BAB II
LANDASAN TEORI
Gambar 2.1
Tahapan Siklus Akuntansi
mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk
menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien.”
Sementara itu menurut Riyanto (2013:4) pengertian dari manajemen keuangan
adalah “Keseluruhan aktivitas yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan
dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut.”
Lain halnya menurut Gitman (2003) dalam bukunya Principles of Managerial
Finance mengemukakan pendapatnya yang diterjemahkan: “Keuangan dapat
didefinisikan sebagai suatu seni dan ilmu pengetahuan dari pengelolaan uang.”
Sesungguhnya setiap individu dan organisasi menghasilkan uang dan membelanjakan
atau menginvestasikan uang. Keuangan berhubungan dengan proses, institusi, pasar,
dan instrumen keuangan yang terlibat dalam perpindahan atau transfer uang antar
individu, bisnis, dan juga pemerintah.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat dijelaskan dan disimpulkan bahwa
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi
manajemen keuangan bukan saja dalam hal bagaimana mengatur dan mengambil
keputusan dalam segala aktifitas yang berhubungan dengan pengumpulan dan
pengalokasian dana, akan tetapi juga mencakup bagaimana mengelola serta
menggunakan dana tersebut secara efektif dan efisien yang berfokus pada
kesejahteraan pemilik perusahaan.
laba/rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai
cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan
lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.”
Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan
laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta
pengungkapan pengaruh perubahan harga.
Sedangkan menurut Hery (2013:7) menyatakan sebagai berikut: Laporan
keuangan adalah “Hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.”
Sementara itu menurut Kieso, et al. (2014:2) adalah “Laporan Keuangan hanya
merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak
diluar perusahaan. Laporan keuangan yang sering disajikan adalah (1) laporan posisi
keuangan, (2) laporan laba/rugi, (3) laporan arus kas, dan (4) laporan perubahan
modal beserta (5) catatan atas laporan keuangan merupakan bagian integral dari setiap
laporan keuangan”
Lain halnya menurut Harahap (2013:105), dalam buku Analisa Kritis Atas
Laporan Keuangan sebagai berikut: Laporan keuangan adalah “Laporan yang
menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu
atau jangka waktu tertentu."
Penjelasan di atas dapat diartikan tujuan umum laporan keuangan adalah
memberikan informasi keuangan suatu entitas yang berguna bagi keputusan investor,
kreditur, dan kreditur lainnya dalam membuat keputusan mengenai penyediaan
sumber daya bagi entitas perusahaan.
Agar hasil suatu usaha dapat diketahui, setiap kurun waktu yaitu periode
akuntansi tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan
merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Sedangkan penyusunan laporan
keuangan adalah tahap akhir dalam siklus akuntansi. Laporan keuangan harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu: relevan, dapat dimengerti, dapat diuji, dapat
dibandingkan, dapat dipercaya, lengkap, penyampaian tepat waktu, akurat, dan
objektif.
Laporan keuangan juga memiliki karakteristik bagi setiap pemakainya dalam
mengambil keputusan. Menurut Sunyoto (2013:11) “Laporan keuangan sebagai suatu
15
Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam
batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan
mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu
tidak dapat diandalkan dan kurang mencukupi ditinjau dari segi relevansi.
7. Tepat Waktu
Tepat waktu meliputi penyediaan informasi laporan keuangan dalam jangka waktu
pengambilan keputusan. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam
pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya.
2.1.3 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono,
2001:130).
Menurut Gitman (2006:65) Profitabilitas merupakan “Evaluasi pendapatan
perusahaan dalam kaitannya dengan peningkatan tingkat penjualan tertentu, tingkat
aktiva tertentu, investasi dari pemilik perusahaan atau nilai dari saham.”
Sedangkan menurut Kasmir (2010:115) Profitabilitas merupakan “Rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan dan juga memberikan
ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan." Hal ini ditunjukkan oleh laba
yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi, intinya adalah bahwa rasio
ini menunjukkan efisiensi perusahaan.
