Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tempat penelitian

1. Kondisi Desa

Desa Batu Menyan adalah sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Teluk

Pandan Kabupaten Pesawaran yang terhampar 2 KM dengan luas wilayah

± 416,813 Ha dihiasi Pesisir Teluk Pandan dan perbukitan yang subur dan

indah. Mengalir sungai Way Cilimus, dan beberapa aliran anak sungai di

hamparan wilayah desa, dilintas jalan provinsi yang menghubungkan

antara desa dan antara kecamatan di Kabupaten Pesawaran. Jalan

kecamatan juga membentang sepanjang 2 KM dan beraspal

menghubungkan satu dusun dengan desa yang lain. Keadaan masyarakat

Desa Batu Menyan cukup beragam baik dilihat dari sisi kepercayaan,

suku dan pekerjaan maupun strata sosial, namun interaksi sosial

masyarakat sangat harmonis dan rukun, satu sama lain saling menghargai

dan menghormati sehingga tercipta lingkungan yang kondusif, aman,

tentram kertaraharja dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

kegotongroyongan dalam membangun.

Desa Batu Menyan sampai saat ini di huni oleh 738 KK dengan 2677 jiwa

yang Berada di Lima Dusun Yakni:

a. Dusun Ketapang Barat

b. Dusun Ketapang Timur

c. Dusun Margodalom
39

d. Dusun Way Sabu

e. Dusun Ciberem

2. Kondisi Geografis

Berdasarkan letak geografis wilayah, desa Batu Menyan merupakan salah

satu dari 10 desa yang ada di Kecamatan Teluk Pandan yang terletak + 10

KM dengan batas – batas sebagai berikut:

a. Sebelah utara: Desa Desa Gebang

b. Sebelah Timur: Desa Hutan Lindung Wan Abdurahman

c. Sebelah Selatan: Desa Laut

d. Sebelah Barat: Sungai Sabu

Secara Topografi, Desa Batu Menyan dapat dibagi dalam 2 wilayah, yaitu

wilayah pantai di bagian Selatan, wilayah daratan Tinggi di bagian Timur.

Luas lahan yang ada terbagi dalam beberapa peruntukan, dapat

dikelompokan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, petani, kegiatan

ekonomi Pariwisata dal lain-lain Dengan panjang pantai sepanjang 4 Km

dan dataran seluas 1,091 Ha, yang terdiri dari:

a. Sawah: 188 Ha

b. Tanah bukan sawah: 903 Ha

c. Pekarangan/Pemukiman: 50 Ha

d. Tegal/Kebun: 251 Ha

e. Hutan: 61 Ha

f. Lahan Ladang: 500 Ha

g. Fasilitas Wisata Pantai: 41 Ha


40

Dengan kondisi topografi demikian, Desa Batu Menyan memiliki variasi

ketinggian antara 0,0 m sampai dengan 750 m dari permukaan laut.

Daerah terendah adalah di wilayah Dusun Ketapang Barat dan Dusun

Ketapang Timur dan daerah yang tertinggi adalah di wilayah Dusun Way

Sabu, Dusun Margodalom dan Dusun Ciberem yang merupakan daerah

daratan.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Univariat

1. Kepadatan Larva

Tabel 4.1 Distribusi Kepadatan Larva di Desa Daerah Rawa Desa


Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Mean SD 95% CI

11,42 2,778 9,65 13,18

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa rata-rata kepadatan larva

di Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran

Provinsi Lampung sebesar 11,42 ekor.

2. Lingkungan Fisik

a. Suhu air

Tabel 4.2 Distribusi Suhu air di Desa Daerah Rawa Desa Batu
Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Mean SD 95% CI

27.75 1.138 27.03 28.47


41

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa rata-rata suhu air di Desa

Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung sebesar 27,750C.

b. Kedalaman air

Tabel 4.3 Distribusi Kedalaman air di Desa Daerah Rawa Desa


Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Mean SD 95% CI

83.5 25.57 67.25 99.75

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata kedalaman air di

Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung sebesar 83,5 cm.

