A. Pengertian dan Hakikat Keluarga Sukhinah Pengertian keluarga sejahtera (Sukhinah) menurut pandangan Hindu adalah terpenuhinya kebutuhan hidup jasmani dan rohani hidup dalam suasana berkecukupan, selaras, serasi dan seimbang sesuai swadharma atau kewajiban masing-masing.Membangun keluarga Sukhinah tidak hanya ditentukan oleh suami dan istri tetapi sebuah keluarga Sukhinah juga sangat ditentukan oleh sikap bhakti anak-anak terhadap kedua orang tuanya. Hakikat perkawinan adalah sebagai awal menuju Grhasta merupakan masa yang paling penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan menurut ajaran agama Hindu adalah Yajna, sehingga orang memasuki ikatan perkawinan akan menuju gerbang grhasta asrama yang merupakan lembaga suci yang harus dijaga keberadaan serta kemuliaannya. Di dalam Grhasta Asrama inilah tiga tujuan hidup sebagai landasan yang harus dilaksanakan yaitu: 1. Dharma, adalah aturan-aturan yang harus dilaksanakan dengan kesadaran yang berpedoman pada dharma agama dan dharma negara. 2. Artha, adalah segala kebutuhan hidup berumah tangga untuk mendapatkan kesejahteraan yang berupa materi dan pengetahuan. 3. Kama, adalah rasa kenikmatan yang telah diterima dalam keluarga sesuai dengan ajaran agama.
B. Keluarga Sukhinah dalam Agama Hindu
Semua agama selalu mengajarkan tentang kebajikan (dharma) tidak ada satupun agama yang mengajarkan tentang keburukan (adharma), baik dalam menjalani kehidupan maupun dalam berkeluarga. Dalam ajaran agama Hindu sebuah keluarga dikatakan sejahtera dan bahagia itu dimulai dari sebuah perkawinan yang sah sehingga bisa dikatakan sebagai keluaga yang Sukhinah, karena cikal bakal dari sebuah keluarga dasarnya adalah perkawinan antara wanita dan lelaki sehingga menghasilkan katurunan. Unsur rumah tangga sejahtera dan bahagia (Sukhinah) menurut Hindu yaitu sebagai berikut: 1. Kecintaan Cinta adalah dorongan yang sangat kuat sekali yang timbul dari dasar hati yang paling dalam untuk membahagiakan obyek itu sendiri, dengan tidak melihat kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri obyek tersebut dan mau menerimanya dalam keadaan yang bagaimana pun juga. 2. Kegembiraan Tidak Menanggung Papa dan Dosa Kegembiraan merupakan suatu harapan dalam sebuah rumah tangga. Keluarga yang gembira adalah keluarga yang sehat lahir dan batin. 3. Kepuasan Pernyataan rasa syukur terhadap semua anugrah Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang harus diwujudkan dengan prilaku sehari-hari agar dapat mencapai kesempurnaan hidup dan kepuasan batin. Nafsu dapat dikendalikan dengan selalu bersyukur seperti yang disebutkan di atas dalam Canakya Nitisastra: a. Bersyukur terhadap harta yang diperoleh sesuai dharma yang akan mampu membangun keluarga yang bahagia. b. Bersyukur terhadap makanan yang telah disiapkan dalam rumah tangga. c. Bersyukur dengan istri sendiri d. Kedamaian Unsur kedamaian berarti tidak adanya perasaan yang mengancam dalam hidupnya. e. Ketenteraman dalam keluarga akan didapat apabila anggota keluarga memiliki kesehatan sosial.
C. Tujuan Wiwaha Menurut Hindu
Tujuan pokok perkawinan adalah terwujudnya keluarga yang berbahagia lahir batin. Kebahagiaan ini ditunjang oleh unsur-unsur material dan non material. Unsur material adalah tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan/perumahan (yang semuanya disebut Artha). Unsur nonmaterial adalah rasa kedekatan dengan Hyang Widhi (yang disebut Dharma), kebutuhan biologis, kasih sayang antara suami-istri-anak, adanya keturunan, keamanan rumah tangga, harga diri keluarga, dan eksistensi sosial di masyarakat (yang semuanya disebut Kama). Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah untuk: 1. Membentuk keluarga bahagia lahir dan bhatin, sejahtera, dan kekal abadi berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa. 2. Melahirkan keturunan atau anak suputra untuk menyelamatkan dan mendoakan agar leluhurnya mendapat jalan yang terang, sebagai kelanjutan siklus kehidupan keluarga, karena anak/keturunan merupakan pelita kehidupan 3. Memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani yang dilandasi dengan Dharma/kewajaran 4. Membina rumah tangga dan bermasyarakat 5. Melaksanakan Yadnya (Panca Yadnya).
