Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia farmasi kita mengetahui beberapa bentuk sediaan obat yang umumnya di
pakai dalam pembuatan obat. Setiap bentuk sediaan memiliki fungsi dan kegunaannya
masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan untuk apa obat itu di pakai. Salah satu bentuk
sediaan dari obat yang sering di jumpai dan sering di gunakan merupakan emulsi.

Menurut Farmakope Indonesia III (1979:9) emulsi adalah sediaan yang mengandung
bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Menurut Farmakope Indonesia IV (1995 : 6) emulsi adalah sistem dua fase yang salah
satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. 

Emulsi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung
paling sedikit 2 fase cair yang tidak bercampur, diaman satu diantaranya didispersikan
sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Farfis II (Martin, dkk.., 1993 : 1143)

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga  dibutuhkan zat pengemulsi
atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang terdispersi dengan
pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan terpisah. Metode yang dapat
digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang ditambahkan adalah  metode HLB
(Hydrophilic-Lipophilic Balance).

Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan non
polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi
dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat
pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang
menggunakan pengemulsi gelatin.
1.2 Rumusan Masalah
a. Mengapa oleum ricini dibuat dalam sediaaan emulsi ?
b. Bagaimana praformulasi dan formulasi emulsi castor oil?
c. Bagaimana evalusi pada sediaan emulsi castor oil ?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui alasan oleum ricini dibuat dalam sediaan emulsi
b. Untuk mengetahui praformulasi dan formulasi sediaan emulsi caster oil
c. Untuk mengetahui evalusi apa saja yang dilakukan dalam pembuatan sediaan emulsi
castor oil
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdipersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Zat pengemulsi yang sering digunakan adalah gelatin, gom akasia, tragakan, sabun,
senyawa amonium kwarterner, senyawa kolesterol, surfaktan, atau emulgator lain yang
cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan zat pengental, misalnya tragakan,
tilosa, natrium karboksimetilselulosa.

Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh air),
sedangkan lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak).

1. Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air, sistem
tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).        
2. Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk
air dalam minyak (w/o).

Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, ntuk tipe o/w menggunakan zat
penegemulsi disamping beberapa yang dikemukakan tadi yakni natrium lauril sulfat,
trietanolamin stearat.

Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Penggunaan zat-zat yang mempertinggi viskositas


2. Perbandingan opimum dari minyak dan air. Emulsi dengan minyak 2/3-3/4 bagian
meskipun disimpan lama tidak akan terpisah dalam lapisan-lapisan
3. Penggunaan alat khusus untuk membuat emulsa homogen.

Dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu :

a. Flokulasi dan creaming

Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya
energi bebas permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelomok-kelompok globul yang
letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-
lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan
konsentrasi yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau disebelah bawah
tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi.

b. Koalesen dan Demulsifikasi

Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi bebas permukaan saja,
tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koalesen
adalah terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan
demulsifikasi adalah merupakan proses lebih lanjut dari koalesen dimana kedua fasa
terpisah menjadi dua cairan yang tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat
diperbaiki dengan pengocokan.

Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting
untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan adalah surfaktan.
Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan
minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.

2.2 Komponen Emulsi (Drs. H. A. Syamsuni, Apt. _Ilmu Resep_ )


Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi,
terdiri atas:
a. Fase dispers/Fase Internal/Fase diskontinu/Fase terdispersi/Fase dalam, yaitu zat
cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil didalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/Fase kontinu/Fase pendispersi/Fase luar, yaitu zat cair dalam
emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar(bahan pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi
2. Komponen tambahan adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan kedalam
emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnyaa corigen
soporis,oddoris,colouris,pengawet(preservative) dan antioksidan. Pengawet yang
sering digunakan dalam sediaan emulsi adalah metil-,etil-,propil-, dan butil
paraben,asam benzoat dan senyawa amonium kuartener.
2.3 Ciri - ciri dan Syarat Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal/eksternal, emulsi
digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
1. Emulsi tipe o/w (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air), adalah emulsi yang
terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air sebagai fase
eksternal. Ciri –ciri : Dapat bercampur dengan air, dapat tercuci, mengabsorbsi air,
tidak lengket, dan tidak berminyak.
2. Emulsi tipe w/o (Water in Oil) atau A/M (air dalam minyak), adalah emulsi yang
terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai
fase internal dan minyak sebagai fase eksternal. Ciri – ciri : tipe ini tidak larut air,
tidak dapat dibilas, akan mengabsorbsi air, lengket, dan berminyak.
Syarat-syarat sediaan emulsi

