1. - Perdarahan spontan atau setelah trauma ringan, segera.
(Petekie & Ekimosis pada
kulit dan selaput lendir) - Riwayat menderita infeksi virus 1-6 minggu sebelumnya (ISPA, Hepatitis, Mumps, Mononukleus infeksiosa, Sitomegalovirus) - Trombosiyopenia berat dapat menyebabkan perdarahan otak - Rumple leede positif 2. Pemeriksaan fisik yang paling sering didapatkan pada pasien dengan ITP adalah bukti perdarahan tipe trombosit (platelet-type bleeding) seperti: - Petekie - Purpura - Perdarahan konjungtiva, atau - Perdarahan mukokutaneus lain : seperti hidung, gusi, gastrointestinal, dan urogenital 3. - Skrining penyakit autoimun : ANA, anti ds-DNA, Rheumatoid arthritis, C3, C4 - Skrining tiroid : TSH, free T4, antibodi tiroid - Pengukuran kadar imunoglobulin : IgG, IgA dan IgM - Fungsi hati - Tes PCR adanya virus seperti EBV, CMV, parvovirus, Hepatitis C, dan HIV - H. Pylori - Pemeriksaan sumsum tulang - Antibodi antifosfolipid 4. Farmakologi : - Sebagai terapi lini pertama maka dapat diberikan IVIG dosis tunggal atau steroid jangka pendek (Grade 1 B). Penggunaan IVIG bila trombosit perlu ditingkat- kan dengan cepat (Grade 1B).1 Dosis IVIG adalah 0,8-1 g/kg dosis tunggal atau 2 g/kg terbagi dalam 2-5 hari. - Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/ kg per hari atau 60 mg/m2/hari (maksimal 80 mg/ hari) selama 14 hari, dilanjutkan dengan tappering off dan dihentikan selama 1 minggu berikutnya - Immunoglobulin anti-D Dosis imunoglobulin anti-D adalah 50-75 μg/kg dosis tunggal. - Splenektomi Nonfaramakologi : - Istirahat - Tanpa pengobatan --> Sembuh spontan 5. - Sirkulasi : Dapat terjadi pada syok hemoragik - Susunan saraf pusat : Penurunan kesadaran dari yang ringan sampai koma, perdarahan intrakranial - Sistem kardiovaskular : Hpotensi, Takikardi, Kolpasnya pembuluh darah perifer - Sistem respirasi : Pada keadaan DIC yang berat dapat mengakibatkan gagal napas yang dapat menyebabkan kematian - Sistem Gastrointestinal : Hematemesis, Hematochezia - Sistem Genitourinaria : Hematuria, Oliguria, Metrorrhagia, Perdarahan uterus 6. Dari pemeriksaan fisik, pada umumnya pasien disseminated intravascular coagulation (DIC) menunjukkan tanda perdarahan yang jelas di berbagai area tubuh. Lesi kulit termasuk ekimosis, hematoma, ikterus dari gagal hati, nekrosis, dan gangren juga dapat timbul. Koagulasi yang berlebihan dapat menyebabkan purpura, petekie, dan sianosis yang luas. Hematochezia, hematemesis, hematuria dapat menjadi tanda adanya perdarahan internal. Seorang pasien DIC juga dapat mengalami kegagalan pernafasan akut atau defisit neurologis berdasarkan lokasi perdarahan atau pembekuan darah. Hiperkoagulasi pada DIC dapat bermanifestasi sebagai oklusi pembuluh darah pada mikrovaskuler. Pasien dapat menunjukkan tanda iskemia miokard dan peningkatan frekuensi nafas jika oklusi terbentuk di pembuluh darah paru-paru atau jantung. Nyeri, eritema, panas pada perabaan, dan edema di kaki dapat ditemukan jika thrombosis terbentuk di pembuluh darah tungkai. Sefalgia, parese, pusing, kesulitan berbicara dan memahami dapat menjadi tanda jika trombus terbentuk di pembuluh darah otak. 7. - Tes darah lengkap dan apusan darah tepi - Partial thromboplastin time (PTT) - Prothrombin time (PT) - Kadar fibrinogen darah - Ddimer 8. Farmakologi : - Tranfusi komponen darah - Antikoagulasi - Antifibrinolotik : asam traneksamat dapat mencegah degradasi fibrin oleh plasmin sehingga dapat mengurangi pendarahan pada pasien DIC dan yang mengalami hiperfibrinolisis - Natural protease inhibitor : Pemberian protease inhibitor