Anda di halaman 1dari 15

Ringkasan penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang penelitian, tujuan dan

tahapan metode penelitian, luaran yang ditargetkan, serta uraian TKT penelitian yang
diusulkan.
RINGKASAN
Kopi merupakan komoditas utama di Indonesia. Indonesia menempati urutan ke 4 dunia
sebagai negara pengekspor. Produksi kopi pada beberapa tahun terakhir mengalami penurunan
yang signifikan. Salah satu penyebab penurunan produksi ini yaitu adanya aktivitas menggerek
dari hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.). Selama ini usaha yang digunakan
untuk mengendalikan hama tersebut yaitu menggunakan insektisida kimia. H. hampei
mempunyai ukuran yang relatif kecil dan seluruh siklus hidup H. hampei dari telur, larva, hingga
dewasa berada di dalam biji kopi. Hal ini menyebabkan sulitnya pengendalian yang dioakukan
karea H. hampei berada hanya di dalam biji kopi, sehingga hampir tidak dapat dijangkau oleh
insektisida. Selain itu H. hampei memiliki kemampuan adapatasi dan toleransi yang tinggi
terhadap kondisi lingkungan dalam biji kopi. Selanjutnya akan berdampak pada pemakaian
insektisida yang berlebeih disemprotkan ke biji kopi itu sendiri. Kemampuan adapatasi yang
tinggi ini disebabkan adanya bakteri endosimbion yang membantu pencernaan H. hampei.
Bakteri endosimbion akan membantu memecah selulosa biji kopi yang diperlukan sebagai
sumber energi (karbohidrat) dalam tubuh H. hampei. Komponen utama dalam biji kopi adalah
selulosa hingga 30-45%. Selain selulosa juga terdapat polimer karbohidrat dalam biji dan kulit
kopi yaitu pektin hingga 6-8%. Selama ini penelitian riset dasar mengenai bakteri endosimbion
yang terdapat pada sistem pencernaan H. hampei belum banyak dilakukan. Pada tahapan awal
tujuan dari penelirian riset dasar ini adalah melakukan skrining dan identifikasi bakteri selulolitik
dan pektinolitik endosimbion pada H. hampei sehingga dengan didapatkannya bakteri
endosimbion tersebut maka pengendalian hama tersebut akan lebih mudah dan efektif melalui
mekanisme penggangguan aktivitas banteri selulolitik dan pektinolitik endosimbion tersebut.
terganggunya aktivitas selulolitik dan pektinolitik secara langsung juga akan mengganggu
aktivitas metabolisme pencernaan H. hampei. Pada tahapan awal penelitian sebagai target adalah
identifikasi bakteri endosimbion tersebut akan dilakukan secara makroskopis, mikroskopis, dan
molekuler. Produksi enzim selulsae dan pektinase dari bakteri terpilih dilakukan mulai dari
optimasi, karakterisasi, serta purifikasi. Purifikasi yang dilakukan secara bertahap melalui anion
exchanger chromatography, hydrophobic interaction chromatography, size exclusion
chromatography, serta dilakukan analisis mproduk hasil aktivitas enzim menggunakan Thin
layer chromatography dan elektroforesis untuk menganalisis berat molekul.

