Anda di halaman 1dari 19

BORANG PORTOFOLIO BEDAH

Topik : Apendisitis Akut


Tanggal (kasus) : 15 November 2017 Presenter : dr. Marda Sakinah
Tanggal Presentasi : 14 Desember 2017 Pendamping : dr. Huratio Nelson
Tempat Presentasi : RSUD Sekayu
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Seorang pria 25 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak ± 1
□ Deskripsi :
hari SMRS
Menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan apendisitis akut dengan
□ Tujuan :
tepat
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama : Tn. K, 25 tahun No. Registrasi : 095426
Nama RS : RSUD Sekayu Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Seorang pria 25 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak ± 1 hari SMRS
Sejak ± 2 hari SMRS, os mengeluh nyeri di daerah ulu hati yang dirasakan hilang timbul, mual
(-), muntah (-), nafsu makan menurun, sulit BAB. Os tidak berobat.
Sejak ± 1 hari SMRS, os mengeluh nyeri di daerah ulu hati yang menjalar dan menetap di peru
kanan bawah, nyeri terasa seperti ditusuk dan makin terasa bila pasien bergerak (penderita lebih
nyaman jika berbaring). Nafsu makan berkurang, mual (-), muntah (-). Penderita juga mengalami
demam (+) tidak terlalu tinggi, menggigil (-). BAB normal seperti biasa, frekuensi 2 kali sehari
konsistensi lunak, warna kuning. BAK normal seperti biasa, frekuensi tiap 4-5 jam sekali, warna
kuning, jumlah ± 3/4 gelas aqua tiap BAK, nyeri saat BAK (-), BAK warna merah (-), BAK
berpasir (-), sulit BAB. Karena nyeri dirasakan makin hebat, os lalu datang ke IGD RSUD
Sekayu.

2. Pemeriksaan Fisik
Status lokalis abdomen

1
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+) pada titik Mc Burney, nyeri lepas (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Skala Alvarado
Manifestasi Klinis Nilai
Gejala Nyeri berpindah 1
Anoreksia 0
Mual dan/atau muntah 0
Tanda Nyeri tekan kuadran kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur 1
Nilai laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Skor total 8
3. Riwayat Pengobatan : Os belum pernah pergi berobat sebelumnya
4. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
 Riwayat menderita batu ginjal atau ureter sebelumnya disangkal.
 Riwayat nyeri perut kanan bawah sebelumnya disangkal.
5. Riwayat Keluarga :
 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
6. Riwayat Pekerjaan : Wiraswasta
7. Lain-lain :
Riwayat sosioekonomi cukup
Daftar Pustaka :
1. Bristow, Nicola. Treatment and Management of Acute Appendicitis. Focus Guided Reflection
Clinical Article Vol.1000 No.43. Surrey, 2004; p.34-36.
2. Brunicardi. F. Charles. Chapter 29: The Appendix. Schwartz’s, Principles of Surgery 8th edition
Part II. McGraw- Hill’s, United States, 2007.
3. Purysko, Andrei S. Beyond Appendicitis : Common and Uncommon Gastrointestinal Causes of
Right Lower Quadrant Abdominal Pain at Multidetector CT. Radiographics Gastrointestina
Imaging Journal Vol.31. RSNA, 2011; p.927-47.
4. Doherty, Gerard M. Chapter 28: Appendix. Current Diagnosis & Treatment 13th edition
McGraw- Hill’s, United States, 2010.
5. Sjamsuhidajat, R. Apendiks Vermiformis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat - de

2
Jong Edisi ke-3. Jakarta : EGC. 2011; p.755-62 .
6. Snell, Richard S. Appendix Vermiformis. Dalam: Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran
Edisi ke-6. Jakarta : EGC. 2006 ; p.230-31.
Hasil Pembelajaran :
Menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan pada kasus apendisitis akut

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah sejak ± 1 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak ± 2 hari SMRS, os mengeluh nyeri di daerah ulu hati yang dirasakan hilang timbul, mual
(-), muntah (-), nafsu makan menurun, sulit BAB. Os tidak berobat.
Sejak ± 1 hari SMRS, os mengeluh nyeri di daerah ulu hati yang menjalar dan menetap di perut
kanan bawah, nyeri terasa seperti ditusuk dan makin terasa bila pasien bergerak (penderita lebih
nyaman jika berbaring). Nafsu makan berkurang, mual (-), muntah (-). Penderita juga mengalami
demam (+) tidak terlalu tinggi, menggigil (-). BAB normal seperti biasa, frekuensi 2 kali sehari,
konsistensi lunak, warna kuning. BAK normal seperti biasa, frekuensi tiap 4-5 jam sekali, warna
kuning, jumlah ± 3/4 gelas aqua tiap BAK, nyeri saat BAK (-), BAK warna merah (-), BAK
berpasir (-), sulit BAB. Karena nyeri dirasakan makin hebat, os lalu datang ke IGD RSUD
Sekayu.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat menderita batu ginjal atau ureter sebelumnya disangkal.
 Riwayat nyeri perut kanan bawah sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
2. Objektif :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88x/menit.
Pernapasan : 20x/menit.
Suhu : 37.9 C