Sediaan emulsi dapat terbentuk jika :

- Terdapat 2 zat yang tidak saling melarutkan

- Terjadi proses pengadukan (agitosi)

- Terdapat emulgator

Sediaan emulsi yang baik adalah sediaan emulsi yang stabil, dikatakan stabil apabila sediaan

emulsi tersebut dapat mempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam

jangka waktu yang lama. (R. Voight hal 434)

2.4 Keuntungan dan kerugian emulsi

a. Keuntungan Emulsi

1. Menurut Lachman Hal 1031

a. Biovabilitas besar.

b. Onset lebih cepat.


c. Penerimaan pasien mudah diberikan pada anak-anak.

d. Rasa obat minyak jeruk bisa ditutupi oleh penambahan zat tambahan lain.

e. Formulasi karena bisa mempertahankan stabilitas obat yang larut dalam minyak.

2. Menurut Ansel Hal 377

a. Menurut tertentu mudah dicuci.

b. Dapat mengontrol penampilan fisikositas derajat kekasaran dari emulsi .

c. Sebagian besar lemak dan pelarut untuk lemak dan digunakan untuk pemakaian

kedalam. tubuh manusia relatif memakan biaya akibatnya pengenceran yang aman

dan tidak mahal.

b. Kerugian Emulsi

1. Menurut Lachman Hal 1032

a. Sulit diformulakan karena harus bercampur dua fase yang tidak tercampur

b. Mudah ditumbuhi oleh mikroba karena adanya air.

c. Kestabilan fisika dan kimia terjamin dalam waktu lama.

2. Menurut Ansel Hal 377

a. Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamika.

b. Jika perubahan ditentukan tetesan akan bergabung menjadi satu dengan cepat.

c. Biasanya satu fase yang bertahan dalam bentuk tetesan.

2.5 Macam – macam sediaan emulsi


Berdasarkan penggunaannya emulsi dibagi menjadi 2 goglongan, yaitu :
a. Emulsi penggunaan per-oral
1) Emulsi minyak dalam air
Biasanyan mempunyai tipe minyak dalam air. Emulgator merupakan film penutup dari

minyak obatnya untuk menutupi rasa tidak enak, zat perasa diberikan diberikan pada

fase ekstern untuk memberikan rasa enak.

2) Emulsi untuk injeksi itravena

Emulsi parenteral telah diselidiki untuk penggunaan makanan dan minyak obat untuk

hewan dan manusia. Penggunaan emulsi parenterol meminta perhatian khusus selama

produksi seperti pemilihan emulgator ukuran dan kesamaan butiran tetes pada

penggunaan intravena.

b. Emulsi untuk pemakaian oral

Baik bentuk minyak dalam air atau air dalam minyak yang dapat dipakai untuk

pemakaian kulit dan memoran mukosa dengan proses emulsi kemungkinan terbentuk

lotion atau cream yang karsistensinya mempunyai sifat-sifat :

