OLEH
NAMA : MOCHAMAD FIRMANSYAH
NIM : 2019.04.043
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH PSIKOSOSIAL PADA Ny.M
FRAKTUR DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH
1.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2011).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
1.2 Etiologi
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami :
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan
patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi
dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila
tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari
dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
1.3 Klasifikasi
Jenis – jenis fraktur (Brunner dan Suddart, 2011)
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
b. fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah
tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata / kompleks ) merupakan fraktur
dengan luka pada kulit, menbran mukosa sampai kepatahan tulang yang
dibagi menjadi 3 grade :
1) Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak. Yang ekstensif.
1.4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
1.5 Pathway
Traumatik Patologis
Stres/keletihan
(jatuh, cedera) (osteoporosis, tumor tulang, osteomielitis)
4
FRAKTUR
keterbatasan gerak
respon inflamasi dinding pembuluh sendi
perdarahan
darah robek/putus
mempengaruhi reseptor Lemak bisa masuk ke Keluarnya komplemen Reposisi fragmen tulang
nyeri di ujung saraf dlm darah krn tek darah termasuk protein
bebas sumsum tlg > tinggi dr plasma
tekanan kapiler
fiksasi ekternal fiksasi internal
Nyeri Akut Penurunan tek
Globula lemak bergabung onkotik
pemasangan gips, pemasangan
dengan trombosit
traksi, bidai pin, plat, sekrup
Peningkatan
Dpt menyumbat P.D kecil filtrasi kapiler tindakan
imobilisasi pembedahan
Oedema
Otak Paru Ginjal
Peningkatan isi penekanan lama
kompartemen otot pada kulit pasien takut dan cemas
ResikoGangguan Gangguan Resiko Perfusi terhadap tindakan yang
perfusi jaringan pertukaran Renal tidak akan dilakukan
serebral gas efeltif Sindrom Gangguan
kompartemen Integritas Kulit
Ansietas
Risiko Infeksi
1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas,
krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah
(gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai
2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba
akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
1. Pemeriksaan Radiologi
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
1.8 Penatalaksanaan
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan
disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat
penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal adalah
yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan lagi
tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien.
Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang
tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui
tulang / jaringan metal.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju
tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati
diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal
kembali.
BAB 2
KONSEP PSIKOSOSIAL GANGGUAN CITRA TUBUH
2.1 Definisi
Gangguan citra tubuh adalah perunahan presepsi tentang penampilan,
struktur dan fungsi individu (SDKI, 2016)
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara
internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang
ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi
tentang karakteristik dan kemampuan fisik oleh persepsi dan pandangan
orang lain. Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan
perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti
pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar
pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. (Perry &
Potter, 2005)
Citra tubuh adalah integrasi persepsi, pikiran dan perasaan individu
tentang bentuk, ukuran, berat tubuh dan fungsi tubuh serta bagian-bagiannya
yang digambarkan dalam bentuk penampilan fisik (Fontaine, 2003).
Body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan
ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan
penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk
tubuhnya, dan atas bagaimana ‘kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya.
(Melliana, 2006)
2.2 Etiologi
a.Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif
dan teramati serta bersifatsubjektif dan dunia dalam pasien sendiri.
Perilaku berhubungan dengan harga diri yang rendah, keracuan
identitas, dan deporsonalisasi.
2) Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan
peran kerja, dan harapan peran kultural.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan dalam struktur sosial.
b. Faktor Presipitasi
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran hubugnan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. ada tiga jenis transisi
peran :
1. Transisi peran perkembangan
2. Transisi peran situasi
3. Transisi peran sehat /sakit
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang kosnep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya.
c. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif
dan merasa lebih rendah dari orang lain.
d. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek
identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial
kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki paien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat pasien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi:
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit
, proses menua, putus sekolah, PHK
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial , merendahkan
martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri. Pasien
mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok
yang diikuti dalam masyarakat.
3) Hubungan Sosial
a) Orang yang berarti/terdekat
Hal yang perlu di kaji bagaimana pasien memiliki orang
terdekat untuk berkeluh kesah dan mencari solusi di setiap
masalah yang ada, dan membantu untuk memecahkan masalah
yang di alami oleh si pasien
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Dalam hal ini yang perlu di kaji bagaimana pasien aktif dalam
kegiatan kelompok maupun masyarakat sebagai bentuk
bersosialisasi
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Hal ini yang perlu di kaji bagaimana pasien mampu
berkomunikasi dengan orang lain, apakah pasien cenderung
menutup diri dan tidak terbuka terhadap orang lain
4) Masalah Psikososial pada lingkungan
Dalam hal ini beroientasi pada lingkungan seperti adanya masalah
dengan dukungan kelompok, dengan lingkungan, dengan
pendidikan, dengan pekerjaan, dengan perumahan atau keluarga,
dengan ekonimi, dan dengan pelayanan kesehatan.
5) Spiritual
a) Keyakinan
Keyakinan dalam hal ini dimaksud bagaimana pasien
memandang suatu penyakit tersebut apakah pandanganya
sebagai malapetaka, kutukan atau bahkan hukuman dari tuhan
b) Nilai
Nilai – nilai yang di pahami oleh pasien mengenai keyakinan
nya dalam hal ini bagaimana pasien memandang kejadian yang
di alaminya
c) Kegiatan ibadah
Dalam hal ini bagaimana pasien melakukan ibadah sesuai
dengan agamanya.
f. Pohon Masalah
Sejumlah masalah pasien akan saling berhubungan hingga menjadi
suatu pohon masalah meliputi :
Penyebab (Causa)
Masalah utama (Core Problem)
Akibat (Effect)
g. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Gangguan Citra tubuh Berhububungan dengan perubahan
struktur/bentuk tubuh di buktikan dengan mengungkapkan kecacatan,
fungsi/struktur tubuh berubah
2. Rencana Tindakan Keperawatan
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai aspek dari
tindakan yang dilakukan secara terus menerus terhadap respon pasien
evaluasi adalah hasil yang dilihat dan perkembangan persepsi pasien
pertumbuhan perbandingan perilakunya dengan kepribadian yang
sehat.Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP:
S : Respon subyektif pasien terhadap keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif pasien terhadap keperawatan yang dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subyektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masih tetap atau masuk giliran baru.
P : Perencanaan untuk tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
DPP PPNI, Tim Pokja SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
DPP PPNI, Tim Pokja SIKI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
DPP PPNI, Tim Pokja SLKI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Stuart dan Sundeen. 1995. Buku Keperawatan (Ahli Bahasa) Achir Yani
S.Hamid, Edisi 3. Jakarta : EGC.