Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN SALAH SATU

ANGGOTA KELUARGA MENDERITA HIPERTENSI DI LINGKUNGAN

DAREK PRAYA BARAT DAYA LOMBOK TENGAH

DISUSUN OLEH :

NAMA : M. BUSYAIRI PUTRA

NIM : 050STYC 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM 2019/2020
BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 Model Konseptual Keperawatan Keluarga


Keperawatan keluarga merupakan kekhususan spesialisasi yang terdiri dari
ketrampilan berbagai bidang keperawatan. Praktek keperawatan keluarga
didefinisikan sebagai pemberian perawatan menggunakan proses keperawatan
kepada keluarga dan anggota- anggotanya dlam situasi sehat dan sakit.
Penekanan praktik keperawatan keluarga adalah berorientasi pada kesehatan,
bersifat holistik,,dan interaksional, kekuatan keluarga.
Tingkatan keperawatan keluarga:
Ada empat tingkatan keperawatan keluarga yaitu
1. Level 1
Keluarga menjadi latar belakang individu/anggota keluarga dan
fokus pelayanan keperawatan di tingkat ini adalah individu yang akan
dikaji dan diintervensi.
2. Level 2
Keluarga merupakan penjumlahan dari anggota-anggotanya,
masalah kesehatan/ keperawatan yang sama dari masing-masing anggota
akan diintervensi bersamaan, masing-masing anggota dilihat sebagai unit
yang terpisah.
3. Level 3
Fokus pengkajian dan intervensi keperawatan adalah su-sistem
dalam keluarga, anggota-anggota keluarga dipandang sebagai unit yang
berinteraksi, fokus intervensi : hubungan ibu dengan anak:hubungan
perkawinan,dll.
4. Level 4
Seluruh keluarga dipandang sebagai klien dan menjadi fokus utama
dari pengkajian dan perawatan, keluarga menjadi fokus dan individu
sebagai latar belakang. Keluarga dipandang sebagai interaksional system,
fokus intervensi: dinamika internal keluarga;struktur dan fungsi keluarga;
hubungan sub-system keluarga dengan lingkungan luar.
Model Konseptual Keperawatan Keluarga
Konsep model “self care” Dorothea E. Orem (1971) dikutip dalam
Friedman (2010)beranggapan bahwa asuhan keperawatan dibutuhkan jika
seorang dewasa tidak mampu melaksanakan perawatan diri secara
memadai untuk mempertahankan kehidupan, memelihara kesehatan, pulih
dari penyakit atau cedera, atau mengatasi efek penyakit atau cedera. Model
Orem juga mengakomodasi keadaan saat asuhan keperawatan mungkin
ditujukan untuk orang tua atau wali yang merawat anak yang sedang sakit.
Sebagai contoh asuhan keperawatan dapat ditujukan untuk orang tua atau
wali yang merawat anak yang sedang sakit. Enam konsep utama dalam
konsep Orem adalah perawatan diri, agensi perawatan diri, kebutuhan
keperawatan diri secara terapeutik, deficit perawatan diri, institusi dan
sistem keperawatan. Sebuah konsep sekunder, tetapi penting adalah
konsep faktor pengondisian landasan yang membahas beragam
karakteristik personal dan keadaan klien.
Gray (1996) dalam Friedman (2010) menyatakan bahwa steiap
individu anggota keluarga dapat dipandang sebagai agena perawtan diri
yang memberi konstribusi pribadi berkelanjutan bagi kesehatannya sendiri.
Anggota keluarga baik secara individu atau kelompok, dapat melakukan
atau menjalankan keharusan perawatan diri yang meliputi sikap mengebai
kesehatan mereka dan kemampuan mereka untuk melaksanakan perilaku
perawatan diri. Perawatan diri dapat digunakan untuk membantu
perkembangan promosi kesehatan dalam keluarga dan untuk mengenali
serta mengevaluasi beberapa area yang mungkin mengalami penurunan
kesehatan.
1.2 Teori Keperawatan dan Keperawatan Keluarga
1.2.1 Pengertian keluarga
Banyak definisi yang diuraikan tentang keluarga sesuai dengan
perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini akan dikemukakan
pengertian keluarga dalam Harmoko (2012) :
a. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat
oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap
anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain.
b. Menurut Duvall, keluarga adalah sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang
bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum:
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial
dari individu yang ada didalamnya terlihat dari pola interaksi yang
sering ketergantungan untuk mencapai jutaan bersama (Friedman,
2012)
1.2.2 KonsepTahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga:
1. Tahap I ( keluarga pasangan baru/ beginning family)
Keluarga baru di mulai pada saat masing-masing individu,
yaitu suami istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang
sah dan meninggalkan keluarga masing-masing, secara
psikologis keluarga tersebut sudah memiliki keluarga baru.
(Harmoko, hal 52; 2012).
2. Tahap II ( keluarga dengan kelahiran anak pertama/ child
bearing family)
Tahap II mulai dengan kelahiran anak pertama dan
berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan. Transisi ke masa
menjadi orangtua adlah salah satu kunci dalam siklus
kehidupan keluarga. Dengan kelahiran anak pertama, keluarga
menjadi kelompok trio, membuat sistem yang permanen pada
keluarga untuk pertama kalinya (yaitu, sistem berlangsung
tanpa memerhatikan hasil akhir dari pernikahan).
( McGoldrick, Heiman, & Carter, 1993 dalam Marilyn M.
Friedman, hal 108: 2010)
3. Tahap III ( keluarga dengan anak prasekolah/ families with
prescholl)
Tahap III siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak
pertama berusia 21/2 tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5
tahun. Keluarga saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima
orang, dengan posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-
saudara laki-laki, dan putri-saudara perempuan. Keluarga
menjadi lebih kompleks dan berbeda ( Duvall & Miller, 1985
dalam Marilyn M. Friedman, hal 111: 2010
4. Tahap IV ( keluarga dengan anak sekolah/ families with
children)
Tahap ini dimulai pada saat anak tertua memasuki sekolah
pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini
umumnya keluarga mencapai jumlah anggota keluarga
maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas
sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas di sekolah,
masing-masing akan memiliki aktifitas dan minat sendiri.
Demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas berbeda
dengan anak. (Harmoko, hal 56; 2012)
5. Tahap V ( keluarga dengan anak remaja/ families with
teenagers)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap V dari siklus
atau perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini
berlangsung selama enam atau tujuh tahun, walaupun dapat
lebih singkat jika anak meningglakan keluarga lebih awal atau
lebih lama jika anak tetap tinggal di rumah pada usia lebih dari
19 atau 20 tahun. Anak lainnya yang tinggal di rumah biasanya
anak usia sekolah. Tujuan utama keluarga pada tahap anak
remaja adalah melonggrakan kebebasan remaja yang lebih
besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa
muda. (Duvall & Miller, 1985 dalam Marilyn M. Friedman, hal
115: 2010)
6. Tahap VI ( keluarga dengan anak dewasa/ launching center
families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan
rumah. Lama tahap ini bergantung pada jumlah anak dalam
keluarga atau jika anak yang belum berkeluarga dan tetap
tinggal bersama orangtua. Tujuan utama pada tahap ini adalah
mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam
melepaskan anaknya untuk hidup sendiri. (Harmoko, hal 59;
2012)
7. Tahap VII ( keluarga usia pertengahan/ middle age families)
Tahapan ini dimulai pada saat anak yang terakhir
meningglakan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu
pasangan meninggal. Beberapa pasangan pada fase ini akan
dirasakan sulit karena masalah usia lanjut, perpisahan dengan
anak, dan perasaan gagal sebagai orang tua. Pada tahap ini
semua anak meninggallkan rumah, maka pasangan berfokus
untuk mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktifitas.
(Harmoko, hal 60; 2012)
8. Tahap VIII ( keluarga usia lanjut)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan
pensiun salah satu atau kedua pasangan, dan berakhir dengan
kematian pasangan lainnya. (Duvall & Miller, 1985 dalam
Marilyn M. Friedman, hal 122: 2010)
1.2.3 Karakteristik Keluarga Sebagai System
Berikut ini akan dijelaskan mengenai karakteristik keluarga
sebagai suatu sistem (Harmoko, hal 17; 2012)
1. Pola komunikasi keluarga
Secara umum ada dua pola komunikasi dalam keluarga yaitu
sistem terbuka dan sitem tertutup. Sistem terbuka pola
komunikasi dilakukan secara langsung, jelas, spesifik, tulus,
jujur dan tanpa hambatan. Sedangkan pola komunikasi
seitem tertutup adalah tidak langsung, tidak jelas, tidak
spesifik, tidak selaras, saling menyalahkan, kacau dan
membingungkan.