3
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), Scar (-), Ikterus pada kulit (-), pucat pada telapak tangan
dan kaki (-), eritema palmar (-), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula serta tidak ada
nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi (-).
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (+), sklera
ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik. Edema
subkonjungtiva (-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak ditemukan
penyumbatan maupun perdarahan.
Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus(-), pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), hipertofi ginggiva (-), gusi
berdarah(-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau napas khas (-), faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk (-)
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), Spider nevi (-).
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, sela iga tidak melebar
P : Stem fremitus kanan = kiri
P : Sonor pada kedua lapangan paru kanan dan kiri
A: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

4
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung linea sternalis dextra, batas kiri jantung linea
midklavikularis sinistra
A : HR = 88x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Perut
Lihat status lokalis
Ekstremitas
Edema pretibial (-)
Alat kelamin : tidak diperiksa

Status lokalis
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+) pada titik Mc Burney, nyeri lepas (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Hemaglobin 13,1 g/dl, hematokrit 39,3%, leukosit 15.800/mm3, LED 20 mm/jam, trombosit:
241.000/mm3, hitung jenis 2/0/0/79/12/7
Kimia Darah
BSS 95 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang
USG Abdomen
3. Assesment (penalaran klinis) :
Seorang pria 25 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak ± 1 hari
SMRS. Sejak ± 2 hari SMRS, os mengeluh nyeri di daerah ulu hati yang dirasakan hilang
timbul, mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun. BAB dan BAK normal. Os tidak berobat.

5
Sejak ± 1 hari SMRS, os mengeluh nyeri di daerah ulu hati yang menjalar dan menetap di perut
kanan bawah, nyeri terasa seperti ditusuk dan makin terasa bila pasien bergerak (penderita lebih
nyaman jika berbaring). Nafsu makan berkurang, mual (-), muntah (-). Penderita juga
mengalami demam (+), menggigil (-). BAB normal seperti biasa, frekuensi 2 kali sehari,
konsistensi lunak, warna kuning. BAK normal seperti biasa, frekuensi tiap 4-5 jam sekali,
warna kuning, jumlah ± 3/4 gelas aqua tiap BAK, nyeri saat BAK (-), BAK warna merah (-),
BAK berpasir (-). Karena nyeri dirasakan makin hebat, os lalu datang ke IGD RSUD Sekayu.
Pasien ini mengeluh timbulnya nyeri pada perut kanan bawah. Nyeri pada daerah ini membuat
kita berpikir tentang kemungkinan adanya penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan nyeri
pada perut kanan bawah. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri pada
perut kanan bawah adalah apendisitis akut, nefrolitiasis dekstra dan Infeksi saluran kemih.
Nefrolitiasis dekstra dan infeksi saluran kemih disingkirkan karena tidak ada keluhan BAK pada
pasien. Pada pasien apendisitis, gejala yang umumnya dijumpai adalah nyeri berpindah yang
awalnya nyeri dijumpai di daerah ulu hati, lalu berpindah dan menetap di daerah kuadran kanan
atas, nausea, dan anoreksia.
Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga
terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan infeksi. Apendisitis umumnya terjadi karena
infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fekalit (feses yang mengeras).
Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan pernapasan, nadi, dan tekanan
darah dalam batas normal, sedangkan suhu tubuh meningkat. Dari hasil pemeriksaan fisik status
lokalis pada regio abdomen didapatkan adanya nyeri tekan pada titik Mc Burney. Pada pasien
ini, nyeri perut kanan bawah yang dideritanya berada di daerah titik Mc Burney. Nyeri tekan (+)
kuadran kanan bawah dan nyeri lepas (+) menunjukkan adanya rangsangan peritoneum lokal di
bawah titik Mc Burney. Tanda-tanda ini lebih mengarah pada apendisitis. Timbulnya demam
pada pasien ini mendukung adanya proses infeksi yang terjadi.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, didapatkan leukositosis (leukosit 15.800
mm3) dan shift to the left (hitung jenis menunjukkan pergeseran ke kiri dengan persentase
leukosit 79%). Leukositosis dan shift to the left merupakan gambaran laboratorium yang sering
dijumpai pada apendisitis akut.
Untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut, dapat digunakan alat bantu berupa
skor Alvarado. Skor Alvarado pada pasien ini adalah 8, yang artinya hampir pasti menderita