Kata kunci maksimal 5 kata


Selulolitik, pektinolitik, endosimbion, Hypothenemus hampei Ferr., purifikasi

Latar belakang penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang dan permasalahan
yang akan diteliti, tujuan khusus, dan urgensi penelitian. Pada bagian ini perlu dijelaskan
uraian tentang spesifikasi khusus terkait dengan skema.
LATAR BELAKANG
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas perkebunan utama di Indonesia.
Produksi kopi di Indonesia sekitar 6.6% produksi di dunia sehingga menyebabkan Indonesia
sebagai negara penghasil kopi terbesar ketiga [1]. Namun beberapa tahun terakhir (2013-2018)
produksi kopi di Indonesia relatif terus mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan yang
signifikan ini menyebabkan turunya posisi Indonesia sebagai produsen kopi ketiga di dunia
menjadi posisi keempat di dunia [2]. Salah satu penyebab penurunan produksi kopi di Indonesia
yaitu adanya aktifitas dari hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)
H. hampei merupakan kelompok kumbang kayu yang menjadi hama utama tanaman kopi.
H. hampei betina dewasa memiliki kemampuan untuk menggerek biji kopi untuk selanjutnya
digunakan sebagai media untuk meletakkan telurnya di dalam endosperma buah kopi. Larva H.
hampei akan tetap berada di dalam biji kopi dan memakan biji kopi tersebut. Aktivitas makan
dari larva H. hampei inilah yang menyebabkan rontoknya buah kopi dan penurunan kualitas dan
kuantitas buah kopi hingga 40 % [3]. Siklus hidup dari H. hampei lebih dominan berada di dalam
biji kopi walaupun pada buah kopi mengandung kadar kafein, polifenol dan tannin tinggi yang
bersifat toksik terhadap kebanyakan serangga sehingga menyebabkan sulitnya penanganan hama
tersebut [4;6;7;3].
Selama ini, usaha yang telah dilakukan untuk mengendalikan H. hampei dikalangan petani
yaitu menggunakan insektisida kimia. Penggunaan insektisida kimia dapat menimbulkan
beberapa permasalahan mulai dari munculnya resistensi dan resurgensi serangga hama hingga
ancaman terhadap kesahatan manusia. Salah satu alternatif pengganti insektisida kimia yang
telah digunakan dalam pengendalian H. hampei yaitu penggunakan insektisida botani.
Penggunakan insektisida botani lebih ramah lingkungan, namun hasil dari aplikasinya relatif
lebih lama, sehingga masih menjadi permasalahan dikalangan petani. Oleb sebab itu perlu
adanya usaha lain dalam pengendalian H. hampei seluruh siklus hidupnya terjadi pada biji kopi.
Siklus hidup H. hampei yang dominan pada biji kopi dengan kandungan kafein tinggi
menunjukkan bahwa serangga ini memiliki kemampuan adaptasi dan toleransi tinggi terhadap
kondisi lingkungan pada biji kopi. Kemampuan ini disebabkan karena adanya bakteri
endosimbion pada saluran pencernaan H. hampei. Bakteri endosimbion pada serangga berfungsi
untuk membantu menyediakan nutrisi, meningkatkan toleransi terhadap lingkungan dan
resistensi terhadap serangga [8]. Salah satu bakteri endosimbion yang terdapat pada H. hampei
yaitu bakteri pendegradasi kafein. Selain bakteri endosimbion yang membantu untuk
mendegradasi kafein, tentulah serangga H. hampei juga memerlukan sumber karbon sederhana
untuk metabolismenya. Sumber karbon sederhana dapat diperoleh dengan memecah substrat
polisakarida komplek menjadi monomer sederhana yang bisa diserap oleh serangga tersebut.
Pada biji kopi, terdapat kandungan C yang cukup tinggi yang berasal dari polisakarida seperti
selulosa dan pektin. Kandungan selulosa pada biji kopi robusta sebesar 32-42%, sedangkan pada
biji kopi arabika sebesar 41-43% [9], sedangkan pektin pada kopi sebesar 2 %.
Penelitian mengenai bakteri endosimbion penghasil selulase dan pektinase pada saluran
pencernaan H. hampei selama ini masih belum pernah dilakukan. Penelitian ini nantinya akan
sangat beguna sebagai kajian untuk strategi penanganan hama penggerek buah kopi dengan
menghambat pertumbuhan bakteri selulolitik dan pektinolitik sekaligus sebagai penelitian yang
berpotensi mendapatkan isolat bakteri selulolitik dan pektinolitik yang memiliki toleransi tinggi
terhadap lingkungan khususnya kafein, tannin dan polifenol.

Tinjauan pustaka tidak lebih dari 1000 kata dengan mengemukakan state of the art dan peta
jalan (road map) dalam bidang yang diteliti. Bagan dan road map dibuat dalam bentuk
JPG/PNG yang kemudian disisipkan dalam isian ini. Sumber pustaka/referensi primer yang
relevan dan dengan mengutamakan hasil penelitian pada jurnal ilmiah dan/atau paten yang
terkini. Disarankan penggunaan sumber pustaka 10 tahun terakhir.
TINJAUAN PUSTAKA
Telah dijelaskan dalam pendahuluan bahwa H. hampei merupakan serangga hama kopi yang
membahayakan dan dapat menurunkan produktivitas kopi secara signifikan. Hal ini juga telah
didukung dari hasil beberapa penelitian mengenai H. hampei yang telah dilakukan 10 tahun
terakhir seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Namun demikian informasi dan hasil penelitian
berkaitan dengan proses pengendalian melalui jalur metabolisme dan pencernaan H. hampei
belumlah ditemukan. Sehingga dalam usulan melalui tesis magister ini akan diteliti mengenai
bakteri yang bersimbiosis dalam saluran pencernaan H. hampei yang mana bakteri tersebut
bersinergi dan membantu dalam proses pencernaan dalam metabolisme H. hampei. Sehingga
dalam penelitian ini akan difokuskan skrining dan identifikasi bakteri selulolitik dan pektinolitik

endosimbion pada pencernaan H. Hampei seperti yang telah dirumuskan pada roadmap peneliti
mengenai hama H. hampei berikut.

Gambar 1. Road penelitian pengendalian hama kopi H. hampei

Tabel 1. Beberapa publikasi penelitian pengendalian hama kopi Hypothenemus hampei

PENELITIAN HASIL PENELITIAN REFERENSI

The Coffee Berry Borer Perangkap red brocap yang berisi 1:1 atau 3:1 rasio metanol : [10]
(Hypothenemus hampei) Invades etanol, dengan hercon vaportapes sebagai agen pembunuh,
Hawaii: Preliminary Investigation dapat menangkap ratusan hingga ribuan hama penggerek buah
on Trap Response and Alternate kopi betina per hari di perkebunan kopi Kona. Hama
Host penggerek buah kopi hanya ditemukan dalam jumlah sangat
sedikit pada biji tanaman lain di lokase namun tidak terjadi
proses makan atau reproduksi
Keefektifan insektisida Insektisida cyantranilikprole 10% (1000-2000 ml/ha) yang [11]
cyantraniliprole terhadap hama diaplikasikan 2 kali dalam 1 bulan lebih efektif dalam menekan
penggerek buah kopi serangan maupun populasi hama PBKo (penggerek buah kopi).
(Hypothenemus hampei) pada kopi Namun dengan interval 2 kali aplikasi dalam sebulan masih
arabika menyebabkan peningkatan hama PBKo sebelum masa panen.
Effect of few Commercial Neem- Efek aplikasi produk mimba di lapangan dalam mengontrol H. [12]
Based Insecticide in the hampei masih kecil dibandingkan uji coba dalam skala
Management of Coffee Berry laboratorium. Uji coba skala lapangan menunjukkan bahwa
Borer, Hypothenemus hampei minyak mimba memiliki efek berupa repellent terhadap H.
Ferrari (Coleoptera: hampei.
PENELITIAN HASIL PENELITIAN REFERENSI