D. Sistem Pawiwahan dalam Agama Hindu
Menurut penjelasan Kitab Manawa Dharmasastra tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa sistem atau bentuk perkawinan itu ada 8 jenis, yaitu: a. Brahma Wiwaha adalah perkawinan yang terjadi karena pemberian anak wanita kepada seorang pria yang ahli Weda (Brahmana) dan berperilaku baik dan setelah menghormati yang diundang sendiri oleh wanita.
b. Daiwa Wiwaha adalah perkawinan yang terjadi karena pemberian anak
wanita kepada seorang pendeta yang melaksanakan upacara atau yang telah berjasa c. Arsa Wiwaha adalah perkawinan yang dilakukan sesuai dengan peraturan setelah pihak wanita menerima seekor atau dua pasang lembu dari pihak calon mempelai laki-laki d. Prajapati Wiwaha adalah perkawinan yang terlaksana karena pemberian seorang anak kepada seorang peria, setelah berpesan dengan mantra semoga kamu berdua melaksanakan kewajibanmu bersama dan setelah menunjukan penghormatan (kepada pengantin pria) e. Asura Wiwaha adalah bentuk perkawinan yang terjadi di mana setelah pengantin pria memberikan emas kawin sesuai kemampuan dan didorong oleh keinginannya sendiri kepada si wanita dan ayahnya menerima wanita itu untuk dimiliki f. Gandharwa Wiwaha adalah bentuk perkawinan suka sama suka antara seorang wanita dengan pria g. Raksasa Wiwaha adalah bentuk perkawinan dengan cara menculik gadis dengan cara kekerasan h. Paisaca Wiwaha adalah bentuk perkawinan dengan cara mencuri, memaksa, dan membuat bingung atau mabuk Menurut tradisi adat di Bali, ada empat bentuk atau sistem perkawinan, yaitu: 1. Sistem memadik/meminang, yaitu pihak calon suami serta keluarganya datang ke rumah calon istrinya untuk meminang calon istrinya. Biasanya kedua calon mempelai sebelumnya telah saling mengenal dan ada kesepakatan untuk berumah tangga. Dalam masyarakat Bali, sIstem ini dipandang sebagai cara yang paling terhormat. 2. Sistem ngererod/ngerangkat, yaitu bentuk perkawinan yang berlangsung atas dasar cinta sama cinta antara kedua calon mempelai yang sudah dipandang cukup umur. Jenis perkawinan ini sering disebut kawin lari. 3. Sistem nyentana/nyeburin, yaitu sistem perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan perubahan status hukum dimana calon mempelai wanita secara adat berstatus sebagai purusa dan calon mempelai laki-laki berstatus sebagai pradana. Dalam hubungan ini laki-laki tinggal di rumah istri 4. Sistem melegandang, yaitu bentuk perkawinan secara paksa yang tidak didasari atas cinta sama cinta. Jenis perkawinan ini dapat disamakan dengan Raksasa Wiwaha dan Paisaca Wiwaha
E. Syarat Sah suatu Pawiwahan menurut Hindu
Suatu perkawinan dianggap sah menurut Hindu adalah sebagai berikut; 1. Perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut ketentuan hukum Hindu. 2. Untuk mengesahkan perkawinan menurut hukum Hindu harus dilakukan oleh pendeta atau rohaniwan dan pejabat agama yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu. 3. Suatu perkawinan dikatakan sah apabila kedua calon mempelai telah menganut Agama Hindu (agama yang sama). 4. Berdasarkan tradisi yang telah berlaku di Bali, perkawinan dikatakan sah setelah melaksanakan upacara byakala atau upacara mabiakaonan sebagai rangkaian upacara wiwaha. Demikian juga untuk umat Hindu yang berada di luar Bali, sahnya suatu perkawinan yang dilaksanakan dapat disesuaikan dengan adat dan tradisi setempat. 5. Calon mempelai tidak terikat oleh suatu ikatan pernikahan atau perkawinan. 6. Tidak ada kelainan, seperti tidak banci, kuming atau kedi (tidak pernah haid), tidak sakit jiwa atau ingatan serta sehat jasmani dan rohani. 