2. Aturan keluarga
a. Sistem terbuka: hasil musyawarah, tidak ketinggalan
zaman, berubah sesuai kebutuhan keluarga, dan bebas
mengeluarkan pendapat.
b. Sitem tertutup: ditentukan tanpa musyawarah tidak sesuai
perkembangan zaman, mengikat, tidak sesuai kebutuhan
dan pendapat terbatas
3. Perilaku anggota keluarga
a. Sistem terbuka: sesuia dengan kemampuan keluarga
memiliki kesiapan, mampu berkembang sesuai kondisi.
Harga diri:percaya diri, mengikat, dan mampu
mengembangkan dirinya.
b. Sistem tertutup: memiliki sikap melawan, kacau, tidak
siap (selalu bergantung), tidak berkembang, harga diri:
kurang percaya diri, ragu-ragu, dan kurang dapat
dukungan untuk mengembangkan.
1.2.4 Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman dalam (Harmoko, hal 19;
2012) sebagai berikut :
1. Struktur komunikasi.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila
dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik
selesai, dan ada hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi
pengirim yakin mengemukakan pesan secara jelas dan
berkualitas, serta meminta dan menerima umpan balik.
Penerima pesan mendengarkan pesn, memberikan umpan
balik, dan valid.
2. Struktur peran
Serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial
yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal
atau informal. Posisi/ status adalah posisi individu dalam
masyarakat misal status sebagai istri/ suami.
3. Struktur kekuatan.
Kemampuan dari individu untuk mengontrol,
memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak
(legitimate power), ditiru (referent power), keahlian (exper
power), hadiah (reward power_, paksa (coercive power), dan
effektif power.
4. Strukur nilai dan norma
a. Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar
atau tidakdapat mempersatukan annggota keluarga.
b. Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat
berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.
c. Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari,
dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan
masalah
1.2.5 Tipe – tipe Keluarga
Tipe keluarga ((Harmoko, hal 23; 2012) sebagai berikut
1. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang
tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal
dalam suatu ikatan perkawinan, satu/ keduanya dapat bekerja
di laur rumah.
2. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya
nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, pama, bibi, dan
sebagainya.

3. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan
kembali suami/istri, tinggal dalam pembentuan satu rumah
dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama
maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat
bekerja di luar rumah.
4. Middle Age/ Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya
bekerja di rumah, anak-anak sudah meningglakan rumah
karena sekolah/perkawinan/meniti karier.
5. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur da tidak mempunyai anak,
keduanya/slah satu bekerja di rumah
6. Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian
pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar
rumah.
7. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak
8. Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah
pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-
waktu tertentu.
9. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak
adanya keinginan untuk menikah.
10. Three Generation: Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu
rumah.
11. Institutional: Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal
dalam suaru panti-panti.
12. Comunal: Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang
monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam
penyediaan fasilitas.
13. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di
dalam satu kesatuan keluarga dan tiap indivisu adalah menikah
dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.
14. Unmarried paret and child: Ibu dan anak dimana perkawinan
tidak dikehendaki, anakya di adopsi
15. Cohibing Cauple: Dua orang/ satu pasangan yang tinggal
bersama tanpa pernikahan.
1.2.6 Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa,
memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga (Marilyn M.
Friedman, hal 86: 2010)
2. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan
menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang produktif
serta memberikan status pada anggota keluarga (Marilyn M.
Friedman, hal 86: 2010)
3. Fungsi reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama
beberapa generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat
(Marilyn M. Friedman, hal 86: 2010)
4. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi
efektifnya (Marilyn M. Friedman, hal 86: 2010)

5. Fungsi perawatan kesehatan


Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat
tinggal, perawatan kesehatan (Marilyn M. Friedman, hal 86:
2010)
1.2.7 Tugas Keluarga
1. Mengenal Masalah Kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak
boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak
berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya
dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan
sehat dan perubahan-perubahan yang dialami anggota
keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota
keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian dari orang
tua atau pengambil keputusan dalam keluarga (Suprajitno, 2004).
Mengenal menurut Notoadmojo (2003) diartikan sebagai
pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau diketahui
sebelumnya. Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah
mampu mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.
2. Memutuskan Tindakan Yang Tepat Bagi Keluarga
Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,
dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai
keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno,
2004). Friedman, 1998 menyatakan kontak keluarga dengan
sistem akan melibatkan lembaga kesehatan profesional ataupun
praktisi lokal (Dukun) dan sangat bergantung pada:
a. Apakah masalah dirasakan oleh keluarga ?
b. Apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap masalah
yang dihadapi salah satu anggota keluarga ?
c. Apakah kepala keluarga takut akibat dari terapi yang
dilakukan terhadap salah satu anggota keluarganya ?
d. Apakah kepala keluarga percaya terhadap petugas
kesehatan?
e. Apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk
menjangkau fasilitas kesehatan?
3. Memberikan Perawatan Terhadap Keluarga Yang Sakit
Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit
dari peran atau tangung jawabnya secara penuh, Pemberian
perawatan secara fisik merupakan beban paling berat yang
dirasakan keluarga (Friedman, 1998). Suprajitno (2004)
menyatakan bahwa keluarga memiliki keterbatasan dalam
mengatasi masalah perawatan keluarga. Dirumah keluarga
memiliki kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama.
Untuk mengetahui dapat dikaji yaitu :
a. Apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien?
b. Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti
tentang perawatan yang diperlukan pasien ?
c. Bagaimana sikap keluarga terhadap pasien? (Aktif mencari
informasi tentang perawatan terhadap pasien
4. Memodifikasi Lingkungan Keluarga Untuk Menjamin Kesehatan
Keluarga
a. Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki
disekitar lingkungan rumah
b. Pengetahuan tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan
manfaatnya.
c. Kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara
lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.