Curculionidae)
Hubungan persentase serangan Kepadatan populasi H. hampei pada buah kopi berwarna merah [13]
dengan estimasi kehilangan hasil memiliki hubungan yang signifikan terhadap persentase
akibat serangan hama penggerek kehilangan hasil buah kopi merah, tetapi persentase serangan
buah kopi Hypothenemus hampei tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepadatan
Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) di populasi dan persentase kehilangan hasil.
Kabupaten Simalungun
Efficacy of plant esential oils Minyak esensial dari Thymus vulgaris, Aloysia sp., Ruta [14]
agains two major insect pest of chalepensis, Chenopodium ambrosioides, dan Cymbopogon
coffee (Coffee berry borer, nardus menyebabkan kematian H. hampei sekitar 80%-90%
Hypothenemus hampei, and dalam skala laboratorium.
antestia bug, Antestiopsis intricata)
and maize weevil, Sitophilus
zemais
Studies on the effect of tobacco Perendaman H. hampei dalam air hangat selama 1 menit dan [15]
extract and hot and cold water air dingin selama 48 jam dapat membunuh semua fase hama
immersion on the coffee berry penggerek buah kopi tersebut, namun ekstrak tembakau tidak
borer Hypothenemus hampei efektif dalam pengendalian hama baik dalam skala
(Ferrari) (Coleoptera: laboratorium dan skala lapangan.
Curculionidae)
Ants defemd coffee from berry pada percobaan di lapangan diketahui 6 dari 8 spesies semut [16]
borer colonization yang digunakan dapat mengurangi kolonisasi buah kopi oleh
H. hampei. Namun aktivitas semut tidak berhubungan dnegan
jumlah buah kopi yang tergerek.
Chemical composition and Minyak esensial dari A. pubescens dapat membunuh H. [17]
insecticidal activity of Aellanthus hampei seperti insektisida konvensional dengan efek racun
pubescens essential oil against kontak dan fumigan. Namun minyak esensial A. pubescens
coffee berry borer (Hypothenemus tidak dapat menyebabkan kematian 100% H. hampei.
hampei Ferrari) (Coleoptera:
Scolytidae)
Evaluation of Beauveria bassiana B. bassiana dapat menurunkan populasi H. hampei di dalam [18]
(Ascomycota: Hypocreales) as a buah yang baru digerek pada pohon sebesar 55-65%. B.
control of the coffee berry borer bassiana secara siginfikan menurunkan populasi H. hampei
Hypothenemus hampei yang muncul dari biji kopi yang berjatuhan, terinfeksi, dan
(Coleoptera: Curculionidae: mengurangi keturunan H. hampei selanjutnya.
Scolytinae) emerging from fallen,
infested coffee berries on the
ground
Mycobiota associated with the Terdapat keragaman jamur yang tinggi yang berasosiasi [19]
coffee berry borer (Hypothenemus dengan H. hampei dan kebanyakan spesies didapatkan dari
hampei) in Mexico kutikula H. hampei. Fusarium, Penicillium, Candida, dan
Aspergilus termasuk genus yang dominan yang ditemukan.
Gut microbiota mediate caffeine Salah satu bakteri yang dapat menggunakan kafein sebai [4]
detocification in the primary insect sumber karbon dan protein tunggal pada pencernaan H. hampei
pest of coffee yaitu dari genus Pseudomonas.
High diversity and variability in Mikroba pada H. hampei beragam dan didominasi oleh genus [5]
the bacterial microbiota of the Pseudomonas. Wolbachia merupakan satu-satunya
coffee berry borer (Coleoptera: endosimbion yang terdeteksi dengan kemampuannya
Curculionidae), with emphasis on memanipulasi reproduksi inangnya.
Wolbachia
α-Amylase inhibitor-1 gene from Gen inhibitor α-Amylase yang ditransformasikan pada biji kopi [20]
Phaseolus vulgaris expressed in arabika dapat menghambat aktivitas enzim α-Amylase di hama
Coffea arabica plants inhibits α- penggerek buah kopi hingga 88%
PENELITIAN HASIL PENELITIAN REFERENSI

amylases from the coffee berry


borer pest

H. hampei termasuk ke dalam famili Scolytidae dan ordo Coleoptera.Ciri-ciri dari H.


hampei yaitu memiliki ukuran tubuh yang kecil dengan warna tubuh hitam dan bagian
prothoraxnya kemerahan. Kepala dari H. hampei ini berbentuk segitiga yang ditutupi oleh
rambut-rambut halus, sedangkan badan dari H. hampei ini berbentuk bulat [21]. Terdapat
perbedaan ukuran tubuh pada H. hampei betina dan jantan yaitu pada serangga betina ukuran
tubuhnya lebih panjang (2.5 mm) dibandingkan dengan serangga jantan (1.6 mm) (Gambar 2)

[22]. Pada kepala H. hampei terdapat antena dengan panjang 0.4 mm dan kepala dari H. hampei
ini tidak terlihat dari atas (dorsal) karena teretutupi oleh pronotum [23].

