Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Radang dan Mekanisme Infeksi” Kami juga
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ns. IGA Ari Rasdini, S. Kep, M.Pd
selaku dosen mata kuliah Patologi yang sudah membimbing kami dalam mata kuliah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan dapat
menambah wawasan mengenai materi tentang Radang dan Mekanisme Infeksi. Kami pun
menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah
yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................i

Bab 1 Pendahuluan..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1

1.3 Tujuan..................................................................................................................2

Bab 2 Pembahasan...............................................................................................................3

2.1 Definisi Peradangan.............................................................................................3

2.2 Tanda-Tanda Peradangan.....................................................................................3

2.3 Jenis-Jenis Peradangan.........................................................................................5

2.4 Respon Imun Primer dan Sekunder......................................................................6

2.5 Tipe Immunitas....................................................................................................6

2.6 Reaksi Hipersensitivitas.......................................................................................8

2.7 Immunodefisiensi.................................................................................................10

2.8 Autoimun..............................................................................................................12

2.9 Mekanisme Infeksi...............................................................................................14

Bab 3 Penutup......................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................15

3.2 Saran.....................................................................................................................15
Daftar Pustaka......................................................................................................................16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia pasti pernah terserang peyakit. Hal itu disebabkan oleh fungsi dari system
imun yang menurun. Didalam tubuh manuisa terdapat mekanisme perlindungan yang dinamakan
system imun yang dirancang untuk mempertahankan tubuh manusia terhadap jutaan bakteri,
mikroba, virus, racun, dan parasite yang setiap saat menyerang tubuh manusia. Sistem imun
terdiri atas ratusan mekanisme dan proses yang berbeda yang semuanya siap bertindak begitu
tubuh manusia diserang oleh berbagai bibit penyakit seperti virus, bakteri, mikroba, parasite, dan
polutan. Karena manusia hidup di lingkungan yang selalu dikelilingi oleh berbagai ancaman bibit
penyakit maka memiliki dan memelihara. Sistem iimun yang sehat dan optimal menjadi sangat
penting.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari peradangan ?

2. Bagaimana tanda-tanda peradangan ?

3. Apa saja jenis-jenis dari peradangan ?

4. Apa yang dimaksud dengan respon imun primer dan sekuder?

5. Apa saja tipe dari imunitas ?

6. Apa yang dimaksud dengan reaksi hipersensitivitas ?

7. Apa yang dimaksud dengan immunodefisiensi ?


8. Apa yang dimaksud dengan autoimun?

9. Bagaimana proses mekanisme infeksi?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi dari peradangan

2. Mengetahui bagaiamana tanda-tanda peradangan

3. Mengetahui apa saja jenis-jenis peradangan

4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan respon imun primer dan sekunder

5. Mengetahui apa saja tipe dari imunitas

6. Mengetahui apa yang dimaksud dengan reaksi hipersensitivitas

7. Mengetahui apa yang dimaksud dengan immunodefisiensi

8. Mengetahui apaa yang dimaksud dengan autoimun

9. Mengetahui bagaiman proses mekanisme infeksi


2

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Peradangan

Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cidera atau mati, selama hospes tetap hidup,
ada respon yang mencolok pada jaringan hidup disekitarnya, respon tersebut dinamakan
peradangan.

Secara khusus, peradangan adalah reaksi vaskuer yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat terlarut pada sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan intertisisial pada
daerah cidera atau nekrosis. Peradangan adalah serangkain proses non spesifik yang saling
berhubungan dan diaktifkan sebagai respon invasi (masuknya) benda asing dan kerusakan
jaringan. Tujuan akhir dari peradangan adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat
yang cedera agar keduanya dapat mengisolasi, mengahancurkan agens yang masuk,
membersihkan dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan.

2.2 Tanda-Tanda Peradangan

1. Rubor (Kemerahan)

Rubor merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan.
Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka ateriol yang mensuplai darah tersebut melebar,
dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kpiler
yang sebelumnya kosong atau sebagain saja yang meregang dengan cepat akan terisi oleh darah.
Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local karena
peradangan akut.Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh,
baik secara neurogenic atau kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine.