Sementara menurut Tampubolon (2005:39) “Profitabilitas adalah untuk
mengukur pendapatan menurut laporan laba rugi dengan nilai buku investasi.” Rasio
profitabilitas kemudian dapat dibandingkan dengan rasio yang sama dengan rasio
korporasi lainnya pada tahun-tahun sebelumnya atau sering disebut sebagai rasio rata-
rata industri.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas simpulan dari pengertian
profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, dengan
membandingkan antara laba dan aktiva atau modal yang dapat menghasilkan laba
tersebut.
20
2.1.4.1 Pengertian
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 mendefinisikan
“Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan.”
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (2007:3) “Orang Pribadi
merupakan Subjek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di
luar Indonesia.”
Ukuran Perusahaan
Menurut Brigham dan Houston (2009:117), ukuran perusahaan adalah “Rata-rata total
penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun kemudian.”
Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka
akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya, jika penjualan lebih
kecil daripada biaya variabel dan tetap maka perusahaan akan menderita kerugian.
Menurut Halim (2009:93), semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka
kecenderungan menggunakan modal asing juga akan semakin besar. Hal ini
disebabkan karena perusahaan besar membutuhkan dana yang besar pula untuk
menunjang operasionalnya dan salah satu alternatif pemenuhannya adalah dengan
modal asing apabila modal sendiri tidak mencukupi. Investor dapat memperoleh lebih
banyak informasi dari perusahaan besar jika dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Jadi, dengan diperolehnya dana lewat pasar modal menjadikan proporsi utang menjadi
semakin kecil dalam struktur modalnya.
2.1.5.1
Menurut Suandy (2011:35), persamaan akuntansi komersial dan akuntansi fiskal
adalah:
a. Aset/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode tidak boleh
langsung dibebankan pada tahun pengeluarannya tetapi harus dikapitalisir dan
disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya.
b. Aset/harta yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan
bangunan.
c. Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memiliki masa
manfaat terbatas.
2.1.5.2
Salah satu alasan perbedaan akuntansi pajak dengan akuntansi keuangan, antara lain
karena tujuan akuntansi keuangan adalah pemberian informasi penting kepada para
manajer, pemegang saham, pemberi kredit, serta pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya dan merupakan tanggung jawan para akuntan untuk melindungi pihak-pihak
tersebut dari informasi yang menyesatkan. Sebaliknya, tujuan utama sistem
perpajakan secara akuntansi pajak adalah pemungutan pajak yang adil dan merupakan
23
tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak untuk melindungi para pembayar pajak dari
tindakan semena-mena.
Tabel 2.1
Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal
2.1.5.1
2.
Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak menurut Pasal 4 ayat (3)
Undang-Undang Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008 adalah:
a. 1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui
25
di Indonesia, yang diterima oleh badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah.
2) Harta hibahan, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat; badan keagamaan; badan pendidikan;
badan sosial termasuk yayasan dan koperasi: atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan pihak-pihak yang
bersangkutan (penerima hibah, bantuan atau sumbangan).
b. Warisan yaitu warisan yang diterima atau telah dibagi ahli waris
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) huruf b.
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat tinggal di Indonesia dengan syarat:
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
2. Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan yaitu KMK-651/KMK.04/1994.
26
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
j. Penghasilan yang sudah dikenakan PPh final, yaitu penghasilan yang diterima atau
diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha
yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat
badan pasangan usaha tersebut:
1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan yaitu KMK-250/KMK.04/1995.
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-
246/PMK.03/2008).
l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa
lebih lanjut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK-80/PMK.03/2009).
m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(Jamsostek, Taspen, Asabri, Askes, dan/atau badan hukum lainnya yang dibentuk
untuk menyelenggarakan Program Jaminan Sosial) kepada Wajib Pajak tertentu
(anggota masyarakat yang tidak mampu, yang sedang mengalami bencana alam,
dan/atau yang tertimpa masalah), yang ketentuannya diatur atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK-247/PMK.03/2008).
3.