Gambar 2 Imago H. hampei (a) betina tampak lateral (b) betina tampak dorsal dan (c) jantan tampak
lateral [24, hal 431]

Siklus hidup dari H. hampei lebih banyak terjadi di dalam biji kopi. Serangga betina yang
telah berkopulasi akan menggerek buah kopi dengan membuat lubang gerekan di permukaan
kulit luar buah kopi (mesokarp) pada bagian ujung buah. Serangga betina akan meletakkan
telurnya di dalam biji kopi [25]. H. hampei betina mampu menggerek 5-6 buah kopi dengan
waktu 4-8 jam, setelah itu H. hampei akan melakukan oviposisi kembali. Hal ini dikarenakan H.
hampei betina memiliki sayap sehingga mampu terbang dari buah kopi satu ke buah kopi
lainnya, serta H. hampei betina memiliki spermatecha yang dapat menyimpan sperma hingga
ovum dibuahi [24; 23].
Setiap serangga betina memiliki periode oviposisi hingga 40 hari dan mampu bertelur
rata-rata sebanyak 56 telur [24], namun ada beberapa serangga mampu bertelur hingga 119 telur
[25]. Telur yang diletakkan dalam biji kopi oleh H. hampei betina akan menetas setelah 4-9 hari
yang kemudian menjadi larva [21]. Larva dari H. hampei lama stadium berkisar antara 10-26 hari
[26]. Larva berkembang menjadi pupa dengan masa prapupa 2 hari dan pupa 4-9 hari. Waktu
yang dibutuhkan H. hampei untuk berkembang dari telur hingga menjadi dewasa berkisar antara
20-36 hari. Rata-rata lama hidup dari H, hampei betina lebih lama yaitu 115 hari dibandingkan
H. hampei jantan yaitu 103 hari 27].
Pada umumnya H. hampei menyerang buah dengan endosperma yang telah mengeras,
namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak
digerek hanya untuk mendapatkan makanan, sedangkan buah yang bijinya telah mengeras selain
untuk mendapatkan makan juga untuk tempat peletakan telur. Hal ini menyebabkan buah tidak
berkembang, warna buah dari hijau berubah menjadi kuning kemerahan dan gugur serta
penurunan mutu kopi karena biji berlubang [28]. Serangga betina H. hampei menyebabkan 2
kerusakan yaitu menyebabkan gugurnya buah muda dan penurunan kualitas serta kuantitas kopi
dikarenakan aktivitas makan larva di dalam biji kopi (Gambar 3) [6].

Gambar 3 Kerusakan biji kopi akibat aktivitas makan H. hampei (24, hal. 436)

