Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Cara Kerja :
C. Trombosit
Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi
membantu dalam proses pembekuan darah dan menjaga integritas
vaskuler. Beberapa kelainan dalam morfologi trombosit antara lain
giant platelet (trombosit besar) dan platelet clumping (trombosit
bergerombol).
Trombosit yang tinggi disebut trombositosis dan sebagian orang
biasanya tidak ada keluhan. Trombosit yang rendah disebut
trombositopenia, ini bisa ditemukan pada kasus demam berdarah
(DBD), Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), supresi sumsum
tulang, dll.
Cara Kerja
Cara pelaksanaan :
Menurut WHO dalam buku Kesehatan (2014) ada cara pelaksanaan
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) sebagai berikut :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan
sehari – hari dengan karbohidrat yang cukup dan tetap
melaksanakan kegiatan jasmani seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam dimulai malam hari sebelum
pemeriksaan, minum air mineral tanpa gula masih diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram untuk orang dewasa, atau 1,75
gram /kgBB untuk anak – anak, dilarutkan dalam air 250 ml dan
diminum waktu 5menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam sesudah minum larutan glukosa selesai
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap istirahat
tanpa merokok
F. Golongan Darah
Sejak penemuan Landsteiner (1901) sampai sekarang, telah
diketemukan lebih dari 400 antigen golonqan darah dalam eritrosit.
Tapi untuk kegunaan praktek, klinis yang terpenting hanya sistem
golongan darah ABO dan Rh. Pada sistem golongan darah ABO
hanya ada 4 golongan darah yaitu. A, B, AB dan 0. Golongan
tersebut. berdasarkan atas ada atau tidak adanya antigen A dan
antigen B. Dalam serum golongan 0 normal mengandung anti A dan
anti B, serta golongan A hanya mengandung anti B, golongan B
mengandung anti A dan golongan AB tidak mengandung baik anti A
maupun anti B.
Pada sistem Rh untuk kepentingan klinik cukup menentukan
apakah seseorang negatif. Biasanya dengan memeriksa.reaksi sel
eritrosit seseorang penderita terhadap antigen Rh yang dikenal
dengan nama anti D. Oleh karena reaksi yang terjadi antara antigen –
anti bodi adalah aglutinasi maka antigen (Ag) disebut juga aglutinasi
& antibodi (Ab) disebut agglutinin.
Pada pemeriksaan golongan darah, terdapat beberapa metode
yang dapat dilakukan untuk mengetahui golongan darah. Metode
yang dapat digunakan antara lain adalah metode slide, metode blood
grouping, metode tabung, dan metode tile. Dalam melakukan
pemeriksaan golongan darah, harus memperhatikan tahapan yang
dilakukan meliputi tahapan pra analitik, analitik, dan post analitik.
Pengaplikasian K3 juga sangat penting dalam melakukan
pemeriksaan untuk melindungi diri dari bahaya yang mungkin saja
terjadi saat melakukan pemeriksaan. Tahapan – tahapan pemeriksaan
dilakukan secara berurutan dengan tujuan untuk meminimalisir
terjadinya kesalahan dalam pemeriksaan.
B. Leukosit
Nilai normal leukosit berkisar 4.000 - 10.000 sel/ul darah.
C. Trombosit
Nilai normal trombosit berkisar antara 150.000 - 400.000 sel/ul
darah.
D. Eritrosit
Nilai normal eritrosit pada pria berkisar 4,7 juta - 6,1 juta sel/ul
darah, sedangkan pada wanita berkisar 4,2 juta - 5,4 juta sel/ul
darah.