Pengenaan pajak yang bersifat final berarti bahwa Pajak Penghasilan (PPh) yang telah
dipungut/dipotong oleh pihak lain tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari total
PPh terutang pada akhir tahun. Menurut Agoes (2014:191) Penghasilan yang
27
dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final menurut Pasal ayat (2) Undang-Undang
Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 adalah :
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, bunga obligasi
dan Surat Utang Negara (SUN), dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan
pemerintah.
sebagai biaya perusahaan hanya sebesar 50% dalam tahun pajak yang
bersangkutan, melalui penyusutan aset tetap. Biaya berlangganan tersebut dapat
dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan.
6. Bunga pinjaman dapat dibebankan sebagian, apabila rata-rata tertimbang pinjaman
perbulan melebihi rata-rata tertimbang deposito/tabungan perbulan. Besarnya
bunga pinjaman yang dapat dibebankan tersebut adalah sebesar jumlah bunga yang
terutang atas rata-rata jumlah pinjaman yang melebihi rata-rata jumlah
deposito/tabungan.
oleh pemberi kerja maka premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib
pajak bersangkutan (wajib potong PPh 21).
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-83/PMK.03/2009).
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, UU PPh No 36 Tahun 2008,
kecuali sumbangan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf I sampai huruf m serta zakat yang
diterima oleh badan/atau lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh badan/atau lembaga amil zakat yang disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PP No 18 Tahun
2009.
h. Pajak Penghasilan
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Selain itu, beban-beban berikut ini juga merupakan beban yang tidak dapat
dikurangkan (non deductible expenses) yaitu:
1. PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (8)
huruf f dan g UU PPN No 42 Tahun 2009 sepanjang tidak dapat dibuktikan dengan
benar dan telah dibayar.
32
2. PPN Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana Pasal 9 ayat (1) UU
PPh No 36 Tahun 2008 (PP No 138 Tahun 2000)
3. Selisih lebih penilaian HPP yang menggunakan metode LIFO sesuai Pasal 10 ayat
(6) UU PPh No 36 Tahun 2008.
4. Jumlah melebihi biaya penyusutan yang ditetapkan sesuai Pasal 11 UU PPh No 36
Tahun 2008.
5. Kerugian dari harta atau hutang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang merupakan objek pajak (PP No 138 Tahun 2000).
6. Nilai sisa buku harta yang dialihkan kepada pegawainya (PP No 138 Tahun 2000).
7. Biaya entertainment (jamuan) dan sejenisnya sepanjang tidak ada hubungannya
dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dan tidak dibuatkan daftar nominatif dan
dilampirkan pada SPT Tahunan PPh.
8. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, yang pengenaan PPh bersifat final, pengenaan pajaknya
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan
Khusus (PP No 138 Tahun 2000).
9. PPh yang ditanggung pemberi penghasilan, kecuali PPh 26, tetapi tidak termasuk
dividen, sepanjang PPh tersebut ditambah dalam penghitungan dasar untuk
pemotongan pajak (PP No 138 Tahun 2000)
10.Bunga pinjaman seluruhnya tidak dapat dibebankan, apabila rata-rata tertimbang
pinjaman per bulan ≤ rata-rata tertimbang deposito/tabungan per bulan.
2.1.5.3 Penyusutan
Pengertian penyusutan dalam istilah akuntansi juga disebut depresiasi adalah konsep
alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Menurut Undang-Undang Pajak
Penghasilan No 36 Tahun 2008 pasal 11 ayat 6, harta berwujud dibagi menjadi dua
golongan, yaitu bukan bangunan dan bangunan.
a. Tarif penyusutan
Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang harus
dilaksanakan wajib pajak berdasarkan pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode
33
saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud)
dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat sebagai berikut:
Tabel 2.2
Kelompok Harta Berwujud, Metode, serta Tarif Penyusutan
Dari tabel di atas, terlihat bahwa ada dua metode yang digunakan dalam melakukan
penyusutan, yaitu metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun
(declining balance method). Metode garis lurus (straight line method) adalah metode
yang digunakan untuk semua kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode
saldo menurun (declining balance method) adalah metode yang digunakan untuk
kelompok harta berwujud bukan bangunan saja (Mardiasmo:2009:153).