Aktivitas makan dari H. hampei sangat dipengaruhi oleh sistem pencernaannya. Saluran
pencernaan pada H. hampei sama dengan saluran pencernaan pada serangga umumnya yaitu
terdiri dari 3 bagian utama yaitu foregut, midgut, dan hindgut. Panjang dari dari saluran
pencernaan seluruhnya pada H. hampei betina dewasa berbeda pada 3 bagian. Panjang foregut
yaitu 16%, midgut 44%, dan hingut 40% dari panjang saluran seluruhnya [29; 30] Interaksi
simbiosis pada kelompok kumbang kulit kayu termasuk H. hampei banyak terjadi. Interaksi ini
dapat membantu untuk bertahan pada fluktuasi cuaca, sumber daya, dan predator. Semua
kelompok kumbang kulit kayu memiliki simbion mikroba pada ususnya. Mikroba ini meliputi
jamur, bakteri, virus dan alga. Komunitas bakteri pencernaan pada serangga ini relatif rendah
dibandingkan invertebrata lainnya. Bakteri ini berperan penting pada perkembangan serangga,
dan beberapa spesies bakteri memiliki aktivitas selulolitik, dapat memfiksasi nitrogen,
menyediakan nutrisi penting bagi serangga, memproduksi feromon, atau mempengaruhi
pertumbuhan jamur [24].
Mikroba yang ditemukan pada usus H. hampei termasuk ke dalam ordo Pseduomonadales,
Enterobacteriales, Turicibacteriales, Rhizobiales, Alteromonadales, Actinomycetales dengan
kelompok Pseudomonales yang paling banyak ditemukan [4]. Beberapa jenis bakteri simbion
yang berperan pada sistem pencernaan H. hampei yaitu bakteri selulolitik dan pektinolitik.
Beberapa jenis bakteri selulolitik yang telah ditemukan pada saluran pencernaan pada
Dencroctonus sp. Dendroctonus sp. (Coleoptera: Curculinidae) termasuk ke dalam kelompok
kumbang kulit kayu yang berperan sebagai hama pada tanaman pinus [31; 32]. Keanekaraman
spesies mikroba di usus D. valens termasuk rendah, yaitu antara 6 dan 17 spesies bakteri.
Komunitas bakteri yang berasosiasi dengan larva dan imago serangga ini didominasi oleh genus
Lactococcus, Acinetobacter, Pantoea, Rahnella, Stenotrophomonas, Erwinia, Enterobacter,
Serratia, Janibavter, Leifsonia, Cellulomonas, dan Cellulosimicrobium. Beberapa spesies bakteri
tersebut yang memiliki aktivitas selulolitik pada usus D. valens ini yaitu Cellulomonas
xylanilytica, Cellulosimicrobium cellulans, Janibacter melonis, dan Leifsonia shinshuensis [33].
Beberapa jenis bakteri yang dapat mendegradasi pektin telah ditemukan pada larva
Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombycidae). Larva B. mori sering dikenal sebagai ulat sutra.
Larva ini memakan daun mulberry yang mengandung pektin, xylan, selulosa, dan pati.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 3 jenis spesies bakteri
pendegradasi pektin dari total 11 bakteri yang telah diisolasi dari usus larva B. mori. Ketiga jenis
bakteri ini yaitu Bacillus circulans, Pseudomonas fluorescens, dan Erwinia sp. Ketiga jenis
bakteri ini diketahui dapat menggunakan pektin secara efisien [34]. Beberapa jenis simbion
bakteri yang ada pada H. hampei ini sangat membantu dalam mendegradasi sumber energi pada
H. hampei. Sumber energi tersebut salah satunya selulosa dan pektin.
Selulosa merupakan homopolimer yang berbentuk linear, yang terdiri dari ikatan β 1,4-
glikosidik yang berhubungan dengan unit D-glukopiranosa. Selulosa biasanya terbentuk dalam
struktur kristalin dan amorf serta biasanya ditemukan dalam dinding tanaman ataupun fungi.
Degradasi selulosa memerlukan kombinasi dari 3 tipe enzim yaitu endo-β-1,4-glukanase yang
mengubah selulosa menjadi oligosakarida yang lebih kecil, ekso -β-1,4-glukanase memindahkan
disakarida unit selobiosa. Selobiosa kemudian dihidrolisis menjadi glukosa oleh β-glukosidase
[35].
Pektin merupakan polisakarida struktural komplek yang termasuk penyusun utama pada
dinding sel tanaman. Pektin tersusun atas ikatan α-1,4 glikosidik subunit asam galaturonat.
Ikatan ini membentuk konformasi seperti akordion [36]. Pectinase (enzim pektinolitik) tersusun
atas komplek enzim yang dapat mengkatalis hidrolisis substrat pektin. Enzim ini terdiri dari 3
kelas enzim yaitu poligalacturonase yang mengkatalis pemecahan ikatan α-1,4 glikosidik antara
dua asam galacturonat. Pectin lyase merupakan enzim dimethilasi yang berperan pada eliminasi
reaksi antara 2 residu yang termetilasi, serta pectin esterase (enzim diesterifikasi) berperan pada
pemisahan kelompok metil dengan methanol [37].

