Anda di halaman 1dari 55

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 TINJAUAN TEORI


2.1.1 Akuntansi
Pengertian dari Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, dan
pengkomunikasian keadaan ekonomi suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan (Arif dan Wibowo, 2008). Akuntansi merupakan satu kesatuan sistem
informasi pemrosesan data sehingga menghasilkan laporan keuangan yang
menggambarkan keadaan perusahaan.
Menurut Wild dan Kwok dalam Agoes (2014:1) mendefinisikan Akuntansi
Keuangan sebagai berikut: Akuntansi adalah “Sistem informasi yang menghasilkan
laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan
kondisi perusahaan.”
Sedangkan menurut Harahap (2011:5) Akuntansi adalah “Proses
mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai
bahan informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai alternatif dalam mengambil
kesimpulan oleh para pemakainya.”
Sementara itu menurut commite on terminology of the American Institute of
Certified Public Accountants (AICPA) dalam Suwardjono (2013:5), Akuntansi adalah
“Seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat
keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang, dan
penginterpretasian hasil proses tersebut.”
Lain halnya menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, Akuntansi adalah “Proses
identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan
kejadian keuangan, penyajian laporan, serta penginterpretasian atas hasilnya.”
Berdasarkan dari definisi yang di atas dapat dijelaskan kembali akuntansi
adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan melaporkan
transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan agar dapat digunakan
oleh pihak yang berkepentingan untuk mengambil suatu keputusan serta tujuan
lainnya yang memiliki fungsi sebagai informasi keuangan.
Selain itu juga, dapat dikatakan bahwa akuntansi adalah sarana untuk
memberikan informasi ekonomi suatu jenis usaha yang bermanfaat bagi pihak-pihak
8

yang berkepentingan. Pihak yang berkepentingan menggunakan laporan keuangan


perusahaan misalnya investor, perbankan, pemegang saham, pemerintah, masyarakat
umum. Selain itu, akuntansi juga berfungsi untuk menghitung berbagai arus kas
masuk maupun keluar yang dilakukan oleh suatu jenis usaha dan hasilnya akan dibuat
suatu pembukuan agar dapat dilihat apakah suatu perusahaan tersebut mengalami
keuntungan atau kerugian.

2.1.1.2 Siklus Akuntansi


Pengertian Siklus Akuntansi
Menurut Harahap (2003:16) dalam bukunya Teori Akuntansi bahwa “Proses akuntansi
adalah proses pengolahan data sejak terjadinya transaksi, kemudian transaksi ini
memiliki bukti yang sah sebagai dasar terjadinya transaksi kemudian berdasarkan data
atau bukti ini, maka diinput ke proses pengolahan data sehingga menghasilkan output
berupa informasi laporan keuangan.”
Sedangkan menurut Rudianto (2012:16) siklus akuntansi adalah “Urutan kerja
yang harus dilakukan sejak awal hingga menghasilkan laporan keuangan perusahaan.”
Sementara pengertian siklus akuntansi menurut Soemarso, (2004:90) adalah
sebagai berikut: “Siklus akuntansi adalah tahapan-tahapan kegiatan mulai dari
terjadinya transaksi sampai dengan penyusunan laporan keuangan sehingga siap untuk
pencatatan transaksi periode berikutnya yang terjadi secara berulang–ulang dan terus
menerus”
Lain halnya menurut Suharli (2006:49) bahwa pengertian siklus akuntansi
adalah “Urutan transaksi, peristiwa, aktivitas, dan proses dari awal sampai akhir
dimulai dari awal seperti lingkaran yang tidak akan pernah putus.”
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas simpulan dari pengertian siklus
akuntansi adalah suatu proses pengolahan data transaksi keuangan yang dimulai dari
pencatatan bukti transaksi, penjurnalan, buku besar, neraca saldo, jurnal penyesuaian
hingga menghasilkan informasi kinerja keuangan pada laporan keuangan perusahaan.

Tahap-Tahap Siklus Akuntansi


Menurut suharli (2006:49), mengatakan tahapan dari siklus akuntansi adalah:
1. tahap pencatatan
9

Menurut Mursyidi (2010:18), tahapan dalam proses akuntansi mencakup hal-hal


sebagai berikut:
1. Pencatatan (recording) transaksi-transaksi keuangan. Pada tahap ini setiap
transaksi keuangan dicatat secara kronologis dan sistematis dalam periode
tertentu didalam sebuah atau beberapa buku yang disebut jurnal. Tiap catatan
itu harus ditunjang oleh dokumen sumbernya (nota, faktur, kuitansi, bukti
memorial, dan lain-lain). Pencatatan dalam akuntansi ada dua tahap, yaitu
pencatatan transaksi dalam buku jurnal (journal entry) dan pencatatan ayat
jurnal ke buku besar (posting to legder).
2. Pengelompokkan (classification). Pada tahap ini menunjukkan aktivitas
transaksi-transaksi yang sudah dicatat itu dikelompokan menurut kelompok
akun yang ada, yaitu kelompok akun (assets), akun kewajiban (liabilities),
akun ekuitas (equities), akun pendapatan (revenue) dan akun beban (expense).
3. Pengikhtisaran (summarizing). Pada tahap ini dilakukan aktivitas penyusunan
nilai untuk setiap akun yang disajikan dalam bentuk saldo masing-masing sisi
debit dan kredit, bahkan hanya berupa saldo saja. Berarti bahwa secara berkala
semua transaksi yang sudah dicatat, dikelompokkan, disajikan secara rigat dala
mdaftar tersendiri, yang disebut neraca saldo (trial balance).
4. Pelaporan (reporting). Pada tahap ini dilakukan aktivitas penyusunan
ringkasan dari hasil peringkasan. Laporan disusun secara sistematis untuk
dapat dipahami dan dapat diperbandingkan serta disajikan secara lengkap (full
disclosure). Laporan keuangan terdiri atas laporan laba rugi (income
statement), laporan perubahaan ekuitas (equity statement), laporan neraca
(balance sheet), laporan arus kas (cash flow statement), dan catatan atas.
5. Penafsiran (analizing). Tahap ini merupakan lanjutan dari proses akuntansi
secara teknis, yaitu membaca laporan keuangan melalui alat dan formula
tertentu sehingga dapat diketahui kinerja dan posisi keuangan dan
perubahannya untuk suatu organisasi.
10

Gambar 2.1
Tahapan Siklus Akuntansi

Sumber: Mursyidi (2010)

2.1.2 Manajemen Keuangan


Pengertian Manajemen keuangan menurut (Sudana, 2011) adalah "Manajemen
keuangan merupakan bidang keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip keuangan
dalam suatu organisasi perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan nilai
melalui pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya yang tepat."
Manajemen keuangan merupakan manajemen fungsi keuangan yang terdiri atas
keputusan investasi, pendanaan, dan keputusan pengelolaan aset.
Menurut Fahmi (2012:2), “Manajemen keuangan merupakan penggabungan dari
ilmu dan seni yang membahas, mengkaji, dan menganalisis tentang bagaimana
seorang manajer keuangan dengan mempergunakan seluruh sumber daya perusahaan
untuk mencari dana, pengelola dana, dan membagi dana dengan tujuan mampu
memberikan profit atau kemakmuran bagi pemegang saham dan suistainbility
(keberlanjutan) usaha bagi perusahaan.”
Sedangkan menurut Sutrisno (2012) menyatakan manajemen keuangan adalah
“Semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk
11

mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk
menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien.”
Sementara itu menurut Riyanto (2013:4) pengertian dari manajemen keuangan
adalah “Keseluruhan aktivitas yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan
dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut.”
Lain halnya menurut Gitman (2003) dalam bukunya Principles of Managerial
Finance mengemukakan pendapatnya yang diterjemahkan: “Keuangan dapat
didefinisikan sebagai suatu seni dan ilmu pengetahuan dari pengelolaan uang.”
Sesungguhnya setiap individu dan organisasi menghasilkan uang dan membelanjakan
atau menginvestasikan uang. Keuangan berhubungan dengan proses, institusi, pasar,
dan instrumen keuangan yang terlibat dalam perpindahan atau transfer uang antar
individu, bisnis, dan juga pemerintah.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat dijelaskan dan disimpulkan bahwa
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi
manajemen keuangan bukan saja dalam hal bagaimana mengatur dan mengambil
keputusan dalam segala aktifitas yang berhubungan dengan pengumpulan dan
pengalokasian dana, akan tetapi juga mencakup bagaimana mengelola serta
menggunakan dana tersebut secara efektif dan efisien yang berfokus pada
kesejahteraan pemilik perusahaan.

2.1.2.2 Tujuan Manajemen Keuangan


Tujuan dari manajemen keuangan telah terlihat dalam proses penilaian yang dilakukan
oleh pasar uang, tujuan utamanya yaitu memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
Menurut para ahli, tujuan manajemen keuangan yaitu untuk:
a) Memaksimalkan keuntungan: seorang manajer keuangan tidak menjamin
keuntungan dalam jangka waktu yang panjang sebab ketidakpastian bisnis tetapi
perusahaan bisa mendapatkan keuntungan yang maksimal bahkan dalam jangka
waktu yang panjang apabila manajer keuangannya mengambil suatu keputusan
keuangan yang tepat serta menggunakan keuangan perusahaan dengan baik.
b) Menjaga arus kas (cash flow): suatu perusahaan harus mempunyai arus kas yang
sesuai guna membayar biaya kebutuhan perusahaan sehari-hari seperti pembelian
bahan baki, pembayaran gaji karyawan, sewa, dan sebagainya. Arus kas atau cash
flow yang baik tentunya akan meningkatkan keberhasilan perusahaan
12

c) Mempersiapkan struktur modal: seorang manajer keuangan harus dapat


memutuskan rasio antara pembiayaan yang dimiliki dan keuangan yang dipinjam
agar dapat seimbang.
d) Pemanfaatan keuangan yang tepat: manajer keuangan harus bisa memanfaatkan
keuangan secara optimal dan perusahaan harus tidak berinvestasi keuangan
perusahaan dalam proyek yang tidak menguntungkan bagi perusahaan.
e) Memaksimalkan kekayaan: jadi seorang manajer keuangan mencoba agar agar
memberikan dividen yang maksimal kepada pemegang saham dan berupaya dalam
meningkatkan nilai pasar saham sebab nilai pasar saham secara langsung berkaitan
dengan kinerja perusahaan
f) Meningkatkan efisiensi: manajemen keuangan mencoba meningkatkan efisiensi
semua departemen perusahaan. Distribusi keuangan yang tepat dalam semua aspek
akan meningkatkan efisiensi seluruh perusahaan
g) Kelangsungan hidup perusahaan: perusahaan harus dapat bertahan hidup pada
dunia bisnis yang kompetitif seperti sekarang ini. Seorang manajer keuangan harus
berhati-hati saat membuat keputusan keuangan sebab apabila salah dalam
mengambil keputusan bisa saja perusahaan bangkrut atau merugi
h) Mengurangi risiko operasional: manajemen keuangan juga mencoba dalam
mengurangi risiko operasional. Terdapat banyak resiko ketidakpastian dalam
bisnis namun seorang manajer keuangan harus bisam mengambil langkah tepat
agar dapat mengurangi resiko ini.
i) Mengurangi biaya modal: manajer keuangan harus dapat merencanakan struktur
modal sedemikian rupa agar biaya modal dapat diminimalkan.

