Anda di halaman 1dari 8

PROSES PENGGORENGAN

(FRYING)
PEMBUATAN POFFERTJES

LAPORAN PRAKTIKUM
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Ilmu Teknologi Pangan
Yang dibina oleh Ibu Maryam Razak, STP, M.Kes

Oleh :
Mauletha Putri Shafarani P17110183058
D3 Gizi/ 2A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN GIZI
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI
2020
A. Tujuan
- Mampu menerapkan praktikum Ilmu Teknologi Pangan materi proses
penggorengan (Frying) untuk pembuatan poffertjes.
- Mampu mengetahui perbedaan warna lapisan luar (crust/ kulit) produk
hasil penggorengan deep dan shallow frying.
- Mampu mengetahui perbedaan tekstur lapisan luar (crust/ kulit) produk
hasil penggorengan deep dan shallow frying.
- Mampu mengetahui susut kandungan gizi antara produk hasil
penggorengan metode deep dan shallow frying.
- Mampu menghitung penyerapan minyak produk penggorengan.

B. Alat dan Bahan


Alat :
- Cetakan takoyaki 1 buah
- Kompor 1 buah
- Mixing bowl 1 buah
- Whisk 1 buah
- Tusuk sate 2 buah
- Sendok makan 1 buah
- Mangkok kaca 7 buah
- Gelas 1 buah
- Kuas margarin 1 buah
- Saringan 1 buah
- Piring saji 1 buah
Bahan :
- Tepung terigu protein sedang(Segitiga biru) 100 g
- Telur ayam 1 butir
- Margarin cair ` 1 sdm penuh
- Susu UHT merk Greenfield 150 ml
- Gula pasir 10 g atau 1 sdm
- Vanili 1/8 sdt
- Garam ¼ sdt
- Ragi instan 2,5 g
- Keju cheddar kotak-kotak
- Gula halus
C. Prosedur
1. Campur bahan kering.
2. Lelehkan margarin, sisihkan.
3. Kocok telur kemudian campur dengan susu. Masukkan perlahan-lahan ke
dalam campuran tepung. Aduk pelan-pelan dengan whisk sampai rata.
Jangan terlalu keras mengaduk, poffertjes bisa bantat. Diamkan adonan 20
menit.
4. Panaskan cetakan, oles margarin
5. Masukkan margarin cair dalam adonan aduk rata.
6. Tuang adonan dalam cetakan, isi setengah saja. Biarkan matang.
7. Tuang lagi adonan, isi setengah, beri keju, setelah setengah matang,
8. Tangkupkan separuh poffertjes yg matang ke atasnya. Bolak balik sampai
matang.
9. Taburkan poffertjes dengan gula tepung di atasnya.

D. Hasil Praktikum

E. Pembahasan
- Mengaduk adonan dengan perlahan tidak akan membuat tekstur poffertjes
menjadi bantat.
- Adonan didiamkan selama 30 menit agar mengembang dan membuat
tekstur menjadi lembut.
- Api yang digunakan untuk memasak adalah api kecil sampai sedang,jika
api terlalu besar maka poffertjes akan mudah gosong.
- Membalik adonan sebaiknya menggunakan tusuk sate agar lebih mudah.

1. Jelaskan. Mengapa terjadi perbedaan warna lapisan luar (crust/kulit)


produk hasil penggorengan metode deep dengan shallow frying?
Warna kuning keemasan pada produk gorengan disebabkan karena reaksi
pencoklatan non-enzimatis yang berlangsung secara cepat pada permukaan
produk (Syamsir, 2015). Warna kuning keemasan bisa merata karena
produk terendam sempurna pada minyak panas, seluruh permukaan bahan
mendapatkan perlakuan suhu yang sama selama proses penggorengan
sehingga menghasilkan produk dengan keseragaman warna yang merata.
Sedangkan pada hasil penggorengan metode shallow frying penggunaan
minyak yang sedikit membuat suhu dan karakteristik produk tidak sama,
sehingga warna pada hasil produk menjadi tidak merata (Sulistyowati,
2016).