- Dapat meluas daerah yang diobati

- Dapat mudah dicuci

- Tidak membekas pada pakaian

- Memiliki bentuk ,bau, warna dan rasa yang baik

2.6 Terbentuknya Emulsi

Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal empat macam teori yang meliha

proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda- beda

1. Teori Tegangan Permukaan


Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi dibidang batas, semakin sulit
kedua zat cair tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah
dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan
berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu, antara lain sabun (sapo). Dalam
teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan atau menghilangkan
tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan
mudah bercampur.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya
kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator; ada bagian yang bersifat suka air atau
mudah larut dalam air, dan ada bagian yang suka minyak atau mudah larut dalam minyak.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga
keseimbangan ini dikenal dengan istilah “HLB” (Hydrophyl Lipophyl Balance), yaitu
angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok hidrofil dengan kelompok
lipofil. Semakin besar harga HLB, berarti semakin banyak kelompok yang suka air,
artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
3. Teori Film Plastik
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan
minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase
dispers/fase internal.
4. Teori Lapisan Listrik Rangkap
Jika minyak terdispersi dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan
mempunyai muatan berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian seolah-
olah tiap partikel minyak dilindungi oleh 2 bentuk lapisan listrik yang saling berlawanan,
yang akan menolak setiap usaha partikel minyak yang mengadakan penggabungan
menjadi satu molekul yang besar.
2.7 Cara Pembuatan Emulsi
1. Metode Gom Kering
Dalam metode ini zat pengemulsi/biasanya Gom Arab dicampur dengan minyak terlebih
dahulu, kemudian ditambah air untuk membentuk korpus emulsi, baru diencerkan dengan
sisa air yang tersedia
2. Metode Gom Basah
Zat pengemulsi ditambahkan kedalam air(zat pengemulsi umumnya larut dalam air), agar
membentuk mucilago, kemudian perlaha-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk
emulsi, kemudian diencerkan dengan sisa air.
3. Metode Botol
Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai
viskositas rendah (kurang kental). Serbuk gom dimasukkan kedalam botol kering,
ditambahkan 2 bagian air, botol ditutup, kemudian campuran tersebut dikocok dengan
kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil dikocok.
Evaluasi Sediaan
- Organoleptis
- pH
- Viskositas
- Uji efektifitas pengawet

2.8 Kestabilan Emulsi


1. Creaming
Terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu satu bagian mengandung fase dispers
lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel, artinya jika
dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Inversi Fase
Peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba / sebaliknya.
Seperti Ireversibel
3. Koalesensi dan Cracking
Pecahnya emulsi karena fulm yang meliputi partikel rusak dan butir minyak
berkoalesensi / menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat
ireversibel.
Hal ini terjadi karena:
a. Peristiwa Kimia: Seperti penambahan alkohol, perubahan Ph, penambahan
elektrolit CaO/CaCl2 eksikatus
b. Peristiwa Fisika: Seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan, pengadukan
c. Peristiwa Biologis: seperti fermentasi bakteri,jamur,ragi.
2.9 Preformulasi Sediaan
A. Karakteristik Sediaan Yang Diinginkan
No Parameter Spesifikasi Sediaan yang Syarat Farmakope Syarat
Satuan
Akan Dibuat Lain
1 Organoleptis
 Bau Beraroma jeruk Cairan kental, tidak
 Rasa - Berasa jeruk berbau, tidak berasa -
 Warna Tidak berwarna dan tidak berwarna
 Bentuk Cairan tidak terlalu kental,
2 pH - 5-8 5-8 -
3 Sifat Alir Tiksotropik Plastik,
- Harus mudah dituang dan pseudoplastik, -
terdispersi kembali Tiksotropik
4 Viskositas Kekentalan emulsi tidak Kekentalan emulsi
terlalu tinggi agar mudah tidak terlalu tinggi
cps -
dikocok dan dituang agar mudah dikocok
dan dituang
5 Volume Volume rata-rata tiap wadah Volume rata-rata -
terpindahkan sebesar tidak kurang dari tiap wadah sebesar
100%, dan tidak satupun tidak kurang dari
ml volume wadah yang kurang 100%, dan tidak
dari 95% satupun volume
wadah yang kurang
dari 95%
6 Homogenitas Homogen Homogen -
7 Stabilitas Stabil Stabil -
8 Volume ml 100 ml -
9 Bentuk wadah Tertutup dan terhindar dari Tertutup dan -
panas (botol coklat) terhindar dari panas
10 Penandaan Logo : -