3. Lingkungan Kimia

a. Derajat Keasaman (pH air)

Tabel 4.4 Distribusi Derajat Keasaman (pH air) di Desa Daerah


Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung

Mean SD 95% CI

7,5 0,522 7,17 7,83

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa rata-rata derajat keasaman

(pH air) di Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten

Pesawaran Provinsi Lampung sebesar 7,5.


42

b. Salinitas air

Tabel 4.5 Distribusi Salinitas air di Desa Daerah Rawa Desa Batu
Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Mean SD 95% CI

3.34 0.76 2.85 3,82

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa rata-rata salinitas air di

Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung sebesar 3,34‰.

c. Kadar Oksigen Terlarut

Tabel 4.6 Distribusi Kadar oksigen terlarut di Desa Sukajaya


Lempasing Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Mean SD 95% CI

6.75 1.66 5.7 7.8

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar oksigen di

Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung sebesar 6,75 mg/L.

4. Lingkungan Biologi

a. Tumbuhan air

Tabel 4.7 Distribusi Tumbuhan air di Desa Daerah Rawa Desa


Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Tumbuhan Air Jumlah Persentase


- Tidak Ada 5 41.7%
- Ada 7 58.3%
Total 12 100.0%
43

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dari 12 tempat

pengambilan sampel terdapat 7 lokasi yang terdapat tumbuhan (58.3%).

b. Hewan

Tabel 4.8 Distribusi Hewan di Desa Daerah Rawa Desa Batu


Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Hewan Air Jumlah Persentase


- Tidak Ada 3 25.0
- Ada 9 75.0
Total 12 100.0%

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 12 tempat

pengambilan sampel terdapat 9 lokasi yang terdapat hewan (75.0%).

4.2.2 Hasil Bivariat

1. Uji Normalitas (Shapiro-Wilk)

Tabel 4.9 Uji Normalitas Karakteristik ekologi tempat perindukan


vektor malaria dengan kepadatan larva Anopheles Spp

Shapiro-Wilk
Statistic Sig.
Kepadatan Larva 0,898 0,148
Kedalaman Air 0,808 0,114
Suhu Air 0,869 0,064
pH Air 0,650 0,288
Salinitas Air 0,919 0,274
Kadar Oksigen 0,846 0,324

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang

diteliti berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini sampel kurang

dari 50 sehingga uji kenormalan yang digunakan adalah uji Shapiro-Wilk.

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti


44

berdistribusi normal atau tidak. Kriteria uji normalitas adalah data

berdistribusi normal jika taraf signifikan > α (0,05). Dari hasil analisa uji

normalitas kepadatan larva diketahui taraf signifikan sebesar 0,148,

kedalaman air sebesar 0,114, suhu air sebesar 0,064, keasaman air (pH)

sebesar 0,288, salinitas air sebesar 0,274 dan kadar oksigen sebesar 0,324

> (α 0,05). Dikarenakan syarat data berdistribusi normal terpenuhi, maka

uji hipotesis yang digunakan adalah uji korelasi pearson.

2. Uji Korelasi
a. Korelasi Lingkungan Fisik dengan kepadatan Larva Nyamuk
Anopheles sp

Tabel 4.10 Korelasi Lingkungan Fisik dengan kepadatan larva


nyamuk Anopheles spp

Lingkungan Fisik Nilai r p-value


Kedalaman air (cm) -0,816 0,001
Suhu air (℃) -0,826 0,001

Dari Tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa hasil analisis korelasi

menunjukkan bahwa kedalaman ber-korelasi negatif terhadap kepadatan

larva dengan nilai korelasi (r) adalah -0,816 yang berarti semakin rendah

tingkat kedalaman maka semakin tinggi pula kepadatan larvanya, dan suhu

berkorelasi negatif terhadap kepadatan dengan nilai korelasi (r) adalah

-0,826 yang berarti semakin rendah suhu maka semakin tinggi kepadatan

larva di tempat perindukan.