5. Menggunakan Pelayanan Kesehatan


Menurut Effendy (1998), pada keluarga tertentu bila ada
anggota keluarga yang sakit jarang dibawa ke puskesmas tapi ke
mantri atau dukun. Untuk mengetahui kemampuan keluarga
dalam memanfaatkan sarana kesehatan perlu dikaji tentang :
a. Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang
dapat dijangkau keluarga
b. Keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan
c. Kepercayaan keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada
d. Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga.
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka morbiditas dan angka kematian ( mortalitas ) ( Adib, 2009 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri
(Ruhyanudin, 2007 ).
Definisi TD yang disebut hipertensi sulit ditentukan karena tersebar di
populasi sebagai distribusi normal dan meningkat seiring bertambahnya usia.
Pada dewasa muda TD > 140/90 mmHg bisa dianggap hipertensi dan terapi
mungkin bisa bermanfaat ( Gleadle, 2005 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanann darah di dalaam arteri.
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana
tekanan yang abnormal tinggi didalam arteti menyebabkan meningkatnya
resiko tekanan stroke, aneurisma, gagaal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal (Faqih, 2007).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya
(Sustrani,2006).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka
kesakitan atau morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di
atas normal atau kronis dalam waktu yang lama( Saraswati,2009).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah.
WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah
normal adalah 140/90 mmHg. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan
jenis kelamin (Marliani, 2007).
Besarnya tekanan darah selalu dinyatakan dengan dua angka. Angka yang
pertama menyatakan tekanan sistolik, yaitu tekanan yang dialami dinding
pembuluh darah ketika darah mengalir saat jantung memompa darah keluar
dari jantung. Angka yang kedua di sebut diastolic yaitu angka yang
menunjukkan besarnya tekanan yang dialami dinding pembuluh darah ketika
darah mengalir masuk kembali ke dalam jantung.
Tekanan sistolik diukur ketika jantung berkontraksi, sedangkan tekanan
diastolic diukur ketika jantung mengendur (relaksasi). Kedua angka ini sama
pentingnya dalam mengindikasikan kesehatan kita, namun dalam prakteknya,
terutama buat orang yang sudah memasuki usia di atas 40 tahun, yang lebih
riskan adalah jika angka diastoliknya tinggi yaitu diatas 90 mmHg (Adib,
2009).

B. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli, diantaranya
WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I
tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan
sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi
kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan
dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala –
gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ.
Sedangkan JVC VII, Klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori Tenganan Sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi:
Stage I (Ringan) 140-159 90-90
Stage II (Sedang) 160-179 100-109
Stage III (Berat) 180-209 110-120

Klasifikasi lain diutarakan oleh Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes,
2007), mengklasifikasikan tekanan darah tinggi menjadi 4 tingkatan yaitu
normal (SBP = Sistole Blood Pressure < 120 mm Hg dan Distole Blood
Pressure = DBP < 80 mm Hg), pra hipertensi (SBP 120-139 mm Hg dan DBP
80-89 mm Hg), hipertensi tahap 1 (SBP 140-159 mm Hg dan DBP 90-99 mm
Hg) dan hipertensi tahap 2 (SBP >= 160 dan DBP >= 100. mm Hg.)

Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi


hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu tekanan
darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan, tekanan
darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105-
114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik >115mmHg. Hipertensi
maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang
disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah
sistolik lebih dari 160 mmHg.

Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui TIM POKJA
RS Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut, membahayakan
jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ target. Yang kedua
adalah hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa ada gangguan organ
target akan tetapi tekanan darah perlu diturunkan dengan segera atau secara
bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan darah dengan
cepat akan menimbulkan efek ischemik pada organ target.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor,
diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa Faktor-
faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress, kegemukan,
merokok, hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM POKJA RS
Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia (2007) menambahkan
bahwa Penyebab hipertensi dapat dibedakan menurut jenis hipertensi yaitu
hipertensi primer (essensial) merupakan tekenan darah tinggi yang disebabkan
karena retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap
angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan
merokok. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan tekanan darah tinggi
yang disebabkan karena penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia
gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak,
dan pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab
hipertensi beragam diantaranya adalah: stress, kegemukan, merokok,
hipernatriumia, retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap
angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, penyakit kelenjar adrenal, penyakit
ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang
disebabkan tumor otak, pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi, asupan
garam yang tinggi, kurang olah raga, genetik, Obesitas, Aterosklerosis,
kelainan ginjal, tetapi sebagian besar tidak diketahui penyebabnya.
D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa mekanisme
yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai
saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna
medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system syaraf simpatis . Pada titik ganglion ini neuron prebanglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya nere frineprine
mengakibatkan konskriksi pembuluh darah.
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi
berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan
merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian diubah menjadi
angiotensis II yang merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang
sekresi aldosteron oleh cortex adrenaldimana hormone aldosteron ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan
peningkatan volume cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi.

TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan patofisiologis


hipertensi adalah: pada hipertensi primer perubahan patologisnya tidak jela
didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara perlahan yang meluas dan
mengambil tempat pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil pada
organ – organ seperti jantung, ginjal dan pembuluh darah otak. Pembuluh
seperti aorta, arteri koroner, arteri basiler yang ke otak dan pembuluh darah
perifer di ekstremitas menjadi sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen
menjepit, aliran darah ke jantung menurun, bergitu juga ke otak dan
ekstremitas bawah bisa juga terjadi kerusakan pembuluh darah besar.
E. Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan bahwa
manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien mengeluh
sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, mual,
gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang mengalami
perubahan mental.
Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes,
2007) hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru timbul gejala setelah
terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan
jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami gejala dengan sakit kepala,
epitaksis.
F. Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990: 214-
219) yaitu dengan non farmakologis dan dengan farmakologis. Cara non
farmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk,
diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah raga
secara teratur dan kontrol tekanan darah secara teraut. Sedangkan dengan cara
farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-obatan anti hipertensi
seperti diuretik seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti propanolol.
Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine, nitroprusside captapril.
Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti
nefedipine (adalat).
Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa prinsip menurut
FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih mendahulukan
pengobatan kausal, pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk
menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan
mengurangi timbulnya komplikasi, upaya menurunkan tekanan darah dicapai
dengan menggunakan obat anti hipertensi, pengobatan hipertensi adalah
pengobatan jangka panjang bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan
dengan menggunakan standard triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan
hipertensi.
Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas
sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang memenuhi
harapan terus dikembangkan.
G. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes,
2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti stroke,
perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung seperti
gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit ginjal
seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina,
oedema pupil.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas
kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium
rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan
pemeriksaan EKG. sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti
klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose
(DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat),
kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri
gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan
vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam
urat (factor penyebab hipertensi) EKG (pembesaran jantung, gangguan
konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi.
I. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa pengkajian
pasien hipertensi meliputi:
a. Aktifitas & istirahat meliputi kelemahan, keletihan, nafas pendek,
frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
b. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, tekhicardi, kadang bunyi jantung
terdengar S2 pada dasar ,S3dan S4.
c. Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah ,otot muka
tegang, gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi meliputi Riwayat penyakit ginjal
e. Makanan /cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang
mengandung tinggi garam, linggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah,
perubahan berat badan, riwayat penggunaan obat diuritik, adanya edema.
f. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub
oksipital, kelemahan pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan
(diplopia, pandangan kabur) ,epitaksis.
g. Nyeri/ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit
kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada.
h. Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa
sputum, riwayat merokok, penggunaan obat Bantu pernafasan, bunyi nafas
tambahan ,sianosis
i. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural.
j. Pembalajaran/penyuluhan dengan adanya factor- factor resiko keluarga
yaitu arteriosclerosis, penyaki t jantung, DM, penyakit ginjal.
J. Diagnosa keperawatan (Doengoes, 2004)
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload/
vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi ventrikel
b. Ketidakmampuan melakukan aktifitas berhubungan dengan kelemahan
menyeluruh/ suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala berhubungan dengan kenaikan
terkanan pada pembuluh darah cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan intake
makanan berlebihan/ gaya hidup sedentary
e. Koping pasien tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional/
maturitas/ perubahan hidup yang multiple/ kurang relaksasi/ tidak
melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/ harapan tidak tidak terpenuhi/
beban kerja berlebihan/ persepsi tidak realistis/ metode koping tidak
adekuat.
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
A. Pengkajian
I. Data Umum : Minggu 14, Juni 2020
1. Kepala keluarga kk : Tn. N
2. Usia : 50 tahun
3. Alamat : Darek, praya barat daya.
4. Pekerjaan kk : Petani
5. Pendidikan kk : SD
6. Komposisi keluarga : -

No Nama JK HUB Umur Pendidikan


1 Ny. R P Anak 34 tahun SD
2 Tn.P L Anak 20 tahun SMA
3 An.Y P Cucu 4 tahun SD

7. Genogram
8. Tipe keluarga
Jenis type keluarganya adalah the nuclear family: keluarga yang
terdiri dari suami, istri dan anak (kandung ataupun anak angkat).
8. Suku dan bangsa
Keluarga berasal dari suku sasak atau Indonesia.
9. Agama
Semua keluarga klien agama islam menganut.
10. Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga Tn. N sebagai petani berpenghasilan 10 juta per 2 bulan.
11. Aktivitas rekreaksi keluarga
Rekreasi digunakan untuk mengisi kekosongan waktu dengan
menonton televise dirumah, rekreasi diluar rumah jarang
melakukan.
II. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1. Tahap perkembangan keluraga saat ini
Keluarga Tn.S termasuk dalam tipe keluarga produktif yang
mempunyai 3 anak tetapi yang paling pertama sudah menikah
dengan menggunakan Kartu keluarga yang berbeda kareana sudah
mempunyai keluarga sendiri dan untuk anak ke dua adalah dalam
tahap V dan untuk anak ketiga tahap IV.

