2. Intervensi 2 (Electronic Prescribing)

6
“Peresepan Elektronik (E-Prescribing) Dalam Menurunkan Kesalahan Penulisan Resep”

No Author, Tahun, Sample Teknik Analisa Data Hasil


Tempat
2. Fidya Cahya Sabila, Studi ini Tidak ditemukan. Hasil dari penelitian ini yakni :
Rasmi Zakiah merupakan studi a. Tendensi kesalahan peresepan pada resep elektronik dan non-
Oktarlina, Nurul yang elektronik menunjukkan bahwa resep dokter junior mempunyai
Utami, 2018, menjelaskan tendensi kesalahan yang lebih besar dibanding resep yang di buat
Universitas Lampung. bagaimana oleh dokter senior.
penerapan b. Adapun manfaat dari implementasi e-prescribing yaitu:
peresepan 1) Keselamatan pasien dapat ditingkatkan melalui penggunaan e-
elektronik (E- prescribing dengan meningkatkan keterbacaan resep,
Prescribing) mengurangi waktu yang diperlukan untuk meresepkan obat dan
dilakukan. Oleh mengurangi kesalahan pemberian obat dan mengurangi efek
karena itu tidak samping obat.
terdapat populasi 2) Peningkatan pemeliharaan obat dan penghematan biaya pasien.
dan sampel 3) Proses penyaluran data secara otomatis masuk, sehingga tidak
dalam studi perlu mencatat.
tersebut. 4) Sistem otomatis dengan sedikit orang yang terlibat.
5) Kode obat diperiksa dari kode resep.
6) Labeling dengan barcode
c. Terdapat beberapa tahapan dalam pembuatan e-prescribing yaitu
diantaranya:
1) Pendaftaran/ sign on
Pada tahapan ini, dokter, apoteker dan staff kesehatan lainnya
memiliki wewenang dalam menggunakan user. Tipe autentikasi
data yang digunakan hanyalah username dan password.
2) Indentifikasi pasien
Pada tahapan ini, dokter memasukan data lengkap pasien ke
dalam sistem peresepan elektronik seperti (first name, last

7
name, date of birth, zip code).
3) Melihat riwayat pasien
Terdapat tiga hal yang dilakukan pada tahap ini:
a) Memperbaharui riwayat pengobatan pasien.
b) Mengoreksi kembali riwayat kesehatan pasien dengan
melihat kembali riwayat penyakit sebelumnya.
c) Mencocokkan dengan beberapa sumber riwayat pasien.
4) Melihat obat
Dokter akan membuat resep dengan memilih obat dan
menentukan dosis obat yang sesuai berdasarkan diagnosis
penyakit dan riwayat penyakit yang telah diketahui dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik atau pemeriksaan
laboratorium.
5) Memasukkan obat
Pada tahap ini, dokter dapat memberikan alternatif obat dengan
dosis yang disesuaikan apabila obat yang dipilih tidak tersedia
di apotek.
6) Memeriksa dan mengidentifikasi resep
Setelah semua obat yang dipilih dibuatkan resep, pada tahap ini
dokter akan mengirimkan resep tersebut ke pihak apotek.
7) Memilih farmasi
Dokter mengirimkan resep yang sudah diinputkan ke apotek
agar obat yang sudah tertera dalam resep dapat segera diproses.
8) Melihat status resep dari farmasi
Pada tahap ini apotek akan melihat resep yang dikirim dokter
dengan membuka user, lalu memproses obatnya dan
selanjutnya diberikan kepada pasien.

8
3. Intervensi 3 (Penelitian High Alert Medications)

”Pengaruh Pelatihan High Alert Medications Terhadap Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Prinsip Benar Pemberian Obat Di
RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta”

No Author, Tahun, Sampel Teknik Analisa Data Hasil


Tempat
3. Irni Sofiani1 , Sri Sundari, 2016, a. Populasi dalam a. Data dikumpulkan Hasil dari penelitian ini adalah:
Universitas Muhamadiyah penelitian ini adalah melalui observasi, a. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa
Yogyakarta petugas kesehatan wawancara dan studi pelatihan membuat perubahan terhadap
rumah sakit dokumen. pengetahuan dan sikap terhadap sasaran
sebanyak 90 orang. b. Jenis penelitian adalah keselamatan pasien tentang peningkatan
b. Sampel penelitian deskriptif keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai.
ini sebanyak 16 menggunakan jenis b. Sebelum diberikan pelatihan, petugas belum
orang dengan penelitian campuran memahami standar SKP III yang harus
rincian: (mixed methodology) dilaksanakan dan komitmen yang rendah pada
Dokter: 5 orang dengan kuasi beberapa petugas, sehingga pelatihan perlu
Apoteker: 2 orang eksperimen. diadakan rutin dan pimpinan harus
Asisten Farmasi: 3 menunjukkan komitmen tinggi dan berupaya
orang membangun budaya patient safety, selalu
Bidan: 2 orang membangun semangat dan motivasi petugas.
Perawat: 4 orang. c. Setelah dilakukan pelatihan, pada tahapan
c. Teknik pengambilan membuat dokumen kebijakan/ prosedur, tingkat
sample adalah pemahaman masing-masing individu dalam
dengan purposive melaksanakan prosedur tiap petugas berbeda
sampling. sehingga dapat menyebabkan kesulitan
interpretasi untuk menjabarkannya ke dalam
panduan, maka rumah sakit perlu melakukan
studi banding, bimbingan ahli, tukar informasi
dan pengalaman dalam pelaksanaan High Alert
Medication.

9
DAFTAR PUSTAKA

Fuller, A., Guirguis, L. M., Sadowski, C. A., & Makowsky, M. J. (2018). Electronic
Medication Administration Records in Long-Term Care Facilities: A Scoping
Review. Journal of the American Geriatrics Society, 66(7), 1428–1436.
https://doi.org/10.1111/jgs.15384

A. M., Martín-Aragón Álvarez, S., Bermejo Vicedo, T., & Delgado Silveira, E.
(2017). Effect of an electronic medication administration record application on patient
safety. Journal of evaluation in clinical practice, 23(4), 888–894.
https://doi.org/10.1111/jep.12753

Qian, S., Yu, P., & Hailey, D. M. (2015). The impact of electronic medication
administration records in a residential aged care home. International journal of medical
informatics, 84(11), 966–973. https://doi.org/10.1016/j.ijmedinf.2015.08.002

Sabila, F. C., Oktarlina, R. Z., & Utami, N. (2018). Peresepan Elektronik (E-
Prescribing) Dalam Menurunkan Kesalahan Penulisan Resep. Jurnal Majority, 7(3), 271-275.

Johariyah, S. (2019). PENGARUH PELATIHAN HIGH ALERT MEDICATION


TERHADAP KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PRINSIP BENAR
PEMBERIAN OBAT DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta).

Anda mungkin juga menyukai