45

b. Korelasi Lingkungan Kimia dengan kepadatan Larva Nyamuk


Anopheles sp

Tabel 4.11 Korelasi Lingkungan Kimia dengan kepadatan larva


nyamuk Anopheles spp

Lingkungan Kimia Nilai r p-value


pH air -0.846 0.001
Salinitas air (%0) 0.744 0.006
Kadar oksigen -0.548 0.065

Dari Tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa hasil analisis korelasi

menunjukkan bahwa pH berkorelasi negatif terhadap kepadatan dengan

nilai korelasi (r) adalah -0,846 yang berarti semakin rendah nilai pH maka

semakin tinggi kepadatan larvanya. Salinitas berkorelasi positif terhadap

kepadatan dengan nilai korelasi (r) adalah 0,744 yang berarti semakin

rendah salinitas maka semakin rendah kepadatan larva di tempat

perindukan. DO berkorelasi negatif terhadap kepadatan larva dengan nilai

korelasi (r) adalah -0,548 yang berarti bahwa semakin rendah DO maka

semakin tinggi kepadatan larva di tempat perindukan.

5 Korelasi Lingkungan Biologi dengan kepadatan Larva Nyamuk


Anopheles sp

Tabel 4.12 Korelasi Lingkungan Biologi dengan kepadatan larva


nyamuk Anopheles spp

Uji korelasi faktor biotik dengan kepadatan larva menggunakan uji

spearman, dengan hasil uji sebagai berikut:

Lingkungan Biologi Nilai r p-value


Hewan -0.761 0.004
Tumbuhan 0.841 0.001
46

Hewan berkorelasi negatif terhadap kepadatan dengan nilai

korelasi (r) adalah -0,761 yang berarti semakin banyak hewan predator

maka semakin rendah kepadatan larva di tempat perindukan. Dan

tumbuhan berkorelasi positif terhadap kepadatan dengan nilai korelasi (r)

adalah 0,841 yang berarti semakin banyak tumbuhan maka semakin

tinggikepadatan larva di tempat perindukan.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Lingkungan Fisika

1. Kedalaman air

Hasil dari pengolahan data maka dapat diketahui bahwa

kedalaman air tempat perindukan vektor malaria Anopheles spp di

Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung, Rata -rata kedalaman air sebesar 83,5 cm. Hasil uji korelasi

menunjukkan kedalaman ber-korelasi negatif terhadap kepadatan larva

dengan nilai korelasi (r) adalah -0,816 yang berarti semakin rendah

tingkat kedalaman maka semakin tinggi pula kepadatan larvanya.

Hal ini sesuai dengan teori Kemenkes RI (2014). Larva

Anopheles hanya mampu berenang ke bawah permukaan air paling

dalam 1 meter dan tingkat volume air akan dipengaruhi curah hujan

yang cukup tinggi yang akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk

berkembang biak secara optimal pada kedalaman kurang dari 3 meter.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa yaitu kedalaman

air tinggi maka kepadatan larva tinggi. Hal ini sesuai dengan Pendapat
47

Syarief (2003) bahwa semakin dalam tempat perindukan maka

kepadatan larva semakin meningkat, karena larva akan bergerak bebas

dengan berkurangnya jumlah ikan predator yang memangsanya.

Menurut peneliti Kedalaman air mendukung perkembangan

larva nyamuk Anopheles sp. Karena banyaknya volume air yang

terdapat pada tempat perindukan. Volume air akan mempengaruhi

jumlah tempat perkembangan larva (breeding place).

2. Suhu air

Hasil dari pengolahan data maka dapat diketahui bahwa suhu air

tempat perindukan vektor malaria Anopheles spp di Desa Daerah Rawa

Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung, rata-rata

suhu air sebesar 27,750C. Hasil uji korelasi menunjukkan suhu

berkorelasi negatif terhadap kepadatan dengan nilai korelasi (r) adalah

-0,826 yang berarti semakin rendah suhu maka semakin tinggi

kepadatan larva di tempat perindukan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan suhu

mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang

optimum berkisar antara 20-300C. Makin tinggi suhu (sampai batas

tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan

sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies, pada suhu 26,70C masa

inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P. falciparum dan 8-11 hari
48

untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. malariae dan P. ovale (Widoyono,

2011).

Suhu air dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan paparan sinar

matahari pada habitat perkembangbiakan Anopheles spp. Derajat suhu

mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air yang penting bagi

kelangsungan hidup jentik. Semakin tinggi suhu maka semakin rendah

kelarutan oksigen. Pada suhu yang ekstrim jentik Anopheles spp. tidak

dapat berkembang biak bahkan akan mengalami kematian. Rata-rata

suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C. Chwatt

menyatakan suhu udara optimum bagi kehidupan nyamuk berkisar

antara 25°C-30°C,serta pertumbuhan akan berhenti sama sekali bila

suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C.

Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kehidupan nyamuk

diantaranya adalah faktor suhu udara. Nyamuk termasuk hewan

berdarah dingin (cold blooded animal) atau poikilothermic yaitu suhu

tubuhnya bervariasi dipengaruhi langsung oleh suhu lingkungannya

atau dapat disesuaikan tetapi pada rentang yang sempit. Temperatur

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan (development)

serta kematian serangga.

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah namun proses

metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu

kritis dan pada suhu yang sangat tinggi akan mengalami perubahan

proses fisiologisnya. Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk


49

adalah 25o-27oC. Toleransi suhu bergantung pada jenis nyamuknya,

biasanya pada suhu 5o-6oC spesies nyamuk tidak dapat bertahan

hidup. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu

kurang dari 10o C atau lebih dari 40o C ( Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan hal tersebut peneliti berpendapat bahwa suhu

mempengaruhi kadar CO2 yang terlarut dalam air yang diperoleh tiap

organisme akan bervariasi dan berkaitan dengan pertumbuhan,

metabolisme, dan respirasi. Apabila terjadi peningkatan suhu disertai

tingginya karbondioksida menyebabkan keberadaan oksigen tidak

mampu memenuhi kebutuhan organisme akuatik untuk melakukan

proses metabolisme dan respirasi

4.3.2 Lingkungan Kimia

1. pH air

Berdasarkan hasil dari pengolahan data maka dapat diketahui

bahwa faktor abiotik pH air tempat perindukan vektor malaria

Anopheles spp di Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten

Pesawaran Provinsi Lampung. Rata-rata pH air sebesar 7,5. Hasil uji

korelasi menunjukkan pH berkorelasi negatif terhadap kepadatan

dengan nilai korelasi (r) adalah -0,846 yang berarti semakin rendah nilai

pH maka semakin tinggi kepadatan larvanya.

Nilai pH dalam suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain kegiatan fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan kation.

Pada umumnya pH perairan laut lebih stabil, namun di perairan pinggir


50

pantai, nilai pH ditentukan oleh kuantitas bahan organic yang masuk ke

perairan tersebut. Toksisitas dan daya racun dalam perairan dipengaruhi

oleh tinggi rendahnya pH. Perubahan nlai pH perairan pesisir (laut) yag

kecil saja dari nilai alaminya menunjukkan system penyangga perairan

tersebut terganggu, sebab sebenarnya air laut mempunyai kemampuan

untuk mencegah perubahan pH. Derajat keasaman pH air akan sangat

menentukan aktivitas mikroorganisme, pada pH antara 6,5 – 8,3

aktivitas mikroorganisme sangat baik. Pada pH yang sangat kecil atau

sangat besar, mikroorganisme tidak aktif, atau bahkan akan mati

Adapun nilai pH air yang cukup ideal sebagai habitat

perkembangbiakan nyamuk berkisar antara 6-7. Faktor pH air

mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi jasad

renik. Perairan asam kurang baik untuk perkembangbiakan bahkan

cenderung mematikan organisme. Sebagian besar biota akuatik

menyukai nilai pH antara 7-8,5. larva Anopheles memiliki toleransi

terhadap pH antara 7,91-8,09. Raharjo dkk. (2003) juga menyatakan

bahwa pH tempat perindukan nyamuk Anopheles pada musim kemarau

berkisar antara 6,8 -8,6.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Effendi (2003),

bahwa sebagian besar biota akuatik menyukai nilai pH antara 7-8,5.