2. Kalor (Panas)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya

panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih digin dari 370c, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit
menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 37 0c) yang disalurkan tubuh ke
permukaan daerah yang terkena lebih banyak dari pada yang disalurkan ke daerah yang normal.
Fenomena panas local ini terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam tubuh,
karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37 0c dan hyperemia tidak
menimbulkan perubahan.

3. Dolor (Nyeri)

Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan dari beberapa hal, misalnya bahan pH
local atau mongesti local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat
kimia tertentu seperti histamine atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat merangsang sel-sel
saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat mangkibatkan peningkatan
tekanan local yang tanpa diragukan lagi juga dapat menimbulkan nyeri.

4. Tumor (Pembengkakan)

Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan local
(tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirklaso darah ke
jaringan-jaringan intertisial. Campurang dari cairan dan sel yang tertimbun pada daerah
peradangan tersebut disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi peradangan, sebagian besar
eksudat adalah cairan, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan.
Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat.

5. Function Laesa (Perubahan fungsi)

Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah dimengerti, mengapa
bagian yang bengkak, nyeri disertai dengan sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang
abnormal, berfungsi juga secara abnormal.
4

2.3 Jenis-Jenis Peradangan

1. Radang Akut

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cidera yang didesain untuk
mengirimkan leukosit ke daerah cidera. Leukosit membersohkan berbagai mikroba yang
menginvassi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat komponen utama
dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan structural dari pembuluh darah serta
emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengkibatkan menigkatnya
aliran darah dan terjadi perubahan structural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan
protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari
mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutynya berakumulasi di lokasi cidera.

2. Radang Kronis

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi penjang (berminggu-
minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi
aktif,cedera,jaringan,dan penyembuhan.

Perbedannya dengan radang akut, radang akut dditandai dengan perubahan


vaskuler,edema, dan infiltrasi neutrophil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai
dengan infiltrasi sel monuklir (seperti makrofag, limfosit dan sel plasma) destruksi jaringan dan
perbaikan.

Radang kronik dapat timbul melaui satu aatau dua jalan. Dapat timbul meyusul radang
akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi radang kronik
berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab yang menetap
atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal . Ada kalanya radag kronik sejak awal
merupakan proses primer.
5

2.4 Respon Imun Primer dan Sekunder

Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan atibodi yang beredar dalam cairan
darah dan limfe. Ketika antigen masuk kedalam tubuh untuk pertama kali, sel B pembelah akan
membentuk sel B pengingat dan sel B plasma. Sel B plasma akan mengahsilkan antibody yang
mengikat antigen sehingga makrofag akan mudah menangkap dan mengahancurkan patogen.
Setelah infeksi berakhir, sel B pengigat akan tetap hidup dalam waktu lama. Serangkaian respon
ini disebut dengan respon kekebalan tubuh.

Apabila antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh, sel B pengingat akan
megenalinya dan menstimulasi pembentukan sel B plasma yang akan memproduksi antibody.
Respon tersebut dinamakn respon kekebalan sekunder.

Respon kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan konsentrasi antibody yang dihasilkan
lebih besar daripada respon kekebalan primer. Hal ini disebabkan adanya memori immunologi,
yaitu kemampuan system imun untuk mengenali antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh.

2.5 Tipe Immunitas

Ada dua tipe immunitas yaitu : alami (natural) dan di dapat (akuisita). Setiap tipe
immunitas memiliki peranan yang berbeda dalam mepertahankan tubuh terhadap para penyerang
yang berbahaya, namun berbagai komponen biasanya bekerja dengan cara yang saling
tergantung yang satu dengan yang lainnya.

