Anda di halaman 1dari 4

PEMBIAYAAN DEFISIT

Kebijakan defisit anggaran dalam Rancangan APBN tahun 2011 ditujukan untuk
mendukung ekspansi fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi, ditengah situasi perekonomian global yang tengah dalam proses recovery dan
dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan fiskal. Kebijakan pemberian stimulus
fiskal bagi perekonomian juga dilakukan oleh Indonesia, sebagai respon dalam
menyelamatkan perekonomian nasional, dan sekaligus meminimalisasi dampak krisis
ekonomi dan keuangan global, terutama terhadap masyarakat berpenghasilan rendah.
Hal ini dilakukan dengan menerapkan kebijakan anggaran defisit yang dimaksudkan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, peningkatan defisit yang
digunakan untuk memberikan stimulus fiskal tidak sepenuhnya dapat terealisasi
sebagaimana yang direncanakan. Hal ini ditunjukan melalui realisasi defisit tahun
2008 dan 2009 yang lebih rendah dari yang ditargetkan, yaitu hanya sebesar 0,1
persen dan 1,6 persen terhadap PDB. Hal ini terutama disebabkan oleh beberapa
komponen pendapatan negara yang diperkirakan akan mengalami penurunan akibat
krisis global justru menunjukan peningkatan, sehingga melampaui target, sementara
di sisi belanja negara, beberapa pos pengeluaran tidak dapat diserap seluruhnya
sebagaimana yang dianggarkan. Kenaikan defisit anggaran berkaitan dengan
beberapa faktor, diantaranya: (i) naiknya harga minyak dunia, yang menyebabkan
meningkatnya beban subsidi energi yang harus ditanggung oleh pemerintah, serta
naiknya dana bagi hasil migas yang harus ditransfer ke daerah; (ii) meningkatnya
kebutuhan dana investasi pemerintah, penyertaan modal negara, dan dana bergulir
pengadaan tanah untuk jalan tol (BPJT); (iii) dibentuknya dana pengembangan
pendidikan nasional; serta (iv) adanya pemberian pinjaman kepada PT PLN (Persero)
dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan. Kenaikan defisit
anggaran tersebut akan dibiayai dari tambahan utang sebesar Rp12,8 triliun, dan
pembiayaan non-utang sebesar Rp22,9 triliun. Sejalan dengan kebijakan ekspansi
fiskal yang ditempuh oleh pemerintah, baik dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi (pro-growth), menciptakan lapangan kerja untuk mengatasi pengangguran
(pro-job), dan mengentaskan kemiskinan (pro-poor), maupun memberikan stimulus
fiskal dalam memperkecil dampak krisis, dan menyelamatkan perekonomian nasional
dari krisis perekonomian global sejak tahun 2008, defisit anggaran dalam kurun
waktu 2005-2009 semula dirancang cenderung meningkat, dari 0,9 persen terhadap
PDB menjadi 2,4 persen terhadap PDB. Meskipun demikian, realisasi defisit
anggaran dalam kurun waktu 2005-2009 masih berada di bawah target yang
ditetapkan. Dalam periode tersebut, realisasi defisit berada pada kisaran 0,1 persen
sampai dengan 1,6 persen. Dalam RAPBN tahun 2011, defisit anggaran direncanakan
sebesar Rp115,7 triliun atau 1,7 persen terhadap PDB. Pembiayaan defisit anggaran
ini akan dipenuhi melalui sumber-sumber pembiayaan utang dan sumber-sumber
pembiayaan non-utang. Pembiayaan dari sumber non-utang (secara neto) dalam tahun
2011 direncanakan sebesar negatif Rp7,8 triliun, atau 0,1 persen terhadap PDB,
sedangkan pembiayaan anggaran yang bersumber dari utang (secara neto)
direncanakan mencapai Rp123,5 triliun atau 1,8 persen terhadap PDB. Dengan
demikian, dalam tahun 2011 pembiayaan utang masih menjadi sumber utama
pembiayaan APBN. Pembiayaan melalui utang merupakan konsekuensi dari
kebijakan anggaran defisit, meskipun dalam kebijakan anggaran berimbang atau
surplus, pembiayaan utang tetap dilakukan, antara lain untuk: (a) membiayai
pengeluaran pembiayaan, termasuk utang yang jatuh tempo; (b) menciptakan
benchmark risk free asset di pasar keuangan dan pengelolaan portofolio utang
pemerintah; (c) melaksanakan perikatan perjanjian pinjaman dengan lender, dan
kemungkinan masih berlangsung masa penarikannya, terutama untuk multi years
project, baik untuk proyek K/L maupun penerusan pinjaman Pemerintah kepada
BUMN dan/atau Pemda.
Dalam RAPBN tahun 2011 ini, kebutuhan pengeluaran pembiayaan yang harus
dipenuhi diperkirakan mencapai Rp160,4 triliun (2,3 persen terhadap PDB), yang
meliputi pembayaran pokok SBN yang jatuh tempo sebesar Rp84,0 triliun, penerusan
pinjaman Rp12,0 triliun, pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp
48,1 triliun, dan kebutuhan pengeluaran pembiayaan nonutang yang diperkirakan
mencapai sebesar Rp16,3 triliun. Apabila ditambahkan dengan kebutuhan
pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp115,7 triliun, maka seluruh kebutuhan
penerimaan pembiayaan (bruto) yang diperlukan dalam tahun 2011 akan mencapai
Rp276,1 triliun.