Tanda : hijau
Etiket sesuai monografi
B. Monografi Sediaan
Nama Bahan Aktif : Oleum Ricini (FI IV Hal 631)

No Parameter Data

1 Pemerian Cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak


berwarna; bau lemah, bebas dari bau asing dan tengik; rasa khas
2 Kelarutan Larut dalam 2,5 bagian etanol (90%) P ; mudah larut dalam
etanol mutlak P dan dalam asam asetat glasial P, dengan
kloroform dan dengan eter
3 Ph -

4 Kajian Farmakologi Untuk mengatasi sembelit

4 OTT -

5 Cara Sterilisasi -

6 Indikasi Laksativum, emolien

7 Dosis Lazim 15-30 ml

8 Penggunaan lazim/ Cara 2-3 sendok makan


pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar -

10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, dan hindarkan dari panas berlebih

11 Stabilitas Stabil dan tidak berubah tengik kecuali dengan pemanasan yang
berlebihan. Pada suhu 3000C akan berpolimerasi dan larut dalam
minyak mineral. Pada suhu 00C menjadi lebih kental

Nama Bahan Tambahan :Gom arab (Pulvis Gummi acaciae) (FI IV Hal 718)

No Parameter Data

1 Pemerian Serbuk, putih atau putih kekuningan; tidak berbau

2 Kelarutan Larut hampir sempurna dalam air, tetapi sangat lambat,


meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah sangat sedikit,
dan memberikan cairan seperti musilago, tidak berwarna atau
kekuningan, kental, lengket, transparan, bersifat asam lemah
terhadap kertas lakmus biru; praktis tidak larut dalam etanol dan
dalam eter
3 pH 4,5 – 5,0

4 OTT Dalam jumlah banyak tidak bisa bercampur dengan garam

5 Cara Sterilisasi -

6 Indikasi Sebagai pengemulsi, penstabil (Emulgator)

7 Dosis Lazim 1/2 x zat aktif

8 Penggunaan lazim/ Cara Oral, topical, bahan pengikat tablet


pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar -

10 Stabilitas Larutan mengalami degradasi bakteri atau enzimatik tetapi dapat


diawetkan dengan mendidihkan larutan dalam waktu yang
singkat untuk meniaktifasi enzim yaang ada. Radiasi gelombang
miikro juga dapat digunakan. Larutan juga bisa diawetkan
dengan penambahan pengawet antimikroba seperti 0,1% b/v
asam benzoat, 0,1% b/v natrium benzoat, atau campuran dari
0,17% b/v metilparaben dan 0,03% propil paraben. Serbuk acacia
harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering. (Rowe,
Raymond. 2009)
11 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

Nama Bahan Tambahan : Nipasol (Propil paraben) (FI IV Hal 713)

No Parameter Data

1 Pemerian Serbuk hablur putih; tidak berbau; tidak berasa

2 Kelarutan Sangat sukar larut dalam air; larut dalam 3,5 bagian etanol (95%)
P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P dan
dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida
3 pH Stabil pada pH 3-6

4 OTT Surfaktan non-ionik

5 Cara Sterilisasi -

6 Indikasi Antifungi

7 Dosis Lazim 0,01-0,6 %

8 Penggunaan lazim/ Cara -


pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar -

10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

Nama Bahan Tambahan : Nipagin (Metil Paraben)

No Parameter Data

1 Pemerian Serbuk hablur halus; putih; hampir tidak berbau; tidak


mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal

2 Kelarutan Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P;
mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida;
larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian
minyak lemak nabati panas, jika diinginkan larutan tetap jernih
3 pH 4-8

4 OTT Inkompatibel dengan surfaktan ionik dan bentonit, magnesium


trisilikat, talkum, tragakan, Na. Alginat, minyak esensial,
sorbitol, atropin.
Inkompatibel dengan adanya surfaktan ionik seperti polisorbat
80. Karena dapat menurunkan aktifitas antimikroba, bereaksi
gula-alkohol
5 Cara Sterilisasi -

6 Indikasi Anti mikroba dan dapat digunakan dalam bentuk tunggal /


dikombinasikan dengan parabens lain.