Menurut Syarif (2003) larva Anopheles memiliki toleransi terhadap pH

antara 7,91-8,09. Raharjo dkk. (2003) juga menyatakan bahwa pH


51

tempat perindukan nyamuk Anopheles pada musim kemarau berkisar

antara 6,8 -8,6.

Berdasarkan hal tersebut peneliti berpendapat bahwa faktor pH air

mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi jasad

renik. Perairan asam kurang baik untuk perkembangbiakan bahkan

cenderung mematikan organisme. Hal ini disebabkan oleh spesies

nyamuk yang dapat hidup pada pH yang berbeda misalnya An. letifer

bisa bertahan hidup di lingkungan air tawar (pH rendah). Nilai pH

sangat berpengaruh terhadap proses biokimiawi perairan, misalnya

proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Pada ketiga tambak itu

nilai pH nya normal cenderung basa sehingga cukup ideal dalam

perkembangan larva Anopheles

2. Salinitas air

Hasil dari pengolahan data maka dapat diketahui bahwa salinitas

air tempat perindukan vektor malaria Anopheles spp di Desa Daerah

Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.

Rata-rata salinitas air sebesar 3,34 (‰). Hasil uji korelasi menunjukkan

salinitas berkorelasi positif terhadap kepadatan dengan nilai korelasi (r)

adalah 0,744 yang berarti semakin rendah salinitas maka semakin

rendah kepadatan larva di tempat perindukan.

Hal ini sejalan teori bahwa perairan muara sungai dan estuaria

biasanya mempunyai salinitas lebih rendah dari air laut normal dan

disebut sebagai perairan payau (brackish water). Batas pergoyangan air


52

payau ini berkisar 0,5‰ sampai dengan 30 ‰. Anopheles sundaicus

dapat berkembang dengan baik pada salinitas antara 4-30 ‰. Beberapa

jenis Anopheles mampu menyesuaikan diri dan hidup dalam kondisi air

yang payau serta larva tidak dapat bertahan hidup pada kadar garam

diatas 40% akan mengalami kematian, larva toleran terhadap salinitas

antara 12% -18%

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sugiarti (2018) yang

dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran

menunjukkan nilai salinitas 0–9,3.

Menurut peneliti salinitas air sangat mempengaruhi ada tidaknya

malaria di suatu daerah. Berdasarkan kemampuannya untuk

menyesuaikan diri terhadap salinitas, organisme perairan dapat

digolongkan menjadi stenohaline dan euryhaline. Stenohaline

merupakan organisme perairan yang mempunyai kisaran kemampuan

untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas sempit, sedangkan

euryhaline merupakan organisme perairan yang mempunyai kisaran

kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas yang lebar

3. Oksigen terlarut (DO)

Hasil dari pengolahan data maka dapat diketahui bahwa rata-rata

kadar oksigen tempat perindukan vektor malaria Anopheles spp di Desa

Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung. Rata-rata salinitas air sebesar 6,75 mg/l. Hasil uji korelasi

menunjukkan DO berkorelasi negatif terhadap kepadatan larva dengan


53

nilai korelasi (r) adalah -0,548 yang berarti bahwa semakin rendah DO

maka semakin tinggi kepadatan larva di tempat perindukan.

Oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat

di atmosfer dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air. Menurut

UNESCO/WHO/UNEP (1992) dalam Effendi (2003) kadar DO

optimum yang baik untuk menopang kehidupan organisme akuatik

berkisar antara 2,0 9,0 mg/l. Ketiga tempat perindukan mempunyai

kadar oksigen terlarut yang lebih dari 2 mg/l, hal tersebut menunjukkan

bahwa proses fotosintesis yang dilakukan oleh produsen

(tumbuhtumbuhan yang berada di sekitar tempat perindukan nyamuk)

berjalan dengan baik, karena sumber oksigen terlarut terdapat pada

perairan adalah berasal dari proses fotosintesis

4.3.3 Lingkungan Biologi

1. Tumbuhan

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 12 tempat

pengambilan sampel terdapat 7 lokasi yang terdapat tumbuhan

(58.3%). Hasil uji korelasi menunjukkan tumbuhan berkorelasi positif

terhadap kepadatan dengan nilai korelasi (r) adalah 0,841 yang berarti

semakin banyak tumbuhan maka semakin tinggi kepadatan larva di

tempat perindukan.

Jenis tumbuhan yang ada disekitar lokasi tambak yaitu tumbuhan

bakau dan lumut, pada lokasi selokan terdapat tumbuhan semak-semak

dan lumut sedangkan pada lagun terdapat tumbuhan pohon kelapa.


54

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan

Septiani., Setyaningrum & Ernawati (2012) tentang hubungan faktor

abiotik dengan kepadatan larva dan kondisi ekologi tempat perindukan

vektor (tambak terlantar) di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh

Pedada Kabupaten Pesawaran Lampung, Pengamatan faktor biologi

ditemukan jenis tumbuhan air berupa ganggang dan lumut serta hewan

air berupa kepiting (Uca pugnax), udang (Palaemonete sp), kecebong

(Rana sp.), dan bentos.

Tumbuhan yang ditemukan di sekitar tempat perindukan larva

nyamuk Anopheles sp. Pada ketiga rawa adalah tumbuhan berkayu

yaitu pohon kelapa (Cocos nucifera), sedangkan tumbuhan airnya

berupa alga, dan kangkung. Menurut Depkes RI (2004), adanya

tumbuh-tumbuhan sangat mempengaruhi kehidupan nyamuk antara

lain: sebagai tempat meletakkan telur, tempat berlindung, tempat

mencari makan dan berlindung bagi larva dan tempat hinggap istirahat

nyamuk dewasa selama menunggu siklus gonotropik.

A.sundaicus akan meletakkan telur di sekitar Alga hijau yang

terdapat jasad renik, sehingga begitu menetas, larvanya dapat

memperoleh asupan makanan secara langsung dari renik hidup

(Septiani, 2012). Adanya tumbuhan di sekitar perairan akan

mempengaruhi keberadaan oksigen yang dibutuhkan oleh biota

perairan tersebut untuk hidup. Oksigen adalah salah satu gas yang

ditemukan terlarut pada perairan. Sumber oksigen terlarut berasal dari


55

difusi oksigen yang terdapat di atmosfer dan aktifitas fotosintesis oleh

tumbuhan air dan fitoplankton (Effendi, 2003).

Menurut pendapat peneliti adanya tumbuhan di perairan

merupakan tempat yang baik untuk perindukan larva anopheles, karena

Keberadaan tumbuhan air di sekitar perindukan digunakan oleh larva

sebagai tempat berlindung.

2. Hewan

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 12 tempat

pengambilan sampel terdapat 9 lokasi yang terdapat tumbuhan

(75.0%). Hasil uji korelasi menunjukkan hewan berkorelasi negatif

terhadap kepadatan dengan nilai korelasi (r) adalah -0,761 yang berarti

semakin banyak hewan predator maka semakin rendah kepadatan larva

di tempat perindukan

Jenis hewan yang ada di lokasi tambak yaitu keong, udang dan

kepiting sedangkan pada lokasi selokan terdapat kecebong dan lokasi

lagun terdapat hewan jenis keong. Pemangsaan berperan penting

dalam komunitas akuatik secara langsung dengan mengurangi

kelimpahan mangsanya dan tidak langsung dengan mengubah

keragaman mangsa dan interaksi antar spesies (Alto, Griswold &

Lounibos, 2005). Berdasarkan pendapat Odum (1998) dalam ekosistem

ada rantai makanan dan jaring makanan pada konsep keseimbangan.

