Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KOMPREHENSIF

“Asuhan Keperawatan Gastroenteritis ( GE ) Pada Anak”

Disusun Oleh :
PUPUT MEGA MAULIDA (1602012159)
8A Keperawatan

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami ucapkan kepada Allah yang maha Esa karena atas rahmat dan karuniah-
Nyalah, kami selaku penulis makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan
Gastroenteritis (GE) Pada Anak”. Alhamdulillah dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Maka dengan terselesainya makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada
1. Drs. H. Budi Utomo, M.Kes, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Lamongan
2. Arifal Aris, S.Kep., Ns., M.Kes, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Lamongan
3. Suratmi, S.Kep, Ns. M.Kep, selaku ketua prodi S1 Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Lamongan
4. Dadang Kusbiantoro, S,Kep., Ns.,M.S selaku PJMK Komprehensif Departemen Anak
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sehingga dapat
digunakan untuk membantu perbaikan mendatang dan atas perhatian dan kerja samanya kami
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Lamongan, 4 Agustus 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................iii

DAFTAR ISI...............................................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................4

Latar Belakang..............................................................................................................4

Rumusan Masalah.........................................................................................................4

Tujuan...........................................................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................................................6

BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN......................................................25

BAB 4 PENUTUP.....................................................................................................................26

A. Kesimpulan.......................................................................................................26

B. Saran.................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastroenteritis (GE) merupakan suatu penyakit penting disekitar masyarakat yang
masih merupakan sebab utama kesakitan dan kematian seseorang terutama pada anak.
Hal ini tercemin banyak orang yang menderita penyakit diare atau Gastroenteritis
yang masuk keluar dari Rumah Sakit. Akibat dari penyakit diare banyak faktor
diantaranya kesehatan lingkungan, hygine perorangan, keadaan gizi, faktor sosial
ekonomi, menentukan serangan penyakit diare, walaupun banyak kasus diare yang
mengalami dehidrasi namun bnayak yang meninggal bila tidak dilakukan tindakan-
tindakan yang tepat. Masyarakat pada umumnya selalu menganggap suatu hal
penyakit diare adalah sepele sedangkan jika mengetahui yang terjadi sebenarnya
banyak penderita diare yang mengalami kematian. Penyakit Gastroenteritis
merupakan penyakit yang harus segera ditangani karena dapat mengalami dehidrasi
berat yang mengakibatkan syok hipovolemik dan mengalami kematian.
Masalah pada Gastroenteritis atau diare yang dapat mengakibatkan kematian
berupa komplikasi lain dan masalah lain yang berkaitan dengan diare belum
sepenuhnya ditanggulangi secara memadai, namun berbagai peran untuk mencegah
kematian yang berupa komplikasi dan masalah lain seperti pelayanan kesehatan yang
baik dan terpenuhi dalam mencegah penyakit diare dengan memberikan pendidikan
kesehatan kepada semua warga masyarakat tentang penyakit Gastroenteritis serta
peran keluarga dan warga sekitarnya sangat mendorong turunnya terjadinya penyakit
Gastroenteritis karena dari keluargalah pola hidup seseorang terbentuk, dengan pola
hidup yang sehat dan bersih dapat mencegah terjadinya penyakit Gastroenteritis.
Maka dari itu muncul gagasan untuk mengurangi agar tidak muncul penderita
Gastroenteritis dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat luas
dan dari latar belakang tersebut penyusun mrngambil kasus tersebut sebagai penyusun
makalah keperawatan medical bedah dengan judul Gastroenteritis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi dari Gastroenteritis?
2. Apa Etiologi dari Gastroenteritis?
3. Apa Anatomi dan Fisiologi sistem pencernaan dari Gastroenteritis?

4
4. Apa Manifestasi Klinik dari Gastroenteritis?
5. Apa Komplikasi dari Gastroenteritis?
6. Bagaimana Patofisiologi dari Gastroenteritis?
7. Bagaimana Pathway dari Gastroenteritis?
8. Bagaimana Penatalaksanaan dari Gastroenteritis?
9. Bagaimana Pemeriksaan diagnostic dan Penunjang dari Gastroenteritis?
10. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Gastroenteritis pada anak ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Definisi dari Gastroenteritis?
2. Mengetahui Etiologi dari Gastroenteritis?
3. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi sistem pencernaan dari Gastroenteritis?
4. Mengetahui Manifestasi Klinik dari Gastroenteritis?
5. Mengetahui Komplikasi dari Gastroenteritis?
6. Mengetahui Patofisiologi dari Gastroenteritis?
7. Mengetahui Pathway dari Gastroenteritis?
8. Mengetahui Penatalaksanaan dari Gastroenteritis?
9. Mengetahui Pemeriksaan diagnostic dan Penunjang dari Gastroenteritis?
10. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Gastroenteritis pada anak ?