2.1.2.2 Fungsi Manajemen Keuangan


Fungsi utama dari seorang manajer keuangan yaitu merencanakan, mencari serta dapat
memanfaatkan dana dengan berbagai cara dalam memaksimalkan daya guna dari
operasi perusahaan. Tentunya hal tersebut membutuhkan pengetahuan akan pasar
uang serta dari mana modal akan di peroleh dan bagaimana keputusan yang tepat di
bidang keuangan harus dibuat.
Penjelasan mengenai fungsi manajemen keuangan adalah sebagai berikut:
1. Planning atau perencanaan keuangan. Hal ini meliputi perencanaan arus kas
serta laba atau rugi perusahaan
13

2. Budgeting atau anggaran, yaitu perencanaan penerimaan serta pengalokasian


anggaran biaya secara efisien serta memaksimalkan dana yang dimiliki oleh
perusahaan
3. Controlling atau pengendalian keuangan. Hal ini merupakan melakukan
evaluasi serta perbaikan mengenai keuangan serta sistem keuangan perusahaan
4. Auditing atau pemeriksaan keuangan, yaitu melakukan audit internal
berdasarkan keuangan perusahaan yang ada supaya sesuai dengan kaidah
standar akuntansi serta tidak terjadi penyimpangan
5. Reporting atau pelaporan keuangan yaitu menyediakan laporan informasi
mengenai kondisi keuangan perusahaan serta analisa rasio laporan keuangan.
Seorang manajer keuangan memiliki tanggung jawab yang sangat besar tentunya
terhadap apa yang sudah dilakukannya. Pengambilan keputusan keuangan yang
menjadi tanggung jawab seorang manajer keuangan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Investment decision: berkaitan dengan masalah pemilihan investasi yang
diinginkan dari suatu organisasi pada kesempatan yang tersedia dengan
memilih satu atau lebih alternative investasi yang di nilai memiliki keuntungan
2. Financing decision: berkaitan dengan permasalahan pemilihan berbagai
bentuk sumber dana yang tersedia guna melakukan investasi dengan memilih
satu atau lebih alternatif pembelanjaan yang menimbulkan biaya paling murah
3. Dividend decision: berkaitan dengan masalah penentuan besarnya persentase
dari laba yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai kepada para pemegang
saham.
2.1.3 Pengertian Laporan Keuangan
Pengertian Laporan Keuangan adalah Hasil dari proses akuntansi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk komunikasi data keuangan atau aktivitas perusahaan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu sebagai pengguna informasi
harus mengerti sifat, cakupan, dan batasannya sebelum p/engguna menggunakan data
dan observasi yang diturunkan dari laporan itu untuk penilaian dan analisis.
Menurut PSAK No.1 (2015:1), Laporan keuangan adalah “Penyajian terstruktur
dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas, laporan ini menampilkan
sejarah entitas yang dikuantifikasi dalam nilai moneter.” Bersambung pada PSAK
No.1 (2015:2) Laporan Keuangan adalah “Sebagai bagian dari proses pelaporan
keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan
14

laba/rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai
cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan
lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.”
Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan
laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta
pengungkapan pengaruh perubahan harga.
Sedangkan menurut Hery (2013:7) menyatakan sebagai berikut: Laporan
keuangan adalah “Hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.”
Sementara itu menurut Kieso, et al. (2014:2) adalah “Laporan Keuangan hanya
merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak
diluar perusahaan. Laporan keuangan yang sering disajikan adalah (1) laporan posisi
keuangan, (2) laporan laba/rugi, (3) laporan arus kas, dan (4) laporan perubahan
modal beserta (5) catatan atas laporan keuangan merupakan bagian integral dari setiap
laporan keuangan”
Lain halnya menurut Harahap (2013:105), dalam buku Analisa Kritis Atas
Laporan Keuangan sebagai berikut: Laporan keuangan adalah “Laporan yang
menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu
atau jangka waktu tertentu."
Penjelasan di atas dapat diartikan tujuan umum laporan keuangan adalah
memberikan informasi keuangan suatu entitas yang berguna bagi keputusan investor,
kreditur, dan kreditur lainnya dalam membuat keputusan mengenai penyediaan
sumber daya bagi entitas perusahaan.
Agar hasil suatu usaha dapat diketahui, setiap kurun waktu yaitu periode
akuntansi tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan
merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Sedangkan penyusunan laporan
keuangan adalah tahap akhir dalam siklus akuntansi. Laporan keuangan harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu: relevan, dapat dimengerti, dapat diuji, dapat
dibandingkan, dapat dipercaya, lengkap, penyampaian tepat waktu, akurat, dan
objektif.
Laporan keuangan juga memiliki karakteristik bagi setiap pemakainya dalam
mengambil keputusan. Menurut Sunyoto (2013:11) “Laporan keuangan sebagai suatu
15

sumber informasi harus memenuhi beberapa persyaratan agar kebijaksanaan yang


diambil berdasarkan informasi itu tidak menyesatkan.” Adapun syarat-syarat
sebagaimana disebutkan dalam exposure draft Prinsip Akuntansi Indonesia meliputi:
1. Dapat dipahami
Laporan keuangan haruslah dapat dipahami oleh pengguna laporan, sehingga dapat
memberikan informasi mengenai aktivitas ekonomis dan bisnis secara jelas.
Kualitas penting informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna. Pengguna yang
dimaksud adalah masyarakat yang mengerti tentang ekonomi dan bisnis.
2. Relevan
Informasi haruslah relevan agar memenuhi kebutuhan pengguna laporan keuangan
dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika
dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan cara membantu mereka
mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau
mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
3. Materialitas
Informasi dipandang material jika kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan
dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan. Dengan menetapkan
materialitas pada pos ataupun kesalahan yang dinilai, sehingga materialitas
merupakan ambang batas agar informasi mempunyai manfaat.
4. Keandalan
Informasi haruslah handal (reliable), artinya berkualitas dan tidak menyesatkan.
Informasi memiliki kualitas handal jika bebas dari kesalahan material dan
penyajian secara jujur apa yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar
diharapkan dapat disajikan.
5. Dapat Dibandingkan
Pengguna harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas antar periode
untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan. Pengguna juga
harus dapat membandingkan laporan keuangan antar entitas untuk mengevaluasi
posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif.
6. Kelengkapan
16

Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam
batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan
mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu
tidak dapat diandalkan dan kurang mencukupi ditinjau dari segi relevansi.
7. Tepat Waktu
Tepat waktu meliputi penyediaan informasi laporan keuangan dalam jangka waktu
pengambilan keputusan. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam
pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya.

2.1.1.3 Pengguna Laporan Keuangan


Para pemakai laporan keuangan beserta kegunaannya menurut Harahap (2010:64)
dapat dilihat dari penjelasan berikut :
1. Pemegang Saham
Pemegang saham ingin mengetahui kondisi keuangan perusahaan, aset, utang, modal,
hasil, biaya, dan laba. Ia juga ini ingin melihat prestasi perusahaan dalam pengelolaan
manajemen. Ia juga ingin mengetahui jumlah dividen yang akan diterima, jumlah
pendapatan persaham, jumlah laba yang ditahan. Juga mengetahui perkembangan
perusahaan dari waktu ke waktu, perbandingan dengan usaha sejenis, dan perusahaan
lainnya. Dari informasi ini pemegang saham dapat mengambil keputusan apakah ia
akan mempertahankan sahamnya, menjual atau menambah sahamnya. Semua
tergantung pada kesimpulan yang akan diambil dari informasi yang terdapat dalam
laporan keuangan atau informasi tambahan lainnya.
2. Investor
Investor dalam hal tertentu juga sama seperti pemegang saham. Bagi investor
potensial ia akan melihat kemungkinan potensi keuntungan yang akan diperoleh dari
perusahaan yang dilaporkan.
3. Analis Pasar Modal
Analis pasar modal selalu melakukan baik analisis tajam dan lengkap terhadap laporan
keuangan perusahaan go public maupun yang berpotensi masuk ke pasar modal. Ia
ingin mengetahui nilai perusahaan, kekuatan dan posisi keuangan perusahaan. Apakah
layak disarankan untuk dibeli sahamnya, dijual atau dipertahankan. Informasi ini akan
disampaikan kepada langgananya berupa investor baik individual maupun lembaga.
4. Manajer
17