1. Immunitas Alami

Immunitas alami merupakan kekebalan yang non-spesifik yang ditemukan pada saat lahir
dan memberikan respon non spesifik terhadap setiap penyerang asing tanpa memperhatikan
komposisi penyerang tersebut. Dasar mekanisme pertahan alami semata-mata merupakan
kemampuan untuk membedakan antara sahabat dan musuh atau anatar diri sendiri dan bukan dari
orang lain.
6

Mekanisme alami mencakup :

a. Sawar ( barrier) fisik

Mencakup kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga mikroo oragnisme
pathogen dapat dicegah agar tidak masuk ke dalam tubuh, dan silia pada traktus
respiratorius bersama respon batuk serta bersin yang bekerja sebagai filter dan
memberihkan saluran nafas.

b. Sawar ( barrier ) kimi

Mencakup getah lambung yang asam, enzim dalam air mata, sertaa air liur
(saliva) dan substansi dalam secret kalenjar basea serta lakrimalis, bekerja dengan cara
non spesifik untuk menghancurkan bekteri dan jamur yang menginvasi tubuh. Virus
dihadapi dengan cara interveron yaitu salah satu tipe pengubah (modifier) respon biologi
yang meruaskan substansi virisaida non spesifik yang secara alami yang diproduksi oleh
tubuh dan dapat mengaktifkan komponen lainnya dari system imun.

c. Sel darah putih (leukosit)

Leukosit granular atau granolosit mencakup neutrophil yang merupakan sel


pertama yang tiba pada tempat terjadinya inflamasi. Eusinofil dan Basofil yaitu tipe
leukoist yang meningkat jumlahnya pada saat terjadi reaksi alergi dan respon terhdapa
stress. Granulosit akan memerangai serbuan benda asing atau toksin dengan melepaskan
mediator sel seprti histamine, brandikinin, prostaglandin, dan akan menyerang benda
asing atau toksin tersebut. Leukosit non granuler mencakup monosit yang berfungsi
sebagai sel fagosit yang dapat menelan, mencerna, menghancurkan benda asing atau
toksin dalam julah yang besar dibandingkan granuosit dan limpfosit yang terdiri atas sel
T dan sel B yang memainkan peranan utama dalam immunitas humoral dan immunitas
diantara sel.
7

d. Respon Inflamasi

Merupakan fungsi utama dari system imun alami yang dicetuskan sebagai reaksi
terhadap cidera jaringan atau mikro organisme penyerang. Zat-zat mediator kimia turut
membantu respon inflamasi untuk membantu mengurangi kehilangan darah, mengisolasi
makro organisme penyerang, mengaktifkan sel-sel fagosit,dan meningkatkan jaringan
parut fibrosa serta regenerasi jaringan yang cidera

2. Immunitas yang di dapat (Acquired imunity)

Immunitas yang di dapat (Acquired imunity) terdiri atas repson imun yang tidak di
jumpai pada saat lahir tetapi diperoleh dalam kehidupan seseorang. Immunitas di dapat biasanya
terjadi setelah seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang menghasilkan
respon imun bersifat protektif. Ada 2 immunitas yang di dapat yaitu aktif dan pasif. Pada
immunitas yang di dapat aktif, pertahanan immunologi akaan dibentuk oleh tubuh orang yang
dilindungi oleh immunitas tersebut dan umumnya berlangsung selama bertahun-tahun atau
bahkan seumur hidup. Immunitas di dapat yang pasif merupakan immunitas temporer yang di
transmisikan dari sumber lain yang sudah memiliki kekebalan seteah menderita sakit atau
menjalani imunisasi.

2.6 Reaksi Hipersensitivitas

1. Alergi tipe 1

Alergi atau hipersensitivitas tipe 1 adalah kegagalan kekebalan tubuh di masa tubuh
seseorang menjadi hipersensitivitas dalam bereaksi secara immunologi terhadap bahan-bahan
yang umumnya imunogenik (antigenic) atau dikaatakan orang yang bersangkutan bersifat atopic.
Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadapa lingkungan atau bahan-bahan oleh
tubuh yang dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang
tidak bersifat atopic. Bahan-bahan yang menyebabkan hiversensitivitas disebut adalah alergen.
Terdapat 2 kemungkinana yang terjadi pada mekanisme reaksi alergi tipe I, yaitu : allergen yang
masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan sel B, sehingga mnyebabkan sel B berubah
menjadi sel plasma dan memproduksi Ig E.