Dalam melakukan penyusutan, wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu
metode yang akan digunakan. Penyusutan dapat dimulai pada saat:
1. Bulan dilakukannya pengeluaran.
2. Untuk harta yang masih dalam pengerjaan, penyusutan dimulai pada bulan
pengerjaan harta tersebut selesai.
3. Dengan izin dari Dirjen Pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud
mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan penghasilan atau pada bulan harta
tersebut mulai menghasilkan pendapatan.
b. Konsep Amortisasi
Amortisasi adalah konsep alokasi harga perolehan harta tetap yang tidak berwujud dan
harga perolehan harta dari sumber alam yang ad di Indonesia jadi dalam UU PPh.
Pengertian Amortisasi mencakup juga pengertian dari deplesi yang terdapat dalam
istilah akuntansi. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud
dan pengeluaran lainnya yang mempunyai manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan juga
dengan memakai 2 metode yaitu: metode garis lurus dan metode saldo menurun,
dengan pengelempokkan sebagai berikut:
Tabel 2.3
34
Sumber : (2)
Penentuan masa manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan untuk
memberikan keseragaman bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun
amortisasi.
Kelompok metode dan tarif amortisasi seperti yang dijelaskan dalam tabel yang
berlaku juga untuk :
1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu badan
usaha. Pengeluaran ini juga dapat dibebankan pada tahun terjadinya
pengeluaran.
2. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasional komersial misalnya biaya
studi kelayakan dan biaya produksi percobaan sebelum digunakan, yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pengeluaran ini
dikapitalisasikan kemudian diamortisasi sesuai tabel tarif amortisasi yang di
atas. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa biaya operasional yang
bersifat rutin seperti biaya rekening listrik dan telepon gaji karyawan dan biaya
yang menjadi biaya kantor lainnya, tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan
sekaligus pada tahun pengeluaran.
A. Beda Tetap
36
Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan terhadap beban dan
pendapatan antara pelaporan komersial dan fiskal. Menurut Suandy (2011:79)
menyebutkan bahwa “Perbedaan tetap atau permanen (permanent differences) adalah
perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda
dengan perhitungan laba menurut SAK tanpa ada koreksi di kemudian hari.”
Perbedaan tetap ini terjadi karena adanya pendapatan dan biaya yang secara
komersial diakui tetapi tidak diakui secara fiskal. Beda tetap menyebabkan laba rugi
menurut akuntansi berbeda secara tetap dengan penghasilan kena pajak menurut
fiskal. Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena:
1. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut
Undang-Undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau
bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari
cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh).
2. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut
Undang-Undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:
3. Bunga deposito dan tabungan lainnya
4. Penghasilan berupa hadiah undian
5. Penghasilan dari transaksi pengalihan tanah dan/atau bangunan,
6. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
7. Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan dan sebagainya (Pasal
4 ayat 2 Undang-Undang PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut
akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-Undang PPh
bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
1. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
2. biaya bukan objek pajak;
3. biaya pengenaan pajaknya bersifat final;
4. biaya dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
37
2. Koreksi Negatif
Koreksi yang menyebabkan berkurangnya laba sebagai akibat dari bertambahnya
biaya atau berkurangnya pendapatan. Koreksi fiskal negatif diantaranya:
1. Penyusutan/amortisasi
2. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya,
Penyusutan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil
perhitungan pajak penghasilan badan apakah menjadi lebih besar atau akan lebih
menjadi kecil.
Sehingga dalam SPT Tahunan PPh, merupakan koreksi fiskal positif. Contoh:
diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh.
A.Usaha BPR
Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BPR, antara lain sebagai berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan /bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit dalam bentuk Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi,
maupun Kredit Konsumsi.