6
apendisitis akut dan harus segera dilakukan tindakan pembedahan berupa apendektomi.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah bedrest untuk mengurangi rasa nyeri yang
timbul. Antibiotik spektrum luas preoperatif berupa cefotaxime 2 x 1 gr, metronidazole 3 x
500mg, gentamisin 2 x 80mg diberikan sebagai profilaksis terhadap infeksi pascaoperatif karena
apendektomi tergolong clean-contaminated operation. Dilakukan observasi terhadap keluhan
nyeri, suhu tubuh, dan hasil laboratorium berupa leukosit dan hitung jenis preoperatif.
Prognosis quo ad vitam dan quo ad functionam adalah bonam. Dengan diagnosis yang akurat,
cepat dan tepat, tingkat morbiditas dan mortilitas penyakit ini sangat kecil dan tidak terdapat
komplikasi pada kasus ini.

4. Plan :
Diagnosis Kerja
Apendisitis akut

Diagnosis Banding
Ureterolitiasis dekstra
Infeksi Saluran Kemih

Terapi
 IVFD RL gtt xx/menit
 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr iv (ST)
 Inj. Metronidazole 3 x 500 mg iv
 Pro apendektomi cito
Rencana Pemeriksaan
USG Abdomen

Pendidikan : Kepada pasien dan keluarganya dijelaskan penyebab timbulnya penyakit yang
dideritanya dan komplikasi yang mungkin terjadi serta perlunya tindakan apendektomi sebagai
penatalaksanaan definitif pada kasus ini.
Konsultasi : Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis bedah
Kontrol :

7
Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan
Nasihat Setelah apendektomi dan Pasien kontrol ke poli bedah RSUD
pulang Sekayu untuk menilai dan melakukan
perawatan luka pascaoperatif

TINJAUAN PUSTAKA
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN APENDISITIS AKUT

A. Definisi
Apendiks disebut juga umbai cacing. Fungsi organ ini tidak diketahui namun
sering menimbulkan masalah kesehatan.1 Peradangan akut apendiks memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.2

B. Anatomi dan Fisiologi


Apendiks merupakan organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai
otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjangnya kira-kira 10 cm
(beranjak 3-15 cm), dan dasarnya melekat pada permukaan posteromedial sekum,
sekitar 1 inci (2,5 cm) di bawah junctura ileocaecalis. Bagian apendiks lainnya
bebas. Lumennya sempit di bagian proksimal dan lebar di bagian distal. Namun
demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden appendisitis pada usia itu.
Apendiks diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan
bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang
pendek yaitu mesoapendiks yang berisi arteri, vena apendikularis dan saraf-saraf.
Apendiks vermiformis terletak di regio iliaka dekstra dan pangkal diproyeksikan
ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior dan umbilikus yang disebut titik
Mc Burney.
Di dalam abdomen, dasar apendiks mudah ditemukan dengan mencari taeniae coli
caecum dan mengikutinya sampai dasar apendiks vermiformis, tempat taeniae coli
bersatu membentuk tunika muscularis longitudinal yang lengkap. Apendiks

8
diperdarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari arteri caecalis
posterior. Arteri ini berjalan menuju apendiks vermiformis di dalam
mesoapendiks. Vena apendikularis mengalirkan darahnya ke vena caecalis
posterior. Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua nodus yang
terletak di dalam mesoapendiks dan dari sini dialirkan menuju nodus mesenterici
superior.

Gambar 1. Lokasi Titik Mc Burney

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu


memungkinkan apendiks bergerak dan runag geraknya bergantung pada
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang colon asendens atau di tepi
lateral colon asendens.
Gejala klinik apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Saraf – saraf
berasal dari cabang – cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari
pleksus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa
nyeri viseral dari apendiks vermiformis berjalan bersama saraf simpatis dan
masuk ke medulla spinalis setinggi vertebrae thoracica X. Persarafan parasimpatis
berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a. Mesenterica superior dan a.
Apendicularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.toracalis X. Karena

9
itu nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilicus. Perdarahan
apendiks berasal dari a.apendicularis yang merupak arteri tanpa kolateral. Jika
arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangren.