E. Gula Darah
F. Golongan Darah
Sel Grouping (forward Typing)
1 tetes anti-A 1 tetes anti-B 1 tetes anti-AB
+ + +
Reagen
1 tetes suspense sel 1 tetes suspense 1 tetes suspense
10% sel 10% sel 10%
Hasil Negative Negatif Negatif
Rhesus
1 tetes sel 5% 1 tetes sel 5%
Reagen + +
1 tetes Anti-D 1 tetes BA 6%
Hasil Positif (3+) Negatif
Kesimpula Rhesus D +
n
Cara Kerja :
1. Membersihkan area kemaluan menggunakan tisu steril supaya
bakteri dan sel disekitar kemaluan tidak ikut terbawa ke
sampel. Untuk wanita, cara membersihkan kemaluan
menggunakan tisu steril dari depan ke belakang dan jangan
lupa membersihkan cairan sekresi vagin dan darah menstruasi
untuk menghindari kontaminasi pada sampel urine. Pada pasien
yang tidak bisa mengambil sampel urine secara mandiri dapat
menggunakan kateter. Sampel urine yang diambil
menggunakan kateter harus langsung dari selang kateter.
2. Keluarkan urine selama 1-2 detik dan biarkan terbuang ke
dalam toilet. Lalu masukkan urine selanjutnya ke dalam wadah
sampel hingga tingginya 3-6 cm.
3. Tutup rapat wadah sampel urin untuk menghindari kontaminasi
dari luar dan bersihkan bagian luar wadah urine menggunakan
tisu steril. Jangan lupa untuk mencuci tangan setelahnya.
4. Segera bawa sampel urine ke laboratorium untuk dianalisis.
B. Protein Urin
Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya protein dalam urin
manusia yang melebihi nilai normal yaitu lebih dari 150 mg/hari.
Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya melebihi
200 mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang
berbeda. Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika protein urin
telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya
hanya sedikit di atas nilai normal (Bawazier, 2006).
Cara Kerja :
1. Siapkan 2 tabung reksi.
2. Isi tabung 1 dengan urin sebanyak 2 ml.
3. Isi tabung 2 dengan urin sebanyak 2 ml dan tambahkan 8 tetes
asam sulfosalicil.
4. Kocok dan panaskan di atas nyala api sampai mendidih.
5. Dinginkan 1-3 menit.
6. Jika tabung 1 dan 2 sama dinyatakan protein dalam urin negatif.
7. Jika tabung 2 timbul kekeruhan dinyatakan protein dalam urin
positif.
Cara Kerja :
Cara kerja :
1. Siapkan sempel urin (normal dan wanita hamil) pada beker glass,
lalu celupkan strip tes kehamilan
2. Diamkan selama 5 menit, perhatikan pita yang muncul maka
terjadi (+) pita merah muda menunjukkan terhadap hormone
HCG
B. Protein Urin
Asam sulfosalicil 20 %
O- : tidak ada kekeruhan sedikitpun juga
O+ : ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir dalam
kekeruhan itu
O ++ : kekeruhan mudah dapat dilihat dan tampak butir-
butir dalam kekeruhan
O +++ : urin jelas keruh dan kekeruhan itu berkeping-
keping
O ++++ : urin sangat keruh dan kekeruhan berkeping-keping
besar, menggumpal dan memadat. (Gandasoebrata, 2007).
Asam asetat 6 %
O- : tidak ada kekeruhan sedikitpun juga
O+ : ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir dalam
kekeruhan itu
O ++ : kekeruhan mudah dapat dilihat dan tampak butir-
butir dalam kekeruhan
O +++ : urin jelas keruh dan kekeruhan itu berkeping-
keping
O ++++ : urin sangat keruh dan kekeruhan berkeping-keping
besar, menggumpal dan memadat. (Gandasoebrata, 2007).
C. Tes Kehamilan
Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces)
merupakansalah satu sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.
Orang yang terkena diare, kolera dan infeksi cacing biasanya mendapatkan
infeksi ini melalui tinja (faeces). Seperti halnya sampah, tinja juga
mengundang kedatangan lalat dan hewan-hewan lainnya. Lalat yang
hinggap di atas tinja (faeces) yang mengandung kuman-kuman dapat
menularkan kuman-kumanitu lewat makanan yang dihinggapinya, dan
manusia lalu memakan makanantersebut sehingga berakibat sakit.
