Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Hukum

1. Standar Internasional

a. Standar Manajemen Mutu ISO 9001:2015 yaitu Quality Management

System Requirement.

b. Standar Manajemen Lingkungan ISO 14001:2015 yaitu

Environmental Management System Requirement.

c. Standar Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) ISO

45001:2018 yaitu : Occupational Health and Safety Management

System Requirement.

d. Standar Manajemen Risiko ISO 31000:2018 yaitu Risk management -

Principles and Guidelines.

e. Standar Manajemen Energi ISO 50001:2018 yaitu Energy

Management System.

f. NOSA Five-Star System Protocols:2016 yaitu Health, Safety and

Environmental (HSE) NOSA Integrated System.

2. Kebijakan perusahaan induk

a. Astra Management System (AMS)

b. Astra Green Company (AGC): Standar Pengelolaan LK3 untuk Astra

Group

c. Astra Friendly Company (AFC): Standar pengelolaan CSR untuk

Astra Group

7
8

3. Kebijakan Pemerintah dan Regulasi

a. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

b. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

c. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem

Manajemen K3

d. Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan

Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan

Mineral dan Batubara

e. Keputusan Menteri ESDM No. 1827K/30/MEM/2018 tentang

Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik

f. Keputusan Dirjen Minerba No. 185.K/37.04/DJB/2019 tentang

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan dan

Pelaksanaan Penilaian dan Pelaporan Sistem Manajemen Keselamatan

Pertambangan Mineral dan Batubara

g. Regulasi pelanggan

4. Standar Perusahaan

a. Integrated Pama Management System (IPMS)

B. Sistem Manajemen K3

SMKP merupakan Sistem manajemen yang menjadi bagian dari sistem

manajemen perusahaan dalam rangka mengendalikan risiko keselamatan

pertambangan yang terdiri dari K3 pertambangan dan keselamatan operasi

pertambangan (K3 Pertambangan dan KO Pertambangan). SMKP wajib


9

dilaksanakan oleh semua perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan,

yang meliputi perusahaan pertambangan dan perusahaan jasa pertambangan.

SMKP menjadi acuan bagi semua perusahaan tambang di indonesia dalam

melaksanakan sistem keselamatan pertambangan walaupun mereka sudah

menerapkan sistem manajemen keselamatan yang sudah ada baik dari dalam

maupun luar negeri, seperti OHSAS 18001, SMK3, AS/NZS 4801:2001,

APOSHO Standar 2000, DR 96311, Safety Map, VPP OSHA, ISRS, SA8000,

BS8800, ILO OSH2001.

Perusahaan yang wajib melaksanakan SMKP adalah pemegang IUP, IUPK,

IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, KK, dan

PKP2B. Perusahaan jasa pertambangan yang wajib melaksanakan SMKP

adalah pemegang IUJP. Perusahaan wajib mengimplementasikan program

Keselamatan Pertambangan dan Pelaksanaan Penilaian serta Pelaporan Sistem

Manajemen Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara sesuai dengan

petunjuk teknik yang ada dalam Keputusan Dirjen Minerba No.

185.K/37.04/DJB/2019

C. Beban Kerja

Menurut Soleman (2011) Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus

dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara

volume kerja dan norma waktu, dia mengembangkan beban kerja dalam 2 skala

penilaian, yaitu faktor eksternal yang terbagi atas tugas-tugas yang diberikan,

kompleksitas pekerjaan, lamannya waktu kerja dan istirahat. Kedua, faktor

internal yang terbagi atas motivasi, persepsi, keinginan dan kepuasaan.


10

Faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan

kerja dikaitkan dengan kemampuan manusia/pegawai, di antaranya adalah

penerangan/cahaya di tempat kerja, temperatur di tempat kerja, kelembaban di

tempat kerja, sirkulasi udara di tempat kerja, kebisingan di tempat kerja,

getaran mekanis di tempat kerja, bau-bauan di tempat kerja, tata warna di

tempat kerja, dekorasi di tempat kerja, dan musik di tempat kerja (Soedarmaji,

2011)

D. Gizi Kerja

Gizi kerja adalah nutrisi/kalori yang dibutuhkan tenaga kerja untuk

memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan yang bertujuan untuk

mencapai tingkat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas yang setinggi-

tingginya.

Kebutuhan kalori ditentukan oleh: metabolisme basal, pengaruh makanan

atau kegiatan tubuh (kira-kira 10% dari metabolisme) dan kerja otot. Dari

ketiga kebutuhan itu yang mempunyai peranan penting adalah kerja otot, dan

besarnya kebutuhan kalori sangat tergantung dari aktivitas / kegiatan tubuh.

