Anda di halaman 1dari 4

HUKUM PERIZINAN

OMNIBUS LAW CIPTA KERJA

AZHARI RAMADHAN 1710112034

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan,
perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan
ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi.

Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan asas:

a. pemerataan hak;
b. kepastian hukum;
c. kemudahan berusaha;
d. kebersamaan; dan
e. kemandirian.

Undang-Undang ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menciptakan


lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas
penghidupan yang layak melalui kemudahan dan perlindungan UMK-M serta
perkoperasian, peningkatan ekosistem investasi, kemudahan berusaha, peningkatan
perlindungan dan kesejahteraan pekerja, investasi Pemerintah Pusat dan percepatan
proyek strategis nasional.1

Beberapa poin yang mengkhawatirkan dalam draf RUU Cipta Kerja, seperti
izin lingkungan hilang, berganti perizinan usaha, ada pelemahan beberapa pasal
sanksi hukum, sampai unsur strict liability pun dihapus. Hak partisipasi publik melalui
jalur peradilan seperti tercantum dalam Pasal 93 UU PPLH untuk mengoreksi atau
menguji izin lingkungan dan atau izin usaha melalui peradilan administrasi (PTUN)
tak ada lagi.

Dalam RUU Cipta Kerja, seluruh kewenangan perlindungan pengelolaan


lingkungan hidup jadi kewenangan pemerintah pusat dan penghapusan kewenangan
pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota dihilangkan. 2

1
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 3
2
 Lusia Arumingtyas dan Sapariah Saturi, “Horor RUU Cipta Kerja, dari Izin Lingkungan Hilang sampai Lemahkan
Sanksi Hukum”, diakses dari https://www.mongabay.co.id/2020/02/14/horor-ruu-cipta-kerja-dari-izin-
lingkungan-hilang-sampai-lemahkan-sanksi-hukum/, pada tanggal 30 April 2020 pukul 09:42
Jenis Perizinan Menurut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dibagi
berdasarkan resikonya, yaitu:

a. Kegiatan Usaha dengan Resiko Tinggi (Menggunakan Perizinan)


b. Kegiatan Usaha dengan Resiko Menengah (menggunakan standarisasi)
c. Kegiatan Usaha dengan Resiko Rendah ( Menggunakan Pendaftaran)

Untuk usah kecil menengah hanya memerlukan pendaftaran saja. M. Mahfud


MD mengatakan Rancangan Undang-Undang Cipta kerja ini hanya sebagian kecil
terkait investasi, lebih luas tujuannya untuk mempermudah prosedur berinvestasi
(terkait perizinan berusaha).

Kewenangan Pemberian Izin menurut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja


dipegang oleh :

a. Presiden;
b. Menteri;
c. Pimpinn Lembaga;
d. Gubernur;
e. Bupati/Walikota.

Presiden Memiliki kewenanga tambahan yakni kewenangan untuk mencabut


Peraturan Daerah (Perda), apabila tidak sesuai atau tidak sejalan.

Dengan semangat pemenuhan hak konstitusional warga negara mendapatkan


pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pemerintah Indonesia bermaksud untuk
meningkatkan jumlah kesempatan kerja di Indonesia. Untuk mencapai tujuan
tersebut, Pemerintah berusaha untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia
dengan cara mengubah pengaturan yang terkait di berbagai Undang-Undang
melalui Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law). Sayangnya,
semangat perbaikan iklim investasi tersebut seperti tidak diimbangi dengan
semangat peningkatan perlindungan tenaga kerja Indonesia itu sendiri. Hal ini
tampak dari berbagai ketentuan ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang
(RUU) Cipta Kerja yang cenderung lebih merugikan dibanding sebelumnya.
Salah satu aspek dari ketentuan yang merugikan tersebut adalah aspek
pemutusan hubungan kerja (PHK). Saat ini, Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) mewajibkan pemberi kerja
untuk mendapatkan penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial jika
perundingan pemberi kerja dan pekerja tidak menghasilkan titik temu terkait PHK
yang bersangkutan. Penetapan tersebut tidak dibutuhkan jika pekerja masih dalam
masa percobaan, mengundurkan diri atas kemauan sendiri, mencapai usia pensiun,
atau meninggal dunia.

Jika disahkan, RUU Cipta Kerja memperbolehkan pemberi kerja untuk


melakukan PHK berdasarkan kesepakatan dengan pekerja, kecuali untuk alasan
tertentu. Lingkup alasan tersebut pun lebih luas dibandingkan lingkup pengecualian
penetapan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, di mana pemberi kerja akan
diperbolehkan untuk secara sepihak melakukan PHK jika perusahaan tutup karena
keadaan memaksa atau dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.

Lebih lanjut, RUU Cipta Kerja juga memungkinkan pemberi kerja untuk
melakukan PHK jika perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran
3
utang. Alasan PHK ini tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Selain karena kelonggaran ketentuan terkait PHK, RUU Cipta Kerja juga dapat
merugikan tenaga kerja Indonesia dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu
(PKWT). Pasalnya, RUU Cipta Kerja tidak lagi membatasi jangka waktu PKWT seperti
UU Ketenagakerjaan membatasi keberlakuannya untuk paling lama dua tahun,
dengan kemungkinan perpanjangan satu tahun.

3
Tim Hukum Online, “RUU Cipta Kerja: Untuk Kepentingan Siapa” diakses dari
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e4fdfbb4ff5a/ruu-cipta-kerja--untuk-kepentingan-siapa/, pada
tanggal 30 April 2020 Pukul 10:00

Anda mungkin juga menyukai