40
C. Badan Hukum
Bentuk hukum BPR sesuai dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dapat berupa:
a. Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Negara)
b. Koperasi
c. Perseroan Terbatas
d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
D. Pendirian
Untuk mendirikan suatu BPR perlu melalui proses perizinan terlebih dahulu, antara
lain sebagai berikut:
a. Usaha BPR harus mendapatkan izin dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali
apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan
Undang-Undang tersendiri.
b. Untuk mendapatkan izin usaha, BPR wajib memenuhi persyaratan tentang
susunan organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian dalam
bidang perbankan, kelayakan rencana kerja.
41
c. Pembukaan kantor cabang BPR hanya dapat dilakukan dengan izin Bnak
Indonesia.
d. BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di luar negeri karena BPR
dilarang melakukan kegiatan usaha valuta asing (transaksi valas).
Pemberian izin usaha BPR terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
1. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPR.
2. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah pemenuhan
persiapan persetujuan prinsip.
E. Kepemilikan BPR
Syarat-syarat kepemilikan BPR sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia ditetapkan
sebagai berikut:
a. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan
hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah
daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga Negara Indonesia, badan
hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia dan pemerintah
daerah. Pihak yag dapat menjadi pemilik BPR antara lain sebagai berikut :
1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dalam bidang perbankan sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas,
antara lain:
1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;
2. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Bersedia mengembangkan BPR yang sehat.
b. BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan pada
ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.
c. BPR berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam
bentuk saham atas nama.
d. Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
e. Merger, konsolidasi dan akusisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan
Bank Indonesia.
3. Secara parsial Struktur Aktiva berpengaruh negatif terhadap Debt to Equity Ratio
perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-
2015.
4. Profitabilitas yaitu ROA tidak berpengaruh secara parsial terhadap Debt to Equity
Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2011-2015.
5. Secara parsial pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap Debt to Equity
Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2011-2015.
Menurut artikel jurnal Riski Ayu Pratiwi Batubara, Topowijono dan Zahroh Z.A.
(2017) Berdasarkan hasil perhitungan statistic menggunakan software SPSS V.16
mengenai pengaruh variabel Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, dan Profitabilitas
terhadap Struktur Modal degan menggunakan sampel perusahaan makanan dan
minuman yang terdaftar di BEI tahun 2012-2015 dengan menggunakan analisis
regresi linier berganda, maka dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1) Variabel struktur aktiva, ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh
secara bersama-sama (simultan) terhadap struktur modal pada perusahaan
makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2015.
2) Variabel struktur aktiva berpengaruh secara parsial terhadap struktur modal pada
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2012-2015.
3) Variabel ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap struktur modal
pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2012-2015.
4) Variabel profitabilitas secara parsial berpengarih terhadap struktur modal pada
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2012-2015.
Sedangkan menurut Roni Putra Adi (2015) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa berdasarkan pembahasan di dalam bab sebelumnya kesimpulan yang dapat
diambil adalah :
45
nominal Rp100 per saham dengan harga penawaran Rp820 per saham. Pada tanggal
30 Oktober 2007, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam & LK) No. S-5424/BL/2007, Perusahaan telah
memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Penawaran. Selisih lebih jumlah
yang diterima dari pengeluaran saham terhadap nilai nominalnya sebesar
Rp370.800.000.000 dicatat dalam akun “Tambahan Modal Disetor” setelah dikurangi
total biaya emisi saham sebesar Rp16.895.778.052.
diharapkan perseroan akan semakin kuat dalam menghadapi persaingan dan mampu
melakukan ekspansi demi tercapainya pertumbuhan perseroan secara optimal.
memproduksi berbagai jenis rokok kretek, termasuk jenis rendah tar dan nikotin
(LTN) serta produk tradisional sigaret kretek tangan. Merek-merek rokok GGRM,
antara lain: Klobot, Sriwedari, Djaja, Gudang Garam, Gudang Garam Merah, Gudang
Garam Gold, Surya, Surya Pro Mild dan GG Mild,
Pada tanggal 17 Juli 1990, GGRM memperoleh izin Menteri Keuangan untuk
melakukan Penawaran Umum Perdana Saham GGRM (IPO) kepada masyarakat
sebanyak 57.807.800 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga
penawaran Rp10.250,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Agustus 1990.