Gambar 2. Anatomi apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal


dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir kedalam lumen. Hambatan
aliran di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenensis apendisitis.
Imunoglobulin sekretor yang dihgasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan termasuk apendiks, ialah
IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.

C. Epidemiologi
Insiden appendisitis akut atau radang apendiks akut di negara maju lebih
tinggi daripada di negara berkembang. Namun dalam tiga sampai emapt
dasawarsa terakhir menurun secara bermakna. Hal ini di duga disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, hanya pada
anak berumur kurang dari satu tahun kasusnya jarang dilaporkan. Insiden kasus

10
tertinggi pada kelompok usia 20-30 tahun setelah itu menurun. Insiden pada laki-
laki dan wanita umumnya sebanding, namun insiden laki-laki lebih tinggi pada
usia 20-30 tahun.
D. Etiologi
Apendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain
obstruksi oleh fecalith, a gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus
vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith. Hasil
observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah
penyebab terbesar.
Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan
randah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal. Yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Hal
ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

E. Patogenesis
Sesuai dengan yang disebutkan diatas, pada fase awal appendisitis,
mukosa mengalami inflamasi terlebih dahulu. Kemudian inflamasi ini akan
meluas ke lapisan submukosa, termasuk juga lapisan muskularis dan lapisan
serosa pada waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tunuh adalah membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular yang dikenal dengan istilah
infiltrat apendisitis. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses
yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan masa apendikuler akan menjadi tenang untuk selanjunya akan
mengurai diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan
terbentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
sebagai mengalami eksaserbasi akut.

11
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti
berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis,
khususnya pada anak-anak.
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin
bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri.
Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis
lain.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan
tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan,
infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks;
diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator
inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding
appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan
teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di
titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa
didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri
somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum
parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada
appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic
yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter
atau vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih,
atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah
perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda

12
perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis >
14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala
sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa
perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan
risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak
adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih
memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari adanya massa
pada pemeriksaan fisik.
Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering
didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum
terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis

F. Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak oleh rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis
merupakan nyeri visceral di daerah epigastium di sekita umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.Burney,
disini nyeri akan dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan pencahar. Tindakan itu
dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk.5
Bila apendiks terletak retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak
ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau
nyeri timbul saat berjalan, karena kontraksi otot polos psoas mayor yang
menegang dari dorsal.
Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum hingga peristaltik

13
meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang.
Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya. Pada beberapa keadaan,
apendisitis agak sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan
terjadi komplikasi.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terjadi perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 10C. Pada inspeksi abdomen tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses apendikular.
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukan adanya rangsangan peritoneum
parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada
penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang
disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal, diperlukan
palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Peristaltik usus sering normal,
peristaltik usus dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila
daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis
pelvika.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan
uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui
letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan psos lewat hiperekstensi
atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada
posisi terlentang, apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.
G. Diagnosis

14
Apendisitis akut dapat didiagnosis secara klinis dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Selayaknya diagnosis sesegera mungkin ditegakkan dan
apendiks dapat segera diangkat bila ternyata terjadi apendisitis.
Diagnosis menjadi mudah untuk ditegakkan bila tampak tanda dan gejala dari
apendisitis klasik pada pasien, tanda dan gejala tersebut seperti:
1. Nyeri pada bagian abdominal kurang dari 72 jam
2. Muntah 1-3 kali
3. Facial flush
4. Tenderness pada fossa iliaca kanan
5. Demam dengan suhu antara 37,3-38,5 °C
6. Tidak ada bukti terjadi infeksi traktus urinarius pada pemeiksaan urin dengan
mikroskop.
Tanda inflamasi peritoneal bagian fossa iliaca kanan yang berupa rasa
nyeri, sering tidak tampak. Untuk itu kita perlu untuk menyuruh pasien agar
batuk, bila terjadi inflamasi pada peritoneum parietal maka pasien akan merasakan
nyeri. Selain itu dapat dilakukan rebound tenderness untuk membantu
menegakkan diagnosis, yaitu dengan melakukan perkusi pada fossa iliaca kanan,
rasa nyeri akan dirasakan oleh pasien akibat perkusi bila pasien tersebut
mengalami peritonitis.
Pemeriksaan jumlah hitung leukosit dan shift to the left membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat
leukositosis, terlebih lagi pada kasus dengan komplikasi.5
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado
dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan
Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut
dan bukan radang akut.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

15
Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan11.

H. Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.5
Gastroenteritis. Pada gastroenteritis, mual, muntah dan diare mendahului dari
rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering
dijumpai adanya hiperperistaltis. Panas dan leukositosis kurang menonjol
dibandingkan dengan apendisitis akut.5
Limfadenitis mesenterika. Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.
Ditandai dengan nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual
dan nyeri tekan perut sebelah kanan yang samar.5
Urolitiasis pielum/ureter kanan. Ada riwayat kolik dari pinggang ke perut yang
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering
ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit
tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri
kostrovertebral sebelah kanan dan piuria.5

16
I. Penatalaksanaan Apendisitis
Bila kita mendapati pasien dengan nyeri pada fossa iliaca kanan, dan
pasien itu memiliki tanda dan gejala lain dari appendisitis sehingga kita
dengan yakin mendiagnosisnya sebagai apendisitis, maka segera lakukan
appendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan
antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.
Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan
timbulnya abses atau terjadi perforasi.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan
observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi dapat
dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan
akan segera dilakukan operasi atau tidak.
J. Komplikasi
Komplikasi yang paling berbahaya adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
sehingga berupa masa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk
usus.5
Massa periapendikuler. Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum dan atau kerluk usus. Pada
massa periapendikuler yang pendindinganya belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Pada massa periapendikuler yang terfiksir dan
pendindingannya sempurna, pada orang dewasa dirawat dahulu dan diberi
antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila
sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlengketen dapat ditekan sekecil mungkin.
Bila terjadi perforasi akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan
kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri,dan pembengkakan masa
serta leukositosis.5

17
Riwayat klasik apendisitis akut, diikuti adanya massa di regio iliaka kanan yang
nyeri disertai demam mengarahkan diagnosis ke massa atau abses
periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari ca rektum,penyakit
crohn dan amuboma.5
Apendiktomi di rencanakan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap
kuman aerob dan anaerob. Baru setalah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu,
kemudian dilakukan apendiktomi. Kalau sudah menjadi abses dianjurkan drainase
saja. Apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak
ada keluhan atau gejala apapun dan hasil pemeriksaan tidak menunjukkan tanda
radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.5
Apendisitis perforata. Adanya fekalit di dalam lumen, umur ( orang tua atau
anak muda), dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan dalam
terjadinya perforasi apendiks. Insiden perforasi 60% pada usia diatas 60 tahun.
Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah
gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi
apendiks berupa penyampitan lumen dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada
anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, dan kurang komunikatif
sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan proses pendindingan kurang
sempurna, akibat perforasi berlangsung cepat dan omentum anak belum
berkembang.5
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan perut menjadi
tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut mungkin
dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun
sampai menghilang karena ileus paralitik kecuali di regio iliaka kanan, abses
rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisir di
suatu tempat. Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma.5
Perbaikan keadaan umum dengan infus, antibiotik untuk kuman gram negatif dan
positif serta kuman anaerob dan pipa nasogastrik perlu dilakukan pembedahan.
Perlu dilakukan laparotomi dengan incisi yang panjang, supaya dapat dilakukan

18
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin secara adekuat
secara mudah dan pula dapat dilakukan pembersihan kantong nanah secara baik.
Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan
pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila
sudah dipastikan tidak ada infeksi.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Bristow, Nicola. Treatment and Management of Acute Appendicitis. Focus


Guided Reflection Clinical Article Vol.1000 No.43. Surrey, 2004; p.34-36.
2. Brunicardi. F. Charles. Chapter 29: The Appendix. Schwartz’s, Principles of
Surgery 8th edition Part II. McGraw- Hill’s, United States, 2007.
3. Purysko, Andrei S. Beyond Appendicitis : Common and Uncommon
Gastrointestinal Causes of Right Lower Quadrant Abdominal Pain at
Multidetector CT. Radiographics Gastrointestinal Imaging Journal Vol.31.
RSNA, 2011; p.927-47.
4. Doherty, Gerard M. Chapter 28: Appendix. Current Diagnosis & Treatment
13th edition. McGraw- Hill’s, United States, 2010.
5. Sjamsuhidajat, R. Apendiks Vermiformis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat - de Jong Edisi ke-3. Jakarta : EGC. 2011; p.755-62 .
6. Snell, Richard S. Appendix Vermiformis. Dalam: Anatomi Klinik Untuk
Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-6. Jakarta : EGC. 2006 ; p.230-31.

19

Anda mungkin juga menyukai