Metode atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ditulis tidak melebihi 600 kata.
Bagian ini dilengkapi dengan diagram alir penelitian yang menggambarkan apa yang sudah
dilaksanakan dan yang akan dikerjakan selama waktu yang diusulkan. Format diagram alir
dapat berupa file JPG/PNG. Bagan penelitian harus dibuat secara utuh dengan penahapan yang
jelas, mulai dari awal bagaimana proses dan luarannya, dan indikator capaian yang ditargetkan.
Di bagian ini harus juga mengisi tugas masing-masing anggota pengusul sesuai tahapan
penelitian yang diusulkan.
METODE
Tahapan pertama dalam penelitian ini yaitu pengkoleksian sampel H. hampei. H. hampei
didapatkan dengan membelah buah kopi yang terinfeksi dengan ciri terdapat lubang pada bagian
ujung kopi. Buah kopi didapatkan dari pekebunan kopi rakyat Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo,
Kabupaten Jember. H. hampei yang telah dikumpulkan, didesinfektan dengan menggunakan
ethanol 40% dan direndam ke dalam phosphate buffer saline solution (PBS) untuk menghindari
kontaminasi eksternal.
Isolasi bakteri selulolitik dan pektinolitik didapatkan dengan cara 10 H. hampei betina
dewasa dihancurkan dan dimaserasi dalam 1 x 100 µL bufer fosfat kemudian diencerkan pada 1
x bufer fosfat dengan perbandingan 1:10. 50 µL suspensi usus H. hampei ditumbuhkan pada
media CMC dan citrus pektin agar, kemudian diinkubasi pada suhu 37OC selama 1 minggu [4].
Koloni bakteri yang tumbuh dimurnikan dengan menginokulasikan pada media Nutrien Agar
(NA) dengan streak kuadran dan dinkubasi pada 37oC selama 24 jam. koloni bakteri yang murni
digunakan untuk identifikasi serta pengujian aktivitas selulolitik dan pektinolitik.
Pemilihan koloni bakteri yang akan diidentifikasi, dilakukan dengan penentuan zona
bening yang terbentuk ketika koloni bakteri diinokulasikan pada media selektif yaitu media
CMC dan citrus pektin agar. Pengujian zona bening dilakukan menggunakan larutan Congo Red
0,1 % w/v. Zona bening yang terbentuk disekitar koloni bakteri diamati dan diukur. Nilai Indeks
aktivitas selulolitik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut [38]:
diameter koloni dengan zona bening (mm)
Indeks Ativitas Enzim=
diameter koloni (mm)
Hasil pengukuran zona bening dan nilai indeks aktivitas enzim dianalisis menggunakan
analisis varians (ANOVA) dengan nilai α yaitu 0.05. Isolat bakteri dengan nilai aktivitas
selulolitik dan pektinolitik tertinggi dipilih untuk diidentifikasi dan uji aktivias enzim yang
dihasilkan.
Bakteri yang memiliki nilai aktivitas enzim tertinggi diidentifikasi secara morfologi
meliputi bentuk koloni, permukaan elevasi, tepi koloni, warna koloni dan bentuk sel yang
didasarkan pada buku panduan Bergey Manual of Determinative Bacteriolgy 9th, Microbiology:
A Laboratory Manual. Selain itu dilakukan uji biokimia meliputi pewarnaan gram, uji katalase,
uji endospora, uji motilitas, uji karbohidrat, dan uji sitrat.
Identifikasi molekuler dilakukan dengan berdasarkan 16S rRNA dengan menggunakan dua
pasang primer universial yaitu 27F-907R dan 533F-1492R. Hasil PCR dan pemurnian DNA
nantinnya dianalisis sekuennya dengan mengirimkan hasil purifikasi dan produk PCR ke 1 st Base
Singapura. Hasil aligment sekuen DNA target dibandingkan dengan database yang ada pada
GeneBank menggunakan BLAST online software.
Produksi enzim selulase dan pektinase dari bakteri terpilih dilakukan dengan memproduksi
crude enzim yang didapatkan dengan menstrifugasi kultur bakteri pada kecepatan 4.000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4oC. Hasil supernatan yang didapatkan diuji aktivitas spesifiknya
dengan mengukur gula reduksi yang terbentuk. Pengukuran gula reduksi ini dilakukan dengan
menggunakan reagen Somogy-Nelson. Kadar gula reduksi diukur dengan spektofotometer
panjang gelombang 500 nm. Hasil uji kadar gula reduksi ini kemudian dikonversi kedalam kurva
standart glukosa yang telah dibuat sebelumnnya.Pengukuran kadar gula reduksi dilakukan
dengan dua kali pengulangan.
Purifikasi enzim dilakukan dengan 3 tahapan yaitu presipitasi amonium sulfat, ion
exchanger chromatography, dan gel filtrasi kromatografi. Presipitasi amonium sulfat dilakukan
dengan mempresipitasi crude enzim dengan amonium sulfat hingga didapatkan variasi
konsentrasi 40%-80%. Setelah itu dilakukan pemisahan larutan garam amonium sulfat dengan
enzim menggunakan kantung dialisis 10 kDa. Proses kromatografi penukar ion dilakukan dengan
menggunakan matrik DEAE Cellulose chromatography dan DEAE Cellulofine. Setelah
dipurifikasi dengan kromatografi penukar ion, dilakukan hydrophobic interaction
chromatography dengan menggunakan matrik phynil cepharose. Enzim yang telah dipurifikasi,
dimurnikan kembali dengan menggunakan kolom Sephadex G-100 chromatography. Tiap fraksi
hasil purifikasi tiap tahap diukur kuantitas protein dan kadar gula reduksi dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm dan 500nm. Produk hidrolisis dianalisis
secara kualitatif dengan menggunakan Thin layer Chromatograhy. Fraksi dengan aktivitas
selulase dan pektinase dikonfirmasi dengan menggunakan elektroforesis SDS-PAGE. Seluruh
tahapan di atas secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 4 berikut

Gambar 4. Tahapan penelitian yang diusulkan


Jadwal penelitian disusun dengan mengisi langsung tabel berikut dengan memperbolehkan
penambahan baris sesuai banyaknya kegiatan.
JADWAL

Bulan
No Nama Kegiatan 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 12
Isolasi bakteri selulolitik dan pektinolitik
1                    
H. hampei Ferr.
Identifikasi bakteri selulolitik dan
2
pektinolitik
Identifikasi secara morfologi makroskopis
3
dan mikroskopis serta uji biokimia
Identifikasi secara molekuler dengan 16s
4
rRNA
5 Produksi Enzim Selulase dan Pektinase
6 Kurva pertumbuhan bakteri
7 Optimasi produksi crude enzim
8 Produksi crude enzim skala besar
Purifikasi parsial enzim selulase &
9
pektinase
10 Karakterisasi Enzim selulase dan pektinase
11 Stabilitas dan optimum pH dari enzim
12 Stabilitas dan optimum suhu
Analisis berat molekul enzim selulase dan
13
pectinase SDS-PAGE
14 Penulisan draft tesis
15 Penulisan publikasi dan submission paper
16 Laporan akhir