Beberapa penyakit yang dapat disebarkan akibat tinja manusia antara lain
tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang,
pita), schistosomiasis, dan sebagainya.
Pengerasan tinja atau feses dapat menyebabkan meningkatnya waktu
dan menurunnya frekuensi buang air besar antara pengeluarannya atau
pembuangannya disebut dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya,
bila pengerasan tinja atau feses terganggu, menyebabkan menurunnya
waktu dan meningkatnya frekuensi buang air besar disebut dengan diare
atau mencret.
1. Mendekatkan alat
2. Memberitahu pasien
3. Mencuci tangan
4. Memasang perlak pengalas dan sampiran
5. Melepas pakaian bawah pasien
6. Mengatur posisi dorsal recumbent
7. Memakan hand scoon
8. Telunjuk diberi vaselin lalu dimasukkan ke dalam anus dengan
arah keatas kemudian diputar kekiri dan kekanan sampai teraba
tinja
9. Setelah dapat , dikeluarkan perlahan – lahan lalu dimasukkan ke
dalam tempatnya.
10. Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan
tissue.
11. Melepas hand scoon
12. Merapikan pasien
13. Mencuci tangan
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa
makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri
apatogen, asam lemak, urobilin, debris, celulosa gas indol, skatol,
sterkobilinogen dan bahan patologis.
PemeriksaanSpesimen Sputum
Sputum adalah sekret mukus yang dihasilkan dari paru- paru, bronkus
dan trakea. Individu yang sehat tidak memproduksi sputum. Pasien perlu
batuk untuk mendorong sputum dari paru-paru, bronkus dan trakea ke
mulut dan mengeluarkan ke wadah penampung.
1. Persiapan pasien:
2. Melakukan informant concent
3. Menyiapkan tempat tidur ginekologi dan lampu sorot.
4. Menganjurkan klien membuka pakaian bawah
5. Menganjur klien berbaring di tempat tidur ginekologi dengan
posisi litotomi
o Fiksasi Kering
Fiksasi kering dibuat setelah sediaan selesai diambil,
sewaktu secret masih segar disemprotkan cytocrep atau hair
spray pada object glass mengandung usapan secret tersebut
dengan jarak 10-15 cm dari kaca object glass, sebanyak 2-4
kali semprotan. Kemudian keringkan sediaan dengan
membiarkannya diudara terbuka selama 5-10 menit. Setelah
kering sediaan siap dikirimkan ke laboraturium sitologi
untuk diperiksa.
15. Bersihkan porsio dan dinding vagina denagn kasa steril dengan
tampon tang
16. Keluarkan speculum dari vagina secara perlahan-lahan
17. Berutahui klien bahwa pemeriksaan sudah selesai
18. Cuci tangan
19. Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan.
PEMBERIAN OBAT
Pemberian Obat Melalui Oral
Pemberian obat melalui mulut dilakukan dengan tujuan mencegah,
mengobati, dan mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.
Persiapan alat dan bahan:
1. Daftra Buku Obat/Catatan, jadwal pemberian obat
2. Obat dan tempatnya
3. Air minum dalam tempatnya
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Baca obat,dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat
waktu, tepat tempat
4. Bantu untuk meminumkannya dengan cara :
a. Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari
botol,maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup
botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat
dengan tangan.Untuk obat berupa kapsul jangan dilepaskan
pembungkusnya.
b. Kaji kesulitan menelan, Bila ada, jadikan tablet dalam bentuk
bubuk dan campuran dengan meminum.
c. Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian
obat yang membutuhkan pengkajian
5. Catat perubahan dan
6. reaksi terhadap pemberian.Evaluasi respons terhadap obat dengan
mencatat hasil pemberian obat.