2. Jelaskan. Mengapa terjadi perbedaan tekstur lapisan luar


(crust/kulit) produk hasil penggorengan metode deep dengan shallow
frying?
Lapisan kulit biasa terbentuk pada produk permukaan gorengan yang
berukuran tebal, yang disebabkan karena penguapan air dan pengeringan
pada permukaan makanan. Lapisan kering tersebut memberikan tekstur
renyah di permukaan produk gorengan. Tekstur produk gorengan sangat
dipengaruhi oleh reaksi gelatinisasi pati dan atau denaturasi protein pada
produk (Syamsir, 2015). Pada metode deep frying, beberapa bahan
makanan yang dilapisi dengan tepung atau tepung panir sebelum digoreng,
lapisan luar makanan (tepung/panir) dapat berpengaruh terhadap hasil
penggorengan. Hasil pelapisan tersebut menyebabkan makanan bagian
luar menjadi krispi sedangkan bagian dalam makanan telah matang dan
bertekstur lembut. Makanan yang telah mengalami proses deep fried,
apabila diangkat dari minyak dan dikeringkan kemudian dipanaskan
kembali akan lebih krispi dari keadaan semula. (Sekarsari, dkk, 2015).
Pada proses penggorengan metode shallow frying, penggunaan minyak
yang sedikit meyebabkan tekstur pada produk makanan tidak bisa matang
merata karena sebagian uap air tidak bisa keluar dari bahan makanan, hal
ini yang menyebabkan produk yang dihasilkan umumnya tidak kering dan
tidak renyah (Sulistyowati, 2016).
3. Apakah ada perbedaan susut kandungan gizi antara produk hasil
penggorengan metode deep dengan shallow frying? Mengapa?
Jelaskan.
Pada metode deep fat frying Kandungan zat gizi produk akan berubah
karena proses penggorengan. Beberapa zat gizi yang tidak tahan panas
seperti vitamin B1, C, E dan lain-lain akan rusak dan jumlahnya menurun
akibat proses peggorengan. Potongan yang tebal dan proses penggorengan
cepat pada suhu tinggi akan menghambat perubahan pada bagian dalam
sehingga akan lebih banyak zat gizi yang dipertahankan (Syamsir, 2015).
Pada metode Shallow frying metode yang ideal untuk produk makanan
yang cepat masak, berukuran kecil dan memerlukan waktu memasak yang
singkat sehingga tidak kehilangan zat gizi yang larut dalam air, tidak
terlalu banyak vitamin yang rusak dan menurun (Sekarsari, dkk, 2015)

4. Berdasarkan tingkat kerusakan minyak, mana yang lebih tinggi


proses penggorengan metode deep atau shallow frying? Mengapa?
Jelaskan.
Tingkat kerusakan minyak lebih tinggi pada proses penggorengan metode
deep frying. Pada dasarnya minyak goreng pada saat proses penggorengan
mengalami pemanasan selama proses penggorengan, masuknya uap air,
komponen larut lemak dan remah dari makanan ke minyak, dan terjadi
kontak antara minyak dan oksigen dari udara. Semua kondisi tersebut
menyebabakan perubahan mutu pada minyak goreng. Minyak goreng yang
kontak langsung dengan udara pada suhu tinggi akan menyebabkan
minyak goreng mudah teroksidasi. Uap air dari makanan yang masuk
kedalam minyak selama proses penggorengan memicu rentetan reaksi
kimia lemak. Begitupun dengan komponen larut lemak dan remah yang
berasal dari makanan, akan berkontribusi terhadap kerusakan minyak
goreng. Seberapa tingginya tingkat kerusakan pada minyak goreng
tergantung pada frekuensi penggunaan, jenis bahan yang digoreng, dan
suhu serta waktu penggorengan yang digunakan (Syamsir, 2015). Pada
metode penggorengan deep frying, penggunaan minyak dalam volume
yang besar, yang digunakan pada suhu yang tinggi dan digunakan
berulang, tidak baik untuk digunakan. Minyak goreng yang digunakan
berulang-ulang akan mengalami kerusakan, menyebabkan titik asap pada
minyak goreng semakin turun. Titik asap yang turun ditandai dengan
ketika minyak dipanaskan sebentar, minyak sudah berasap, dan apabila
digunakan untuk menggoreng, hasil produknya cepat gosong. Minyak
goreng yang disimpan pada kondisi terbuka dapat menyebabkan rancid
(tengik) karena reaksi oksidasi, polimerisasi dan gangguan lain yang tidak
diharapkan atau bahkan tercampur racun seperti acrylamide dari makanan
yang bertepung. Sedangkan pada metode penggorengan shallow frying,
juga mengalami kerusakaan mutu minyak akibat penggunaan suhu yang
tinggi dan pengaruh oksidasi, namun kerusakan mutu minyak goreng pada
metode shallow frying lebih rendah daripada metode penggorengan deep
frying. (Sekarsari, dkk, 2015).
5. Bagaimana cara menghitung penyerapan minyak produk
penggorengan?. Jelaskan
Perhitungan penyerapan minyak pada produk penggorengan dilakukan
dengan menggunakan rumus konfersi matang-mentah dan menggunakan
Daftar Komposisi Penyerapan Minyak.