a.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dalam elektrolit secara berlebihan karena
frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang cair (Yuliani, 2001)
Gastroenteritis adalah defekasi encer lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah dan
lendir dalam tinja, terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer Arif, 2000)
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan
berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan atau
tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan abdomen (Arif Muttaqin, 2011).
Jadi dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah
peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang
patogen.
B. Etiologi
a. Faktor Infeksi
1)    Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak meliputi :
 Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, compylobacter yersinia,
aeromonas, dan sebagainya.
 Infeksi virus : Eterovirus (Virus echo, coxsaekie, poliomyelitis), Adenovirus,
rotavirus, astrovirus dan lain-lain.
 Infeksi parasit : Cacing (ascaris, thrichiuris, oxyuris, strongyloides protozoa
(entamoeba hystolytica, giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).
2)   Infeksi parenteral  yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti
Otitis Media Akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.

6
 Malabsorbsi lemak
 Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, elergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang tapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar)

C. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut
dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.
1. Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan
dan manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari
sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk
sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan
dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif
sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Sedangkan penciuman dirasakan oleh
saraf olfaktorius di hidung dan teriri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham) menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah
dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan
enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan
enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan ( Faring)
Tenggorokan adalah penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel )
yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan

7
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan
lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan
perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari; Bagian superior =
bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan
mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga, Bagian media disebut orofaring,
bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah. Bagian inferior disebut laring gofaring
yang menghubungkan orofaring dengan laring
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari
bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”). Esofagus
bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
Menurut histology Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: bagian superior (sebagian
besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta
bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Lambung adalah organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum. Makanan masuk ke dalam
lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka
dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung
ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung
2) Asam klorida (HCl)

8
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ),
lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan
serosa ( Sebelah Luar ).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,
yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari
bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan
makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama
dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus

9
dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara
histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel
goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti
“lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus,
yang berarti “kosong”.
3) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam
empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.  Usus besar terdiri dari :
Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari
usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.
7. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam  istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari
usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.
Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif
memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
8. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat

10
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam
bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung
yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap
embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi
dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing
bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial
(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
9. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang
air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya
dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari
tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama
anus.
D. Klasifikasi
Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1) Menurut perjalanan penyakit jenis diare antara lain :
a. Akut : jika < 1 minggu
b. Berkepanjangan : antara 7 – 14 hari
c. Kronis : > 14 hari, disebabkan oleh non infeksi
d. Persisten :  > 14 hari, disebabkan oleh infeksi

11
2) Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
3) Berdasarkan derajatnya
a. Diare tanpa dehidrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c. Diare dengan dehidrasi berat
Klasifikasi dehidrasi
1) Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan

Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)


Tidak dehidrasi <2
Dehidrasi ringan 2–5
Dehidrasi sedang 5-8
Dehidrasi berat 8-10

2) Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinis

Penilaian A B C
Keadaan   umum Baik,   sadar Gelisah,   rewel Lesu,   tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat   cekung
Air   mata Ada Tidak   ada Tidak   ada
Mulut,   lidah Basah Kering Sangat   kering
Rasa   haus Minum   seperti Haus,   ingin Malas   minum,
biasa minum banyak tidak bisa minum
Periksa:   Turgor Baik   (kembali Kurang-buruk   Sangat   buruk
kulit cepat) (kembali lambat) (kembali sangat
lambat)
Hasil   pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ Dehidrasi berat Bila
sedang Bila ada 1 ada 1 tanda
tanda ditambah ditambah 1/lebih
1/lebih tanda lain tanda lain

4) Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak


a. Infektif
b. Non infeksif
5) Berdasarkan penyebab organik atau tidak

12
a. Organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal, atau
toksikologik.
b. Fungsional merupakan bila tidak ditemukan penyebab organik.
E. Manifestasi klinik
1. Mula-mula klien cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai lendir dan
darah
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat
banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-
ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung
cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus)
sebagai akibat hipovokanik.
F. Patofisiologi
Gastroenteritis adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja. Gastroenteritis dapat
terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap dalam tinja, yang disebut diare
osmotik, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersesring iritasi adalah infeksi virus
atau bakteri di usus halus distala atau usus besar.
Gastroenteritis dapat ditularkan melalui rute rektal oral dari orang ke orang beberapa
fasilitas keperawatan harian juga meningkatkan resiko diare. Transport aktif akibat rangsang
toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus, sel mukosa intesinal mengalami iritasi
dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak
sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal.
Iritasi usus oeh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus, sehingga terjadi
peningkatan produk-produk sekretorik, termasuk mukus. Iritasi oleh mikroba juga
mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas
menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk
penyerapan zat-zat tersebut dikolon berkurang. Individu yang mengalami diare berat dapat
meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit. Toksin colera yang ditularkan
melalui bakteri kolera adalah contoh dari bahan yang sangat merangsang motilitas dan

13
secara langsung dapat menyebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus besar sehingga
unsur-unsur plasma yang penting ini terbuang dalam jumlah yang besar.
Gangguan absorpsi cairandan elektrolit dapat menyebabkan peradangan dan
menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorpsi cairan dan elektrolit. Hal ini terjadi
karena sindrom malabsorpsi meningkatkan motilitas usus intestinal. Meningkatnya motilitas
dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan gangguan dari absorpsi dan sekresi
cairan elektrolit yang berlebihan. Cairan sodium potasium dan bikarbonat berpindah dari
rongga ekstra seluler ke dalam tinja sehingga menyebabkan dehidrasi, kekurang elektrolit
dapat mengakibatkan asidosis metabolik.
Gastroenteritis akut dapat ditandai dengan muntah dan diare terkait kehilangan cairan
dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Penyebab utama diare adalah virus (Adenivirus enterik dan robavirus) serta
parasit (biardia lambiachristopodium) patogen ini menimbulkan penyakit dengan
menginfeksi sel-sel menghasilkan enterotoksin atau kristotoksin yang melekat pada dinding
usus. Alat pencernaan yang terganggu pada pasien yang mengalami gastroenteritis akut
adalah usus halus (Corwin,2002:520).

14
G. Pathway

H. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan & elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
komplikasi, sbb :

15
1) Dehidrasi
2) Renjatan hipovolemik
3) Hipoglikemi
4) Intoleransi sekunder akibat kerusakan filimukosa usus dan defisiensi enzim laktase
5) Hipokalemia
6) Kejang, terjadi akibat dehidrasi hipertonik
7) Malnutrisi energi protein
I. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan diare antara lain :
a. Pengobatan dietetik
ASI atau susu formula yang mengandung rendah laktosa dan asam lemak. Beri
makanan tinggi kalium ; misalnya jeruk, pisang, air kelapa
b. Obat – obatan
 Obat anti sekresi
 Klorpormazin ; dosis 0,5 – 1 mg/ kg BB/ hari
 Antibiotik ; umumnya tidak diberikan jika tdk ada penyebab yang jelas. Bila
penyebabnya kolera, diberikan Tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB/ hari.
c. Pemberian cairan
1) Belum terjadi dehidrasi
Cairan rumah tangga (seperti air tajin, air teh manis, dsb) sepuasnya dengan
perkiraan 40 ml/kg BB/ setiap kali BAB
2) Dehidrasi Ringan
Beri cairan oralit 30 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg BB
atau sepuasnya setiap kali BAB
3) Dehidrasi Sedang
Beri cairan oralit 100 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg BB
atau sepuasnya setiap kali BAB
4) Dehidrasi Berat
 0 – 2 th : RL 70 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, bila dehidrasi beri cairan
oralit 40 ml / kg BB, seterusnya 10 ml / kg BB setiap BAB
 > 2 th : RL 110 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, bila syok guyurkan sampai
nadi teraba. Bila masih dehidrasi beri cairan oralit 200 – 300 ml / kg BB tiap
jam. Seterusnya cairan oralit 10 ml / kg BB
J. Pemeriksaan Diagnostik Dan Penunjang

16
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi :
a. muka pucat
b. lidah kering
c. nafas cepat
d. mata cowong
e. sianosis pada ujung extremitas
2. Palpasi :
a. turgor kulit menurun
b. denyut nadi meningkat
c. keringat dingin
d. demam
3. Auskultasi :
a. suara bising usus meningkat
b. tekanan darah menurun
c. suara serak
d. gerakan peristaltik meningkat
4. Perkusi :
a. suara perut timpani
Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Tinja
 Makroskopis dan mikroskopis
 PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
 Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b.  Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan PH
dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut
Astrup (bila memungkinkan).
c.   Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum
(terutama pada penderita yang disertai kejang).
e.  Pemeriksaan intubasi secara kualitas dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita
diare kronik. (Dr. Rusepto Hassan, 2005).