Manajer ingin mengetahui situasi ekenomis perusahaan yang dipimpinnya. Seorang


manajer selalu dihadapkan kepada seribu satu masalah yang memerlukan keputusan
cepat dan setiap saat. Untuk sampai pada keputusan yang tepat. Karena beragamnya
informasi yang dibutuhkan, laporan keuangan yang disusun dengan norma akuntansi
keuangan yang bersifat umum terasa sangat sedikit sehingga ia harus mengharapkan
informasi yang didesain dari akuntansi manajemen.
5. Karyawan dan Serikat Pekerja
Karyawan perlu mengetahui kondisi keuangan perusahaan untuk menetapkan apakah
ia masih terus bekerja di situ atau pindah. Ia juga perlu mengetahui hasil usaha
perusahaan supaya ia bisa menilai apakah penghasilan yang di terimanya adil atau
tidak. Ia juga ingin mengetahui jumlah modal yang dimiliki karyawan jika memang
ada seperti dalam perusahaan penerbitan di Indonesia. Demikian juga tentang
cadangan dana pensiun, asuransi kesehatan, asuransi atau jaminan sosial tenaga kerja
Negara yang demokratis, hak-hak karyawan dilindungi informasi seperti ini sangat
penting.
6. Intansi Pajak
Perusahaan selalu memiliki kewajiban pajak, perusahaan juga dikenakan pemotongan,
perhitungan dan pembanyarannya. Semua kewajiban pajak tergambar dalam laporan
keuangan, dengan demikian instansi pajak dapat menggunakan laporan keuangan
sebagai dasar menentukan kebenaran perhitungan pajak, pembanyaran pajak,
pemotongan pajak, restitusi, dan juga untuk dasar penindakan.
7. Pemberi Dana (kreditur)
Bank ingin mengetahui informasi tentang situasi dan kondisi perusahaan baik yang
sudah diberi pinjaman maupun yang akan diberi pinjaman. Perusahaan calon debitur
laporan keuangan dapat menjadi sumber informasi untuk menilai kelayakan
perusahaan untuk menerima kredit yang akan diluncurkan.
8. Supplier
Supplier hampir sama dengan kreditur. Laporan keuangan menjadi informasi untuk
mengetahui apakah perusahaan layak diberikan fasilitas kredit, seberapa lama akan
diberikan, dan sejauh mana potensi resiko yang dimiliki perusahaan.
9. Pemerintah
Untuk mengetahui apakah perusahaan telah mengikuti peraturan yang ditetapkan.
10. Pelanggan atau Lembaga Konsumen
18

Sebaiknya laporan keuangan juga menyajikan tentang ini.


11. Lembaga Swadaya Masyarakat
Untuk menilai sejauh mana perusahaan merugikan pihak tertentu yang dilindunginya.
12. Peneliti/Akademisi/Lembaga peneliti
Sebagai data sekunder dalam melakukan penelitian terhadap pihak tertentu yang
berkaitan dengan laporan keuangan atau perusahaan.

2.1.1.4 Tujuan Laporan Keuangan


Tujuan laporan keuangan menurut PSAK (2007) adalah “Memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat
bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan
ekonomi.” Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan
informasi mengenai perusahaan yang meliputi: aset, laibilitas, ekuitas, pendapatan dan
beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada
pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, dan arus kas. Laporan keuangan
perusahaan didasarkan pada aturan-aturan dan konvensi-konvensi akuntansi. Untuk
mencapai konsistensi dan komparabilitas, pertimbangan-pertimbangan subjektif
diminimalkan, tetapi penilaian suatu perusahaan didasarkan pada proyeksi atau
prakiraan kinerjanya di masa depan. Hal ini melibatkan pertimbangan-pertimbangan
yang subjektif. Jadi, laporan akuntansi tidak mencatat nilai ekonomis. Sebaliknya,
laporan-laporan itu memberikan informasi historis kuantitatif dasar yang merupakan
sekumpulan input yang penting yang digunakan dalam menghitung nilai-nilai
ekonomis.
Hery, (2013:19) menyebutkan tujuan laporan keuangan adalah “Menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan
suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi.” Dan pada tujuan khusus laporan keuangan adalah menyajikan
secara wajar dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk posisi
keuangan, hasil usaha dan perubahan lain dalam posisi keuangan.
19

2.1.2.2 Unsur dari Laporan Keuangan

2.1.2.1 Analisis Laporan Keuangan

2.1.2.3 Tata cara pemungutan pajak


2.1.2.3.1 Asas Pemungutan Pajak

2.1.2.3.2 Sistem Pemungutan Pajak

2.1.3 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono,
2001:130).
Menurut Gitman (2006:65) Profitabilitas merupakan “Evaluasi pendapatan
perusahaan dalam kaitannya dengan peningkatan tingkat penjualan tertentu, tingkat
aktiva tertentu, investasi dari pemilik perusahaan atau nilai dari saham.”
Sedangkan menurut Kasmir (2010:115) Profitabilitas merupakan “Rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan dan juga memberikan
ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan." Hal ini ditunjukkan oleh laba
yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi, intinya adalah bahwa rasio
ini menunjukkan efisiensi perusahaan.
Sementara menurut Tampubolon (2005:39) “Profitabilitas adalah untuk
mengukur pendapatan menurut laporan laba rugi dengan nilai buku investasi.” Rasio
profitabilitas kemudian dapat dibandingkan dengan rasio yang sama dengan rasio
korporasi lainnya pada tahun-tahun sebelumnya atau sering disebut sebagai rasio rata-
rata industri.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas simpulan dari pengertian
profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, dengan
membandingkan antara laba dan aktiva atau modal yang dapat menghasilkan laba
tersebut.
20

2.1.4 Pengertian Struktur Aktiva


Pengertian Penghasilan menurut Undang-Undang PPh Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 7
tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang–Undang Nomor 36
tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
Sedangkan menurut Undang-Undang Pajak Nomor 17 Tahun 2000 dan
Undang Pajak Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pajak Penghasilan
dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam
tahun pajak.” Penghasilan yang dimaksud adalah jumlah uang yang diterima dari
suatu usaha yang dilakukan oleh orang perorangan, badan dan bentuk usaha lainnya
yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsi dan menimbun
serta menambah kekayaan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam PSAK No 46 tahun 2015
menyebutkan bahwa “Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan
peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak
perusahaan.”
Sementara menurut Resmi (2009:88) “Pajak penghasilan adalah pajak yang
dikenakan terhadap subjek pajak atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam
satu tahun pajak.”
Lain halnya menurut (Suandy,2011) “Pajak yang dikenakan terhadap
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak atau dapat pula
dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban
pajak subjektifnya dinilai atau berakhir dalam tahun pajak.”
Berdasarkan definisi di atas kesimpulan dari pajak penghasilan adalah Pajak
yag dikenakan terhadap klasifikasi subjek pajak atas penghasilan yang ditterima atau
diperolehanya dalam tahun pajak
21

2.1.4.1 Pengertian
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 mendefinisikan
“Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan.”
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (2007:3) “Orang Pribadi
merupakan Subjek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di
luar Indonesia.”

2.1.5 Struktur Aktiva


Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun sesuai Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku, yang bertujuan untuk menyediakan informasi
keuangan yang bermanfaat bagi pemakai dalam rangka pengambilan keputusan
(Sihombing, 2012:2) khususnya informasi tentang prospek arus kas, posisi keuangan,
kinerja keuangan perusahaan dan aktivitas pendanaan, operasional serta investasi.
Untuk memenuhi kebutuhan pelaporan pajak maka perusahaan melakukan koreksi
fiskal. Dalam mengakui penghasilan dan beban, terdapat perbedaan akuntansi
komersial dan akuntansi pajak baik karena beda cakupan maupun perbedaan
pengakuan dalam menetapkan laba sebelum pajak. Laporan keuangan komersial yang
telah dikoreksi dinamakan laporan keuangan fiskal.
Sedangkan Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun
sesuai peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan pajak.
Undang-Undang Pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan,
hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu, baik dalam pengakuan
penghasilan maupun biaya Suandy (2011:75). Akibat dari perbedaan pengakuan ini
menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal berbeda. Secara umum laporan keuangan
disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), kecuali diatur secara
khusus dalam Undang-Undang. Perusahaan dapat menyusun laporan keuangan
akuntansi (komersial) dan laporan keuangan fiskal secara terpisah atau melakukan
koreksi fiskal terhadap laporan keuangan akuntansi komersial. Laporan keuangan
komersial yang direkonsiliasi dengan koreksi fiskal akan menghasilkan laporan
keuangan fiskal. Standar Akuntansi Keuangan khusus PSAK Nomor 46 mengatur
tentang Akuntansi Pajak Penghasilan.
22

Ukuran Perusahaan
Menurut Brigham dan Houston (2009:117), ukuran perusahaan adalah “Rata-rata total
penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun kemudian.”
Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka
akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya, jika penjualan lebih
kecil daripada biaya variabel dan tetap maka perusahaan akan menderita kerugian.
Menurut Halim (2009:93), semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka
kecenderungan menggunakan modal asing juga akan semakin besar. Hal ini
disebabkan karena perusahaan besar membutuhkan dana yang besar pula untuk
menunjang operasionalnya dan salah satu alternatif pemenuhannya adalah dengan
modal asing apabila modal sendiri tidak mencukupi. Investor dapat memperoleh lebih
banyak informasi dari perusahaan besar jika dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Jadi, dengan diperolehnya dana lewat pasar modal menjadikan proporsi utang menjadi
semakin kecil dalam struktur modalnya.
2.1.5.1
Menurut Suandy (2011:35), persamaan akuntansi komersial dan akuntansi fiskal
adalah:
a. Aset/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode tidak boleh
langsung dibebankan pada tahun pengeluarannya tetapi harus dikapitalisir dan
disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya.
b. Aset/harta yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan
bangunan.
c. Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memiliki masa
manfaat terbatas.

2.1.5.2
Salah satu alasan perbedaan akuntansi pajak dengan akuntansi keuangan, antara lain
karena tujuan akuntansi keuangan adalah pemberian informasi penting kepada para
manajer, pemegang saham, pemberi kredit, serta pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya dan merupakan tanggung jawan para akuntan untuk melindungi pihak-pihak
tersebut dari informasi yang menyesatkan. Sebaliknya, tujuan utama sistem
perpajakan secara akuntansi pajak adalah pemungutan pajak yang adil dan merupakan
23

tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak untuk melindungi para pembayar pajak dari
tindakan semena-mena.
Tabel 2.1
Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal

Sumber: Suandy, 2011:35-36

2.1.5.1

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan dibedakan atas tiga kelompok


yaitu:
1. Penghasilan sebagai objek pajak
Menurut Pasal 4 ayat (1) UU PPh No 36 Tahun 2008, Penghasilan yang merupakan
objek pajak adalah:
a. Penggantian atau imbalan berkenaaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang.
b. Hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan, dan penghargaan
c. Laba Usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya, sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya.
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dan badan
keagamaan, badan pendidikan, dan badan sosial termasuk termasuk
yayasan, koperasi, orang pribadi atau pengusaha kecil.
24

5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak


penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau pemodalan,
dalam perusahaan pertambangan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
hutang.
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
m.Selisih lebih karena penilaian kembali aset.
n. Premi asuransi, termasuk premi reasuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usahanya atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah (PP No 25 T ahun 2009).
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.

