Anda di halaman 1dari 7

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL DAN INDERA

RESUME
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Beah II
Dosen Pengampu : Kusniawati, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun oleh:

Yulia Nurfadilah
(P27901118048)

Reguler / Semester:
3A Semester V

POLTEKKES KESEHATAN KEMENKES BANTEN


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TANGERANG
2020
Anamnesa gangguan sistem Muskoloskletal

 Perawat menggunakan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh


data tentang pola pergerakan yang biasa dilakukan seeorang
 Riwayat kesehatan meliputi informai tentang aktivitas hidup sehari-hari, pola
ambulasi, alat bantu yang digunakan dan nyeri serta kram atau keemahan
 Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti dan terarah

Data subjektif

 Data demografi. Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis
transpotasi yang digunakan, dan orang yang terdekat dengan klien
 Riwayat perkembangan. Data ini mengetahui tingkat perkembangan pada neonates,
bayi, prasekolah, emaja dan tua
 Riwayat social. Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan
 Riwayat penyait keturunan
 Riwayat diet (ntrisi). Identifikasi adanya kelebihan beat badan. Kurangnya asupan
kalsium. Bagaimana menu makanan sehari-hari. Kebisaan membawa benda-benda
berat yang dapat menimbulkan regangan otot dan trauma lainnya
 Riwayat kesehatan masa lalu. Data tentang adanya efek langsung atau tidak
langsung terhadap muskoloskeletal
 Riwayat kesehatan sekarang. Keluhan utama pasien dengan gangguan
muskoloskeletal meliputi :
- Nyeri. Identififkasi lokasi nyeri PQRST
- Kekuatan sendi. Tanyakan sendi ana yang mengalami kekakuan, lamanya
kekakuan tersebut dan apakah selalu terjadi remisi kekakuan beberapa kali
sehari
- Bengkak. Tanyakan berapa lama terjadi pembengkakakn apakah juga disertai
nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai sedera pada otot
- Deformitas dan imobilitas
- Perubahan sensori. Tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh
tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri

Data Objektif

 Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot


 Bandingkan dengan sisi lainnya
 Pengukuran kekuatan otot (0-5)
 Duudk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi
 Kyphosis, scliosis, lordosis

Jenis pemeriksaan penunjang pada pasien gangguan sistem Muskoloskletal

 Pemeriksaan diagnostic
- Sinar X
- Ct Scan
- Mri
- Angiografi
- Dsa (Digital Substraction Angiogrhapy)
- Mielografi
- Diskografi
- Artrografi
 Pemeriksaan Laboratorium
- Hb Turun
- Kimia Darah
- Kreatinin Kinase Meningkat
- Sgot Meningkat

Anamnesa gangguan sistem indera

Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan data-data statistik seperti
nama, umur, pekerjaan, alamat, status perkawinan, agama, suku bangsa, kinan atau kidal.
Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang
berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri dan dicatat :
1. Sejak kapan dimulai
2. Sifat serta beratnya
3. Lokasi serta penjalarannya
4. Hubungan dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis
makan dan lain sebagainya)
5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan
8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang
dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya)
Setelah keluhan utama selesai dikemukakan dan dibahas,penderita diminta mengemukakan
keluhan lain yang mungkin ada. Tidak jarang pasien melupakan beberapa keluhan lain,
mungkin karena dianggapnya tidak atau kurang penting. Padahal, kadang-kadang keluhan
ini tidak kalah pentingnya dari keluhan utama dalam menegakkan diagnosis yang tepat.
Untuk membuktikan adanya suatu penyakit umumnya tidak cukup dengan menemukan satu
gejala (tanda). Suatu gejala dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit. Penyakit
biasanya diketahui dari kombinasi gejala-gejala. Jarang kita menemukan gejala yang
patognomonik untuk suatu penyakit. Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula ditelusuri
kemungkinan adanya kelainan atau keluhan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
seperti nyeri kepala, muntah, vertigo, gangguan penglihatan(visus), pendengaran, saraf otak
lainnya, fungsi luhur, kesadaran, motorik, sensibilitas, dan saraf otonom. Disamping data
yang bersifat saraf ini, perlu pula ditelusuri adanya keluhan lain, yang bukan merupakan
keluhan saraf dalam arti kata sempit, namun ada sangkut pautnya dengan kelainan saraf
yang sedang diderita.
Oleh karena itu perlu ditelusuri hal-hal berikut :
- Riwayat penyakit terdahulu : keadaan atau kejadian yang lalu hubungannya dengan
keluhan sekarang, misalnya penyakit infeksi atau trauma.
- Riwayat penyakit dalam keluarga : bila penyakit diduga bersifat herediter
- Riwayat Sosial : perkembangan kepribadian, sikap terhadap orang tua dan saudara,
reaksinya terhadap lingkungan, pendidikan.
- Kebiasaan / Gizi : merokok, minum alkohol, nilai gizi makanan

Pemeriksaan penunjang gangguan sistem indera

1, Pemeriksaan penunjang sistem indera penglihatan

- Ultrasonografi dan tomografi computer dilakukan untuk pasien dengan metastase ke


luar misalnya dengan gejala protopis bola mata
- Elektroretino-gram (ERG), berguna untuk menilai kerusakan luas pada retina
- Elektro-okulogram (EOG)
- Visual Evoked Rsns (VER), berguna untuk mengetahui adanya perbedaan
rangsangan yang sampai ke korteks sehingga dapat diketahui adanya ganguan
rangsangan penglihatan pada seseorang

2. pemeriksaan penunjang sistem indera peraba

Pemeriksaan penunjang : sesuai dengan jenis penyakit, seperti pemeriksaan KOH


(Potasium Hydroksida) 10-20 % untuk nfeksi jamur, pemeriksaan sinar wood untuk pityriasis
versikolor, dan pemeriksaan BTA untuk morbus Hansen, pewarnaan gram dan NaCl untuk
pemeriksaan duh genitalia.
Konsep pemeriksaan visus dan prosedurnya

Definisi Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan


memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan
turunnya visus.

Cara pemeriksaan Visus Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan menggunakan:

- Optotype Snellen
- kartu Cincin Landolt,
- kartu uji E, dan
- kartu uji Sheridan/Gardiner

Visus dan penglihatan dibagi dalam tujuh kategori.

1. Penglihatan normal
Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat.
2. Penglihatan hampir normal
Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu diketahui penyebabnya.
Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki.
3. Low vision sedang
Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.
4. Low vision berat
Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada
lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesar
kuat.
5. Low vision nyata
Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat putih untuk
mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca dengan
kaca pembesar.
6. Hampir buta
Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak bermanfaat,
kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.
7. Buta total Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya tergantung
pada alat indera lainnya.

Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan beberapa cara :

1. Menggunakan Optotype Snellen


2. Kartu Cincin Landolt

3. kartu uji E, dan

4. kartu uji Sheridan/Gardiner

Optotype Snellen terdiri atas sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan bertingkat
serta disusun dalam baris mendatar. Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan.
Pembilang menunjukkan jarak pasien dengan kartu, sedangkan penyebut adalah jarak
pasien yang penglihatannya masih normal bisa membaca baris yang sama pada kartu.
Dengan demikian dapat ditulis rumus: V =D/d Keterangan: V = ketajaman penglihatan
(visus) d = jarak yang dilihat oleh penderita D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal

SOP PEMERIKSAAN VISUS

Definisi : Prosedur ini digunakan untuk mengukur ketajaman penglihatan individu. Prosedur
Pemeriksaan Mata ini dilakukan dengan menggunakan Kartu Snellen dan Pinhole.

Alat: - Kartu snellen

- Buku pencatat

Tahap I. Pengamatan:

- Pemeriksa memegang senter perhatikan:


Posisi bolamata: apakah ada juling
Konjungtiva: ada pterigium atau tidak
Kornea: ada parut atau tidak
Lensa: jernih atau keruh/ warna putih

Tahap II. Pemeriksaan

- Tajam Penglihatan Tanpa Pinhole:


1. Pemeriksaan dilakukan di pekarangan rumah (tempat yang cukup terang),
responden tidak boleh menentang sinar matahari.
2. Gantungkan kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden dengan
jarak 6 meter (sesuai pedoman)
3. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan.
4. Mata kiri responden ditutup dengan telapak tangannya tanpa menekan bolamata.
5. Responden disuruh baca huruf dari kiri-ke kanan setiap baris kartu Snellen atau
memperagakan posisi huruf E pada kartu E dimulai baris teratas atau huruf yang
paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20).
6. Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil
(20/20).
7. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan
posisi huruf E kurang dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang
tertera angka di atasnya.
8. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan
posisi huruf E setengah baris atau lebih dari setengah baris maka yang dicatat
ialah baris yang tertera angka tersebut.

 Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan hitung jari :

- Bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu Snellen
atau kartu E maka mulai hitung jari pada jarak 3 meter (tulis 03/060).
- Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 02/060), bila belum
terlihat maju 1 meter (tulis 01/060).
- Bila belum juga terlihat maka lakukan goyangan tangan pada jarak 1 meter (tulis
01/300).
- Goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan apakah
responden dapat melihat sinar senter (tulis 01/888).
- Bila tidak dapat melihat sinar disebut buta total (tulis 00/000).

Tahap III Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan PINHOLE:

- Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu Snellen atau kartu
E atau hitung jari maka pada mata tersebut dipasang pinhole.
- Hasil pemeriksaan pinhole ditulis dalam kotak dengan pinhole. Cara penulisan huruf
yang terbaca sama dengan cara pemeriksaan tanpa pinhole.
- Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai baris paling bawah
(normal, 20/20) berarti responden tersebut gangguan refraksi.
- Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya tetapi tidak sampai baris
normal (20/20) pada usia anak sampai dewasa berarti responden tersebut gangguan
refraksi dengan mata malas.
- Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaan huruf atau
memperagakan posisi huruf E maka disebut katarak.

Anda mungkin juga menyukai