Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

MASALAH PSIKOSOSIAL PADA KLIEN FRAKTUR DENGAN


GANGGUAN CITRA TUBUH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Keperawatan Jiwa Psikososial

OLEH
NAMA : MOCHAMAD FIRMANSYAH
NIM : 2019.04.043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN MASALAH PSIKOSOSIAL PADA KLIEN


FRAKTUR DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH

Yang di sahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Intitusi Mahasiswa

(Ns. Anang Satrianto, S.Kep) (Mochamad Firmansyah)

LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH PSIKOSOSIAL PADA Ny.M
FRAKTUR DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH

Yang di sahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Intitusi Mahasiswa

(Ns. Anang Satrianto, S.Kep) (Mochamad Firmansyah)


BAB 1
KONSEP FRAKTUR

1.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2011).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
1.2 Etiologi
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami :
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan
patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi
dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila
tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari
dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
1.3 Klasifikasi
Jenis – jenis fraktur (Brunner dan Suddart, 2011)
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
b. fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah
tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata / kompleks ) merupakan fraktur
dengan luka pada kulit, menbran mukosa sampai kepatahan tulang yang
dibagi menjadi 3 grade :
1) Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak. Yang ekstensif.

1.4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
1.5 Pathway

Traumatik Patologis
Stres/keletihan
(jatuh, cedera) (osteoporosis, tumor tulang, osteomielitis)

tekanan eksternal > yang dapat


diserap tulang

terputusnya kontinuitas jaringan


tulang dan tulang rawan

4
FRAKTUR

pergeseran fragmen tulang kurang pajanan informasi tentang


penatalaksanaan penyakit

melukai jaringan mengenai jaringan deformitas


di sekitarnya pembuluh darah Defisiensi pengetahuan

keterbatasan gerak
respon inflamasi dinding pembuluh sendi
perdarahan
darah robek/putus

Gangguan gangguan pemenuhan


pengeluaran mediator Kurang volume Mobilitas Fisik kebutuhan ADL
kimia prostaglandin dan Risiko cairan
bradikinin Perdarahan
Defisit Perawatan Diri
1 Resaiko Syok 3
2
3 4
1 2

mempengaruhi reseptor Lemak bisa masuk ke Keluarnya komplemen Reposisi fragmen tulang
nyeri di ujung saraf dlm darah krn tek darah termasuk protein
bebas sumsum tlg > tinggi dr plasma
tekanan kapiler
fiksasi ekternal fiksasi internal
Nyeri Akut Penurunan tek
Globula lemak bergabung onkotik
pemasangan gips, pemasangan
dengan trombosit
traksi, bidai pin, plat, sekrup
Peningkatan
Dpt menyumbat P.D kecil filtrasi kapiler tindakan
imobilisasi pembedahan
Oedema
Otak Paru Ginjal
Peningkatan isi penekanan lama
kompartemen otot pada kulit pasien takut dan cemas
ResikoGangguan Gangguan Resiko Perfusi terhadap tindakan yang
perfusi jaringan pertukaran Renal tidak akan dilakukan
serebral gas efeltif Sindrom Gangguan
kompartemen Integritas Kulit
Ansietas

luka insisi operasi

port entry mikroorganisme Gangguan Integritas


patogen Jaringan

Risiko Infeksi
1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas,
krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah
(gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai
2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba
akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar


rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,
maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi  kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada
x-ray:

a. Bayangan jaringan lunak.


b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain

a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab


infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

1.8 Penatalaksanaan

Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1.      Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan
disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat
penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal adalah
yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah

1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan


2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

           2.    Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan lagi
tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.

a.   Penarikan (traksi) :

Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien.
Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang
tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :

1)  Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency

2) Traksi mekanik, ada 2 macam :


a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan
dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.

b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui
tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :


1)   Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2)   Memperbaiki & mencegah deformitas
3)   Immobilisasi
4)   Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5)   Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :

1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik


2)  Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan
3)   Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
b.    Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan
tulang.

Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju
tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati
diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal
kembali.
BAB 2
KONSEP PSIKOSOSIAL GANGGUAN CITRA TUBUH

2.1 Definisi
Gangguan citra tubuh adalah perunahan presepsi tentang penampilan,
struktur dan fungsi individu (SDKI, 2016)
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara
internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang
ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi
tentang karakteristik dan kemampuan fisik oleh persepsi dan pandangan
orang lain. Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan
perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti
pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar
pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. (Perry &
Potter, 2005)
Citra tubuh adalah integrasi persepsi, pikiran dan perasaan individu
tentang bentuk, ukuran, berat tubuh dan fungsi tubuh serta bagian-bagiannya
yang digambarkan dalam bentuk penampilan fisik (Fontaine, 2003).
Body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan
ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan
penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk
tubuhnya, dan atas bagaimana ‘kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya.
(Melliana, 2006)

2.2 Etiologi
a.Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif
dan teramati serta bersifatsubjektif dan dunia dalam pasien sendiri.
Perilaku berhubungan dengan harga diri yang rendah, keracuan
identitas, dan deporsonalisasi.
2) Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan
peran kerja, dan harapan peran kultural.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan dalam struktur sosial.
b. Faktor Presipitasi
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran hubugnan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. ada tiga jenis transisi
peran :
1. Transisi peran perkembangan
2. Transisi peran situasi
3. Transisi peran sehat /sakit

c. Penyebab Gangguan citra tubuh menurut SDKI (2016) :

1) perubahan struktur/ bentuk tubuh (misalnya. Amputasi, trauma, luka


bakar, obesitas, jerawat)
2) perubahan fungsi tubuh (misalnya proses penyakit, kehamilan,
kelumpuhan)
3) perubahan fungsi kognitif
4) ketidak sesuaian budaya, keyakinan atau sistem nilai
5) transisi perkembangan
6) gangguan psikososial
7) efek tindakan/pengobatan (misalnya pembedahan, kemoterapi, terapi
radiasi)

2.3 Rentang Respon

a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang kosnep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya.
c. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif
dan merasa lebih rendah dari orang lain.
d. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek
identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial
kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

2.4 Manifestasi klinis


Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda
dan gejala, seperti:
a. Syok Psikologis
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak
perubahan dan dapat terjadi pada saat pertamatindakan.syok psikologis
digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu
banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan
mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi
untuk mempertahankan keseimbangan diri.
b. Menarik diri
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi
karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional.
Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk
berperan dalam perawatannya.
c. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka
muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan
gambaran diri yang baru.
Tanda dan gejala menurut SDKI (2016) :

1. Tanda dan gejala mayor


a. Subjektif
Mengungkapkan kecacatan / kehilangan bagian tubuh
b. Objektif
1) Kehilangan bagian tubuh
2) Fungsi/ struktur tubuh berubah/ hilang
2. Tanda dan gejala minor
a. Subjektif
1) Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan tubuh
2) Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
3) Mengungkapkan kekawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
4) Mengungkapkan perubahan gaya hidup
b. Objektif
1) Menyembunyikan/menunjukan bagian tubuh secara berlebihan
2) Menghindari melihat dan/menyentuh bagian tubuh
3) Fokus berlebihan pada perubahan tubuh
4) Respon non verbal pada perubahan dan presepsi tubuh
5) Fokus pada penampilan dan kekuatan masalalu
6) Hubungan sosial berubah

2.5 Pohon Masalah

Penyakit Fisik Causa

Gangguan Citra Tubuh Core Problem

Harga Diri Rendah Effect


2.6 Data Yang Perlu Dikaji

Diagnosa Keperawatan Data yang Perlu di Kaji


1. Tanda dan gejala mayor
a. Subjektif
Mengungkapkan kecacatan / kehilangan
bagian tubuh
b. Objektif
3) Kehilangan bagian tubuh
4) Fungsi/ struktur tubuh berubah/ hilang
2. Tanda dan gejala minor
a. Subjektif
Gangguan Citra 5) Tidak mau mengungkapkan
tubuh kecacatan/kehilangan tubuh
Berhububungan 6) Mengungkapkan perasaan negatif
dengan perubahan tentang perubahan tubuh
struktur/bentuk 7) Mengungkapkan kekawatiran pada
tubuh di buktikan penolakan/reaksi orang lain
dengan 8) Mengungkapkan perubahan gaya
mengungkapkan hidup
kecacatan, c. Objektif
fungsi/struktur 7) Menyembunyikan/menunjukan bagian
tubuh berubah tubuh secara berlebihan
8) Menghindari melihat dan/menyentuh
bagian tubuh
9) Fokus berlebihan pada perubahan
tubuh
10) Respon non verbal pada perubahan
dan presepsi tubuh
11) Fokus pada penampilan dan kekuatan
masalalu
12) Hubungan sosial berubah
2.7 Konsep Asuhan Keperawatan Psikosoial

1. Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki paien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat pasien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi:

a. Identitas pasien. Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, status


perkawinan, agama, alamat, pekerjaan, tanggal pengkajian ,
pendidikan terakhir.
b. Kelompok Resiko
Dalahm hal ini termasuk dalam kelompok resiko kehilangan anggota
tubuh, atau mengarah ke body image dimana seseorang belum dapat
menerima kondisi tubuhnya yang sekarang misal seperti penampilan
hingga merubah fungsi tubuh itu sendiri.
c. Riwayat Trauma Yang Menyertai
1) Aniaya Fisik
2) Aniaya Seksual
3) Penolakan
4) Kekerasan dalam keluarga
5) Tindakan Kriminal
Dalam hal ini yang perlu di kaji adalah kapan pasien mengalami
trauma ini, apakah pasien sebagai pelaku, korban, atau bahkan
menjadi saksi, hal ini dapat menjadi sebagai sumber stressor tambahan
apabila hal ini sering di alami oleh pasien
d. Pemeriksaan Fisik
Meliputi hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan ,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh pasien.
e. Pengkajian Psikososial meliputi :
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
2) Konsep diri:
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,
persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian
tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.

b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit
, proses menua, putus sekolah, PHK
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial , merendahkan
martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri. Pasien
mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok
yang diikuti dalam masyarakat.

3) Hubungan Sosial
a) Orang yang berarti/terdekat
Hal yang perlu di kaji bagaimana pasien memiliki orang
terdekat untuk berkeluh kesah dan mencari solusi di setiap
masalah yang ada, dan membantu untuk memecahkan masalah
yang di alami oleh si pasien
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Dalam hal ini yang perlu di kaji bagaimana pasien aktif dalam
kegiatan kelompok maupun masyarakat sebagai bentuk
bersosialisasi
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Hal ini yang perlu di kaji bagaimana pasien mampu
berkomunikasi dengan orang lain, apakah pasien cenderung
menutup diri dan tidak terbuka terhadap orang lain
4) Masalah Psikososial pada lingkungan
Dalam hal ini beroientasi pada lingkungan seperti adanya masalah
dengan dukungan kelompok, dengan lingkungan, dengan
pendidikan, dengan pekerjaan, dengan perumahan atau keluarga,
dengan ekonimi, dan dengan pelayanan kesehatan.
5) Spiritual
a) Keyakinan
Keyakinan dalam hal ini dimaksud bagaimana pasien
memandang suatu penyakit tersebut apakah pandanganya
sebagai malapetaka, kutukan atau bahkan hukuman dari tuhan
b) Nilai
Nilai – nilai yang di pahami oleh pasien mengenai keyakinan
nya dalam hal ini bagaimana pasien memandang kejadian yang
di alaminya
c) Kegiatan ibadah
Dalam hal ini bagaimana pasien melakukan ibadah sesuai
dengan agamanya.

f. Pohon Masalah
Sejumlah masalah pasien akan saling berhubungan hingga menjadi
suatu pohon masalah meliputi :
Penyebab (Causa)
Masalah utama (Core Problem)
Akibat (Effect)
g. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Gangguan Citra tubuh Berhububungan dengan perubahan
struktur/bentuk tubuh di buktikan dengan mengungkapkan kecacatan,
fungsi/struktur tubuh berubah
2. Rencana Tindakan Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang di kerjakan