Sebagai konsumen primer, larva nyamuk akan dimakan oleh konsumen

sekunder seperti ikan dan ikan akan dimakan oleh konsumen


56

berikutnya atau mati dan diuraikan oleh dekomposer. Keseimbangan

akan terganggu bila rantai makanan atau jaring makanan terputus.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setyaningrum (1998),

keberadaan ikan pada tempat perindukan mempengaruhi larva

nyamuk, makin banyak ikan maka kepadatan larva semakin kecil dan

makin sedikit ikan maka kepadatan larva semakin besar.

Menurut penelit keberadaan hewan akuatik dapat berpotensi

menjadi musuh alami (predator) yang dapat mengurangi jumlah

populasi larva nyamuk di tempat perindukan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Lingkungan fisik tempat perindukan vektor malaria Anopheles spp di Desa

Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

rata-rata suhu air sebesar 27,750c, dan rata-rata kedalaman air sebesar 83,5cm.
57

2. Lingkungan kimia tempat perindukan vektor malaria Anopheles spp di Desa

Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

rata-rata pH air sebesar 7,5, rata-rata salinitas air sebesar 3,34%0, rata-rata

oksigen terlarut (DO) sebesar 6,75 (mg/L),

3. Jenis tumbuhan yang ada disekitar lokasi tambak yaitu tumbuhan bakau dan

lumut, pada lokasi selokan terdapat tumbuhan semak-semak dan lumut

sedangkan pada lagu terdapat tumbuhan pohon kelapa. Jenis hewan yang ada

di lokasi tambak yaitu keong, udang dan kepiting sedangkan pada lokasi

selokan terdapat kecebong dan lokasi lagun terdapat hewan jenis keong.

4. Kepadatan larva nyamuk Anopheles spp di Desa Daerah Rawa Desa Batu

Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. pada lokasi tambak, lagun

dan selokan diperoleh rata-rata kepadatan larva nyamuk Anopheles spp

sebanyak 11,42 ekor/cidukan (ekor/250 ml).

5. Ada korelasi lingkungan fisik dengan kepadatan larva nyamuk Anopheles spp

di Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung, ada korelasi antara kedalaman (p= 0,001, r = -0,816) suhu

(p=0,001, r = -0,826) dengan kepadatan larva.

6. Ada korelasi lingkungan kimia dengan kepadatan larva nyamuk Anopheles

spp di Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung, ada korelasi antara pH air (p=0,001, r = -0,846), salinitas air


56
(p=0,006, r = 0,744), kadar oksigen (p=0,065, r = -0,548) dengan kepadatan

larva.
58

7. Ada korelasi lingkungan biologi dengan kepadatan larva nyamuk Anopheles

spp di Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung, tanaman (p = 0,001, r = 0,841) hewan (p = 0,005, r = -0,761).

5.1 Saran

5.1.1 Desa Daerah Rawa Desa Batu Menyan

Diharapkan aparat desa serta petugas pelaksana program malaria untuk

dapat meningkatkan upaya promotif bagi masyarakat melalui penyuluhan

kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya

menurunkan mata rantai penularan malaria. Seperti membersihkan daerah tambak

dan selokan dari tumbuhan air, menyebar ikan predator.

5.1.2 Masyarakat

Melakukan upaya untuk mengurangi kepadatan larva anopheles dengan

membersikan daerah tambak dan selokan dari tumbuhan air, menyebar predator

seperti ikan kepala timah di sekitar selokan.

5.1.3 Peneliti Lain

Diharapkan dengan penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dan

pengembangan penelitian berikutnya dan untuk melanjutkan penelitian

menggunakan sampel yang lebih besar dan area pengambilan sampel yang lebih

luas, sehingga mendapatkan perbandingan kepadatan larva.

Anda mungkin juga menyukai