Daftar pustaka disusun dan ditulis berdasarkan sistem nomor sesuai dengan urutan pengutipan.
Hanya pustaka yang disitasi pada usulan penelitian yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenperin. 2013. Produksi Kopi Nusantara Ketiga Terbesar di Dunia.
http://www.kemenperin.go.id/artikel/6611/Produksi-Kopi-Nusantara-Ketiga-Terbesar-Di-
Dunia. [diakses pada tanggal 27 September 2018].
2. Indonesia-investement. 2017. Coffee in Indonesia, Production and Export Indonesia Coffee.
https://www.indonesia-investment.com [diakses pada tanggal 27 September 2018].
3. Vega, F. E., Infante, F., Castillo, A. dan Jaramillo, J. 2009. The Coffee Berry Borrer,
Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae): A Short Review, with Recent
Findings and Future Research Directions. Terrestrial Arthropod Reviews. Vol 2: 129-147.
4. Ceja-Navarro, J., Vega, F.E., Karaoz, U., Hao, Z., Jenkins, S., Lim, H. C., Kosina, P.,
Infante, F., Northen, T. R. dan Brodie, E. L. 2015. Gut Microbiota Mediate Caffein
Detoxification in The Primary Insect Pest of Coffee. Nature Communication Vol. 6: 7618-
7626.
5. Marino, Y. A, Ospina, O. E., Rodrigues J. C. V. dan Bayman, P. 2018. High diversity and
variability in the bacterial microbiota of the coffee berry borer (Coleoptera: Curculionidae),
with emphasis on Wolbachia. doi: 10.1111/jam.13768.
6. Damon, A. 2000. A Review of The Biology and Control of The Coffee Berry Borrer,
Hypothenemus hampei (Coleoptera: Scolytidae). Bulletin of Entomological Research. Vol
90: 453-465.
7. Jaramillo, J., Borgemeister, C., dan Baker, P. 2006. Coffee berry borer Hypothenemus
hampei (Coleoptera: Curculionidae): seraching for sustainable controln strategies. Bulletin of
Entomological Research Vol. 96: 223-233.
8. Raina, H. S., Singh, A., Popli, S., Pendey N., dan Rajagopal R. 2015. Infection of Bacterial
Endosymbionts in Insects: A Comparative Study of Two Techniques viz PCR and FISH for
Detection and Localization of Symbionts in Whitefly, Bemisia tabaci. PLOS one Vol. 10
(8):1-13
9. Belitz, H. D., Grosch W., dan Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Berlin: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg.
10. Messing, R. H. 2012. The Coffee Berry Borer (Hypothenemus hampei) Invades Hawaii:
Preliminary Investigation on Trap Response and Alternate Host. Insects Vol. 3: 640-652.
11. Wiryadiputra, S. 2012. Keefektifan insektisida cyantraniliprole terhadap hama penggerek
buah kopi (Hypothenemus hampei) pada kopi arabika. Pelita Perkebunan Vol. 28 (2): 100-
110.
12. Vijayalakshmi, C., K., Tintumol, K. Dan Vinodkhumar, P., K. 2014. Effect of few
Commercial Neem-Based Insecticide in the Management of Coffee Berry Borer,
Hypothenemus hampei Ferrari (Coleoptera: Curculionidae). The Journal of Zoology Studies
Vol 1 (1): 22-25.
13. Purba, R., P., Bakti, D. dan Sitepu, S., F. 2015. Hubungan persentase serangan dengan
estimasi kehilangan hasil akibat serangan hama penggerek buah kopi Hypothenemus hampei
Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) di Kabupaten Simalungun. Jurnal Online Agroekoteaknologi
Vol. 3 (2): 790-799.
14. Mendesil, E., Tadesse, M., and Negash, M. 2012. Efficacy of Plant Essential Oils Against
Two Major Insect Pest Coffee (Coffee berry borer, Hypothenemus hampei, and Antestia Bug,
Antestiopis intricata) and Maize Weevil, Sitophilus zeamis. Archieves of Phytopathology and
Plant Protection. Vol 45 (3): 366-372.
15. Prajusha, Tintumol, Vijayalakshmi, and Rahiman. 2014. Studies on The Effect of Tobacco
Extract and Hot and Cold Water Immersion on The Coffee Berry Borer Hypothenemus
hampei (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae). Journal of Entomology and Zoology Studies.
Vol 2 (1): 51-53.
16. Gonthier, D., J., Ennis, K., K., Philpott, S. M., Vandermeer, J. dan Perfecto, I. 2013. Ants
defend coffee from berry borer colonization. Biocontrols Vol. 58 (6): 815-820.
17. Mawussi, Vilarem, Raynaud, Merlina, Gbongli, Wegbe, dan Sanda. 2009. Chemical
composition and insecticidal activity of Aellanthus pubescens essential oil against coffee
berry borer (Hypothenemus hampei Ferrari) (Coleoptera: Scolytidae). Journal of Essential
Oil Bearing Plants Vol. 12 (3):327-332.
18. Vera, J., T., Montoya, E., C., Benavides, P. dan Gongira, C., E. 2011. Evaluation of
Beauveria bassiana (Ascomycota: Hypocreales) as a control of the coffee berry borer
Hypothenemus hampei (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae) emerging from fallen,
infested coffee berries on the ground. Biocontrol Science and Technology Vol. 21 (1): 1-14.
19. Perez, Infante, Vega, Holguin, Macias, Valle, Nieto, Peterson, Kurtzman dan O’Donnell.