17
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GASTROENTERITIS (GE)

A. PENGKAJIAN
1.      Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, nomor register,
diagnosa medis, dan tanggal MRS.
2.      Keluhan utama
Klien mengeluh BAB cair lebih dari 3 kali (diare) yang mendadak dan berlangsung
singkat dalam beberapa jam kadang disertai muntah.
3.      Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya didapatkan keluhan utama pada penderita, yaitu peningkatan frekuensi
BAB dari biasanya dengan konsistensi cair, naurea, muntah, nyeri perut sampai kejang
perut , demam, lidah kering, turgor kulit menurun serta suara menjadi serah, bisa
disebabkan oleh terapi obat terakhir, masukan diit, atau adanya masalah psikologis (rasa
takut dan cemas).
4.      Riwayat penyakit dahulu
Biasanya dikaitkan dengan riwayat medis lalu berhubungan dengan : perjalanan kearea
geogratis lain.
5.      Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi susunan keluarga penyakit keturunan atau menular yang pernah di derita
anggota keluarga.
6.      Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola Eliminasi urin.
Biasanya pada diare ringan fliminasnya normal, sedang (oliguri), berat (anuria).
b. Pola Eliminasi Alvi.
Pada klien dengan diare akut biasanya BAB cair lebih banyak atau sering dari
kebiasaan sebelumnya.
c. Pola Natrisi dan metabolisme.
Pada klien diare akut terjadi peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang
menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibat adanya gangguan mobilitas
usus. Sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram pada perut, perut terasa mual
atau tidak enak dan malas makan, maka kebutuhan nutrisi menjadi terganggunya
karena asupan yang kurang.

18
d. Pola istirahat tidur.
Pada umumnya pola istirahat menjadi terganggu akibat gejala yang ditimbulkan
seperti : mendadak diare, muntah, nyeri perut, sehingga Kx sering terjaga.
7.         Pemeriksaan fisik.
1) Keadaan umum
Kesadaran (baik, gelisah, Apatis/koma), GCS, Vital sign, BB dan TB.
2) Kulit, rambut, kuku
Turgor kulit (biasa – buruk), rambut tidak ada gangguan, kuku bisa sampai pucat.
3) Kepala dan leher
4) Mata
Biasanya mulai agak cowong sampai cowong sekali.
5) Telinga, hidung, tenggorokan dan mulut
THT tidak ada gangguan tapi mulutnya (biasa – kering).
6) Thorak dan abdomen
Tidak didapatkan adanya sesak, abdomen biasanya nyeri, dan bila di Auskulkasi akan
ada bising usus dan peristaltik usus sehingga meningkat.
7) Sistem respirasi
Biasanya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam (pernafasan kusmaul).
8) Sistem kordovaskuler
Pada kasus ini bila terjadi renjatan hipovolemik berat denyut nadi cepat (lebih dari
120x/menit).
9) Sistem genitourinaria
Pada kasus ini bisa terjadi kekurangan kalium menyebabkan perfusi ginjal dapat
menurun sehingga timbul anuria.
10) Sistem gastro intestinal
Yang dikaji adalah keadaan bising usus, peristaltik ususnya terjadi mual dan muntah
atau tidak, perut kembung atau tidak.
11) Sistem muskuloskeletal
Tidak ada gangguan.
12) Sistem persarafan
Pada kasus ini biasanya kesadaran gelisah, apatis / koma.