2.
Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak menurut Pasal 4 ayat (3)
Undang-Undang Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008 adalah:
a. 1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui
25

di Indonesia, yang diterima oleh badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah.
2) Harta hibahan, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat; badan keagamaan; badan pendidikan;
badan sosial termasuk yayasan dan koperasi: atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan pihak-pihak yang
bersangkutan (penerima hibah, bantuan atau sumbangan).
b. Warisan yaitu warisan yang diterima atau telah dibagi ahli waris
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) huruf b.
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat tinggal di Indonesia dengan syarat:
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
2. Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan yaitu KMK-651/KMK.04/1994.
26

i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
j. Penghasilan yang sudah dikenakan PPh final, yaitu penghasilan yang diterima atau
diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha
yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat
badan pasangan usaha tersebut:
1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan yaitu KMK-250/KMK.04/1995.
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-
246/PMK.03/2008).
l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa
lebih lanjut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK-80/PMK.03/2009).
m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(Jamsostek, Taspen, Asabri, Askes, dan/atau badan hukum lainnya yang dibentuk
untuk menyelenggarakan Program Jaminan Sosial) kepada Wajib Pajak tertentu
(anggota masyarakat yang tidak mampu, yang sedang mengalami bencana alam,
dan/atau yang tertimpa masalah), yang ketentuannya diatur atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK-247/PMK.03/2008).

3.
Pengenaan pajak yang bersifat final berarti bahwa Pajak Penghasilan (PPh) yang telah
dipungut/dipotong oleh pihak lain tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari total
PPh terutang pada akhir tahun. Menurut Agoes (2014:191) Penghasilan yang
27

dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final menurut Pasal ayat (2) Undang-Undang
Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 adalah :
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, bunga obligasi
dan Surat Utang Negara (SUN), dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan
pemerintah.

2.1.5.2 Perbedaan Antara Biaya dan Bukan Biaya


1. Beban (Expenses)
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) No 36 Tahun 2008, tidak semua
biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat diakui sebagai pengurang, meskipun biaya
tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha. Hal ini disebabkan karena menurut
ketentuan pajak, biaya fiskal digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yakni biaya-biaya
yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dan biaya-biaya yang tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya/beban yang boleh dikurangkan (Deductible Expenses)
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain: biaya pembelian bahan; biaya yang berkenaan dengan
pekerjaan/jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan
tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; bunga, sewa, dan royalti;
biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi
penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK-02/PMK.03/2010); biaya administrasi; dan pajak kecuali
Pajak Penghasilan (PBB dan Bea Materai).
28

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan


amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun; sepanjang harta yang
disusutkan atau diamortisasi tersebut digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyatanya tidak dapat ditagih, dengan syarat:
1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
2) Wajib Pajak telah menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Dirjen Pajak.
3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang Negara, atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan hutang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus, atau adanya pengakuan kepada debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
4) Syarat pada huruf 3) tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih
debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k, Yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK-105/PMK.03/2009).
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
29

l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan


Pemerintah.
m.Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Selain itu, menurut (Agoes, 2014) beban-beban berikut ini juga merupakan
beban yang dapat dikurangkan (deductible expenses) yaitu:
1. Pembentukan dana cadangan
Sesuai dengan PMK-81/PMK.03/2009, mengatur bahwa besarnya dana cadangan
yang boleh dikurangkan sebagai beban untuk:
a. Usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha
dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang.
b. Usaha asuransi
c. Lembaga Penjamin Simpanan
d. Biaya reklamasi usaha pertambangan
e. Biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
f. Biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri.
2. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, seperti penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-83/PMK.03/2009).
3. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan yang antara pemberi dan
penerimanya memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan.
4. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat (zakat yang diterima oleh badan/lembaga
amil zakat yang dibentuk/disahkan oleh pemerintah) dan sumbangan keagamaan
(yang diterima dan dibentuk pemerintah) yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia. Bantuan atau sumbangan tersebut dalam bentuk uang
atau barang kepada orang pribadi atau badan.
5. Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler serta
biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan termasuk pengeluaran rutin
untuk pembelian/pemakaian bahan bakar yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya. Pembebanan
30

sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% dalam tahun pajak yang
bersangkutan, melalui penyusutan aset tetap. Biaya berlangganan tersebut dapat
dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan.
6. Bunga pinjaman dapat dibebankan sebagian, apabila rata-rata tertimbang pinjaman
perbulan melebihi rata-rata tertimbang deposito/tabungan perbulan. Besarnya
bunga pinjaman yang dapat dibebankan tersebut adalah sebesar jumlah bunga yang
terutang atas rata-rata jumlah pinjaman yang melebihi rata-rata jumlah
deposito/tabungan.

2. Beban/Biaya yang tidak boleh dikurangkan (non deductible expenses)


Menurut pasal 9 ayat (1) UU PPh No. 36 Tahun 2008 menyebutkan biaya yang tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebagai berikut:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota seperti; perbaikan rumah pribadi perjalanan pribadi,
premi asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para
pemegang saham dan keluarganya.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan (PMK-81/PMK.03/2009), kecuali:
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri.
d. Premi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
31

oleh pemberi kerja maka premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib
pajak bersangkutan (wajib potong PPh 21).
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-83/PMK.03/2009).
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, UU PPh No 36 Tahun 2008,
kecuali sumbangan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf I sampai huruf m serta zakat yang
diterima oleh badan/atau lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh badan/atau lembaga amil zakat yang disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PP No 18 Tahun
2009.
h. Pajak Penghasilan
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Selain itu, beban-beban berikut ini juga merupakan beban yang tidak dapat
dikurangkan (non deductible expenses) yaitu:
1. PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (8)
huruf f dan g UU PPN No 42 Tahun 2009 sepanjang tidak dapat dibuktikan dengan
benar dan telah dibayar.
32

2. PPN Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana Pasal 9 ayat (1) UU
PPh No 36 Tahun 2008 (PP No 138 Tahun 2000)
3. Selisih lebih penilaian HPP yang menggunakan metode LIFO sesuai Pasal 10 ayat
(6) UU PPh No 36 Tahun 2008.
4. Jumlah melebihi biaya penyusutan yang ditetapkan sesuai Pasal 11 UU PPh No 36
Tahun 2008.
5. Kerugian dari harta atau hutang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang merupakan objek pajak (PP No 138 Tahun 2000).
6. Nilai sisa buku harta yang dialihkan kepada pegawainya (PP No 138 Tahun 2000).
7. Biaya entertainment (jamuan) dan sejenisnya sepanjang tidak ada hubungannya
dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dan tidak dibuatkan daftar nominatif dan
dilampirkan pada SPT Tahunan PPh.
8. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, yang pengenaan PPh bersifat final, pengenaan pajaknya
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan
Khusus (PP No 138 Tahun 2000).
9. PPh yang ditanggung pemberi penghasilan, kecuali PPh 26, tetapi tidak termasuk
dividen, sepanjang PPh tersebut ditambah dalam penghitungan dasar untuk
pemotongan pajak (PP No 138 Tahun 2000)
10.Bunga pinjaman seluruhnya tidak dapat dibebankan, apabila rata-rata tertimbang
pinjaman per bulan ≤ rata-rata tertimbang deposito/tabungan per bulan.

2.1.5.3 Penyusutan
Pengertian penyusutan dalam istilah akuntansi juga disebut depresiasi adalah konsep
alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Menurut Undang-Undang Pajak
Penghasilan No 36 Tahun 2008 pasal 11 ayat 6, harta berwujud dibagi menjadi dua
golongan, yaitu bukan bangunan dan bangunan.
a. Tarif penyusutan
Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang harus
dilaksanakan wajib pajak berdasarkan pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode
33

saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud)
dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat sebagai berikut:

Tabel 2.2
Kelompok Harta Berwujud, Metode, serta Tarif Penyusutan

Sumber: UU PPh No.36 Tahun 2008 Pasal 11 ayat (6)

Dari tabel di atas, terlihat bahwa ada dua metode yang digunakan dalam melakukan
penyusutan, yaitu metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun
(declining balance method). Metode garis lurus (straight line method) adalah metode
yang digunakan untuk semua kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode
saldo menurun (declining balance method) adalah metode yang digunakan untuk
kelompok harta berwujud bukan bangunan saja (Mardiasmo:2009:153).
Dalam melakukan penyusutan, wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu
metode yang akan digunakan. Penyusutan dapat dimulai pada saat:
1. Bulan dilakukannya pengeluaran.
2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutan dimulai pada bulan
pengerjaan harta tersebut selesai.
3. Dengan izin dari Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud
mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan penghasilan atau pada bulan harta
tersebut mulai menghasilkan pendapatan.

b. Konsep Amortisasi
Amortisasi adalah konsep alokasi harga perolehan harta tetap yang tidak berwujud dan
harga perolehan harta dari sumber alam yang ad di Indonesia jadi dalam UU PPh.
Pengertian Amortisasi mencakup juga pengertian dari deplesi yang terdapat dalam
istilah akuntansi. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud
dan pengeluaran lainnya yang mempunyai manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan juga
dengan memakai 2 metode yaitu: metode garis lurus dan metode saldo menurun,
dengan pengelempokkan sebagai berikut:

Tabel 2.3
34

Kelompok Harta Tak Berwujud, Metode, serta Tarif Amortisasi

Sumber : (2)

Penentuan masa manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan untuk
memberikan keseragaman bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun
amortisasi.
Kelompok metode dan tarif amortisasi seperti yang dijelaskan dalam tabel yang
berlaku juga untuk :
1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu badan
usaha. Pengeluaran ini juga dapat dibebankan pada tahun terjadinya
pengeluaran.
2. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasional komersial misalnya biaya
studi kelayakan dan biaya produksi percobaan sebelum digunakan, yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pengeluaran ini
dikapitalisasikan kemudian diamortisasi sesuai tabel tarif amortisasi yang di
atas. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa biaya operasional yang
bersifat rutin seperti biaya rekening listrik dan telepon gaji karyawan dan biaya
yang menjadi biaya kantor lainnya, tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan
sekaligus pada tahun pengeluaran.

c. Konsep Nilai Persediaan


Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia, persediaan dan pemakaian
persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan perolehan (cost) yang
dilakukan dengan metode rata-rata (average) atau dengan metode mendahulukan
persediaan yang diperoleh pertama yang dikenal dengan first in first out (FIFO).
Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara konsisten. Apabila kita meninjau
secara akuntansi maka ada 3 jenis metode yang dilakukan untuk menilai persediaan
yang sesuai dengan SAK No. 14 Tahun 2007 yaitu dengan menggunakan rumus biaya
masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), kemudian rata-rata tertimbang
(weight average cost method) dan masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO).
Kemudian untuk barang yang lazimnya tidak dapat digantikan dengan barang lain (not
ordinary interchangeable) dan barang serta jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk
35

proyek khusus harus diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus terhadap


biayanya masing-masing.