7. Cuci tangan.
Pemberian Obat Oral Sublingual
1. Persiapan alat
a. Spuit
b. Kasa antiseptic / kapas alkohol
c. Ampul
d. Formulir obat
e. Sarung tangan bersih
2. Persiapan lingkungan
Jaga privasi klien
3. Persiapan klien
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
b. Berikan klien posisi senyaman mungkin
4. Langkah – langkah
a. Cuci tangan
b. Gunakan sarung tangan bersih
c. Cek instruksi obat pasien
d. Menyiapkan obat dengan benar sesuai instruksi pengobatan
e. Pilih tempat penyuntikan yang tepat.Palpasi tempat tersebut
terhadap edemen,massa,atau nyeri tekan. Hindari area yang
terdapat jarinagn parut,memar,lecet,atau infeksi.Jangan gunakan
tempat penyuntikan berulang kali.Rotasikan didalam satu region
anatomi kemudian pindah ke lokasi anatomi lainnya. Jangan
gunakan kembali tempat suntikan yang sama didalam periode 3
minggu.
a) Ekspose bagian lengan atau tungkai klien (tempat di mana
suntikan akan diberikan).
b) Bersihkan tempat suntikan yang dipilih dengan swab di tengah
tempat suntikan dan putar ke arah melingkar sekitar 5 cm
c) Lepaskan cap jarum dari spuit dengan menarik cap lurus.
d) Pegang spuit diantara ibu jari dan jari telunjuk dari tangan yang
dominan
e) Lakukan penyuntikan:
f) Untuk klien ukuran sedang; dengan tangan nondominan
perawat regangkan kedua belah sisi kulit tempat suntikan
dengan kuat atau cubit kulit yang akan menjadi tempat
suntikan.
g) Untuk klien obesitas, cubit kulit pada tempat suntikan jarum di
bawah lipatan kulit.
h) Suntikan jarum dengan cdpat dan kuat pada sudut 45 derajat
(kemudian lepaskan cubitan kulit bila dilakukan).
i) Lakukan aspirasi
j) Cabut jarum dengan cepat sambil meletakan swab antiseptic
tepat dibawah suntikan. Jika menggunakan metode Z-
track,tahan agar jarum tetap ditempat setelah nenyuntikan obat
selama 10 detik.Kemudian lepaskan kulit setelah menarik
jarum.
k) Massae tempat suntikan dengan perlahan kecuali merupakan
kontraindikasi seperti pada penyuntikan heparin.
l) Bantu klien mendapatkan posisi yang nyama.
m) Buang jarum tidak berpenutup dan letakkan spuit ke dalam
tempat yang sudah diberi label.
n) Rapihkan alat dan klien
o) Lepaskan sarung tangan
p) Cuci baju
q) Dokumentasi
r) Kembali untuk mengevaluasi respons klien terhadap obat
dalam 15 sampai 30 menit.
s) Melakukan tindakan dengan sistematis
t) Komunikatif dengan klien.
u) Percaya diri
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komposisi obat
Pengkajian
1. Kaji catatan medis dokter tentang terapi obat yang akan diberikan kepada
klien
2. Kaji informasi yang diharapakan dari reaksi pemberian obat intarmal
3. Kaji riwayat alergi klien dan reaksi yang timbul
4. Kaji tanggal kedaluarsa obat
5. Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap tujuan dan reaksi skin test
Prosedur
1. Persiapan alat
2. Persiapan privack klien
3. Persiapan klien
4. Cuci tangan
5. Pakai sarung tangan bersih
6. Cek instruksi obat pasien
7. Menyiapkan obat dengan benar sesuai instruksi pengobatan
8. Periksa nama pasien, kaji terhadap elergi
9. Pasang penggalas
10. Pilih tempat penyuntikan yang tepat hindari area lecet,memar
11. Bersihkan tempat suntikan swab kassa antisepik dengan arah melingkar
(dalam keluar) sekitar 5cm
12. Lepaskan penutupan jarum dari spuit
13. Pegang spuit diantara ibu jari dari jari telunjuk tangan yang dominan.
14. Rengangkan kedua belah sisi kulit tempat suntikan dengan tangan non
dominam didaerah yang akan menjadi tempat suntikan.