Kebutuhan akan kalori dan zat-zat gizi bagi pekerja laki-laki dengan jenis

pekerjaan ringan 2.400 kalori, sedang 2.600 kalori dan berat 3.000 kalori,

sedangkan untuk pekerja wanita dengan jenis pekerjaan ringan 2.000 kalori,

sedang 2.400 kalori dan berat 2.600 kalori. Kebutuhan akan kalori pekerja laki-

laki dan wanita berbeda karena pada wanita jaringan lemak bawah kulitnya

lebih tebal sehingga pengeluaran proses tubuh lebih kecil.

Tiap-tiap gram zat gizi karbohidrat menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori


11

dan putih telur/protein 4 kalori. Karbohidrat, lemak dan putih telur (protein)

merupakan bahan bakar (sumber tenaga), vitamin dan mineral sebagai pengatur

sertaairsebagaipelarut.

Selain sehat menu juga harus seimbang yaitu memenuhi syarat lain:

kualitas baik (sesuai 4 sehat 5 sempurna), kuantitas cukup, proporsi zat gizi

yang mengandung energi harus seimbang, selain itu tidak bertentangan dengan

adat istiadat dan kepercayaan serta memenuhi selera makan tenaga kerja.

E. Pelayanan Kesehatan di Tempat Kerja

Sesuai permenakertrans no.03 tahun 1982 tentang pelayanan kesehatan

kerja, penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja harus dilaksanakan secara

komprehensif dan menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif yang kemudian hasilnya harus dilaporkan kepada

instansi yang membidangi ketenagakerjaan.

Melalui upaya promotif dan preventif, kasus kecelakaan kerja, penyakit

akibat kerja , dan gangguan kesehatan dapat dicegah. Dengan upaya kuratif dan

rehabilitatif, dampak yang timbul akibat dari kecelakaan dan penyakit yang

terjadi dapat ditekan seminimal mungkin. Perusahaan dapat menyelenggarakan

sendiri pelayanan kesehatan kerja dalam bentuk klinik atau rumah sakit,

perusahaan juga dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja dengan

cara bekerjasama dengan pihak di luar perusahaan.


12

F. Ergonomi

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya

dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat

bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi

ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia untuk

menurunkan stress yang akan dihadapi. Upaya yang dapat diterapkan antara

lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar

tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban agar sesuai dengan

kebutuhan tubuh manusia.

Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk

“fitting the job to the worker”. Sementara itu, ILO menyatakan ergonomi

sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik

bagi pekerja dan lingkungan kerja agar mendapatkan kepuasan kerja yang

maksimal selain untuk meningkatkan produktivitasnya.

Menurut Permenaker Republik Indonesia tahun 2018 tentang keselamatan

dan kesehatan kerja, ergonomi merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi aktivitas tenaga kerja, yang disebabkan oleh ketidaksesuaian

antara fasilitas kerja yang meliputi cara kerja, posisi kerja, alat kerja, dan beban

angkat terhadap tenaga kerja.

Berdasarkan peraturan tersebut, perusahaan wajib melakukan pengukuran

dan pengendalian terhadap faktor ergonomi. Metode yang dapat dilakukan

antara lain :
13

1. Diagnosis

Dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat

kerja, penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomik checklist, dan

pengukuran lingkungan kerja lainnya.

2. Treatment

Pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat

diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi, letak

pencahayaan, atau jendela yang sesuai.

3. Evaluasi dan Tindak lanjut

Evaluasi dan tindak lanjut dapat dilakukan secara subjektif dan objektif.

Secara subjektif misalnya dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan

yang sakit, nyeri bahu dan siku, keletihan, sakit kepala dan lain-lain. Secara

objektif misalnya dengan parameter produk yang ditolak, absensi sakit,

angka kecelakaan, dan lain-lain.

G. Higiene Industri

Higiene industri merupakan satu ilmu dan seni yang mempelajari

bagaimana melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian

terhadap faktor-faktor lingkungan yang muncul di tempat kerja yang dapat

menyebabkan pekerja sakit, mengalami gangguan kesehatan dan rasa

ketidaknyamanan baik diantara para pekerja maupun penduduk dalam suatu

komunitas.

Permenaker RI no. 5 tahun 2018 tentang K3 lingkungan kerja menyebutkan

bahwa, pengusaha dan/atau pengurus wajib melaksanakan syarat-syarat K3


14

lingkungan kerja. Selain itu, pengusaha/pengurus harus menyediakan fasilitas

kebersihan dan sarana higiene di tempat kerja yang bersih dan sehat, serta

adanya personil K3 yang memiliki kompetensi dan kewenangan K3 di bidang

lingkungan kerja.

Penerapan higiene industri ada 3 (tiga) aspek, yaitu pengenalan lingkungan

kerja, penilaian lingkungan kerja, dan pengendalian lingkungan kerja. Tujuan

dari pengenalan lingkungan kerja yaitu untuk mengetahui kemungkinan bahaya

potensial dari proses produksi, menentukan lokasi penentuan lokasi bahaya,

dan untuk mengetahui jumlah pekerja yang terpapar.