7. Calon mempelai cukup umur, untuk pria minimal berumur 21 tahun, dan yang wanita minimal berumur 18 tahun. 8. Calon mempelai tidak mempunyai hubungan darah yang dekat atau sapinda. F. Kewajiban Suami, Istri, dan Anak dalam Keluarga 1. Swadharma Istri Swadharma istri menurut Kitab Suci Veda sebagai berikut: a. Memenuhi Doa dan Harapan Orang Tua b. Memenuhi Harapan Suami c. Sebagai Ibu Rumah Tangga d. Sebagai Penyelenggara Agama 2. Swadharma Suami Terhadap Istrinya Dalam kitab suci “Manawa Dharmasastra IX. 3, swadharma seorang suami terhadap istrinya dalam keluarga adalah: a. Wajib Melindungi Istri dan Anak-anaknya b. Wajib Menghargai dan Menghormati Istri c. Wajib Memelihara Kesucian Istri dan Keturunannya d. Wajib Memberikan Harta Kepada Istri untuk Keperluan Rumah e. Tangga dan Kegiatan Keagamaan 3. Swadharma Seorang Ayah Terhadap Anak Berdasarkan uraian dan penjelasan kitab sarasamuscaya, seseorang yang pantas disebut sebagai seorang ayah adalah; 1. Anna data: seorang ayah harus mampu memberikan makan. 2. Prana data: seorang ayah harus mampu membangun jiwa si anak. 3. Sarirakerta: seorang ayah harus mampu mengupayakan kesehatan jasmani anak. Dalam kitab “Nitisastra,VIII.3” disebutkan bahwa kewajiban seorang ayah ada lima, yang dinamakan “Panca Wida” yaitu: 1. Matulung urip rikalaning baya: menyelamatkan keluarga pada saat bahaya. 2. Nitya maweh bhinoajana: selalu mengusahakan makanan yang sehat. 3. Mangupadyaya: memberikan ilmu pengetahuan kepada anak. 4. Anyangaskara: menyucikan anak atau membina mental spiritual anak. 5. Sangametwaken: sebagi penyebab lahirnya anak. 4. Swadharma Anak Terhadap Orang Tua Anak atau disebut putra merupakan aset bagi orang tua dan leluhur. Anak bukan hanya bertanggung jawab atas perihal urusan kehidupan di dunia nyata bagi orang tua, tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap orang tua maupun leluhurnya. Anak memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan roh orang tua dari api neraka. Oleh karena itu, anak disebut putra. Anak keturunan merupakan kelanjutan dari kehidupan atau eksistensi keluarga. Anak dalam Bahasa Kawi disebut “Putra” asal kata dari “Put” (berarti neraka) dan “Ra” (berarti menyelamatkan). Jadi Putra artinya: “yang menyelamatkan dari neraka”
G. Membina Keharmonisan dalam Keluarga
Sebuah rumah adalah tempat tinggal beberapa orang, tetapi rumah tangga lebih dari pada itu. Sebuah rumah tangga adalah tempat tinggal beberapa orang yang saling berhubungan dalam lingkungan saing menghargai, saling mengerti, dan saling mengasihi satu sama lain. Unit sosial ini membentuk keluarga, yang idealnya terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Keluarga itu mungkin diperbesar termasuk seorang atau lebih kakek-nenek di dalamnya. Wiwaha hendakya dibangun berdasarkan pada rasa saling percaya, saling mencintai, saling memberi dan menerima, dan saling berbagi tanggung jawab secara sama rata. Sebuah rumah tangga adalah tempat tinggal beberapa orangyang saling berhubungan dalam lingkungan saling menghargai, saling mengerti, dan saling mengasihi satu sama lain. Pasangan suami istri memiliki tanggung jawab untuk mebangun sebuah rumah tangga yang harmonis, dengan demikian hidup ini menjadi tenang dan nyaman.Unit keluarga seperti ini atau rumah tangga bermula bilamana suatu pasangan-seorang pemuda dan seorang pemudi pertama-tama saling tertarik satu sama lain. Sementara penarikan bertumbuh dan mendalam, ikatan emosi yang kuat mempersatukan mereka dalam ikatan kasih. Pasangan