oleh perawat yang di dasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai peningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien individu,
keluarga, dan komunitas. Beberapa diantaranya di uraikan dalam pasal 30 UU
No.38 Th. 2014 tentang keperawatan bahwa dalam menjalankan tugas sebagai
pemberi asuhan keperawatan, perawat berwenang merencanakan dan
melaksanakan tindakan keperawatan. Melakukan rujukan, memberikan
tindakan gawat darurat, memberikan konsultasi, berkolaborasi,melakukan
penyuluhan dan konseling, pemberian obat sesuai resep dokter atau obat bebas
terbatas, pengelola kasus dan melakukan penatalaksanaan intervensi
komplementer dan alternatif (SIKI, 2016)
TGL/ DIAGNOSA KEP. INTERVENSI (SIKI) KRITERIA HA
JAM
Gangguan citra Promosi Citra Tubuh (I.09305) Setelah diberikan askep sel
tubuh (D.0083) dalam ..x pertemuan diharap
Observasi TUK dapat tercapai dengan
1. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap Citra tubuh (L.09067)
perkembangan 1. Melihat bagian tubuh m
2. Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur 2. Menyentuh bagian tubu
terkait citra tubuh 3. Verbalisasi kecacatan b
3. Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan membaik
isolasi sosial 4. Verbalisasi kehilangan
4. Monitor frekwensi pernyataan kritik terhadap diri membaik
sendiri 5. Verbalisasi perasaan ne
5. Monitor apakah pasien bisamelihat bagian tubuh yang perubahan tubuh menu
berubah 6. Verbalisasi khekawatir
Terapiutik penolakan/reaksi orang
6. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya 7. Verbalisasi perubahan
7. Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga menurun
diri 8. Menyembunyikan bagi
8. Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra berlebihan menurun
tubuh (misalnya luka, penyakit, pembedahan ). 9. Menunjukan bagian tub
9. Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh berlebihan menurun
secara realistis 10. Fokus pada bagian tub
10. Diskusikan presepsi pasien dan keluarga tentang 11. Fokus pada penampilan
perubahan citra tubuh menurun
Edukasi 12. Fokus pada kekuatan m
11. Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan menurun
citra tubuh 13. Respon non verbal pad
12. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh membaik
tubuh 14. Hubungan sosial memb
13. Anjurkan menggunakan alat bantu (misalnya pakaian,
wig, kosmetik)
14. Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (misalnya,
kelompok sebaya)
15. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
16. Latih peningkatan penampilan diri ( misalnya
berdandan)
17. Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain
maupun kelompok
4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi perawatan merupakan tindakan dari
rencana keperawatan yang disusun sebelumnya berdasarkan prioritas
yang telah dibuat dimana tindakan yang diberikan mencakup tindakan
mandiri dan kolaboratif. Pada situasi nyata sering impelmentasi jauh
berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan tindakan
keperawatan yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang
dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat
membahayakan pasien dan perawat jika berakibat fatal dan juga tidak
memenuhi aspek legal. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana
perawatan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai kondisi saat ini.
Setelah semua tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka
kontrak dengan pasien dilaksanakan. Dokumentasikan semua tidakan
yang telah dilaksanakan beserta respon pasien (Keliat, 2006,).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai aspek dari
tindakan yang dilakukan secara terus menerus terhadap respon pasien
evaluasi adalah hasil yang dilihat dan perkembangan persepsi pasien
pertumbuhan perbandingan perilakunya dengan kepribadian yang
sehat.Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP:
S : Respon subyektif pasien terhadap keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif pasien terhadap keperawatan yang dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subyektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masih tetap atau masuk giliran baru.
P : Perencanaan untuk tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta

DPP PPNI, Tim Pokja SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

DPP PPNI, Tim Pokja SIKI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

DPP PPNI, Tim Pokja SLKI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Ircham Machfoedz, 2013. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau


di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Keliat, B.A. 1994. Gangguan Konsep Diri. Jakarta : EGC.

Larsen, P. D & Lubkin, I. M. (2009). Chronic illness: impact and intervention,


Sudbury, Jones and Bartlett Publishers.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV Andi


Offset.

Potter, P.A, Perry, A.G.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses, Dan Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.
Jakarta : EGC.

Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Stuart dan Sundeen. 1995. Buku Keperawatan (Ahli Bahasa) Achir Yani
S.Hamid, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai