Anda di halaman 1dari 13

KONSEP TEORI

A. Pengertian
Nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak
menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan
dengan adanya kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu
merasa tersiksa, menderita yang pada ada akhirnya akan mengganggu
aktivitas sehari-hari, psikis dan lain-lain (Susanto dan Fitriana, 2017)
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif, karena perasaan nyeri berbeda pada setiap saat
orang dalam hal skala/tingkatnya dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (A. Aziz,
2014).
Dapat dijelaskan bahwa nyeri yang dialami setiap individu
berbeda-beda, karena nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang
bersifat individual dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
dan mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

B. Klasifikasi
Menurut Potter dan Perry (2010) dikategorikan dengan dengan durasi
atau lamanya nyeri berlangsung atau dengan kondisi patologis.
1. Nyeri Akut
Nyeri akut bersifat melindungi , memiliki penyebab yang dapat
diidentifikasi, erdurasi pendek dan memiliki sedikit kerusakan jaringan
serta respons emosional. Nyeri akut biasanya berlangsung tidak lebih
dari enam bulan. Nyeri akut dapat diprediksi waktu tidak lebbih dari
enam bulan. Nyeri akut dapat dipredikdi waktu penyembuhannya dan
penyebabnya dapat diidentifikasi, hal ini membuat para anggota tim
medis merasa termotivasi untuk segera menangani nyeri tersebt.
Penting untuk menyadari bahwa nyeri akut yang tidak terobati dapat
berkembang menjadi nyeri kronis.
2. Nyeri Kronis
Nyeri kronis berlangsung leih lama yaitu lebih dari enam bulan, tidak
selalu memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi, dan dapat memicu
penderitaan yang teramat sangat bagi seseorang. Nyeri cenderung
hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.

C. Etiologi
Menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
1. Nyeri Akut
Penyebab :
a. Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia,
neoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi (misalnya terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (misalnya abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
2. Nyeri Kronis
Penyebab :
Kondisi muskuloskeletal kronis, kerusakan sistem saraf, penekanan
saraf, infiltrasi tumor, ketidakseimbangan neurotransmiter,
neuromodulator, dan reseptor, gangguan fungsi metabolik, riwayat
posisi kerja statis, peningkatan indeks massa tubuh, kondisi pasca
trauma, tekanan meosional, riwayat penganiayaan (misalnya fisik,
psikologis, seksual), dan riwayat penyalahgunaan obat/zat.

D. Tanda dan Gejala


Menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
1. Nyeri Akut
Tanda gejala mayor
a. Mengeluh nyeri
b. Tampak meringis
c. Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)
d. Gelisah
e. Frekuensi nadi meningkat
f. Sulit tidur
Tanda gejala minor
a. Tekanan darah eningkat
b. Pola napas berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berpikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaforesis

2. Nyeri Kronis
Tanda gejala mayor
a. Mengeluh nyeri
b. Merasa depresi (tertekan)
c. Tampak meringis
d. Gelisah
e. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Tanda gejala minor
a. Merasa takut mengalami cedera berulang
b. Bersikap protektif (misalnya posisi menghindari nyeri)
c. Waspada
d. Pola tidur berubah
e. Anoreksia
f. Fokus menyempit
g. Berfokus pada diri sendiri
E. Anatomi dan Fisologi
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat
yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga (nosireceptor),
secara anatomis reseptor nyeri ada yang bermielien ada juga yang tidak
bermielien dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam
beberapa bagian tuuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep
somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda
inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan subb ktan, nyeri yang
berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
1. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat yang memungkinkan timbul nyeri
tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
2. Reseptor Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat yang terdapat pada daerah yang
lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumbul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah
darah, syaraf, otot dan jaringan lain.