7 Dosis Lazim 0,015-0,2 %

8 Penggunaan lazim/ Cara -


pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar -

10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

Nama Bahan Tambahan : Oleum citri (Minyak jarak) (FI IV Hal 631)

No Parameter Data

1 Pemerian Cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak


berwarna; bau lemah , bebas dari bau asing dan tengik; rasa
khas
2 Kelarutan Larut dalam etanol; dapat bercampur dengan etanol mutlak,
dengan asam asetat glasial, dengan kloroform dan dengan eter.

3 pH -

4 OTT -

5 Cara Sterilisasi -

6 Indikasi Zat tambahan (pengaroma)

7 Dosis Lazim -

8 Penggunaan lazim/ Cara -


pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar 3,5 %

10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah terisi penuh dan tertutup rapat, terlindung dari
cahaya; ditempat sejuk
Nama Bahan Tambahan : Sirupus Simplex (FI III hal 567)

No Parameter Data

1 Pemerian Cairan jernih tidak berwarna, rasa manis, tidak berbau

2 Kelarutan Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih, sekar larut
dalam eter
3 pH -

4 OTT Dengan oksidator kuat

5 Cara Sterilisasi -

6 Indikasi Zat tambahan (pemanis)

7 Dosis Lazim -

8 Penggunaan lazim/ Cara Ditambahkan pada sediaan eliksir, sirup, emulsi, suspensi
pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar 20-60%

10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk

Nama Bahan Tambahan : Aqua Destilata (FI III hal 96)

No Parameter Data

1 Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai


rasa
2 Kelarutan Larut dengan semua jenis larutan

3 pH 7,0

4 OTT Bereaksi dengan zat tambahan, bereaksi keras dengan logam


alkali
5 Cara Sterilisasi -

6 Indikasi Zat pelarut

7 Dosis Lazim -
8 Penggunaan lazim/ Cara -
pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar -

10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

Nama Bahan Tambahan : BHT ( Butil Hidroksi Toluen )(FI IV hal 157)

No Parameter Data

1 Pemerian Hablur padat, putih, bau khas lemah

2 Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin,propilenglikol,asam-


asam mineral dan larutan alkali; mudah larut dalam minyak –
minyak makanan dan lemak
3 Ph -

4 OTT Bahan pengoksidasi kuat seperti peroksida dan permanganat

5 Cara Sterilisasi -

6 Konsentrasi 0,0075-0,2 %

7 Dosis Lazim -

8 Penggunaan lazim/ Cara -


pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar -

11 Stabilitas Kondisi paparan cahaya,kelembapan dan panas menyebabkan


pelunturan dan hilangkan aktivitas BHT. BHT harus disimpan
dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, ditempat
sejuk dan kering.
12 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
1. Mortir
2. Stamper
3. Cawan porselin
4. Batang pengaduk
5. Gelas ukur
6. Sirupus Simplex
7. Aqua Destilata
8. BHT ( Butil Hidroksi Toluen )
9. Sudip
10. Spatel
11. Timbangan
12. Kaca arloji
13. Perkamen

3.2 Bahan
1. Oleum ricini
2. Gom arab (Pulvis Gummi acaciae)
3. Nipasol (Propil paraben)
4. Nipagin (Metil Paraben)
5. Oleum citri (Minyak jarak)
6. Sirupus Simplex
7. Aqua Destilata
8. BHT ( Butil Hidroksi Toluen )
3.3 Formulasi Dan Perhitungan Bahan

Pemakaian Penimbangan Bahan


Fungsi (Untuk
Lazim yang Unit Batch
No Nama Bahan farmakologis/ HLB
akan
farmasetik)
digunakan %