15. Suntikan obat dalam spuit pada sudut 15 derajat sampai membuat
gelembung kecil
16. Cabut jarum dengan cepat dan jangan memberikan penekanan pada area
suntikan
17. Beri tanda lingkaran paada area suntikan apabila obat yang diberiakan
berupa antibiotic
18. Ambil pengalas
19. Rapihkan alat dan klien
20. Lepaskan sarung tangan
21. Cuci tangan
22. Dokumentasi
23. Evaluasi respons klien terhadap obat yang akan diberikan setelah 15
sampai 30 menit setelah penyuntikan
24. Melakukan tindakan dengan sistematis
25. Komunikatif dengan klien
26. Percaya diri
Prosedur
1. Persiapan alat
2. Persiapan lingkungan
3. Persiapan klien
4. Cuci tangan
5. Gunakan sarung tangan bersih
6. Cek instrusi obat pasien
7. Menyiapakan obat pasien dengan benar sesuai instruksi
8. Pilih tempat penyuntikan yang tepat.palpasi terhadap endema,massa,atau
nyeri tekan.hindari area jaringan perut, memar,lecet,atau infeksi jangan
gunakan tempat penyuntiakn berulang kali.
9. Ekpose bagian lengan atau tungkai klien (tempat di mana suntikan akan
diberikan ).
10. Bersikan tempat suntikan yang dipilih dengan swab kasa antiseptik.pasang
swab putar ke arah melingkar sekitar 5cm
11. Lepaskan cap jarum dari spuit dengan menarik capa lurus
12. Pegang spuit diantara ibu jari dan jari telunjuk dari tangan yang dominan.
13. Lakukan penyuntikan
14. Untuk klien ukuran sedang : dengan tangan nondominan perawat
regangkan kedua belah sisi kulit tempat suntikan dengan kuat atau cubit
kulit yang akan menjadi tempat suntikan.
15. Lakukan aspirasi
16. Cabut jarum dengan cepat sambil meletakan swab antiseptic tepat dibawah
suntikan.Jika menggunakan metode Z-track,tahan agar jarum tetap
ditempat setelah menyuntikan obat selam 10detik. Kemudian lepaskan
kulit setelah menarik jarum.
17. Massae tempat suntikan dengan perlahan kecuali merupakan
kontraindikasi seperti pad penyuntikan hepari
18. Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman.
19. Buang jarum tidak berpenutup dan letakkan spuit ke dalam tempat yang
sudah diberi label.
20. Rapihkan alat dan klien
21. Lepaskan sarung tangan
22. Cuci tangan
23. Dokumentasi
24. Kembali untuk mengevaluasi respons klien terhadap obat dalam 15 sampai
30 menit.
25. Melakukan tindakan dengan sistematis
26. Komunikatif dengan klien
27. Percaya diri
Definisi Intramuscular (IM)
Menyuntikan obat ke dalam kulit bagian muskular (jaringan otot).jarun
suntikan yang digunakan untuk klien dewasa biasanya berukuran 19-23 dan
ukuran untuk anak-anak adalah 25-27 dengan arah penusukan 90.pemberian obat
ke bagaian otot biasannya tidak menyebabkan iritas walaupun dengan obat yang
relatif kental.