2003. Mycobiota associated with the coffee berry borer (Hypothenemus hampei) in Mexico.
Mycological Research Vol. 107 (7): 879-887
20. Barbosa, Albuquerque, Silva, Souza, Oliveira-Neto, Valencia, Rocha, dan Grossi-de-Sa.
2010. α-Amylase inhibitor-1 gene from Phaseolus vulgaris expressed in Coffea arabica
plants inhibits α-amylases from the coffee berry borer pest. BMC Biotechnology Vol. 10 (44):
1-8.
21. Vijayalaksmi, C.K., Tintumol, K., dan Saibu, U. 2013. Coffee Berry Borer, Hypothenemus
hampei (Ferrari): A Review. International Journal of Innovative Research & Development.
Vol 2.
22. Kalshoven, L. G. E. 1981. Pests of Crops In Indonesia. Jakarta: P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve
23. Irulandi, Rajendran, Chinniah, dan Samuel. 2007. Influence Of Water Factors On The
Incidence Of Coffee Berry Borer, Hypothenemus hampei (Ferrari) (Scolytidae: Coleoptera)
in Pulney Hills, Tamil Nadu. Journal Madras Agricultural. Vol. 94 (7-12): 218-231.
24. Vega, F. E. dan Hofstetter, R. W. 2015. Bark Beetles Biology and Ecology of Native and
Invasive Species. USA: Elsevier Inc.
25. Baker, P. S., Barrera J. F., dan Rivas, A. 1992. Life-history Studies Of The Coffee Berry
Borrer (Hypothenemus hampei, Scolytidae) On Coffee Trees In Southern Mexico. Journal of
Applied Ecology. Vol 29: 656-662.
26. Wiryadiputra, S. 2007. Pengelolaan Hama Terpadu Pada Hama Penggerek Buah Kopi,
Hypothenemus hampei (Ferr.) dengan Komponen Utama Pada Penggunaan Brocap Trap.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Jawa Timur.p.2-9.
27. Hindayana, Judawi, Priharyanto, Luther, Purnayasa, Mangan, Untung, Sianturi, Mundy, dan
Riyanto. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Jakarta: Proyek
Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Direktorat Perlindungan Perkebunan,
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian.
28. Tobing, M. C., Bakti, D., Marheni dan Harahap, M. 2006. Perbanyakan Beauveria basianna
Pada Beberapa Media dan Patogenitasnya Terhadap Imago Hypothenemus hampei Ferr.
(Coleoptera: Scolytidae). Jurnal Agrikultura. Vol 17 (1): 30-35.
29. Gullan, P. J. dan Cranston, P. S. 2010. The Insect : An Outline of Entomology 4th Edition.
United Kingdom: Willey-Blackwell.
30. Rubio, J. D., Bustillo, A. E., Vallejo, L. F. E., Acuna, J. R. Z., dan Benavides, P. M. 2008.
Alimentary Canal and Reproductive Tract of Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera:
Curclionidae, Scolytinae). Neotropical Entomology Vol. 31 (2): 143-151.
31. Vasanthakumar, A., Delalibera, I., Handelsman, J., Klepzig, K. D., Schloss, P. D., dan Raffa,
K. F. 2006. Characterization of Gut Associated Bacteria in Larvae and Adults of the
Southern Pine Beetle, Dencdroctonus frontalis Zimmermann. Environmental Entomology
Vol. 35 (6): 1710-1717.
32. Hu, X., Yu, J., Wang, C., dan Chen, H. 2014. Cellulolytic Bacteria Associated with the Gut
of Dendroctonus armandi Larvae (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae). Forest. Vol. 5 (3):
455-465.
33. Morales-Jimenez, J., Zuniga, G., Villa-Tanaca, L., dan Hernandez-Rodriguez, C. 2009.
Bacterial Community and Nitrogen Fixation in the Red Turpentine Beetle, Dendroctonus
valens LeConte (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae). Microbial Ecology Vol. 58 (4):
879-891.
34. Anand, Vennison , Sankar , Prabhu, Vasan, Raguraman, Geoffrey, dan Vendan, . 2010.
Isolation and characterization of bacteria from the gut of Bombyx mori that degrade cellulose,
xylan, pectin, and starch and their impact on digestion. Journal of Insect Science Vol. 10
(107): 1-20.
35. Moat, A. G., Foster, J. W., & Spector, M. P. 2002. Microbial Physiology (Fourth). A John
Wiley & Sons, INC.
36. Zhang, X. dan Zhang, Y. P. 2013. Cellulases: Characteristics, Sources, Production, and
Applications. In S.-T. Yang, H. A. El-Enshasy, & N. Thongchul (Eds.), Bioprocessing
Technology in BIorefinery for Sustainable Production of Fuel, Chemical and Polymers (First
Edit, pp. 131–146). John Wiley & Sons, Inc.
37. Takci, H. A. M. dan Turkmen, F. U. 2016. Extracellular Pectinase Production and
Purification from a Newly Isolated Bacillus subtilis Strain. International Journal of Food
Properties Vol. 19: 2443-2450.
38. Delalibera, I., Handelsman, J. dan Raffa, K. F. 2005. Contrast in Cellulolytic Activities of
Gut Microorganisms Between the Wood Borer, Saperda vestita (Coleoptera: Cerambycidae),
and the Bark Beetles, Ips pini dan Dendroctonus frontalis (Coleoptera: Curculinidae).
Journal of Environment Entomology Vol. 34 (3): 541-547.

Anda mungkin juga menyukai