Ig E kemudian melekat pada permukaan sel mast dan akan mengikat allergen. Ikatan sel mast, Ig
E dan allergen akan menyebabkan pecahnya sel mast dan mengeluarkan mediator kimia. Efek
mediator kimia ini menyebabkan terjadinyaa vasolidatasi , hipersekresi, oedema, spasme pada
otot polos. Oleh karena itu gejala klinis yang dapat ditemukan pada alergi tipe ini antara lain :
rhinitis (bersin-bersin, pilek), sesak nafas ( hipersekresi secret), oedema dan kemerahan
(menyebabkan inflamasi). Kejang (spasme otot polos yang ditemukan pada anafilatic shock.

2. Hipersensitivitas alergi tipe II

Hipersensitivitas tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan kerusakan pada sel tubuh
oleh karena antibodi melawan/menyerang secara langsung antigen yang berada pada permukaan
sel. Terjadi reaksi hipersensitivitas tipe II ini sangat erat kaitannya dengan adanya suatu proses
penangulangan muncullnya sel klon baru. Adanya sel klon baru tersebut dapat ditemukan pada :
1. Sel tumor, 2. Sel terinveksi virus, 3. Sel yang terinduksi mutagen selanjutnya dikenal dengan
sebutan sel target, sel target ini adalah suatu sel karena adanya factor lingkungan sel tersebut
mengalami perubahan dna (kecacatan dna). Oleh karena itu maka sel tersebut harus diperbaiki
(dna repair) atau dimusnakan melalui mekanismee imunologik. Karena sel yang mengalami
kecacatan dna bila tidak dimusnahkan oleh system imun tubuh, maka sel tersebut akan
berkembang menjadi klon baru yang selanjutnya dapat menimbulkan suatu gangguan (penyakit).

3. Reaksi alergi tipe III (Immune Complex Disoders)

Merupakan reaksi alergi yang dapat terjadi karena deposit yang berasal dari kompleks
antigen antibody berada di jarungan.

4. Reaksi alergi tipe IV (Cell-Mediated Hypersensitivitas)

Terjadinya infeksi ini disebakan oleh infeksi mikro organisme yang bersifat intra seluler
atau antigen tertentu.
9

2.7 Immunodefisiensi

Menurut Underwood (1999) immunodefisiensi primer berdasarkan patogenesisnya dibagi


menjadi tiga yaitu :

1. Cacat pada limfosit B

Cacatnya fungsi limfosit B diturunkan secara genetic oleh X-linked resesif. Efek ini
menyebabkan pre-sel B mangalami kegagalan berdiferensiensi menjadi limfosit B. Akibatnya
kalenjar limfe tidak memiliki sentrum germinativum, maka jaringan tidak berisi sel plasma dan
limfosit B tidak terdapat dalam darah (Underwood,1999). Defisiensi sel B yang gagal
berdiferensiensi menjadi sel plasma penghasil Ig A berakibat defisiensi immunoglobulin.

2. Cacat pada limfost T

Terjadi karena defek genetic yaitu deleksii kromosom 22q11. Pada masa embrio
perkembangannya lengkung brakial ketiga dan keempat terganggu megakibatkan tidak
terbentuknya sebagian besar timus dan kalenjar paratiroid. Oleh karena terjadinya hipoparatiroid
berakibat menurunnya limfosit yang beredar yaitu limfosit T yang berperan untuk memproduksi
immunoglobulin normal tetapi karena tidak adanya aktivitas sel T helper maka immunoglobulin
spesifik tidak terbentuk (Underwood, 1999).

3. Cacat campuran fungsi limfosit T dan B

Mutasi genetic pada rantai gamma yang mengandung reseptor IL-2,IL-4,IL-7,IL-9, dan
IL-15 mengakibatkan disfungsi sitotoskin. Reseftor IL-7 yang terganggu mengakibatkan
pematangan limfosit T terhambat, Gangguan reseptor IL-2 menghambat proliferasi sel T, B dan
NK (McPhee,2010).

4.Immunodefisiensi sekunder
Muncul karena adanya respon terhadap gangguan pada tubuh, berbagai macam kondisi
dan penyakit yang dapat menurunkan system imun seperti leukimia menyerang sumsum tulang
belakang dan malnutrisi menyerang sel perantara.