2.1.6 Koreksi Fiskal ukuran perusahaan


Koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan
ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan netto atau laba yang sesuai dengan
ketentuan pajak. Perbedaan-perbedaan antara akuntansi dan fiskal tersebut dapat
dikelompokkan menjadi beda tetap atau permanen dan beda waktu atau sementara.
Menurut Agoes (2012:218), “Rekonsilasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba
komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan
neto/laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan.” Koreksi fiskal dilakukan baik
terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).

2.1.6.1 Latar Belakang Koreksi Fiskal


Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan
akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal (berdasarkan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1994 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000) maka sebelum menghitung
Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus
dilakukan koreksi-koreksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat
pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih
dahulu harus dilakukan koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap
penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi
komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 Tahun 1994 jo UU Nomor 17
Tahun 2000). Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang
menyebabkan terjadinya koreksi fiskal. Koreksi fiskal terjadi karena adanya
perbedaan pengakuan secara komersial dan secara fiskal. Perbedaan tersebut dapat
berupa:

A. Beda Tetap
36

Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan terhadap beban dan
pendapatan antara pelaporan komersial dan fiskal. Menurut Suandy (2011:79)
menyebutkan bahwa “Perbedaan tetap atau permanen (permanent differences) adalah
perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda
dengan perhitungan laba menurut SAK tanpa ada koreksi di kemudian hari.”
Perbedaan tetap ini terjadi karena adanya pendapatan dan biaya yang secara
komersial diakui tetapi tidak diakui secara fiskal. Beda tetap menyebabkan laba rugi
menurut akuntansi berbeda secara tetap dengan penghasilan kena pajak menurut
fiskal. Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena:
1. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut
Undang-Undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau
bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari
cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh).
2. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut
Undang-Undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:
3. Bunga deposito dan tabungan lainnya
4. Penghasilan berupa hadiah undian
5. Penghasilan dari transaksi pengalihan tanah dan/atau bangunan,
6. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
7. Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan dan sebagainya (Pasal
4 ayat 2 Undang-Undang PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut
akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-Undang PPh
bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
1. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
2. biaya bukan objek pajak;
3. biaya pengenaan pajaknya bersifat final;
4. biaya dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
37

5.penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang


diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
6. Pajak Penghasilan
7. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
8.biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat
dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
B. Beda Waktu
Beda waktu merupakan perbedaan yang bersifat sementara karena adanya
ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan
dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Beda waktu terjadi karena adanya
perbedaan waktu dan metode pengakuan penghasilan dan beban tertentu menurut
akuntansi dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan waktu ini mengakibatkan
terjadinya pergeseran pengakuan antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya.
Perbedaan waktu dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu positif dan negatif.
Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban menurut SAK lebih lambat
dari pengakuan beban menurut ketentuan perpajakan Suandy, (2011:79).

2.1.6.2 Jenis Koreksi Fiskal


Terdapat dua macam koreksi fiskal, yaitu:
1. Koreksi Positif
Koreksi yang menyebabkan bertambahnya laba sebagai akibat dari berkurangnya
biaya atau bertambahnya pendapatan. Koreksi fiskal positif diantaranya:
1. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
2. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
3. Pengeluaran dalam bentuk natura
4. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
5. Sumbangan atau bantuan
6. Pajak Penghasilan
7. Sanksi administrasi perpajakan
8. Penyusutan atau amortisasi, dan lain-lain
38

2. Koreksi Negatif
Koreksi yang menyebabkan berkurangnya laba sebagai akibat dari bertambahnya
biaya atau berkurangnya pendapatan. Koreksi fiskal negatif diantaranya:
1. Penyusutan/amortisasi
2. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya,
Penyusutan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil
perhitungan pajak penghasilan badan apakah menjadi lebih besar atau akan lebih
menjadi kecil.

2.1.6.3 Faktor-Faktor Penyebab Koreksi Fiskal


Menurut Resmi (2009:392), penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan
laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi,
perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan
biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.
1. Perbedaan prinsip akuntansi
Beberapa prinsip akuntansi yang berlaku umum (Standar Akuntansi Keuangan) yang
telah diakui secara umum dalam dunia bisnis tetapi tidak diakui dalam fiskal.
2. Perbedaan metode dan prosedur akuntansi:
a. Metode penilaian persediaan.
b. Metode penyusutan dan amortisasi.
c. Metode penghapusan piutang.
3. Perbedaan perlakuan dan pengakuan penghasilan dan biaya yaitu:
a. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan
Objek Pajak Penghasilan.
b. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi pengenaan
pajaknya bersifat final.
c. Perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah:
Kerugian suatu usaha di luar negeri dan juga kerugian usaha dalam negeri tahun-
tahun sebelumnya.
4. Imbalan dengan jumlah yang melebihi kewajaran. Pengeluaran tertentu diakui
dalam akuntansi komersial sebagai biaya atau pengurang penghasilan bruto, tetapi
dalam fiskal, pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
39

Sehingga dalam SPT Tahunan PPh, merupakan koreksi fiskal positif. Contoh:
diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh.

2.1.7 Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan


Menurut Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa tarif pajak untuk wajib pajak
badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan
persen), berlaku untuk tahun 2008 dan 2009. Sedangkan untuk tahun 2010 dan
selanjutnya tarif yang berlaku ialah 25% (dua puluh lima persen). Dalam Pasal 31E
ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 2008 apabila wajib pajak dalam
negeri memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar
rupiah) maka mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif
normal.
Tabel 2.4
Tarif Pajak

Sumber: Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17

2.1.7 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat Struktur Modal


Pengertian BPR sesuai dengan Undang-Undang adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan pada Prinsip Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pekreditan
Rakyat merupakan salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan usaha mikro,
kecil dan menengah. Lokasi BPR biasanya dekat dengan tempat masyarakat yang
membutuhkan sehingga BPR banyak dijumpai di setiap daerah yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. BPR merupakan lembaga perbankan yang diatur
berdasarkan pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
sebagaimana telah disempurnakan dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.

A.Usaha BPR
Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BPR, antara lain sebagai berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan /bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit dalam bentuk Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi,
maupun Kredit Konsumsi.
40

c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,


sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

B. Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR


Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR, antara lain:
a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam kegiatan lalu lintas
pembayaran.
b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali melakukan transaksi
jual beli uang kertas asing (money changer) sebagai pedagang valuta asing
atas izin Bank Indonesia.
c. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern
terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah. Melakukan
usaha perasuransian. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha
sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

C. Badan Hukum
Bentuk hukum BPR sesuai dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dapat berupa:
a. Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Negara)
b. Koperasi
c. Perseroan Terbatas
d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

D. Pendirian
Untuk mendirikan suatu BPR perlu melalui proses perizinan terlebih dahulu, antara
lain sebagai berikut:
a. Usaha BPR harus mendapatkan izin dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali
apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan
Undang-Undang tersendiri.
b. Untuk mendapatkan izin usaha, BPR wajib memenuhi persyaratan tentang
susunan organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian dalam
bidang perbankan, kelayakan rencana kerja.
41

c. Pembukaan kantor cabang BPR hanya dapat dilakukan dengan izin Bnak
Indonesia.
d. BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di luar negeri karena BPR
dilarang melakukan kegiatan usaha valuta asing (transaksi valas).
Pemberian izin usaha BPR terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
1. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPR.
2. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah pemenuhan
persiapan persetujuan prinsip.

E. Kepemilikan BPR
Syarat-syarat kepemilikan BPR sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia ditetapkan
sebagai berikut:
a. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan
hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah
daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga Negara Indonesia, badan
hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia dan pemerintah
daerah. Pihak yag dapat menjadi pemilik BPR antara lain sebagai berikut :
1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dalam bidang perbankan sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas,
antara lain:
1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
2. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Bersedia mengembangkan BPR yang sehat.
b. BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan pada
ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.
c. BPR berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam
bentuk saham atas nama.
d. Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
e. Merger, konsolidasi dan akusisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan
Bank Indonesia.

F. Pembinaan dan Pengawasan


Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi hal berikut:
42

a. Pemberian bantuan dan layanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang


rendah yang tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum.
b. Membantu pemerintah dalam mendidik masyarakat guna memahami pola
nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.
c. Penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
Dalam melakukan fungsi pengawasan ditemukan beberapa kekurangan dari BPR,
yaitu :
6. Organisasi dan sistem manajemen, termasuk di dalamnya perencanaan yang
ditetapkan.
7. Kurangnya sumber daya manusia yang terampil dan profesional.
8. Mengalami kesulitan likuiditas.
9. Belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya dengan Undang-
Undang.

G. Fungsi Bank Perkreditan Rakyat


Fungsi BPR antara lain:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI
adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR
mengalami over likuiditas.
43

2.2 KAJIAN-KAJIAN TERDAHULU (LITERATURE REVIEW)


Berdasarkan hasil penelitian Mohamad Rizky, Khairunnisa dan Annisa Nurbaiti,
(2016) dapat disimpulkan sebagai berikut: Berdasarkan penelitian mengenai Pengaruh
Struktur Aktiva, Profitabilitas, dan Pertumbuhan Penjualan terhadap Struktur Modal
pada Perusahaan Telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
2011-2015, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara deskriptif dapat disimpulkan sebagai berikut :
a) Struktur aktiva memiliki rata-rata sebesar 0.839500, dengan nilai median
sebesar 0.850000. Kemudian standar deviasi untuk variabel ini adalah
0.065251, dimana nilai rata-rata lebih besar dari standar deviasi sehingga dapat
dikatakan bahwa data untuk struktur aktiva bersifat mengelompok.
b) Profitabilitas yaitu Return On Assets (ROA) memiliki rata-rata sebesar
0.140000, dengan nilai median ROA sebesar 0.990000. Selanjutnya standar
deviasi ROA sebesar 9.266501, dimana nilai rata-rata lebih kecil dari standar
deviasi sehingga dapat dikatakan bahwa data untuk Return On Assets bersifat
bervariasi.
c) Pertumbuhan penjualan memiliki rata-rata sebesar 0.199500, dengan nilai
median sebesar 0.080000. Kemudian standar deviasi pertumbuhan penjualan
adalah 0.361189, dimana nilai rata-rata lebih kecil dari standar deviasi
sehingga dapat dikatakan bahwa data untuk pertumbuhan penjualan bersifat
bervariasi.
d) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio (DER).
Nilai rata-rata adalah sebesar 191.7110, dengan nilai median DER adalah
sebesar 154.5900. Selanjutnya standar deviasi DER adalah 106.9651, dimana
nilai rata-rata lebih besar dari standar deviasi sehingga dapat dikatakan bahwa
data untuk Debt to Equity Ratio bersifat mengelompok.
2. Variabel Struktur Aktiva, ROA, dan Pertumbuhan Penjualan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap Debt to Equity Ratio pada perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015. Serta
diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0.722122 atau sekitar 72%. Nilai
tersebut berarti Struktur Aktiva, ROA, dan Pertumbuhan Penjualan berpengaruh
sebesar 72% terhadap Debt to Equity Ratio. Sedangkan 28% sisanya dipengaruhi
oleh variabel lainnya.
44

3. Secara parsial Struktur Aktiva berpengaruh negatif terhadap Debt to Equity Ratio
perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-
2015.
4. Profitabilitas yaitu ROA tidak berpengaruh secara parsial terhadap Debt to Equity
Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2011-2015.
5. Secara parsial pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap Debt to Equity
Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2011-2015.
Menurut artikel jurnal Riski Ayu Pratiwi Batubara, Topowijono dan Zahroh Z.A.
(2017) Berdasarkan hasil perhitungan statistic menggunakan software SPSS V.16
mengenai pengaruh variabel Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, dan Profitabilitas
terhadap Struktur Modal degan menggunakan sampel perusahaan makanan dan
minuman yang terdaftar di BEI tahun 2012-2015 dengan menggunakan analisis
regresi linier berganda, maka dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1) Variabel struktur aktiva, ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh
secara bersama-sama (simultan) terhadap struktur modal pada perusahaan
makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2015.
2) Variabel struktur aktiva berpengaruh secara parsial terhadap struktur modal pada
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2012-2015.
3) Variabel ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap struktur modal
pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2012-2015.
4) Variabel profitabilitas secara parsial berpengarih terhadap struktur modal pada
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2012-2015.
Sedangkan menurut Roni Putra Adi (2015) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa berdasarkan pembahasan di dalam bab sebelumnya kesimpulan yang dapat
diambil adalah :
45

Berdasarkan rumusan masalah, pengajuan hipotesis sampai dengan pengujian


hipotesis dan pembahasan hasil penelitian, dapat diuraikan kesimpulan dan saran
sebagai berikut:
1) Struktur aktiva terbukti dapat mempengaruhi struktur modal pada perusahaan
farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009 sampai
dengan periode 2014.
2) Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi struktur modal pada perusahaan
farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009 sampai
dengan periode 2014.
3) Profitabilitas terbukti dapat mempengaruhi struktur modal pada perusahaan
farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009 sampai
dengan periode 2014.
4) Secara bersama-sama struktur aktiva, ukuran perusahaan dan profitabilitas
terbukti dapat mempengaruhi struktur modal pada perusahaan farmasi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009 sampai dengan periode
2014.

2.3 LATAR BELAKANG INSTITUSI


2.3.1 Sejarah Singkat PT ACE Hardware Indonesia Tbk.
PT Ace Hardware Indonesia Tbk (Perusahaan) didirikan awalnya bernama PT Kawan
Lama Home Center berdasarkan Akta Notaris No. 17 tanggal 3 Februari 1995 dari
Benny Kristianto, S.H., notaris di Jakarta. Pada tanggal 28 Oktober 1997, nama
Perusahaan diubah menjadi PT Ace Indoritel Perkakas, dan kemudian berdasarkan
Akta Notaris No. 40 tanggal 28 Agustus 2001 dari Fathiah Helmi, S.H., notaris di
Jakarta, nama Perusahaan selanjutnya diubah menjadi PT Ace Hardware Indonesia.
Perubahan anggaran dasar Perusahaan tersebut telah disetujui oleh Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.
C-08339.HT. 01.04 TH 2001 tanggal 14 September 2001 dan diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia No.77, Tambahan No.11366, tanggal 24 September
2002.
Pada tanggal 11 September 2007, melalui Surat Pengantar Pernyataan
Pendaftaran No. 064/ACE/PW/IPO/IX/07, Perusahaan telah menawarkan sahamnya
kepada masyarakat melalui pasar modal sejumlah 515.000.000 saham dengan nilai
46

nominal Rp100 per saham dengan harga penawaran Rp820 per saham. Pada tanggal
30 Oktober 2007, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam & LK) No. S-5424/BL/2007, Perusahaan telah
memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Penawaran. Selisih lebih jumlah
yang diterima dari pengeluaran saham terhadap nilai nominalnya sebesar
Rp370.800.000.000 dicatat dalam akun “Tambahan Modal Disetor” setelah dikurangi
total biaya emisi saham sebesar Rp16.895.778.052.

2.3.2 Sejarah Singkat PT Aneka Tambang Tbk.


Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk (“Perusahaan”) didirikan
dengan nama “Perusahaan Negara (PN) Aneka Tambang” di Republik Indonesia pada
tanggal 5 Juli 1968 berdasarkan Peraturan Pemerintah (“PP”) No. 22 Tahun 1968.
Pendirian tersebut diumumkan dalam Tambahan No. 36, Berita Negara No. 56,
tanggal 5 Juli 1968. Pada tanggal 14 September 1974, berdasarkan PP No. 26 Tahun
1974, status Perusahaan diubah dari Perusahaan Negara (“PN”) menjadi Perusahaan
Negara Perseroan Terbatas (“Perusahaan Perseroan”) dan sejak itu dikenal sebagai
“Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang” berdasarkan Akta Pendirian
No. 320 tanggal 30 Desember 1974.
Anggaran Dasar (“AD”) Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan.
Perubahan yang terakhir pada tanggal 31 Maret 2015 sehubungan dengan, antara lain,
perubahan AD untuk mengikuti beberapa peraturan seperti, Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (“OJK”) No.32/POJK.04/2014 terkait dengan perencanaan dan
implementasi atas Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) entitas publik dan
Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014 terkait dengan Dewan Komisaris dan Direksi
entitas publik. Perubahan ini telah dinyatakan dalam Akta Notaris No. 67 tanggal 31
Maret 2015 oleh Fathiah Helmi S.H. dan telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan (“SK”) No. AHU-
AH.01.03-0927518 tanggal 27 April 2015.
Berdasarkan Pasal 3 AD Perusahaan, maksud dan tujuan Perusahaan ialah
berusaha dalam bidang pertambangan berbagai jenis bahan galian, serta menjalankan
usaha di bidang manufaktur, perdagangan, pengangkutan dan jasa yang berkaitan
dengan pertambangan.Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 5
Juli 1968.
47

2.3.3 Sejarah Singkat PT PT MNC Investama Tbk.


PT MNC Investama Tbk (IDX: BHIT) PT MNC Investama Tbk (Perseroan) adalah
salah satu perusahaan investasi terkemuka di Indonesia dengan berbagai aktivitas
usaha yang dikelompokkan menjadi Media, Jasa Keuangan, Energi dan Sumber Daya
Alam serta Portofolio Investasi. Perseroan didirikan pada tanggal 2 November 1989 di
Surabaya dengan nama PT Bhakti Investmenta (selanjutnya berubah nama menjadi PT
Bhakti Investama Tbk) yang pada awalnya berfokus pada bisnis kegiatan terkait pasar
modal. Saat itu pemerintah melakukan berbagai deregulasi serta menerbitkan berbagai
fasilitas untuk menggairahkan pasar modal Indonesia. Sejalan dengan pemindahan
kantor pusatnya ke Jakarta pada bulan Februari 1990, perseroan semakin mampu
mengembangkan bisnisnya sesuai dengan perkembangan di dunia pasar modal. Pada
tahun 1994, Perseroan mulai memperluas bidang usahanya sehingga mencakup
seluruh aspek kegiatan di pasar modal, yaitu di antaranya perdagangan dan perantara
perdagangan efek, penasihat investasi, pengelolaan investasi, penjamin emisi,
originasi dan sindikasi, penasihat keuangan, jasa riset serta bisnis merger dan akuisisi
yang diikuti dengan peluncuran beberapa produk reksa dana. Kepercayaan yang
diperoleh dari nasabah ini meyakinkan Perseroan untuk melepas sahamnya ke Bursa
Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang ”Bursa Efek Indonesia”) melalui aksi
Penawaran Umum Saham Perdana pada tahun 1997. Setelah berstatus perusahaan
publik, perkembangan bisnis perseroan semakin pesat. Untuk memperkuat posisi
Perseroan sebagai perusahaan investasi terkemuka di Indonesia, perseroan melakukan
transformasi usaha yang diwujudkan melalui sejumlah aksi korporasi meliputi
restrukturisasi, penggabungan usaha, akuisisi dan aksi investasi langsung. Terkait
investasi portofolio, perseroan menerapkan pendekatan investasi yang sudah teruji
dalam efek bersifat hutang maupun instrumen ekuitas. Sementara untuk investasi
jangka pendek, perseroan menargetkan investasi di surat berharga yang dapat
diperdagangkan (marketable securities) serta menjalin kemitraan dengan investor
strategis untuk merealisasikan agenda investasi jangka panjang, yaitu berupa aksi
akuisisi terhadap perusahaan yang memiliki arus kas dan modal yang sehat dan kuat
untuk menopang kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang.
Dengan semakin beragamnya produk dan layanan perseroan, mulai dari sektor
media, jasa keuangan, energi dan sumber daya alam hingga infrastruktur, perseroan
48

memiliki nilai tambah di mata investor, pemegang saham maupun pemangku


kepentingan lainnya. Perseroan juga akan semakin percaya diri untuk merangkul
profil investor yang lebih luas untuk bergabung di perusahaan, mulai dari dana
pensiun, perbankan, asuransi hingga perusahaan pengelola dana. PT Bhakti Investama
Tbk resmi berganti nama menjadi PT MNC Investama Tbk sesuai dengan persetujuan
dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 23 Agustus 2013.
Pergantian nama perseroan tersebut telah memperoleh persetujuan dari pemegang
saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham PT Bhakti Investama Tbk pada tanggal
2 Mei 2013 yang lalu. Kode saham PT MNC Investama Tbk di BEI tetap
menggunakan kode saham “BHIT”. Pergantian nama PT Bhakti Investama Tbk
menjadi PT MNC Investama Tbk diharapkan dapat meningkatkan profil dari
perseroan dan memperkuat sinergi dalam MNC Group.
Visi beserta Misi dari perusahaan PT MNC Investama Tbk adalah:
1. Visi: Menjadi perusahaan investasi yang terkemuka, baik di dalam negeri, maupun
di luar negeri, khususnya di kawasan Asia Pasifik.
2. Misi: Secara konsisten meningkatkan kesejahteraan dan nilai tambah bagi para
pemegang saham, investor, mitra bisnis, karyawan serta seluruh pemangku
kepentingan lainnya.
Sedangkan filosofi perusahaan PT MNC Investama Tbk adalah:
1. Visi: Kemampuan dalam melihat peluang yang ada.
2. Integritas: Kemampuan dalam membangun kepercayaan di antara investor dan
komunitas bisnis.
3. Persistensi: Kekuatan untuk mengejar kesempatan dalam keadaan yang sulit.
Bidang Usaha PT MNC Investama Tbk (BHIT) termasuk salah satu perusahaan
investasi terbesar di seluruh Indonesia, tidak kurang dari 20 anak perusahaan yang
dimiliki dengan cakupan bidang usaha yang luas dan beragam, meliputi bidang Jasa
Keuangan, Multimedia dan Penyiaran, Telekomunikasi dan Teknologi Informasi serta
Portofolio Investasi. Beberapa anak perusahaan yang tergabung dalam PT MNC
Investama Tbk diantaranya telah menjadi perusahaan publik. Konsisten dengan
komitmen untuk memberikan yang terbaik disetiap bidang usaha yang digeluti, maka
dalam rangka memelihara kinerja yang baik, perseroan melakukan langkah
konsolidasi dengan membentuk beberapa anak perusahaan dan sekaligus
menempatkan induk perusahaan sebagai perusahaan invetsasi. Dengan kebijakan ini
49

diharapkan perseroan akan semakin kuat dalam menghadapi persaingan dan mampu
melakukan ekspansi demi tercapainya pertumbuhan perseroan secara optimal.

2.3.4 Sejarah Singkat PT Erajaya Swasembada Tbk.


PT Erajaya Swasembada Tbk (IDX: ERAA) didirikan di Indonesia berdasarkan Akta
Notaris Myra Yuwono, S.H., No. 7 tanggal 8 Oktober 1996. Akta pendirian ini telah
disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No.
C2-1270.HT.01.01.Tahun 1997 tanggal 24 Februari 1997 serta diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia No. 41 Tambahan No. 2016 tanggal 23 Mei 1997.
Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir
dengan Akta Notaris Fathiah Helmi, S.H., No.33 tanggal 31 Agustus 2015 dalam
rangka penyesuaian terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.32 dan 33.
Perubahan Anggaran Dasar ini telah diterima oleh Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat No. AHU-AH-01.03-0962043
tanggal 4 September 2015.
Perusahaan dan entitas anaknya didirikan dan menjalankan kegiatan usahanya
terutama di Indonesia. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan dan entitas anaknya
terutama meliputi bidang distribusi dan perdagangan peralatan telekomunikasi seperti
telepon selular, Subscriber Identity Module Card (“SIM Card”), voucher untuk
telepon selular, aksesoris, komputer dan perangkat elektronik lainnya.
Perusahaan berdomisili di Jalan Gedong Panjang No.29-31, Pekojan, Tambora,
Jakarta, dan beroperasi secara komersial pada tahun 2000. PT Eralink International
yang didirikan di Indonesia adalah entitas induk perusahaan, Golden Bright Capital
Holdings Pte. Ltd., Singapura, adalah entitas induk terakhir Perusahaan.

2.3.5 Sejarah Singkat PT XL Axiata Tbk.


PT XL Axiata Tbk (“Perseroan”) yang sebelumnya bernama PT Excelcomindo
Pratama Tbk, pertama kali didirikan dengan nama PT Grahametropolitan Lestari.
Perseroan berkedudukan hukum di Jakarta dan didirikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia berdasarkan Akta
Pendirian Perseroan Terbatas No. 55 tanggal 6 Oktober 1989, sebagaimana diubah
dengan Akta Perubahan No. 79 tanggal 17 Januari 1991. Keduanya dibuat di hadapan
Rachmat Santoso, S.H., Notaris di Jakarta. Akta-akta tersebut memperoleh
50

persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan


Menteri No. C2-515.HT.01.01.TH.91 tanggal 19 Februari 1991, didaftarkan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 670/Not/1991/PN.JKT.SEL dan No.
671/Not/1991/PN.JKT.SEL, tanggal 21 Agustus 1991, dan diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia No. 90, Tambahan No. 4070, tanggal 8 November 1991.
Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan
terakhir sehubungan dengan peningkatan modal ditempatkan dan disetor penuh
Perseroan, yang dilakukan melalui Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa Perseroan tanggal 10 Maret 2016, sebagaimana dimuat dalam Akta Pernyataan
Keputusan Rapat No. 73 tanggal 24 Mei 2016 yang dibuat di hadapan Aryanti
Artisari, S.H., M.Kn., Notaris di Jakarta. Perubahan ini mendapatkan Penerimaan
Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia No. AHU-AH.01.03-0051578 tanggal 26 Mei 2016.
Axiata Investments (Indonesia) Sdn. Bhd., pemegang saham mayoritas Perseroan
merupakan entitas anak yang dimiliki sepenuhnya oleh Axiata Investments (Labuan)
Limited. Axiata Investments (Labuan) Limited adalah entitas anak Axiata Grup
Berhad.kantor pusat perseroan terletak di grhaXL, Jalan DR. Ide Anak Agung Gde
Agung (dahulu Jalan Mega Kuningan) Lot. E4-7 No. 1 Kawasan Mega Kuningan,
Jakarta 12950, Indonesia.

2.3.6 Sejarah Singkat PT Gudang Garam Tbk


Gudang Garam Tbk (dahulu PT Perusahaan Rokok Tjap) (GGRM) didirikan tanggal
26 Juni 1958 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1958. Kantor
pusat Gudang Garam beralamat di Jl. Semampir II / 1, Kediri, Jawa Timur, serta
memiliki pabrik yang berlokasi di Kediri, Gempol, Solo-Kartasura, Karanganyar dan
Sumenep. Selain itu, GGRM juga memiliki kantor perwakilan di Jl. Jenderal A. Yani
79, Jakarta dan Jl. Pengenal 7 – 15, Surabaya – Jawa Timur. Telp: (62-354) 682-091
(Hunting), Fax : (62-354) 681-555.
Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Gudang Garam Tbk
adalah PT Suryaduta Investama (69,29%) dan PT Suryamitra Kusuma (6,26%). PT
Suryaduta Investama merupakan induk usaha dan induk usaha terakhir GGRM.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan GGRM bergerak di
bidang industri rokok dan yang terkait dengan industri rokok. Gudang Garam
51

memproduksi berbagai jenis rokok kretek, termasuk jenis rendah tar dan nikotin
(LTN) serta produk tradisional sigaret kretek tangan. Merek-merek rokok GGRM,
antara lain: Klobot, Sriwedari, Djaja, Gudang Garam, Gudang Garam Merah, Gudang
Garam Gold, Surya, Surya Pro Mild dan GG Mild,
Pada tanggal 17 Juli 1990, GGRM memperoleh izin Menteri Keuangan untuk
melakukan Penawaran Umum Perdana Saham GGRM (IPO) kepada masyarakat
sebanyak 57.807.800 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga
penawaran Rp10.250,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Agustus 1990.

2.3.7 Sejarah Singkat PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk


PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (IDX: ICBP) didirikan di Republik Indonesia
pada tanggal 2 September 2009 berdasarkan Akta Notaris Herdimansyah Chaidirsyah,
S.H., No. 25. Akta pendirian ini disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia pada tanggal 30 September 2009 dalam Surat Keputusan No. AHU-
46861.AH.01.01 dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 69
Tambahan No. 15189 tanggal 27 Agustus 2010. Perubahan terakhir Anggaran Dasar
Perusahaan sehubungan dengan persetujuan pemegang saham atas perubahan nllai
nominal saham Perusahaan dari Rp100 (angka penuh) per saham menjadi Rp50
(angka penuh) per saham yang dimuat dalam Akta Notaris Kumala Tjahjani Widodo,
S.H. M.H. Mkn No. 8, tanggal 3 Juni 2016 dan telah disetujui oleh Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No. AHU-
0077941.AH.01.11.TAHUN 2016 tanggal 23 Juni 2016.