B. Diagnosa Keperawatan

19
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada penderita diare adalah :
1. Gangguan pertukaran gas b/dperubahan membran alvecolar – kapiler
2. Diare b/d proses infeksi, inflamasi diusus
3. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
4. Kerusakan integritas kulit b/d ekspresi / BAB sering
5. Ke tidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhv penurunan
intake makanan
6. Resiko syok (hipovolemi) b/d kehilangan cairan dan elektrolit

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah gambaran atau tindakan yang akan dilakukan
untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi pasien.Adapun
rencana keperawatan yang sesuai dengan penyakit diare pada anak adalah
sebagai berikut :

Tujuan dan kriteria


No Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
hasil (NOC)
1. Gangguan pertukaran gas b/d Setelah diberikan NIC :
perubahan membran alveolar- kapiler tindakan keperawatan
pasien dapat Airway Management
mempertahankan Buka jalan nafas,
pertukaran gas yang gunakan tehnik chin
kuat lift atau jawthrust bila
NOC : perlu
Posisikan pasien untuk
Respiratory Status : memaksimalkan
Gas Exchange pentilasi
Respiratory Status : Identifikasi pasien
Ventilation perlunya pemasangan
Vital Sign Status alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila
perlu
Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
Kriteria hasil : Lakukan suction pada
mayo
Mendemonstrasikan Berikan pelembab
peningkatan pentilasi udara
dan oksigenasi yang Respiratory
adekuat. Monitoring
Memelihara Monitor rata-rata,
kebersihan paru-paru kedalaman, irama dan

20
dan bebas dari tanda- usaha respirasi
tanda distress Catat pergerakan
pernafasan. dada, amati
Mendemonstrasikan kesimetrisan,
batuk efektif dan suara penggunaan otot
nafas yang bersih, tambahan, retraksi
tidak ada sianosis dan otot supraclavitural
dyspneu dan intercostal
(mengeluarkan Monitor pola nafas:
sputum, mampu bradipena, takipenia,
bernafas dengan kusmaul,
mudah, tidak ada viperpentilasi, cheyne
pursed lips). stokes, biot.
Tanda-tanda vital Catat lokasi trakhea.
dalam
rentang normal.
2 Diare berhubungan dengan proses Setelah dilakukan NIC :
infeksi, inflamasi diusus tindakan keperawatan
3x24 jam diharapkan Diarhae Menagement
Diare pada pasien Evaluasi efek samping
teratasi. pengobatan terhadap
NOC : gastrointestinal
Ajarkan pasien untuk
Bowel elimination menggunakan obat
Fluid balance anti diare
Hydration Evaluasi intake
Electrolyte and acid makanan yang masuk
base balance Identifikasi faktor
penyebab dari diare
Kriteria hasil : Monitor tanda dan
gejala diare
Fases berbentuk, BAB Observasi turgor kulit
sehari sekali tiga kali secara rutin
Menjaga daerah Ukur diare/keluaran
sekitar rectal dari BAB
iritasi Hubungi dokter jika
Tidak mengalami diare ada kenaikan bising
Menjelaskan penyebab usus
diare dan rasional Monitor persiapan
tindakan makanan yang aman
Mempertahankan
turgor kulit
3. Kekurangan volume cairan b/d Setelah dilakukan NIC :
kehilangan cairan aktif tindakan keperawatan
3x24 jam diharapkan Fluid management
pasien tidak Timbang
kekurangan cairan popok/pembalut jika
NOC : diperlukan
Pertahankan catatan
Fluid balance intake dan output
Hydration yang akurat

21
Nutritional Status : Monitor status hidrasi
Food and fluid intake (kelembaban
Kriteria hasil : membran mucosa,
nadi adekuat, tekanan
Mempertahankan darah, artostatik), jika
urine output sesuai diperlukan
dengan usia dan BB , Monitor vital sign
BJ urine normal, HT Monitor status nutrisi
normal
Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam
batas
normal

- Tidak ada Monitor memasukan


tanda-tanda dehidrasi, makanan/cairan dan
elastisitas turgor kulit hitung intake kalori
baik, membran harian
mucosa lembab, tidak Dorong masukan oral
ada rasa haus yang Berikan penggantian
berlebihan nesogatrik sesuai
output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien
makan
Kolaborasi dengan
dokter
4 Kerusakan integritas kulit b/d Setelah dilakukan NIC :
ekskresi/BAB sering tindakan keperawatan
3x24 jam diharapkan Pressure management
pasien tidak terjadi Anjurkan pasien untuk
infeksi menggunakan pakaian
NOC : yang longgar
Hindari kerutan pada
Tissue Integrity : Skin tempat tidur
and mucous Jaga kebersihan kulit
membranes agar tetap bersih dan
Hemodyalis akses kering
Kriteria Hasil : Mobilisasi pasien
Integritas kulit yang (ubah posisi pasien)
baik bisa di setiap dua jam sekali
pertahankan (sensasi, Monitor kulit akan
elastisitas, temperatur, adanya kemerahan.
hidrasi, pigmentasi) Oleskan lotion atau
Tidak ada luka/lesi minyak/baby oil pada
pada kulit daerah yang tertekan
Perfusi jaringan baik
Monitor status nutrisi
Menunjukan pasien
pemahaman dalam
proses perbaqikan Memandikan pasien

22
kulit dan mencegah dengan sabun dan air
terjadinya cedera hangat
berulang
Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan NIC :
kebutuhan tubuh b/d penurunan tindakan keperawatan
intake makanan 3x24 jam diharapkan Nutrition management
nutrisi pasien Kaji adanya alergi
terpenuhi makanan
NOC : Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
Nutritional Status : jumlah kalori dan
Nutritional Status : nutrisi yang
food and fluid intake dibutuhkan pasien
Nutritional Status : Anjurkan pasien untuk
nutrient intake meningkatkan intake
Weight control Kriteria fe
hasil : Anjurkan pasien untuk
Adanya peningkatan meningkatkan protein
berat badan sesuai dan vitamin C
dengan tujuan Berikan supstansi gula
Berat badan ideal Monitor jumlah nutrisi
sesuai tinggi badan dan kandungan kalori
Mampu Berikan informasi
mengidentifikasi tentang kebutuhan
kebutuhan nutrisi nutrisi
Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
Menunjukan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
6 Resiko syok Setelah dilakukan NIC :
(Hiporvolemi) b/d tindakan
kehilangan cairan keperawatan 3x24 jam Syok Prevention
elektrolit diharapkan tidak Monitor tanda-tanda
terjadi syok inadekuat oksigenasi
pada pasien jaringan
NOC : Monitor suhu dan

23
-Syok Prevention pernafasan
-Syok Management Monitor input dan
output
Kriteria hasil : Pantau nilai
-Nadi dalam batas laboraturim : HB, HT,
yang diharapkan AGD, dan Elektrolit
-Irama jantung dalam Syok Management
batas yang diharapkan Monitor fungsi
-Frekuensi nafas dalam neurologis
batas yang diharapkan Monitor fungsi renal
-Irama pernafasan Monitor tekanan nadi
dalam batas yang Monitor status cairan,
diharapkan input output
-Natrium serum dbn Catat gas darah arteri
-Kalium serum dbn dan O2
-Magnesium serum
dbn
-PH darah serum dbn

B. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan

secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap

implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan

hubungan saling percaya dan saling membantu, kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan

melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan

advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan keperawatan meliputi: fase persiapan

(preparation), tindakan dan dokumentasi.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada bayi berbeda dengan orang dewasa.

Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan bayi maupun dengan orang tua sangat

diperlukan. Disamping itu harus memperhatikan dampak hospitalisasi bagi bayi dan orang

tua.

C. EVALUASI
Evaluasi Keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

merupakan perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan

atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara

24
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi terbagi

atas dua jenis, yaitu:

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan

keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencanan

keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah

SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil pemeriksaan),

Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan Planning (perencanaan).

2. Evaluasi Sumatif

Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada
evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon
pasien dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir
pelayanan.

25
BAB IV
PENUTUP

a. Kesimpulan
Gastroenteritis (GE) adalalah radang pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai
peningkatan suhu tubuh (Ardiansyah, 2012).
Penyebab terjadinya karena tiga faktor berikut :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
Gastroenteritis (GE).
b. Infeksi parental : merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan Gastroenteritis (GE).
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : Gastroenteritis dapat terjadi karena mengkonsumsi
makanan basi , beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
3. Faktor psikologis
b. Saran
Dalam melakukan perawatan Gastroenteritis hendaknya dengan hati-hati, cermat
dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan mempercepat proses
penyembuhan.
Perawat perlu mengetahui tanda dan gejala adanya diare serta derajat dehidrasi
pada klien, perawat harus mampu mengetahui kondisi pasien secara keseluruhan
sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan fungsional pasien,
perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga untuk
mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan keperawatan
diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada kesehatan pada keluarga tentang
penyakit, penyebab diare, pencegahan, dan penanganan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. B uku Saku Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Capernito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius

Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan keperawatan Medikal

Bedah.Jakata : Salemba Medika.

Nanda Internasional. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.

Jakarta : EGC.

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan 1. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 1. Jakarta : EGC

Sodikin.2011Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan

Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika.

Suriadi dan Yuliani, Rita.2010.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi 2.Jakarta : Sagung

Seto.

27

Anda mungkin juga menyukai