Anda di halaman 1dari 10

Nama : Ketut Gede Rai Wistika Putra

No : 19
Kelas : XI MIPA 6

Rangkuman Keluarga Sukhinah


A. Pengertian dan Hakikat Keluarga Sukhinah
Pengertian keluarga sejahtera (Sukhinah) menurut pandangan Hindu adalah
terpenuhinya kebutuhan hidup jasmani dan rohani hidup dalam suasana
berkecukupan, selaras, serasi dan seimbang sesuai swadharma atau kewajiban
masing-masing.Membangun keluarga Sukhinah tidak hanya ditentukan oleh
suami dan istri tetapi sebuah keluarga Sukhinah juga sangat ditentukan oleh
sikap bhakti anak-anak terhadap kedua orang tuanya.
Hakikat perkawinan adalah sebagai awal menuju Grhasta merupakan masa yang
paling penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan menurut ajaran agama
Hindu adalah Yajna, sehingga orang memasuki ikatan perkawinan akan menuju
gerbang grhasta asrama yang merupakan lembaga suci yang harus dijaga
keberadaan serta kemuliaannya. Di dalam Grhasta Asrama inilah tiga tujuan
hidup sebagai landasan yang harus dilaksanakan yaitu:
1. Dharma, adalah aturan-aturan yang harus dilaksanakan dengan
kesadaran yang berpedoman pada dharma agama dan dharma negara.
2. Artha, adalah segala kebutuhan hidup berumah tangga untuk
mendapatkan kesejahteraan yang berupa materi dan pengetahuan.
3. Kama, adalah rasa kenikmatan yang telah diterima dalam keluarga
sesuai dengan ajaran agama.

B. Keluarga Sukhinah dalam Agama Hindu


Semua agama selalu mengajarkan tentang kebajikan (dharma) tidak ada
satupun agama yang mengajarkan tentang keburukan (adharma), baik dalam
menjalani kehidupan maupun dalam berkeluarga. Dalam ajaran agama Hindu
sebuah keluarga dikatakan sejahtera dan bahagia itu dimulai dari sebuah
perkawinan yang sah sehingga bisa dikatakan sebagai keluaga yang Sukhinah,
karena cikal bakal dari sebuah keluarga dasarnya adalah perkawinan antara
wanita dan lelaki sehingga menghasilkan katurunan.
Unsur rumah tangga sejahtera dan bahagia (Sukhinah) menurut Hindu yaitu
sebagai berikut:
1. Kecintaan
Cinta adalah dorongan yang sangat kuat sekali yang timbul dari dasar
hati yang paling dalam untuk membahagiakan obyek itu sendiri, dengan tidak
melihat kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri obyek tersebut dan mau
menerimanya dalam keadaan yang bagaimana pun juga.
2. Kegembiraan Tidak Menanggung Papa dan Dosa
Kegembiraan merupakan suatu harapan dalam sebuah rumah tangga. Keluarga
yang gembira adalah keluarga yang sehat lahir dan batin.
3. Kepuasan
Pernyataan rasa syukur terhadap semua anugrah Tuhan Yang Maha Esa/Ida
Sang Hyang Widhi Wasa yang harus diwujudkan dengan prilaku sehari-hari
agar
dapat mencapai kesempurnaan hidup dan kepuasan batin.
Nafsu dapat dikendalikan dengan selalu bersyukur seperti yang disebutkan di
atas dalam Canakya Nitisastra:
a. Bersyukur terhadap harta yang diperoleh sesuai dharma yang akan mampu
membangun keluarga yang bahagia.
b. Bersyukur terhadap makanan yang telah disiapkan dalam rumah tangga.
c. Bersyukur dengan istri sendiri
d. Kedamaian Unsur kedamaian berarti tidak adanya perasaan yang mengancam
dalam hidupnya.
e. Ketenteraman dalam keluarga akan didapat apabila anggota keluarga
memiliki kesehatan sosial.

C. Tujuan Wiwaha Menurut Hindu


Tujuan pokok perkawinan adalah terwujudnya keluarga yang berbahagia lahir
batin. Kebahagiaan ini ditunjang oleh unsur-unsur material dan non material.
Unsur material adalah tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, dan
papan/perumahan (yang semuanya disebut Artha). Unsur nonmaterial adalah
rasa kedekatan dengan Hyang Widhi (yang disebut Dharma), kebutuhan
biologis, kasih sayang antara suami-istri-anak, adanya keturunan, keamanan
rumah tangga, harga diri keluarga, dan eksistensi sosial di masyarakat (yang
semuanya disebut Kama).
Tujuan perkawinan
menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah untuk:
1. Membentuk keluarga bahagia lahir dan bhatin, sejahtera, dan kekal
abadi berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa.
2. Melahirkan keturunan atau anak suputra untuk menyelamatkan dan
mendoakan agar leluhurnya mendapat jalan yang terang, sebagai
kelanjutan siklus kehidupan keluarga, karena anak/keturunan
merupakan pelita kehidupan
3. Memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani yang dilandasi dengan
Dharma/kewajaran
4. Membina rumah tangga dan bermasyarakat
5. Melaksanakan Yadnya (Panca Yadnya).