ini rindu saling menemani satu sama lain sesering mungkin. Hambatan dan kesulitan sering dianggap sepele dan mereka menghadapi masa depan dengan oftimistis. Mereka mengharapkan kehidupan bersama di mana hubungan kasih sayang ini tidak akan pernah berakhir, dan hidup mereka dipenuhi oleh kebahagiaan, yang akan dibagikan kepada anak- anak yang akan lahir. H. Lima Pilar Keluarga Sukhinah lima pilar pasangan keluarga sukinah, diantaranya adalah: 1. Bersyukur dengan harta yang diperoleh sesuai dharma Dalam hidup berumah tangga manfaat artha sangat besar. Artha dapat mengantarkan keluarga sejahtera dan akan mampu membangun keluarga bahagia, sepanjang cara mendapatkannya berlandaskan dharma. 2. Bersyukur terhadap makanan yang telah disiapkan dalam rumah tangga Makanan yang dimasak dengan tujuan menghidupi anggota keluarga akan memberikan nilai spiritual yang sangat tinggi karena sebelum dihidangkan diawali dengan Yajña sesa sehingga yang memakannya akan terlepas dari papa dosa. Sehingga seorang anggota keluarga pantang untuk menghina masakan yang dihidangkan dalam rumah tangga. Kalau makanan siap saji yang dibeli di pasar cara masak dan tujuan membuatnya berbeda dengan masakan dalam rumah tangga karena tujuannya untuk bisnis. 3. Bersyukur dengan istri sendiri Rasa syukur di sini jangan membuahkan kepuasan batin yang akan menghindari terjadinya perselingkuhan. Karena perselingkuhan merupakan pengkhianatan terhadap tujuan perkawinan. Istri sering diibaratkan sebagai sungai yang hatinya selalu berliku-liku perlu mendapatkan perhatian yang khusus bagi seorang suami sehingga hatinya bisa tetap lurus dengan komitmen yang telah diikrarkan pada waktu perkawinan. 4. Menegakkan Kedamaian Unsur kedamaian berarti tidak adanya perasaan yang mengancam dalam Hirdupnya 5. Ketentraman; Ketentraman dalam keluarga akan didapat apabila anggota keluarga memiliki kesehatan sosial. Kemampuan untuk melakukan hubungan sosial dengan tetangga kiri kanan belakang dan depan merupakan suatu kebutuhan setiap keluarga. I. Pahala Bagi Anak-anak yang Berbhakti Kepada Orang Tua ada empat pahala yang diterima oleh anak-anak yang berbakti kepada orang tua: 1. Kirti Selalu dipuji dan didoakan untuk mendapatkan kerahayuan oleh sanak keluarga dan orang-orang lain keluarga, karena dipandang terhormat. Puji dan doa yang positif seperti itu akan mendorong aktivitas dan gairah kehidupan sehingga anak-anak akan menjadi lebih meningkat kualitas kehidupannya. 2. Ayusa. Berumur panjang dan sehat Umur panjang dan sehat sangat diperlukan agar manusia dapat menempuh tahapan-tahapan kehidupannya dengan sempurnya, yaitu melalui Catur ashrama: Brahmacarya, gryahasta, wanaprastha, dan bhiksuka. Brahmacarya adalah masa menempuh pendidikan, gryahastha adalah masa berumah tangga dan mengembangkan keturunan, wanaprastha adalah masa menyiapkan diri menuju kehidupan yang lebih suci, dan bhiksuka adalah masa kehidupan yang suci, lepas dari ikatan-ikatan keduniawian. 3. Bala Mempunyai kekuatan yang tangguh dalam menempuh kehidupan baik ketangguhan yang berupa pemenuhan kebutuhan hidup, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan, dan juga ketangguhan dalam arti menguatkan kesucian mental/ rohani. 4. Yasa Pattinggal Rahayu Kebaktian pada orang tua akan menjadi contoh bagi keturunan selanjutnya dan akan dilanjutkan, sehingga bila anak-anak sudah menjadi tua atau meninggal dunia, secara sambung menyambung para keturunannya-pun akan menghormati dan berbakti kepadanya, karena kebaktian itu sudah menjadi tradisi yang baik di dalam keluarganya.