PENDAHULUAN
Dalam dunia farmasi kita mengetahui beberapa bentuk sediaan obat yang umumnya di
pakai dalam pembuatan obat. Setiap bentuk sediaan memiliki fungsi dan kegunaannya
masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan untuk apa obat itu di pakai. Salah satu bentuk
sediaan dari obat yang sering di jumpai dan sering di gunakan merupakan emulsi.
Menurut Farmakope Indonesia III (1979:9) emulsi adalah sediaan yang mengandung
bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Menurut Farmakope Indonesia IV (1995 : 6) emulsi adalah sistem dua fase yang salah
satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
Emulsi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung
paling sedikit 2 fase cair yang tidak bercampur, diaman satu diantaranya didispersikan
sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Farfis II (Martin, dkk.., 1993 : 1143)
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat pengemulsi
atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang terdispersi dengan
pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan terpisah. Metode yang dapat
digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang ditambahkan adalah metode HLB
(Hydrophilic-Lipophilic Balance).
Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan non
polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi
dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat
pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang
menggunakan pengemulsi gelatin.
1.2 Rumusan Masalah
a. Mengapa oleum ricini dibuat dalam sediaaan emulsi ?
b. Bagaimana praformulasi dan formulasi emulsi castor oil?
c. Bagaimana evalusi pada sediaan emulsi castor oil ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui alasan oleum ricini dibuat dalam sediaan emulsi
b. Untuk mengetahui praformulasi dan formulasi sediaan emulsi caster oil
c. Untuk mengetahui evalusi apa saja yang dilakukan dalam pembuatan sediaan emulsi
castor oil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdipersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Zat pengemulsi yang sering digunakan adalah gelatin, gom akasia, tragakan, sabun,
senyawa amonium kwarterner, senyawa kolesterol, surfaktan, atau emulgator lain yang
cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan zat pengental, misalnya tragakan,
tilosa, natrium karboksimetilselulosa.
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh air),
sedangkan lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak).
1. Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air, sistem
tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).
2. Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk
air dalam minyak (w/o).
Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, ntuk tipe o/w menggunakan zat
penegemulsi disamping beberapa yang dikemukakan tadi yakni natrium lauril sulfat,
trietanolamin stearat.
Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya
energi bebas permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelomok-kelompok globul yang
letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-
lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan
konsentrasi yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau disebelah bawah
tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi.
Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi bebas permukaan saja,
tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koalesen
adalah terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan
demulsifikasi adalah merupakan proses lebih lanjut dari koalesen dimana kedua fasa
terpisah menjadi dua cairan yang tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat
diperbaiki dengan pengocokan.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting
untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan adalah surfaktan.
Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan
minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.
- Terdapat emulgator
Sediaan emulsi yang baik adalah sediaan emulsi yang stabil, dikatakan stabil apabila sediaan
emulsi tersebut dapat mempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam
a. Keuntungan Emulsi
a. Biovabilitas besar.
d. Rasa obat minyak jeruk bisa ditutupi oleh penambahan zat tambahan lain.
e. Formulasi karena bisa mempertahankan stabilitas obat yang larut dalam minyak.
c. Sebagian besar lemak dan pelarut untuk lemak dan digunakan untuk pemakaian
kedalam. tubuh manusia relatif memakan biaya akibatnya pengenceran yang aman
b. Kerugian Emulsi
a. Sulit diformulakan karena harus bercampur dua fase yang tidak tercampur
b. Jika perubahan ditentukan tetesan akan bergabung menjadi satu dengan cepat.
minyak obatnya untuk menutupi rasa tidak enak, zat perasa diberikan diberikan pada
Emulsi parenteral telah diselidiki untuk penggunaan makanan dan minyak obat untuk
hewan dan manusia. Penggunaan emulsi parenterol meminta perhatian khusus selama
produksi seperti pemilihan emulgator ukuran dan kesamaan butiran tetes pada
penggunaan intravena.