D. Sistem Pawiwahan dalam Agama Hindu


Menurut penjelasan Kitab Manawa Dharmasastra tersebut di atas dapat
dinyatakan bahwa sistem atau bentuk perkawinan itu ada 8 jenis, yaitu:
a. Brahma Wiwaha adalah perkawinan yang terjadi karena pemberian anak
wanita kepada seorang pria yang ahli Weda (Brahmana) dan berperilaku
baik dan setelah menghormati yang diundang sendiri oleh wanita.

b. Daiwa Wiwaha adalah perkawinan yang terjadi karena pemberian anak


wanita kepada seorang pendeta yang melaksanakan upacara atau yang telah
berjasa
c. Arsa Wiwaha adalah perkawinan yang dilakukan sesuai dengan peraturan
setelah pihak wanita menerima seekor atau dua pasang lembu dari pihak
calon mempelai laki-laki
d. Prajapati Wiwaha adalah perkawinan yang terlaksana karena pemberian
seorang anak kepada seorang peria, setelah berpesan dengan mantra semoga
kamu berdua melaksanakan kewajibanmu bersama dan setelah menunjukan
penghormatan (kepada pengantin pria)
e. Asura Wiwaha adalah bentuk perkawinan yang terjadi di mana setelah
pengantin pria memberikan emas kawin sesuai kemampuan dan didorong oleh
keinginannya sendiri kepada si wanita dan ayahnya menerima wanita
itu untuk dimiliki
f. Gandharwa Wiwaha adalah bentuk perkawinan suka sama suka antara
seorang wanita dengan pria
g. Raksasa Wiwaha adalah bentuk perkawinan dengan cara menculik gadis
dengan cara kekerasan
h. Paisaca Wiwaha adalah bentuk perkawinan dengan cara mencuri,
memaksa, dan membuat bingung atau mabuk
Menurut tradisi adat di Bali, ada empat bentuk atau sistem perkawinan, yaitu:
1. Sistem memadik/meminang, yaitu pihak calon suami serta keluarganya
datang ke rumah calon istrinya untuk meminang calon istrinya.
Biasanya kedua calon mempelai sebelumnya telah saling mengenal
dan ada kesepakatan untuk berumah tangga. Dalam masyarakat Bali,
sIstem ini dipandang sebagai cara yang paling terhormat.
2. Sistem ngererod/ngerangkat, yaitu bentuk perkawinan yang
berlangsung atas dasar cinta sama cinta antara kedua calon mempelai
yang sudah dipandang cukup umur. Jenis perkawinan ini sering disebut
kawin lari.
3. Sistem nyentana/nyeburin, yaitu sistem perkawinan yang
dilaksanakan berdasarkan perubahan status hukum dimana calon
mempelai wanita secara adat berstatus sebagai purusa dan calon
mempelai laki-laki berstatus sebagai pradana. Dalam hubungan ini
laki-laki tinggal di rumah istri
4. Sistem melegandang, yaitu bentuk perkawinan secara paksa yang
tidak didasari atas cinta sama cinta. Jenis perkawinan ini dapat
disamakan dengan Raksasa Wiwaha dan Paisaca Wiwaha