10

Defisiensi yang terjadi berupa cacat campuran imfosit T dan B (Underwood, 1999).

Contoh penyakit immunodefisiensi

1. HIV AIDS

a. Virus HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS.
HIV termasuk ke dalam keluarga viros retro yaitu virus yang memasukkan materi genetiknya
ke dalam sel tuan rumah kompilasi melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda
(retro),yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah,
membentuk pro virus yang kemudian melakukan replikasi.
Virus HIV ini menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama
sel CD4 jadi bisa rusak system kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak bisa
bertahan dari gangguan penyakit .
Virus HIV menyerang sel CD4 dan mengubahnya menjadi tempat berkembangbiaknya
virus HIV baru kemudian merusaknya adi tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat
diperlukan untuk system kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka komplikasi diserang
penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindungan.

b. Penyakit AIDS
AIDS ( Acquired Immuno Deficiency Sindrom ) meruapakan efek dari
perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh. Virus HIV membutuhkan waktu untuk
menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sagat berbahaya. Penyakit AIDS karena
kurang atau melemahnya system kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada
sel darah putih yang banyak dirusak oleh virus HIV.
Saat kita jauh dari virus HIV kita tidak langsung jauh dari AIDS. Untuk menjadi AIDS
dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk mrnjadi AIDS yang mematikan.
Saat ini tidak ada obat , serum, vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari penyakit
AIDS.

11
c. Cara penularan
1. Hubungan seks bebas
Hubungan seks baik secara vagina, lisan, atau anal dengan seseorang pengidap. Ini adalah
cara yang paling umum terjadi. Lebih cepat penularan jika terdapat lesi pada penyakit
kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea,
klamidia. Resiko seks anal lebih besar daripada seks vagina.
2. Kontak langsung dengan darah/produk darah/jarum suntik
a. Transfusi darah yang tercemar HIV
b. Pemakaian jarum suntik yang tidak steril, pemakaian bersama jarum suntik dan
sempritnya pada para pecandu narkotik suntik.
c. Penularan kecelakaan lewat tertusuk jarum oeh petugas kesehatan.
3. Secara vertical dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat
melahirkan ataupun setelah melahirkan.

d. Cara pencegahan
1. Hindari hubungan seksual di luar nikah
2. Pergunakan kondom bagi resiko tinggi apabila melakukan hubungan seksual
3. Ibu yang darahnya diperiksa dan mengandung virus HIV hendaknya jangan hamil
4. Penggunaan jarum suntik dan alat lainnya harus dijaga sterilisasinya.

2.8 Autoimun

Autoimun adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkaan oleh
mekanismme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau
keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh
tersebut dan merupakan kegagalan fungsi system kekebalan tubuh yang membuat badan
menyerangg jaringannya sendiri. Sistem immunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang
terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti ini termasuk makro-jahat, parasite
(seperti cacing), sel kanker dan malah pencakokan organ dan jaringan.

12

Autoimun adalah kegagalan suatu organisme mengenali bagian dari dirinya sendiri
sebagai bagian dari dirinya yang membuat repson kekebalan melawan sel kekebalan ini.

Contoh penyakit autoimun :

1. Rematik

Rematik ataau radang sendi merupakan penyakit autoimun yang menyerang sendi. Sistem
kekebalan tubuh menghasilkan antibody yang menempel pada lapisan sendi, sehingga sel imun
menyerang sendi dan menyebabkan radang, pembengkakan dan nyeri. Orang dengan rematik
biasanya merasakan gejala seperti sendi sakit, kaku, dan bengkak, sehingga dapat mengurangi
geraknya.

2. Lupus

Lupus atau lupus eritomatosus sistemik dapat terjadi saat antibody yang dihasilkan tubuh
menempel pada jaringan di seluruh tubuh. Beberapa jaringan yang umumnya terkena lupus
adalah ginjal, paru-paru,sel darah,saraf,kulit, dan sendi. Orang dengan lupus dapat mengalami
gejala, seperti demam,berat badan turun, rambut rontok, kelelahan ruam,nyeri atau bengkak pada
sendi dan otot.