Tujuan
Memberikan medikasi sesuai kolaborasi dokter
Indikasi
1. Klien tidak dapat bertoleransi terhadap pemberian obat oral
2. Ketika menginginkan reaksi obat yang lebih cepat daripada pemberian via
subkutan
Kontraindikasi
Tidak efektif jika dilakukan klien dengan:
1. Atrofi otot, misalnya pada klien dengan ,injuri spina cord/ tulang belakang
2. Penurunan aliran darah shoc
Hal-hal yang perlu diperhatiakan
1. Yakinkan bahwa klien tidak mengalami alergi obat yang akan disuntikan
2. Perkirankan dengan benar lokasi penyuntikan
3. Pada klien yang mendapatkan obat secara regule/terus menerus (vitamin
B12) maka lakukan rotansi penyuntikan.
4. Jika klien yang akan disuntikan adalah anak-anak,maka perawat dapat
meminta bantuan orang tua dalam menurunkan ketegangan/kecemasan
anak tersebut. Suntikan pula dengan menggunakan ukuran spuit dan jarum
yang sesuai.
Pengkajian
1. kaji catatan medis dokter tentang nama obat,dosis,waktu dan cara
pemberian obat
2. kaji informasi obat cara kerja obat, tujuan efek samping,dosis yang
dianjurkan, lama kerja obat implikasi keperawatanya.
3. Kaji faktor-faktor yang meupakan kontraindikasi pemberian obat secara
intramuskular, atrofi otot,penurunan aliran darah atau klien dengan shock.
4. Kaji indikasi pemberian obat
5. Kaji riwayat pemakain obat
6. Kaji usia klien
7. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang terapi obat.
8. Kaji reaksi verbal dan non verbal karena bisa rasa sangat cemas
meningkatkan ambang nyeri terhadap penyuntikan obat.
Prosedur
1. Persiapan alat
2. Persiapan lingkungan
3. Persiapan klien
4. Cuci tangan
5. Gunakan sarung tangan bersih
6. Cek instruksi obat pasien
7. Menyiapkan obat dengan benar sesuai instruki pengobatan
8. Pasang perlak pengalas dan dekatkan bengkok
9. Memilih lokasi penyuntikan yang tepat
10. Meminta klien untuk melemaskan lengan atau tungkai yang akan
dilakukan penyuntikan
11. Mendesinfeksi area yang diplih dengan kapas alkohol dengan cara
memutar ke arah luar sekitar 5cm
12. Membuka tutup jarum dari spuit
13. Memegangkan spuit diantara ibu jari dari jari telunjuk dari tangan yang
dominan seperti memegang anak panah
14. Meregangkan kulit yang akan disuntik dengan tangan kiri
15. Tusukan jarum dengan sudut 90 derajat
16. Aspirasi spuit dengan cara menarik plunger ke belakang
17. Jika tidak terdapat udara, masukan obat dengan perlahan (bila terdapat
darah maka jarum segera dicabut dan obat diganti)
18. Mencabut jarum dengan cepat sambil meletakan kapas alcohol tepat
dbawah suntikan
19. Massase tempat penyuntikan dengan perlahan
20. Membantu klien dengan mendapatkan posisi yang nyaman
21. Meletakan spuit kedalam bengkok
22. Merapikan alat dan klien
23. Lepaskan sarung tangan
24. Perawat mencuci tangan
25. Dokumentasi
26. Mengevaluasi kembali respon klien terhadap obat 15 sampai 30 menit
setelah penyuntikan
27. Melakukan tindakan dengan sistematis
28. Komuikatif dengan klien
29. Percaya diri
Lokasi
Lokasi pemberian obat melalui muscular dapat diberikan pada daerah :
1. M. Deltoid , menentukan lokasi dengan palpasi batas bawah prosesus
akromium, yang membentuk basis sebuah segitiga yang sejajar dengan
titik tengah bagian lateral lengan atas.
Tempat injeksi terletak dibagian tengah segitiga sekitar 2.5 sampai 5 cm
dibawah prosesus akromium atau dengan cara menempatkan empat jari
diatas otot deltoid, dengan jari teratas berada disepanjang prosesus
akromium. Hati-hati terhadap saraf radialis, ulnaris dan arteri brakhialis
terdapat didalam lengan atas disepanjang humerus.