2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi


a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
c. Perencanaan keluarga untuk perhatian terhadap menopause.
3. Riwayat keluarga inti
a. Tn. N sebagai kepala keluarga mempunyai riwayat hipertensi
sejak 10 tahuan yang lalu, jarang kontrol ke puskesmas,saat
dikaji Tn .N mengatakan pusing .
Saat pengkajian:
TD : 160/100 mmhg
S : 37. C
N : 84 x/m
RR : 20 x/m
b. Ny. R jarang saakit dan tidak memiliki masalah kesehatan yang
serius ,tidak ada masalah istirahat , makan ,maupun kebutuhan
dasar yang lain .
c. Tn. P jarang sakit dan tidak ada masalah dengan istirahat
malam, maupun dasar yang lainya.
d. An.Y jarang sakit ,tidak mempunyai masalah kesehatan
Imunisasi sudah lengkap .
4. Riwayat kesehatan keluarga sebelunnya .
Tn. N menderita hipertensi tapi keluarganya dari orang tuanya
tidak ada yang menderita hipertensi.

III. Data lingkungan


1. Karakteristik rumah
Memiliki sirkulasi udara yang yang kurang baik , memiliki sistem
penerangan yang kurang baik .

KAMAR KAMAR KAMAR MANDI

U
RUANG TAMU DAPUR

2. Karakteristik tetangga dan komunitasnya


Hubangan antar tetangga saling membantu, bila ada yang
membangun rumah dikerjakan gotong royong.
3. Mobilitas geografis keluarga
Sebabagi penduduk karang taliwang, tidak pernah transmigrasi
ataupun imigrasi.
4. Perkumpulan kelurga dan intraksi dengan masyarakat
Tn. N mengatakna mulai bekerja dari jam 06:00-16:00 wita.
5. Sistem pendukung keluarga
Jumlah anggota kelurga yaitu 4 orang, datang kepuskesmas datang
dengan anaknya
IV. Struktur keluarga
1. Struktur peran (Formal dan Informal)
Formal:
Tn. N sebagai kepala keluarga, Tn. P sebagai anak, sebagai anak ke
2, An. Y sebagai anak ke 3.
Informal:
Menurut Ny.R, Tn.N adalah orang yang baik dia menjadi penutan
keluarganya Ny.R adalah ibu yang selalu memberikan kasih
sayang pada anaknya, Ny.R juga selalu setia menemani anaknya
berusaha agar menjadi seorang anak yang berguna bagi nusa dan
bangsa.
2. Struktur kekuatan keluarga
Tn. N menderita penyakit hipertensi, anggota kelurganya yang lain
dalam keadaan sehat.
3. Struktur nilai dan normal kelurga
Kelurga percya dalam hidup sudah ada yang mengatur, demikian
juga dengan sehat dan sakit kelurga juga percaya tiap sakit ada
obatnya, bila ada yang sakit dibawa ke RS atau petugas kesehatan
terdekat, namun keluarga lebih memilih untuk untuk pengobatan
dengan obat obatan diwarung.
4. Pola komunikasi keluarga
Anggota keluarga menggunakan bahasa sasak dalam
berkomunikasi dan mendapatkan informasi kesehatan dari petugas
kesehtan dan televisi.
V. Data lingkungan
1. Fungsi keluarga afektif.
Hubungan antara keluarga baik, ketika sakit penanganan pertama
obat dibeli diwarung terdekat ketika sakit berlanjut lalu dibawa ke
puskesmas atau RS terdekat.
2. Fungsi keluarga sosialisai
Setiap hari keluarga selalu berkumpul dirumah, hubungan dalam
keluarga baik dan selalu menaati norma yang baik.
3. Fungsi pemenuhan kesehatan keluarga
a. Mengenal masalah kesehatan
Keluarga tidak begitu tahu tentang penyakit hipertensi,
b. Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan keluarga
memilih untuk berobat dengan obat obatan yang terjual di
warung, setelah penyakit berlanjut lalu dibawa puskesmas atau
RS terdekat.
c. Kemampuan merawat anggota keluarga yang sakit keluarga
selalu memperhatikan setiap anggota keluarganya yang terkena
penyakit dan selalu mengambil tindakan dengan segera.
d. Kemampuan keluarga memeliahara /memodifikasi lingkungan
rumah yang kuat keluarga selalu memelihara lingkungan
rumah, rutin melakukan gotong royong dalam membersihkan
rumah dan lingkungan disekitar.
e. Kemampuan menggunakan fasilitas kesehatan keluarga selalu
menggunakan fasilitas kesehatan ketika salah satu anggota
keluarganya mengalami sakit.
4. Fungsi reproduksi
Keluarga Tn. S termasuk keluarga produktif ketika terjadi
menstruasi Ny.N tidak mengalami sakit berlebih dan Tn.S juga
tidak ada keluhan untuk masalah reproduksinya.
5. Fungsi ekonomi
Keluarga dapat memenuhi kebutuhan makan yang cukup, pakaian
untuk anak dan biaya untuk berobat.
VI. Stress dan koping keluarga
1. Stressor jangka pendek dan panjang:
Stresor jangka pendek : Tn. N sering mengeluh pusing
Stressor jangka panjang : Tn. N khawatir keadaanya yang kurang
baik
2. Kemampuan keluarga merespon terhadap stressor keluarga selalu
melakukan pengobatan pertama dengan obat-obatan yang dijual di
toko terdekat, setelah berlanjut lalu keluarga membawanya ke
puskesmas atau RS terdakat.
3. Strategi koping yang digunakan
Keluarga selalu bermusyawaroh untuk menyelesaikan masalah
yang ada.
4. Strategi adaptasi disfungsional
Tn. N bila sedang sakit pusing maka keluarga menyarankan untuk
beristirahat.