Rumus Konfersi Matang-Mentah :


BM = BO × Fj

Ket :
BM : Berat Mentah
BO : Berat Olahan
Fj : Faktor konfersi

Setelah diketahui berat mentah bahan makanan kemudian dikali dengan


faktor konversi pada tabel daftar komposisi penyerapan minyak, dengan
rumus sebagai berikut :

Rumus Penerapan Minyak :


M × Bma
Bka =
100

Ket :
Bka : Berat minyak yang diserap bahan makanan (gram)
Ma : Faktor konfersi penyerapan minyak pada makanan (%)
Bma : Berat bahan makanan dalam bentuk mentah BDD (gram)

F. Kesimpulan
Metode penggorengan yang digunakan untuk membuat “Poffertjes” adalah
metode shallow frying. Warnakuning yang didapatkan saaat proses
penggorengan adalah hasil dari reaksi pencoklatan non-enzimatis yang
berlangsung secara cepat pada permukaan produk. Lapisan luar makanan
menjadi krispi dan berwarna coklat sedangkan bagian dalam makanan telah
matang namun tetap lunak/lembut. Beberapa zat gizi yang tidak tahan panas
seperti vitamin B1, C, E dan lain-lain akan rusak dan jumlahnya menurun
akibat proses peggorengan.
Minyak goreng yang digunakan berulang-ulang akan mengalami
kerusakan, menyebabkan titik asap pada minyak goreng semakin turun. Titik
asap yang turun ditandai dengan ketika minyak dipanaskan sebentar, minyak
sudah berasap, dan apabila digunakan untuk menggoreng, hasil produknya
cepat gosong. Minyak goreng yang disimpan pada kondisi terbuka dapat
menyebabkan rancid (tengik) karena reaksi oksidasi, polimerisasi dan
gangguan lain yang tidak diharapkan atau bahkan tercampur racun
seperti acrylamide dari makanan yang bertepung.
G. Daftar Pustaka
Sekarsari, dkk. 2015. Satuan Operasi “ Penggorengan”.
http://foodsciencentechnology2101.blogspot.com/2015/05/satuanoperasi-
penggorengan.html. Diakses pada 10 Juni 2020.
Sulistyowati, M. 2016. Dasar Proses (Penggorengan/ Frying).
http://meisulistyowati.blogspot.com/2016/04/dasar-proses-penggorengan-
frying.html. Diakses pada 10 Juni 2020.
Syamsir, E. 2015. Deep Fat Frying Penggorengan dengan Minyak Banyak.
http://ilmupangan.blogspot.com/2015/05/deep-fat-frying-penggorengan-
dalam.html. Diakses pada 10 Juni 2020.

Anda mungkin juga menyukai