1 Oleum Bahan aktif : untuk


Ricini mengatasi sembelit 30 g
14 30% 30 g x 500ml=150 g
(Minyak 100 ml
Jarak)
2 Gom arab Pengemulsi
½ x zat aktif 15 g
(Gummi 8 15 g x 500ml=75 g
(15%) 100 ml
arabicum)
3 Nipagin Pengawet
0,18 g
(Metil - 0,18% 0,18 g x 500ml=8,9 g
100 ml
paraben)
4 Nipasol Pengawet
0,02 g
(Propil - 0,02% 0,02 g x 500ml=0,1 g
100 ml
paraben)
5 Oleum Citri Pewangi
- 3,5% q.s q.s
6 Sirupus Pemanis
20 g
Simplex - 20% 20 g x 500ml=100 g
100 ml

7 BHT ( Butil Antioksidan


0,1 g
Hidroksi - 0,1 % 0,1 g x 500ml=0,5 g
100 ml
Toluen)
8 Aqua Pelarut Total = 334,5 g
- q.s Ad 100 ml
destilata

3.4 Prosedur Kerja


Prosedur :
1. Penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan
a) Pilih wadah yang akan ditimbang
b) Siapkan wadah sesuai berat bahan
c) Beri label identitas untuk tiap bahan
2. Pembuatan sediaan emulsi castor oil
- Masukkan PGA kedalam lumpang gerus ad homogen
- Tambahkan Oleum Ricini gerus ad homogen
- Tambahkan aquadest sedikitdemi sedikit ad corpus emulsi
- Masukkan nipagin, nipasol dan BHT ke dalam lumpang gerus ad homogen
- Tambahkan sirupus simplex gerus ad homogen
- Tambahkan Oleum Citrus gerus ad homogen
- Tambahkan aquadest ad 100 ml
- Masukkan ke dalam botol yang sudah dikalibrasi. kocok ad homogen

BAB IV
EVALUASI
4.1 Evaluasi Sedian
A. In Process Control
a. Pengukuran pH
o Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter/ kertas
indikator yang dicelupkan dalam sediaan
o Baca nilai pH dan bandingkan dengan pH yang didinginkan

Sampel pH yang diinginkan pH Sediaan Jadi


Emulsi Oleum ricini 5-8 6,5

B. End Process Control


a. Organoleptis
No Organoleptis Diinginkan Hasil
1 Warna Tidak berwarna Tidak berwarna
2 Bau Beraroma jeruk Beraroma jeruk
3 Rasa Berasa jeruk Berasa jeruk
Ambil sediaan 5 ml dari yang telah dibuat, lihat warna, bau, rasa dari sediaan

b. Viskositas ( viscometer Brookfield )


Rumus :
Viskositas : angka pembaca (skala) x faktor = viskositas dalam cps
Sifat alir : membaca grafik antara Rpm dan gaya (F)

Cara Kerja :
1. Pasang spindel
2. Turunkan spindel hingga batas spindel tercelup kedalam cairan yang akan
diukur viskositasnya
3. Pasang stop kontak
4. Nyalakan mesin sambil menekan tombol
5. Biarkan spindel berputar dan lihatlah jarum merah pada skala
6. Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut
7. Hitung viskositas sesuai dengan rumus diatas
8. Dengan mengubah Rpm maka di dapat viskositas pada berbagai ukuran

Hasil :

Spinde Rpm Skala Faktor Viskositas (cps)


l (skala x faktor)
2 20 20 5 Belum disi
2 30 24 2
2 50 27 1
2 30 24 2
2 20 20,5 5

Grafikmya belum

c. Volume Terpindahkan
Cara :
Tuang kembali suspensi kedalam gelas ukur, lihat hasilnya apakah sesuai dengan
volume sebelumnya/ volume yang ditentukan

Volume sediaan suspense dalam 1 botol adalah 60 ml


Wadah Voume (ml)
1 60
2 60
3 60
4 66
5 50
6 58
7 57
8 60
9 60
10 59

Hitung persentase volume terpindahkan pada sepuluh wadah dan intepretasikan hasil
data yang diperoleh pada pembahasan! Belum ada hasilnya belum dihitung

d. Penetapan Bobot Jenis Belum


e. TipeEmulsi belum
Sediaan + Larutans udan III menghasilkan warna biru

Anda mungkin juga menyukai