VII. Pemeriksaan fisik tiap individu anggota keluarga

No Jenis Nama Anggota Keluarga


Pemeriksaan Tn. N Ny. R Tn. P
1. Kesadaran Composmentis Composmentis Composmentis
2. TTV :
a. TD 160/100mmhg 120/80 mmhg 110/80 mmhg
b. Suhu 37.C 36,6.C 36.C
c. Nadi 84 x/m 80 x/m 75 x/m
d. Pernafasan 20 x/m 20 x/m 20 x/m

3 Kepala Mesochepal, Mesochepal, Sedikit lonjong


Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
4. Mata Konjungtiva an Konjungtiva an Konjungtiva an
anemis, sclera non anemis, sclera non anemis, sclera non
ikterik, ikterik ikterik
5 Leher Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran Tidak ada
kelenjar tiroid kelenjar tiroid pembesaran
kelenjar tiroid
6 Telinga Bersih, bentuk Bersih, bentuk Bersih, bentuk
simetris, fungsi simetris, fungsi simetris, fungsi
pendengaran baik pendengaan baik pendengaran baik
7 Mulut Mukosa bibir lembab Mukosa bibir lembab Mukosa bibir
lembab
8 Hidung fungsi penciuman baik fungsi penciuman baik fungsi penciuman
baik
9 Paru-paru Inspeksi: bentuk Inspeksi: bentuk Inspeksi: bentuk
simetris simetris simetris
palpasi: taktil fremitus palpasi: taktil fremitus palpasi: taktil
sama sama fremitus sama
perkusi : sonor perkusi: sonor, perkusi : sonor
auskultasi : vesikuler auskultasi : vesikuler auskultasi :
vesikuler
10 Jantung Inspeksi: kedua belah Inspeksi: kedua belah Inspeksi: kedua
dada simetris,ictus dada simetris,ictus belah dada
kordis tampak. kordis tampak. simetris,ictus
Palpasi: terdapat Palpasi: terdapat kordis tampak.
pulsasi, ictus kordis pulsasi, ictus kordis Palpasi: terdapat
teraba teraba pulsasi, ictus
Perkusi: redup (pekak) Perkusi: redup (pekak) kordis teraba
Auskultasi:tidak ada Auskultasi: tidak ada Perkusi: redup
suara tambahan suara tambahan (pekak)
Auskultasi: tidak
ada suara
tambahan
11 Abdomen Inspeksi: tidak ada Inspeksi: tidak ada Inspeksi: tidak ada
bekas luka bekas luka bekas luka
Auskultasi :bising Auskultasi: bising Auskultasi: bising
usus 16x/menit usus 18x/menit usus 18x/menit
Palpasi: tidak ada Palpasi: tidak ada Palpasi: tidak ada
nyeri tekan nyeri tekan nyeri tekan
Perkusi: timpani Perkusi: timpani Perkusi: timpani
12 Kulit dan kuku Turgor kulit < 3 detik, Turgor kulit < 3 detik, Turgor kulit < 3
CRT < 3 detik, kuku CRT< 3 detik, kuku detik, CRT < 3
bersih dan tidak bersih dan tidak detik, kuku bersih
panjang panjang dan tidak panjang
13 Ekstremitas Alat ekstremtias Alat ekstremtias Alat ekstremtias
lengkap, Tidak ada lengkap, Tidak ada lengkap, Tidak ada
masalah, tidak ada masalah, tidak ada masalah, tidak ada
oedema oedema oedema
14 Keadaan mampu melakukan mampu melakukan mampu melakukan
Umum aktifitas mandiri aktifitas mandiri aktifitas mandiri

VIII. Harapan keluarga


Keluarga berharap agar penyakit Tn. N bisa sembuh dengan
mengharap petugas kesehatan mengobati dan meningkatkan mutu
pelayanan dan membantu masalh penyakit Tn. N.