2.3.8 Sejarah Singkat PT Indosat Tbk


1967–1994
Indosat didirikan pada tahun 1967 sebagai sebuah perusahaan penanaman modal asing
pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telekomunikasi internasional melalui
satelit internasional. Seiringnya waktu Indosat berkembang menjadi perusahaan
telekomunikasi internasional pertama yang dibeli dan dimiliki 100% oleh Pemerintah
Indonesia. Pada tahun 1994 Indosat menjadi perusahaan publik yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dan New York Stock Exchange, Pemerintah Indonesia 65% dan publik
35%.
52

1994–2003
Indosat mengambil alih saham mayoritas Satelindo dan SLI di Indonesia lalu
mendirikan PT Indosat Multimedia Mobile (IM3) sebagai pelopor jaringan GPRS dan
layanan multimedia. Pada tahun 2003 Indosat bergabung dengan tiga anak
perusahaan, yaitu: Satelindo, IM3 dan Bimagraha untuk membentuk operator seluler
di Indonesia.
2003–2009
Indosat mendapatkan lisensi jaringan 3G dan memperkenalkan layanan 3,5G di
Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 2009 Qtel membeli saham seri B sebanyak 24,19%
dari publik sehingga menjadi pemegang saham mayoritas Indosat dengan kepemilikan
sebesar 65%. Pada tahun yang sama Indosat memperoleh lisensi tambahan frekuensi
3G dari Kementrian Komunikasi dan Informatika serta memenangkan tender untuk
lisensi WiMAX yang diadakan pemerintah.
2009–2012
Setahun kemudian, Indosat melakukan transformasi untuk menjadi perusahaan yang
lebih fokus dan efisien dengan restrukturisasi organisasi, meodernisasi dan ekspsi
jaringan seluler serta inisiatif untuk mencapau keunggulan operasional. Perubahaan
terjadi pada tahun 2012, saat Indosat mencapai 58,5 Juta pelanggan yang didukung
oleh peningkatan jaringan serta inovasi produk.
2012–sekarang
Pada tahun 2013, Indosat mengadakan komersialisasi jaringan 3G di frekuensi 900
MHz. Setahun berikutnya Indosat melakukan peluncuran dan komeralisasi layanan 4G
di 900 MHz dengan kecepatan hingga 42 Mbps di beberapa kota besar di Indonesia.
Pada tahun 2015, Indosat resmi berganti nama menjadi Indosat Ooredoo.

2.3.9 Sejarah Singkat PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk.


PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (IDX: RALS) didirikan di Indonesia pada tanggal
14 Desember 1983 berdasarkan Akta Notaris R. Muh. Hendarmawan, S.H., No. 60
pada tanggal yang sama. Akta pendirian ini disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C2-5877.HT.01.01.TH.85 tanggal 17
September 1985 dan diumumkan dalam Berita Negara No. 9 Tambahan No. 589
tanggal 3 Oktober 1985. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali
perubahan, terakhir sehubungan dengan persetujuan pemegang saham atas perubahan
53

Anggaran Dasar Perusahaan untuk disesuaikan dengan Peraturan Otoritas Jasa


Keuangan (“OJK”) sebagaimana disebutkan dalam Akta Notaris Rianto, S.H., No. 11
tanggal 23 Agustus 2016. Perubahan tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No.
AHU-0099442.AH.01.11 Tahun 2016 tanggal 26 Agustus 2016. Perusahaan mulai
beroperasi secara komersial pada tahun 1983. Sesuai dengan Pasal 3 Anggaran Dasar
Perusahaan, kegiatan utama Perusahaan adalah perdagangan umum yang menjual
berbagai macam barang seperti pakaian, aksesoris, tas, sepatu, kosmetik dan produk-
produk kebutuhan sehari-hari melalui gerai serba ada (Department Store dan
Supermarket) milik Perusahaan. Pada tahun 2016, Perusahaan menghentikan operasi
tiga (3) gerai dan mengoperasikan gerai baru sebanyak dua (2) gerai. Pada tanggal 31
Desember 2016 dan 2015, jumlah gerai yang dioperasikan oleh Perusahaan adalah
sebagai berikut:
Pada tanggal 31 Desember 2016 dan 2015, gerai tersebut di atas masing-masing
termasuk 23 dan 15 supermarket dengan nama Spar. Seluruh gerai yang dioperasikan
Perusahaan yang berlokasi di Jakarta, Jawa (Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa
Tengah), Sumatera, Bali, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua. Kantor
pusat Perusahaan berdomisili di Jl. K.H. Wahid Hasyim No. 220 A-B, Jakarta 10250.
PT Ramayana Makmur sentosa adalah entitas induk terakhir dari Perusahaan dengan
persentase kepemilikan sebesar 58,98%.
Berikut ini adalah penawaran umum efek perusahaan:
1. Pada tanggal 26 Juni 1996, Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (“BAPEPAM-LK”) dalam
suratnya No. 1038/PM/1996 untuk melakukan penawaran umum perdana sebanyak
80 juta saham dengan nilai nominal Rp500 (Rupiah penuh) per saham kepada
masyarakat melalui Bursa Efek Indonesia dengan harga penawaran sebesar
Rp3.200 (Rupiah penuh) per saham. Selanjutnya Perusahaan telah melaksanakan
transaksi-transaksi permodalan sebagai berikut: 1. Pada tanggal 15 September
1997, Perusahaan menerbitkan saham bonus dimana setiap pemegang satu saham
lama menerima satu saham baru. Jumlah saham yang beredar menjadi sebesar
700.000.000 saham.
54

2. Pada tanggal 8 Juni 2000, Perusahaan mengubah nilai nominal dari Rp500 (Rupiah
penuh) per saham menjadi Rp250 (Rupiah penuh) per saham. Jumlah saham yang
beredar menjadi sebesar 1.400.000.000 saham.
3. Pada tanggal 18 Juni 2004, Perusahaan kembali mengubah nilai nominal dari
Rp250 (Rupiah penuh) per saham menjadi Rp 50 (Rupiah penuh) per saham.
Jumlah saham yang beredar menjadi sebesar 7.000.000.000 saham. 4. Pada tanggal
4 Juli 2005, Perusahaan telah menerbitkan saham baru sejumlah 32.000.000 saham
sehubungan dengan pelaksanaan hak opsi oleh karyawan (ESOP). Jumlah saham
yang beredar menjadi sebesar 7.032.000.000 saham. 5. Pada tanggal 2 Oktober
2006, Perusahaan telah menerbitkan saham baru sejumlah 32.000.000 saham
sehubungan dengan pelaksanaan hak opsi oleh karyawan (ESOP). Jumlah saham
yang beredar menjadi sebesar 7.064.000.000 saham. 6. Pada tanggal 28 Juli 2010,
Perusahaan telah menerbitkan saham baru sejumlah 32.000.000 saham sehubungan
dengan pelaksanaan hak opsi oleh karyawan (ESOP). Jumlah saham yang beredar
menjadi sebesar 7.096.000.000 saham. 7. Mulai tanggal 25 Agustus 2015 sampai
dengan 31 Desember 2015, Perusahaan telah melakukan pembelian saham treasuri
sejumlah 208.332.000 saham. Jumlah saham yang beredar menjadi sebesar
6.887.668.000 saham. 8. Selama tahun 2016, Perusahaan telah melakukan
pembelian saham treasuri sejumlah 164.849.100 saham. Jumlah saham yang
beredar menjadi sebesar 6.722.818.900 saham. Seluruh saham Perusahaan telah
dicatatkan di Bursa Efek Indonesia.

2.3.10 Sejarah Singkat PT Telekomunikasi Indonesia Telkom Tbk.


PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (IDX: TLKM) biasa dikenal dengan
nama Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) pada mulanya merupakan bagian dari
“Post en Telegraafdienst”, yang didirikan pada tahun 1884. Pada tahun 1991,
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1991, status Telkom diubah menjadi
perseroan terbatas milik negara (“Persero”). Kantor pusat Telkom berlokasi di Jalan
Japati No. 1, Bandung, Jawa Barat.
Pemegang saham pengendali Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk adalah
Pemerintah Republik Indonesia, dengan memiliki 1 Saham Preferen (Saham Seri A
Dwiwarna) dan 52,56% di saham Seri B. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan,
ruang lingkup kegiatan Telkom Indonesia adalah menyelenggarakan jaringan dan jasa
55

telekomunikasi, informatika, serta optimalisasi sumber daya perusahaan, dengan


memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan usaha utama
Telkom Indonesia adalah menyediakan layanan telekomunikasi yang mencakup
sambungan telepon kabel tidak bergerak dan telepon nirkabel tidak bergerak,
komunikasi selular, layanan jaringan dan interkoneksi serta layanan internet dan
komunikasi data. Selain itu, Telkom Indonesia juga menyediakan berbagai layanan di
bidang informasi, media dan edutainment, termasuk cloud-based dan server-based
managed services, layanan e-Payment dan IT enabler, e-Commerce dan layanan portal
lainnya. Anak Usaha Telkom Indonesia dibagi menjadi empat kelompok dan
pemimpin bisnisnya, yaitu bisnis selular (Telkomsel), bisnis internasional (Telin),
bisnis multimedia (Telkom Metra), dan bisnis infrastruktur (Telkom Infra).
Jumlah saham TLKM sesaat sebelum penawaran umum perdana (Initial Public
Offering atau IPO) adalah 8.400.000.000, yang terdiri dari 8.399.999.999 saham Seri
B dan 1 saham Seri A Dwiwarna yang seluruhnya dimiliki oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Pada tanggal 14 November 1995, Pemerintah menjual saham Telkom yang
terdiri dari 933.333.000 saham baru Seri B dan 233.334.000 saham Seri B milik
Pemerintah kepada masyarakat melalui IPO di Bursa Efek Indonesia (“BEI”) (dahulu
Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya), dan penawaran dan pencatatan di Bursa
Efek New York (“NYSE”) dan Bursa Efek London (“LSE”) atas 700.000.000 saham
Seri B milik Pemerintah dalam bentuk American Depositary Shares (“ADS”).
Terdapat 35.000.000 ADS dan masing-masing ADS mewakili 20 saham Seri B pada
saat itu.

2.4 KERANGKA PIKIR


Berdasarkan bab sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka pikir dalam
penelitian ini yaitu.
Gambar 2.5
Skema Kerangka Pikir
56

s
57
58
59
60

Profitabilitas

Struktur Modal
Struktur Aktiva
61

Sumber: Penulis (2018)

Ukuran
Perusahaan

Anda mungkin juga menyukai