F. Patofiologi
Reseptor nyeri disebut nosireceptor yang mencakup saraf bebas
yang berespon terhdap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis,
deformasi, suhu yang ekstrim dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan
yang intersif. Reseptor-resptor lain misalnya badan Pacini dan missner
juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagi nyeri. Zat-zat yang
mempengaruhi nyeri semakin parah antara lain : histamin, seratumin,
beberapa prostagladin, ion kalium dan ion hidrogen masing-masing zat
tersebut tertimbbun ditempat cidera, hypoksia atu kematian sel nyeri cepat
disalurkan ke karddo spindilid oleh serat A delta, nyeri lambat disalurkan
ke kardo spinalis oleh serat C lambat (Kowalat, 2013).
G. Pathway

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik untuk mengetahui bagian tuuh manakah yang
mengalami nyeri
2. Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui apakah ada perubahan
fungsi maupun bentuk dari bagian tubuh pasien dapat menyebabkan
nyeri, seperti :
a. Pemeriksaan Lab dan Radiologi
b. Penggunaan skala nyeri (Potter dan Perry, 2005)
1) 1-3 : ringan
2) 4-6 : sedang
3) 7-9 : berat
4) 10 : nyeri sangat berat
c. Rontgen untuk mengetahui tulang/ organ abnormal
d. Pemeriksaan USG
e. CT Scan (Cidera Kepala)

I. Penatalaksanaan
Menurut Prasetyo (2010) penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi :
1. Farmakologi
Kategori obat-obatan analgesik
a. Analgesik non-opiat sering digunakan untuk berbagai keadaan
yang mengakibatkan nyeri seperti trauma, pembedahan, atau
kanker. Penggunaannya meliputi nyeri yang bersifat ringan sampai
sedang
b. Analgesik opiat bekerja dengan mengikat reseptor pada neuron
afferen, sehingga impuls nyeri akan terhenti pada spinal cord dan
tidak ditransmisikan ke korteks
c. Analgesik opiat agonits-antagonist merupakan opiat campuran,
komponen yang menghambat efek efek opiat pada salah satu
reseptor dan memproduksi efek opiat pada reseptor lain
d. Analgesik opiat antagonist efek samping yang ditimulkan adalah
efek sedasi, depresi pernapasan dan mual
e. Patient Controlled Analgesia (PCA) merupakan terapi farmakologi
yang diberikan melalui seperangkat alat, yang memungkinkan klien
untuk mengontrol pemerian obat secara mandiri melalui intravena,
epidural, maupun subkutan dan merupakan cara yang efektif
dengan sistem pompa yang sudah terprogam.
f. Analgesik epidural adalah pemberian opiat melalui kateter yang
dimasukkan ke ruang epidural
g. Anestesi lokal merupakan manajemen nyeri yang efektif tujuannya
untuk menghilangkan sensasi pada lokalisasi agian tuuh tertentu
2. Non-Farmakologi
a. Membangun hubungan terapeutik perawat-klien
b. Bimbingan antisipasi
c. Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan
fisik dari ketegangan nyeri dan nyeri
d. Imajinasi terbimbing dapat digunakan bersamaan saat melakukan
relaksasi, atau merupakan tindakan terpisah. Imajinasi terbimbing
adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam pikiran klien,
kemudian berkomsentrasi pada kesan tersebut
e. Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-
hal lain di luar nyeri, yang dengan demikian diharapkan dapat
menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri
f. Akupuntur merupakan terapi pengobbatan kuno dari China, dimana
akupuntur menstimulasi titik-titik tertentu pada tubuh untuk
meningkatkan aliiran energi di sepanjang jalur yang disebbut
meridian
g. Biofeedbback merupakan metode elektronik yang mengukur respon
fisiologis, seperti gelombang pada otak, kontraksi otot, atau
temperatur kulit kemudian "mengembalikan" memberikan
informasi tersebut ke klien
h. Stimulasi kutaneus, teknik ini bekerja dengan menstimulasi
permukaan kulit untuk mengontrol nyeri
i. Akupresur dapat dilakukan oleh klien sendiri dengan cara
menggunakan ibu jari atau jari untuk memberikan tekanan pada
titik akupresur untuk membebaskan ketegangan otot kepala, bahu
atau leher
j. Psikoterapi dapat menurunkan persepsi nyeri pada beerapa klien,
terutama pada klien yang sangat sulut sekali mengontrol nyeri
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama meliputi keadaan yang dikeluhkan pasien terhadap
tubuhnya yang dirasakan saat ini oleh pasien
b. Riwayat penyakit sekarang meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadinya keluhan atau gangguan
c. Riwayat penyakit dahulu meliputi pengkajian riwayat yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan nyeri
2. Riwayat Nyeri
Mulai kapan dimulai nyeri, skala nyeri, lokasi, intensitas, kualitas,
gejala yang menyertai, pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari. Skala
nyeri yang sering digunakan adalah 0-5/0-10
Data nyeri didapatkan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik, yang
bertujuan untuk mengkaji karakteristik nyeri yang diungkapkan. Pasien
dengan pendekatan PQRST (Provokatif, Quality, Region, Severty,
Time). Data yang didapatkan mencermikan respon pasien, menurut
NANDA (2016)
a. Respon Fisiologi
Menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak
mengeluh/mengakui ketidaknyamanan biasanya denyut jantung,
tekanan darah dan frekuensi meningkat
b. Respon Perilaku
Biasanya seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir,
mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi
bagian tubuh, menghindari percakapan
c. Respon Psikologis
Berkaitan dengan pemahaman klien terhdap nyeri yang terjadi
Pengkajian PQRST
P (Prokatif/ Pemicu) : faktor yang mempengaruhi gawat/ ringannya
nyeri
Q (Quality) : apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat
R (Region) : daerah perjalan nyeri
S (Severity) : keparahan/intensitas nyeri
T (Time) : waktu/ lama serangan/ frekuensi nyeri
3. Pola Fungsional
Pola persepsi, pola pemenuhan nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas,
pola istirahat dan tidur, pola personal hygiene, pola huungan dan
peran, pola beribadah/kepercayaan
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran
3. TTV
4. P, Q, R, S, T (Pemeriksaan)
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (kurangnya
latihan fisik)
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
(nyeri)
D. Intervensi
Diagnosis nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(kurangnya latihan fisik)
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan klien
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intesitas, frekuensi dan tandda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Diagnosis gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit


(nyeri)
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan klien
1. Mampu mengontrol kecemasan
2. Status lingkungan nyaman
3. Mengontrol nyeri
4. Kualitas tidur dan istirahat adekuat
5. Agresi pengendalian diri
6. Respon terhadap pengobatan
7. Kontrol gejala
8. Status kenyamanan meningkat
9. Dapat mengontro ketakutan
10. Supprot social
11. Keinginan untuk hidup
Intervensi
Penurunan kecemasan
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
5. Dorong keluarga untuk menemani anak
6. Lakukan back/neck rub
7. Dengarkan dengan penuh perhatian
8. Identifikasi tingkat kecemasan
9. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
10. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
11. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
12. Berikan obat untuk mengurangi kecemasa

E. Implementasi
Melakukan tindakan intervensi

F. Evaluasi
Mengevaluasi kebutuhan akan rasa aman dan nyaman (nyeri) dapat
ditunjukkan dari
1. Memecahkan masalah nyeri akut dengan pasien tidak mengeluh nyeri
dan skala nyeri berkurang
2. Memecahkan masalah gangguan rasa nyaman ditandai dengan pasien
merasa nyaman dan gejala yang diderita pasien dapat diatasi sehingga
tidak mengganggu aktivitas pasien
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, A. Hidayat Alimul. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia

Aplikasi dan Prosess Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Kowalat, Jenifer P. (2013). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

NANDA. (2016). Diagnosis Keperawatan 2016. Jakarta : EGC

Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and

Practice. Edisi 7. Vol. 3. Jakarta : EGC

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC

Prasetyo. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha

Ilmu

SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI

Susanto, Andina Vita & Yuni Fitriana. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia.

Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Anda mungkin juga menyukai