3. Psoarisis

Psoarisis merupakan penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel kulit baru yang
sangat cepat sehingga menumpuk di permukaan kulit. Penyakit ini membuat kulit menjadi
kemerahan, lebih tebal, bersisik, selain itu juga dapat menyebabkan gatal dan nyeri

4. Penyakit radang usus

Sistem kekebalan tubuh yang menyerang lapisan usus disebut penyakit radang usus
(inflammatory bowel disease/IBD), karena dapat menyebabkan penyakit kronis pada saluran
pencernaan. Penyakit ini dapat muncul dengan gejala diare, perdarahan pada dubur, buang air
besar yang medesak, sakit perut, demam, berat badan turun, kelelahan.

13

5. Diabetes mellitus tipe 1

Penyakit ini disebabkan oleh antibody system imun yang menyerang dan menghancurkan
sel penghasil insulin (hormone yang dibutuhkan dalam mengontrol kadar gula darah) di
pankreas. Akibatnya tubuh tidak bisa menghasilkan insulin, sehingg kadar gula anda menjadi
tinggi. Gula darah yang terlalu tinggi ini kemudian dapat memengaruhi penglihatan, ginjal,saraf
dan gusi anda.

6. Sklerosis ganda

Sklerosis ganda adalah penyakit autoimun yang menyerang lapisan pelindung di sekitar
saraf. Hal ini dapat menimbulkan keusakan yang memengaruhi otak dan sumsum tulang
belakang. Orang dengan sclerosis ganda dapat menunjukan gejala, seperti kebutaan,koordinasi
yang buruk, kelumpuhan,otot menegang, mati rasa dan lemah.

2.9 Mekanisme Infeksi

Infeksi adalah masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh hingga menimbulkan gejala-
gejala penyakit dan juga merupakan keadaan jaringan tubuh yang terpapar mikroorganisme beik
oleh bakteri, virus, jamur maupun parasite. Sama seperti radang, infeksi terjadi baik di
permukaan tubuh maupun di permukaan rongga dalam tubuh.

Pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler. Mula-
mula terjadi dilatasi local dari arteriola dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar.
Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di adaerah sekitar luka, kemudian fibrin akan
membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran
mikroorganisme dapat dibatasi.
Pada proses inflamasi terjadi inflamsi juga terjadi phagositosis, mula-mula phagosit
membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal ini akan
mengakibatkan perubaahan Ph menjadi asam. Selanjutnya akan keluar protease seluler yang akan
menyebabkan lysis leukosit. Setelah itu makrofak mononuclear besar akan tiba di lokasi infeksi
untuk membungkus sisa-sisa leukosit.

14

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama system kekebalan terhadap infeksi
dan iritasi. Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam, dll. Tanda-
tanda klinis radang akut kembali timbul pada radang ini, seperti rubor,kalor,tumor,dolor,function
laesa. Infeksi adalah masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh hingga menimbulkan gejala-
gejala penyakit. Infeksi merupakan keadaan jaringan tubuh yang terpapar mikroorganisme baik
oleh bakteri, virus, jamur, maupun parasite. Sama seperti radang, infeksi dapat terjadi baik di
permukaan luar tubuh maupun di permukaan rongga dalam tubuh.

3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis mendapatkan pengalaman yang sangat berharga
mengenai Radang dan Mekanisme Proses Infeksi. Penulis menyarankan kepada semua pembaca
untuk mempelajari apa itu radang dan bagimana mekanisme infeksi.
15
DAFTAR PUSTAKA

J.M. Gibson MD,2015, Mikrobiologi dan Patologi Modern,Jakarta : EGC

Dr. Thambayong,Jan,2014, Patopisiologi untuk keperawatan, Jakarta : EGC

Bagian Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015, Patologi,Jakarta : FKUI

Corwin,J,Elizabeth,2009, Buku Saku Patofisiologi Jilid III, Jakarta : EGC

Robbins, 2015, Buku Ajar Patologi Rdisi 7 Vol 1, Jakarta ; EGC


16

Anda mungkin juga menyukai