E. Syarat Sah suatu Pawiwahan menurut Hindu


Suatu perkawinan dianggap sah menurut
Hindu adalah sebagai berikut;
1. Perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut ketentuan hukum
Hindu.
2. Untuk mengesahkan perkawinan menurut hukum Hindu harus
dilakukan oleh pendeta atau rohaniwan dan pejabat agama yang
memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu.
3. Suatu perkawinan dikatakan sah apabila kedua calon mempelai telah
menganut Agama Hindu (agama yang sama).
4. Berdasarkan tradisi yang telah berlaku di Bali, perkawinan dikatakan
sah setelah melaksanakan upacara byakala atau upacara mabiakaonan
sebagai rangkaian upacara wiwaha. Demikian juga untuk umat Hindu
yang berada di luar Bali, sahnya suatu perkawinan yang dilaksanakan
dapat disesuaikan dengan adat dan tradisi setempat.
5. Calon mempelai tidak terikat oleh suatu ikatan pernikahan atau
perkawinan.
6. Tidak ada kelainan, seperti tidak banci, kuming atau kedi (tidak pernah
haid), tidak sakit jiwa atau ingatan serta sehat jasmani dan rohani.
7. Calon mempelai cukup umur, untuk pria minimal berumur 21 tahun,
dan yang wanita minimal berumur 18 tahun.
8. Calon mempelai tidak mempunyai hubungan darah yang dekat atau sapinda.
F. Kewajiban Suami, Istri, dan Anak dalam Keluarga
1. Swadharma Istri
Swadharma istri menurut Kitab Suci Veda sebagai berikut:
a. Memenuhi Doa dan Harapan Orang Tua
b. Memenuhi Harapan Suami
c. Sebagai Ibu Rumah Tangga
d. Sebagai Penyelenggara Agama
2. Swadharma Suami Terhadap Istrinya
Dalam kitab suci “Manawa Dharmasastra IX. 3, swadharma seorang suami
terhadap istrinya dalam keluarga adalah:
a. Wajib Melindungi Istri dan Anak-anaknya
b. Wajib Menghargai dan Menghormati Istri
c. Wajib Memelihara Kesucian Istri dan Keturunannya
d. Wajib Memberikan Harta Kepada Istri untuk Keperluan Rumah
e. Tangga dan Kegiatan Keagamaan
3. Swadharma Seorang Ayah Terhadap Anak
Berdasarkan uraian dan penjelasan kitab sarasamuscaya, seseorang yang
pantas disebut sebagai seorang ayah adalah;
1. Anna data: seorang ayah harus mampu memberikan makan.
2. Prana data: seorang ayah harus mampu membangun jiwa si anak.
3. Sarirakerta: seorang ayah harus mampu mengupayakan kesehatan
jasmani anak.
Dalam kitab “Nitisastra,VIII.3” disebutkan bahwa kewajiban seorang ayah
ada lima, yang dinamakan “Panca Wida” yaitu:
1. Matulung urip rikalaning baya: menyelamatkan keluarga pada saat
bahaya.
2. Nitya maweh bhinoajana: selalu mengusahakan makanan yang sehat.
3. Mangupadyaya: memberikan ilmu pengetahuan kepada anak.
4. Anyangaskara: menyucikan anak atau membina mental spiritual anak.
5. Sangametwaken: sebagi penyebab lahirnya anak.
4. Swadharma Anak Terhadap Orang Tua
Anak atau disebut putra merupakan aset bagi orang tua dan leluhur. Anak
bukan hanya bertanggung jawab atas perihal urusan kehidupan di dunia nyata
bagi orang tua, tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap orang tua maupun
leluhurnya. Anak memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan roh orang tua
dari api neraka. Oleh karena itu, anak disebut putra.
Anak keturunan merupakan kelanjutan dari kehidupan atau eksistensi
keluarga. Anak dalam Bahasa Kawi disebut “Putra” asal kata dari “Put”
(berarti neraka) dan “Ra” (berarti menyelamatkan). Jadi Putra artinya: “yang
menyelamatkan dari neraka”