1994–2003
Indosat mengambil alih saham mayoritas Satelindo dan SLI di Indonesia lalu
mendirikan PT Indosat Multimedia Mobile (IM3) sebagai pelopor jaringan GPRS dan
layanan multimedia. Pada tahun 2003 Indosat bergabung dengan tiga anak
perusahaan, yaitu: Satelindo, IM3 dan Bimagraha untuk membentuk operator seluler
di Indonesia.
2003–2009
Indosat mendapatkan lisensi jaringan 3G dan memperkenalkan layanan 3,5G di
Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 2009 Qtel membeli saham seri B sebanyak 24,19%
dari publik sehingga menjadi pemegang saham mayoritas Indosat dengan kepemilikan
sebesar 65%. Pada tahun yang sama Indosat memperoleh lisensi tambahan frekuensi
3G dari Kementrian Komunikasi dan Informatika serta memenangkan tender untuk
lisensi WiMAX yang diadakan pemerintah.
2009–2012
Setahun kemudian, Indosat melakukan transformasi untuk menjadi perusahaan yang
lebih fokus dan efisien dengan restrukturisasi organisasi, meodernisasi dan ekspsi
jaringan seluler serta inisiatif untuk mencapau keunggulan operasional. Perubahaan
terjadi pada tahun 2012, saat Indosat mencapai 58,5 Juta pelanggan yang didukung
oleh peningkatan jaringan serta inovasi produk.
2012–sekarang
Pada tahun 2013, Indosat mengadakan komersialisasi jaringan 3G di frekuensi 900
MHz. Setahun berikutnya Indosat melakukan peluncuran dan komeralisasi layanan 4G
di 900 MHz dengan kecepatan hingga 42 Mbps di beberapa kota besar di Indonesia.
Pada tahun 2015, Indosat resmi berganti nama menjadi Indosat Ooredoo.
2. Pada tanggal 8 Juni 2000, Perusahaan mengubah nilai nominal dari Rp500 (Rupiah
penuh) per saham menjadi Rp250 (Rupiah penuh) per saham. Jumlah saham yang
beredar menjadi sebesar 1.400.000.000 saham.
3. Pada tanggal 18 Juni 2004, Perusahaan kembali mengubah nilai nominal dari
Rp250 (Rupiah penuh) per saham menjadi Rp 50 (Rupiah penuh) per saham.
Jumlah saham yang beredar menjadi sebesar 7.000.000.000 saham. 4. Pada tanggal
4 Juli 2005, Perusahaan telah menerbitkan saham baru sejumlah 32.000.000 saham
sehubungan dengan pelaksanaan hak opsi oleh karyawan (ESOP). Jumlah saham
yang beredar menjadi sebesar 7.032.000.000 saham. 5. Pada tanggal 2 Oktober
2006, Perusahaan telah menerbitkan saham baru sejumlah 32.000.000 saham
sehubungan dengan pelaksanaan hak opsi oleh karyawan (ESOP). Jumlah saham
yang beredar menjadi sebesar 7.064.000.000 saham. 6. Pada tanggal 28 Juli 2010,
Perusahaan telah menerbitkan saham baru sejumlah 32.000.000 saham sehubungan
dengan pelaksanaan hak opsi oleh karyawan (ESOP). Jumlah saham yang beredar
menjadi sebesar 7.096.000.000 saham. 7. Mulai tanggal 25 Agustus 2015 sampai
dengan 31 Desember 2015, Perusahaan telah melakukan pembelian saham treasuri
sejumlah 208.332.000 saham. Jumlah saham yang beredar menjadi sebesar
6.887.668.000 saham. 8. Selama tahun 2016, Perusahaan telah melakukan
pembelian saham treasuri sejumlah 164.849.100 saham. Jumlah saham yang
beredar menjadi sebesar 6.722.818.900 saham. Seluruh saham Perusahaan telah
dicatatkan di Bursa Efek Indonesia.
s
57
58
59
60
Profitabilitas
Struktur Modal
Struktur Aktiva
61
Ukuran
Perusahaan