dapat memulihkan jalur antikoagulan fisiologis sehingga jumlah trombin yang berlebihan dapat dicegah (Dosis yang digunakan biasanya antara 1500-3000 unit/hari) - Agen anti-Xa Nonfarmakologi : - Menghindari faktor pencetus - Selalu rajin memeriksakan ke dokter ketika ada gejala 9. Demam, berkeringat pada malam hari, penurunan berat badan, lemah badan, pruritus, pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri, dapat dijumpai nyeri abdomen atau nyeri tulang 10. - Limfadenopati dengan konsistensi rubbery dan tidak nyeri ~ Demam, tipe pel ebstein - Hepatosplenomegali - Neuropati 11. Darah : anemia, eosinofilia, peningkatan LED, pada flow-cytometry dapat terdeteksi Iimfosit abnormal atau Iimfositosis dalam sirkulasi, peningkatan ureum kreatinin, hiperkalsemia, hiperurikemia, biopsi sumsum tulang, CT scan. 12. Farmakologi : Target tatalaksana limfoma Hodgkin adalah menghancurkan sebanyak mungkin sel kanker menuju remisi penyakit. Pengobatan limfoma Hodgkin adalah dengan radioterapi meliputi Extended Field radiotherapy [EFRT), lnvolved Field Radiotherapy [IFRT] clan radioterapi [RT] ditambah dengan kemoterapi. Regimen kemoterapi yang paling banyak digunakan adalah doxorubicin, bleomycin, vinblastine, dan dacarbazine [ABVD] dan meclllorethamine, vincristine, procarbazin, dari prednisone [MOPP), atau kombinasi obat dari kedua regimen ini Nonfarmakologi : Sebenarnya, tidak ada cara yang pasti dan mampu mencegah seseorang mengalami limfoma. HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang meningkatkan risiko seseorang mengalami limfoma. Maka itu, dengan mencegah dan menjaga diri dari HIV/AIDS (menghindari hubungan intim bebas dan menghindari penggunaan narkoba jarum suntik), risiko mengalami limfoma juga akan lebih rendah. 13. Mudah Ielah. dapat ditemukan gusi berdarah, Mimisan, Anoreksia, Berat badan Turun 14. - Beberapa gambaran klinik terjadi secara langsung akibat proliferasi sel leukimia splenomegali atau hepatomegali serta limfadenopati - Sel leukimia juga dapat infiltrasi kulit dan gusi terutama bila ada defiesiensi monosit - Pasien dengan jumlah leukosit tinggi dapat mengalami obstruksi pembuluh darah kecil leukostasis - Gambaran klinis akibat kegagalan sumsum tulang : pucat, lemah, memar, perdarahan, demam - Tanda infeksi di mulut dan faring akibat limfadenopati 15. - Pemeriksaan morfologi sel: tampak blast. banyak granul. auer rods [eusinofi]batang-seperti inklusi) - Pengecatan sitokimia [sudan black b dan mieloperoksidase]: hasil pengecatan sitokimia pada setiap tipe LMA dapat dilihat pada tabel 1. - Immunofenotip: CD13 dan CD33, CD41 berkaitan dengan M7 16. Farmakologi : Target tatalaksana limfoma Hodgkin adalah menghancurkan sebanyak mungkin sel kanker menuju remisi penyakit. Pengobatan limfoma Hodgkin adalah dengan radioterapi meliputi Extended Field radiotherapy [EFRT), lnvolved Field Radiotherapy [IFRT] clan radioterapi [RT] ditambah dengan kemoterapi. Regimen kemoterapi yang paling banyak digunakan adalah doxorubicin, bleomycin, vinblastine, dan dacarbazine [ABVD] dan meclllorethamine, vincristine, procarbazin, dari prednisone [MOPP), atau kombinasi obat dari kedua regimen ini Nonfarmakologi : Sebenarnya, tidak ada cara yang pasti dan mampu mencegah seseorang mengalami limfoma. HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang meningkatkan risiko seseorang mengalami limfoma. Maka itu, dengan mencegah dan menjaga diri dari HIV/AIDS (menghindari hubungan intim bebas dan menghindari penggunaan narkoba jarum suntik), risiko mengalami limfoma juga akan lebih rendah.