G. Membina Keharmonisan dalam Keluarga


Sebuah rumah adalah tempat tinggal beberapa orang, tetapi rumah tangga lebih
dari pada itu. Sebuah rumah tangga adalah tempat tinggal beberapa orang yang
saling berhubungan dalam lingkungan saing menghargai, saling mengerti,
dan saling mengasihi satu sama lain. Unit sosial ini membentuk keluarga, yang
idealnya terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Keluarga itu mungkin diperbesar
termasuk seorang atau lebih kakek-nenek di dalamnya.
Wiwaha hendakya dibangun berdasarkan pada rasa saling percaya, saling
mencintai, saling memberi dan menerima, dan saling berbagi tanggung jawab
secara sama rata. Sebuah rumah tangga adalah tempat tinggal beberapa
orangyang saling berhubungan dalam lingkungan saling menghargai, saling
mengerti, dan saling mengasihi satu sama lain. Pasangan suami istri memiliki
tanggung jawab untuk mebangun sebuah rumah tangga yang harmonis, dengan
demikian hidup ini menjadi tenang dan nyaman.Unit keluarga seperti ini atau
rumah tangga bermula bilamana suatu pasangan-seorang pemuda dan seorang
pemudi pertama-tama saling tertarik satu sama lain. Sementara penarikan
bertumbuh dan mendalam, ikatan emosi yang kuat mempersatukan mereka
dalam ikatan kasih. Pasangan ini rindu saling menemani satu sama lain sesering
mungkin. Hambatan dan kesulitan sering dianggap sepele dan mereka
menghadapi masa depan dengan oftimistis. Mereka mengharapkan kehidupan
bersama di mana hubungan kasih sayang ini tidak akan pernah berakhir, dan
hidup mereka dipenuhi oleh kebahagiaan, yang akan dibagikan kepada anak-
anak yang akan lahir.
H. Lima Pilar Keluarga Sukhinah
lima pilar pasangan keluarga sukinah, diantaranya adalah:
1. Bersyukur dengan harta yang diperoleh sesuai dharma
Dalam hidup berumah tangga manfaat artha sangat besar. Artha dapat
mengantarkan keluarga sejahtera dan akan mampu membangun keluarga
bahagia, sepanjang cara mendapatkannya berlandaskan dharma.
2. Bersyukur terhadap makanan yang telah disiapkan dalam rumah tangga
Makanan yang dimasak dengan tujuan menghidupi anggota keluarga akan
memberikan nilai spiritual yang sangat tinggi karena sebelum dihidangkan
diawali dengan Yajña sesa sehingga yang memakannya akan terlepas dari
papa dosa. Sehingga seorang anggota keluarga pantang untuk menghina
masakan yang dihidangkan dalam rumah tangga. Kalau makanan siap saji
yang dibeli di pasar cara masak dan tujuan membuatnya berbeda dengan
masakan dalam rumah tangga karena tujuannya untuk bisnis.
3. Bersyukur dengan istri sendiri
Rasa syukur di sini jangan membuahkan kepuasan batin yang akan
menghindari terjadinya perselingkuhan. Karena perselingkuhan merupakan
pengkhianatan terhadap tujuan perkawinan. Istri sering diibaratkan sebagai
sungai yang hatinya selalu berliku-liku perlu mendapatkan perhatian
yang khusus bagi seorang suami sehingga hatinya bisa tetap lurus dengan
komitmen yang telah diikrarkan pada waktu perkawinan.
4. Menegakkan Kedamaian
Unsur kedamaian berarti tidak adanya perasaan yang mengancam dalam
Hirdupnya
5. Ketentraman; Ketentraman dalam keluarga akan didapat apabila anggota
keluarga memiliki kesehatan sosial. Kemampuan untuk melakukan hubungan
sosial dengan tetangga kiri kanan belakang dan depan merupakan suatu
kebutuhan setiap keluarga.
I. Pahala Bagi Anak-anak yang Berbhakti Kepada Orang Tua
ada empat pahala yang diterima oleh anak-anak yang berbakti kepada orang tua:
1. Kirti
Selalu dipuji dan didoakan untuk mendapatkan kerahayuan oleh sanak
keluarga dan orang-orang lain keluarga, karena dipandang terhormat.
Puji dan doa yang positif seperti itu akan mendorong aktivitas dan
gairah kehidupan sehingga anak-anak akan menjadi lebih meningkat kualitas
kehidupannya.
2. Ayusa. Berumur panjang dan sehat
Umur panjang dan sehat sangat diperlukan agar manusia dapat menempuh
tahapan-tahapan kehidupannya dengan sempurnya, yaitu melalui Catur
ashrama:
Brahmacarya, gryahasta, wanaprastha, dan bhiksuka. Brahmacarya adalah
masa menempuh pendidikan, gryahastha adalah masa berumah tangga dan
mengembangkan keturunan, wanaprastha adalah masa menyiapkan diri menuju
kehidupan yang lebih suci, dan bhiksuka adalah masa kehidupan yang suci,
lepas
dari ikatan-ikatan keduniawian.
3. Bala
Mempunyai kekuatan yang tangguh dalam menempuh kehidupan baik
ketangguhan yang berupa pemenuhan kebutuhan hidup, kemampuan untuk
memecahkan masalah-masalah kehidupan, dan juga ketangguhan dalam arti
menguatkan kesucian mental/ rohani.
4. Yasa Pattinggal Rahayu
Kebaktian pada orang tua akan menjadi contoh bagi keturunan selanjutnya
dan akan dilanjutkan, sehingga bila anak-anak sudah menjadi tua atau
meninggal
dunia, secara sambung menyambung para keturunannya-pun akan menghormati
dan berbakti kepadanya, karena kebaktian itu sudah menjadi tradisi yang baik di
dalam keluarganya.

Kesimpulan :

Anda mungkin juga menyukai