B. Diangnosis keperawatan keluarga


I. Analisa data

No. Data Masalah Penyebab


1 Ds : Menejemen Ketidak
1. Keluarga kesehstsn kelusrgs mampuan
mengatakan tidak efektif keluarga
kurang merawat dalam
memahami cara mengenal
merawat masalah
2. Keluarga anggota
mengatakan keluarga
makanan Tn. N dengan
sama keluarga hipertensi
yang lain.
3. Tn. N
mengatakan
khawatir terhadap
tensinya yang
tinggi
DO:
Keluarga tampak
bingung dengan
penyakit yang
diderita Ny. F.
TD: 160/100 mmhg
N: 84
RR: 20X/m
S: 37. C

II. Perumusan diagnosis keperawatan

No. Diagnosis keperawatan (PES)


1 Menejemen kesehatan keluarga tidak efektif
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat masalah anggota keluarga dengan hipertensi

III. Penilaian (skoring ) diagnosis keperawatan


No Kriteria Score Bobo Nilai
t
1 Sifat masalah, skala 3 1 3/3 x 1 =1
kurang sehat
2 Kemungkinan masalah 1 2 1/2x2 = 1
dapat diubah sebagai
3 Potensial masalah untuk 2 1 2/3x1 =
untuk dicegah cukup 0,6
4 Menonjolnya masalah- 1 1 1/2x1 =
masalah tidak prlu 0,5
dilangani
jumlah 3,1
C. Rencana Asuhan Keperawtan Keluarga

Diagnosa keperawtan Tujuan Intervensi


keluarga
Manajemen kesehatan Setelah dilakukan 1. berikan penjelasan
keluarga tidak efektif kunjungan 1x 1 jam pada keluarga
berhubungan dengan diharapkan keluarga tentang diet yang
ketidakmampuan mampu memberikan sesuai untuk
keluarga merawat perawatan pada Tn. N penderita
dalam mengenal Dengan kriteria hipotensi yaitu
masalah aggota Hasil: diet rendah garam,
keluarga 1. keluarga faham rendah lemak dan
cara merawat kolexterol.
anggota keluarga 2. Anjurkan pada
dengan hipertensi keluarga
2. keluarga pasien memberikan Tn.
paham untuk N Secara teratur,
control secara te ketika obatnya
ratur ketika habis.
obatnya habis
D. Implementasi

Tanggal dan No. Implementasi


waktu DX
Mnggu 14 juni 1 1. Menganjurkan pada keluarga
2020 memeriksakan Tn. N setiap minggu, dan
10:30-11:00 minum obat secara teratur
2. Memberikan penjelasan pada keluarga
tentang diet yang sesuai dengan
hipertensi pada makanan yang diberikan
Tn. N bener-bener rendah garam,
mengurangi makanan berlemak.

E. Evaluasi

Tanggal dan waktu Dx Evaluasi


Senin 15, juni 2020 1 S : keluarga mengatakan sudah
11:05-11:30 memahami tentang cara merawat
keluarga dengan hipertensi dengan
memperhatikan diet, dan kontrol secara
teratur
O: Keluarga dapat mengungkapkan
kembali cara merawat keluarga hipertensi
dengan memperhatikan diet hipertensi
dan kontrol teratur ke puskesmas,
A: Tujuan tercapai karena keluarga
mengatakan suadah paham cara merawat
keluarga dengan hipertensi seperti
mengatur diet garam, lemak dan
kolesterol, mengontrol secara teratur di
puskesmas.
P : Intervensi dihentikn (perawat pulang)
DAFTAR PUSTAKA

https://zulfiprint19.blogspot.com/2017/02/lp-keluarga-hipertensi-tugas-ners.html

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang.

Wilkinson M Judith. 2016. Diagnosis keperawatan NANDA intervensi NIC-NOC


ed 10. Jakarta: buku kedokteran EGC.

Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Ernawati. 2013. penatalaksanaan keperawatan diabetes mellitus terpadu. Jakarta:


Mitra wacana media.

Friedman,M.M et al. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset,Teori, dan


Praktik.Ed 5. Jakarta: EGC.

Mubarak, Wahid Iqbal. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta : Salemba


Medika.

Nurarif Huda Amin. Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi asuhan berdasarkan


diagnose medis NANDA NIC-NOC: Yogyakarta: mediaction.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPD PPNI.

Anda mungkin juga menyukai