Pelaksanaan syarat-syarat bertujuan untuk mewujudkan lingkungan kerja

yang aman, sehat, dan nyaman guna mencegah kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja. Pelaksanaan syarat-syarat K3 lingkungan kerja dilakukam

melalui kegiatan pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja, serta

penerapan higiene dan sanitasi. Pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja

meliputi faktor fisika,kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi.

Faktor fisika yaitu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja

yang bersifat fisika yang disebabkan oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan,

dan kondisi lingkungan di sekitar tempat kerja yang dapat mengakibatkan

gangguan dan penyakit akibat kerja pada tenaga kerja. Faktor fisika meliputi

iklim kerja, kebisingan, getaran, radiasi gelombang mikro, radiasi ultra ungu,

radiasi medan magnet, tekanan udara, dan pencahayaan.

Faktor kimia faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga kerja yang

bersifat kimia yang disebabkan oleh penggunaan bahan kimia dan turunannya
15

di sekitar tempat kerja yang dapat mengakibatkan penyakit pada tenaga kerja.

Faktor kimia meliputi, kontaminan di udara berupa gas, uap, dan partikel.

Faktor biologi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga

kerja yang bersifat biologis baik mikroorganisme maupun makroorganisme

yang disebabkan oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan, dan kondisi

lingkungan di sekitar tempat kerja yang dapat mengakibatkan gangguan dan

penyakit akibat kerja.

Faktor ergonomi yaitu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas tenaga

kerja yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara fasilitas kerja yang meliputi

cara kerja, posisi kerja, alat kerja, dan beban angkat terhadap tenaga kerja.

Sedangkan faktor psikologis merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

aktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh hubungan antar personel di tempat

kerja, serta peran dan tanggung jawab tenaga kerja terhadap pekerjaannya.

Pengukuran lingkungan kerja dilakukan untuk mengetahui tingkat pajanan

faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan juga psikologi terhadap tenaga

kerja. Pengukuran lingkungan kerja dilakukan sesuai dengan metode uji yang

telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia.

Setelah dilakukan pengukuran, maka tindakan yang harus dilakukan

selanjutnya adalah pengendalian terhadap faktor-faktor yang ada. Pengendalian

faktor fisika dan kimia dilakukan agar berada dibawah NAB. Sedangkan,

faktor biologi, ergonomi, dan psikologi dilakukan agar memenuhi standar.

Pengendalian lingkungan kerja dilakukan sesuai dengan hirarki pengendalian,


16

meliputi upaya eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, administratif, dan yang

terakhir dengan penggunaan alat pelindung diri.

H. Psikologi Industri

Saat individu menjadi tenaga kerja dan berada disuatu lingkungan kerja

individu tersebut akan menemukan berbagai faktor-faktor yang dapat

menunjang kenyamanan dalam bekerja dan merasa senang dalam bekerja.

Saat individu merasa senang otomatis dari dalam diri individu tersebut

merasa puas atas pekerjaan yang selama ini ia tekuni. Tentu tidak semua

pekerja akan mendapat kepuasan dalam kerjanya, tidak sedikit pekerja yang

tidak puas dan memilih untuk keluar dari perusahaannya dan mencari

pekerjaan baru. Setiap tenaga kerja pasti pernah mempunyai kepuasan dan

merasa senang dengan pekerjaannya. Puas atau tidaknya seorang tenaga kerja

dapat diukur dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang dapat

menentukan untuk massa yang akan datang.

Penentu kepuasan seseorang berbeda-beda banyak faktor yang

mempengaruhi seorang pekerja puas atau tidak dengan pekerjaannya. Pujian,

perlakuan yang baik, lingkungan yang nyaman, rekan kerja yang sepaham,

pemimpin yang baik, dan mendapat upah yang adil akan menumbuhkan rasa

kepuasan dalam pekerjaan.

Pengelolaan karyawan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

keberhasilan suatu perusahaan. Untuk memberikan hasil yang maksimal bagi

perusahaan, maka karyawan sangat diperhatika dalam hal kepuasan kerjanya.

Kepuasan kerja karyawan adalah sebuah indikator keefektivan sebuah


17

organisasi (Salunke, 2014). Kepuasan kerja dapat menjadi faktor pendorong

meningkatnya kinerja karyawan yang akan memberikan kontribusi pada

peningkatan kinerja organisasi (Gorda, 2004).

Kepuasan kerja menunjukkan perasaan suka atau tidak suka seseorang

terhadap pekerjaannya. Terdapat sembilan aspek kerja menurut Spector, yaitu

gaji, kesempatan promosi, tunjangan, rekan kerja, imbalan yang sesuai,

pengawasan, sifat pekerjaan, komunikasi, dan kebijakan operasional.

Anda mungkin juga menyukai