Kebutuhan Pembiayaan pada tahun 2011 sebagian besar akan dipenuhi dari
pembiayaan utang yang dapat dikelompokkan menjadi utang yang bersumber dari
SBN dan pinjaman baik dalam negeri maupun luar negeri. Pembiayaan utang
ditargetkan sebesar Rp123,5 triliun yang terdiri dari SBN neto sebesar Rp125,5
triliun, pinjaman luar negeri neto sebesar negatif Rp3,0 triliun dan pinjaman dalam
negeri sebesar Rp1,0 triliun. Dengan adanya kebutuhan pembiayaan melalui utang,
tambahan utang pada akhir tahun 2011 akan mempengaruhi jumlah utang secara
keseluruhan.

Dalam memenuhi target pembiayaan defisit tahun 2011, Pemerintah berupaya


mengoptimalkan sumber pembiayaan dari utang baik SBN maupun pinjaman. Untuk
penerbitan SBN dilakukan dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi
perekonomian global yang belum stabil sebagai dampak dari kebijakan negara maju
untuk melakukan bailout yang dibiayai dari utang. Selanjutnya, pengadaan pinjaman
dilakukan dalam rangka budget support dan/atau hanya untuk pembiayaan kegiatan
prioritas. Pinjaman yang dilakukan dalam rangka budget support dapat berbentuk
pinjaman program/refinancing modality yang syarat penarikannya sesuai dengan
program Pemerintah. Sedangkan pinjaman kegiatan diutamakan bagi pinjaman yang
telah ditandatangani perjanjiannya dengan mendorong upaya penarikan secara tepat
waktu. Meskipun sumber pembiayaan dari pinjaman ini masih tetap menggunakan
lender baik multilateral, bilateral maupun lembaga keuangan komersial, prioritas
pengadaan utang tetap diarahkan bagi (i) lender yang memberikan terms and
condition yang favorable (wajar), (ii) tidak adanya agenda politik tertentu, dan (iii)
ketersediaan sumber pinjaman yang disesuaikan dengan karakteristik kegiatannya.

Sumber – Sumber Pembiayaan`Defisit

Untuk membiayai defisit, pemerintahakan menggunakan sumber-sumber


pembiayaan dari dalam maupun dari luar negeri. Sumber utama pembiayaan dalam
negeri akan tetap berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), sedangkan
sumber pembiayaan luar negeri akan berasal dari penarikan pinjaman luar negeri,
berupa pinjaman program dan pinjaman proyek. Sementara untuk menutup defisit,
akan didanai dengan sumber pembiayaan dalam negeri sebesar Rp125,3triliun, minus
pembiayaan luar negeri sebesar negatif Rp0,6 triliun. Defisit ditutupi dengan
pembiayaan non-utang sebesar negatif Rp2,4 triliun dan pembiayaan utang sebesar
Rp127 triliun.

 Kebijakan dalam pembiayaan dalam negeri

Kebijakan di sisi pembiayaan dalam negeri tersebut akan ditempuh antara lain
dengan:

 Melakukan pengelolaan portofolio surat utang negara (SUN) melalui langkah-


langkah pembayaran bunga dan pokok obligasi negara secara tepat waktu,
penerbitan SUN dalam mata uang rupiah dan mata uang asing, penukaran utang
(debt switching) serta pembelian kembali(buyback) obligasi negara,

 Melanjutkan kebijakan privatisasi yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan


ketentuan yang berlaku di pasarmodal,

 Menggunakan sebagian dana simpanan pemerintah, dan

 Memberikan dukungan dana bagi percepatan pembangunan infrastruktur dalam


rangka kemitraanPemerintah-Swasta.

Kebijakan dalam pembiayaan luar negeri

Langkah-langkah yang ditempuh antara lain meliputi:

 Mengamankan pinjaman luar negeri yang telah disepakati dan rencana


penyerapan pinjaman luar negeri, baik pinjaman program maupun pinjaman
proyek, dan
 Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang sudah jatuh tempo.

 Dalam rangka membiayai pembiayaan defisit anggaran, Pemerintah akan


mengedepankan prinsip kemandirian, dengan lebih memprioritaskan pendanaan
yang bersumber dari dalam negeri. Pendanaan dari luar negeri akan dilakukan
lebih selektif dan berhati-hati, dengan mengupayakan beban pinjaman yang
paling ringan melalui penarikan pinjaman dengan tingkat bunga yang rendah dan
tenggang waktu yang panjang, dan tidak mengakibatkan adanya adanya ikatan
politik, serta diprioritaskan untuk membiayai kegiatankegiatan yang produktif.

Sumber pembiayaan dalam negeri untuk menutup defisit anggaran pada tahun
2011 diantaranya dengan menerbitkan Obligasi dan rencana privatisasi 10 BUMN
terutama BUMN di sektor Perkebunan. Saat ini diharapkan merupakan saat yang
tepat untuk menerbitkan Obligasi maupun privatisasi BUMN. Sebagai negara yang
mampu terus tumbuh dalam keadaan krisis global, Indonesia kemudian menjadi
tujuan investasi yang menarik. Hal ini mendorong dinaikannya rating Indonesia
sehingga risiko investasi di Indonesia dianggap lebih rendah dan pada gilirannya
menyebabkan makin rendah biaya investasi. Demikian juga BUMN Perkebunan yang
kinerjanya membaik sejalan dengan naiknya harga komoditi perkebunan
diharapkanakan bisa mendapatkan harga penawaran perdana yang tinggi ketika
melakukan IPO.

Anda mungkin juga menyukai