Baik bentuk minyak dalam air atau air dalam minyak yang dapat dipakai untuk
pemakaian kulit dan memoran mukosa dengan proses emulsi kemungkinan terbentuk
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal empat macam teori yang meliha
Tanda : hijau
Etiket sesuai monografi
B. Monografi Sediaan
Nama Bahan Aktif : Oleum Ricini (FI IV Hal 631)
No Parameter Data
4 OTT -
5 Cara Sterilisasi -
10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, dan hindarkan dari panas berlebih
11 Stabilitas Stabil dan tidak berubah tengik kecuali dengan pemanasan yang
berlebihan. Pada suhu 3000C akan berpolimerasi dan larut dalam
minyak mineral. Pada suhu 00C menjadi lebih kental
Nama Bahan Tambahan :Gom arab (Pulvis Gummi acaciae) (FI IV Hal 718)
No Parameter Data
5 Cara Sterilisasi -
No Parameter Data
2 Kelarutan Sangat sukar larut dalam air; larut dalam 3,5 bagian etanol (95%)
P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P dan
dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida
3 pH Stabil pada pH 3-6
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Antifungi
No Parameter Data
2 Kelarutan Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P;
mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida;
larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian
minyak lemak nabati panas, jika diinginkan larutan tetap jernih
3 pH 4-8
Nama Bahan Tambahan : Oleum citri (Minyak jarak) (FI IV Hal 631)
No Parameter Data
3 pH -
4 OTT -
5 Cara Sterilisasi -
7 Dosis Lazim -
10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah terisi penuh dan tertutup rapat, terlindung dari
cahaya; ditempat sejuk
Nama Bahan Tambahan : Sirupus Simplex (FI III hal 567)
No Parameter Data
2 Kelarutan Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih, sekar larut
dalam eter
3 pH -
5 Cara Sterilisasi -
7 Dosis Lazim -
8 Penggunaan lazim/ Cara Ditambahkan pada sediaan eliksir, sirup, emulsi, suspensi
pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar 20-60%
No Parameter Data
3 pH 7,0
7 Dosis Lazim -
8 Penggunaan lazim/ Cara -
pemakaian
9 Sediaan lazim dan kadar -
Nama Bahan Tambahan : BHT ( Butil Hidroksi Toluen )(FI IV hal 157)
No Parameter Data
5 Cara Sterilisasi -
6 Konsentrasi 0,0075-0,2 %
7 Dosis Lazim -
3.2 Bahan
1. Oleum ricini
2. Gom arab (Pulvis Gummi acaciae)
3. Nipasol (Propil paraben)
4. Nipagin (Metil Paraben)
5. Oleum citri (Minyak jarak)
6. Sirupus Simplex
7. Aqua Destilata
8. BHT ( Butil Hidroksi Toluen )
3.3 Formulasi Dan Perhitungan Bahan
BAB IV
EVALUASI
4.1 Evaluasi Sedian
A. In Process Control
a. Pengukuran pH
o Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter/ kertas
indikator yang dicelupkan dalam sediaan
o Baca nilai pH dan bandingkan dengan pH yang didinginkan
Cara Kerja :
1. Pasang spindel
2. Turunkan spindel hingga batas spindel tercelup kedalam cairan yang akan
diukur viskositasnya
3. Pasang stop kontak
4. Nyalakan mesin sambil menekan tombol
5. Biarkan spindel berputar dan lihatlah jarum merah pada skala
6. Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut
7. Hitung viskositas sesuai dengan rumus diatas
8. Dengan mengubah Rpm maka di dapat viskositas pada berbagai ukuran
Hasil :
Grafikmya belum
c. Volume Terpindahkan
Cara :
Tuang kembali suspensi kedalam gelas ukur, lihat hasilnya apakah sesuai dengan
volume sebelumnya/ volume yang ditentukan
Hitung persentase volume terpindahkan pada sepuluh wadah dan intepretasikan hasil
data yang diperoleh pada pembahasan! Belum ada hasilnya belum dihitung