2. M. Dorsogluteal yaitu tempat biasa digunakan injeksi IM, Daerah
dorsogluteus berada dibagian atas luar kuadran ata atas luar bokong, kira-
kira 5 sampai 8 cm dibawah Krista iliaka untuk menemukan lokasinya,
palpasi spina iliaka posterior dan superior dan trokhantor mayor femur.
Sebuah garis khayal ditarik diantara dua penanda anatomi. Tempat injeksi
terletak diatas dan lateral terhadap garis. Pada anak-anak hanya boleh
digunakan jika usia lebih dari 3 tahun.
3. M. Ventrogluteal, menemukan lokasi ini dengan klien disuruh berbaring
diatas salah satu sisi tubuh dengan menekuk lutut, kemudian cari otot
dengan menempatkan telapak tangan diatas trokanter mayor dan jari
telunjuk pada spina iliaka superior anterior panggul. Tangan kanan
digunakan untuk panggul kiri dan tangan kiri digunakan untuk panggul
kanan . Perawat menunjukan ibu jarinya kearah lipat paha klien dan jari
lain kearah kepala. Tempat injeksi terpajang ketika perawat melebarkan
jari tengah kebelakang sepanjang Krista iliaka kearah bokong. Jari
telunjuk, jari tengah, dan Krista iliaka membentuk sebuah segitiga dan
tempat injeksi berada ditengah segitiga tersebut.
4. M. Vastus Lateralis yaitu terletak di bagian lateral anterior paha, pada
orang dewasa membentang sepanjang satu tangan diatas lutut sampai
sepanjang satu tangan dibawah trokanter femur atau sepertiga tengah otot
merupakan tempat terbaik injeksi.
Intravena (IV)
Pengertian
Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah
vena sehingga obat langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Menurut
Sanders et al. (2012) rute intarvena diberikan secara langsung kedalam aliran
darah. Adapun waktu pemberian obat intravena sampai mendapatkan efeknya
yaitu sekitar 30-60 detik.
Lokasi
Memberikan obat atau injeksi melaui vena dapat secara langsung, di
berikan pada daerah berikut :
vena medianan cubitus/cephalika (daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena
jugularis (leher),vena frontalis/temporalis di daerah frontalis dan temporal dari
kepala.
Indikasi
Indikasi pemberian obat melalui vena yaitu sebagai berikut :
a) Klien dengan penyakit berat seperti sepsis. Tujuan pemberian obat
intravena pada kasus ini agar obat langsung masuk ke dalam jalur
peredaran darah. Sehingga memberikan efek lebih cepat
dibandingkan memberikan obat oral.
b) Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas
(efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) atau
hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik).
c) Pasien tidak dapat minum karena muntah atau memang tidak dapat
menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas).
d) Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak – obat
masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain
dipertimbangkan.
e) Klien dengan kejang-kejang.
f) Memasukkan obat secara cepat dengan tujuan kadar puncak obat
dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui
injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena).
Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai.
Kontraindikasi
Kontraindikasi dalam pemberian obat intravena dalah sebagai berikut :
a. Inflamasi atau infeksi di lokasi injeksi intravena.
b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini
akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri – vena (A – V
shunt) pada tindakan hemodaliasis (cuci darah).
c. Obat – obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah
vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembulah vena
di tungkai dan kaki).
Bahaya
Bahaya yang mungkin terjadi dalam Pemberian obat atau injeksi intravena
adalah sebagai berikut:
a. Pasien alergi terhadap obat (misalnya mengigil, urticaria, shock,
collaps dll).
b. Pemberian obat intravena juga dapat menyebabkan emboli, infeksi
akibat jarum suntik yang tidak steril dan pembuluh darah pecah.
c. Pada bekas suntikan dapat terjadi abses, nekrose atau hematoma
d. Dapat menimbulkan kelumpuhan.