Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

FARMASI KOMUNITAS/APOTEK

di

APOTEK SARANA
MEDAN

Disusun Oleh:

Dwi Tami Annisa Zulfita, S.Farm.


NIM 193202106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI


APOTEK

di

APOTEK SARANA
MEDAN

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan

Disusun Oleh:
Dwi Tami Annisa Zulfita, S.Farm.
NIM 193202106

Pembimbing,

apt. Embun Suci Nasution, S.Si., M.Farm.Klin. Drs. apt. Hartono


NIP. 198012142015042002 Apoteker Pemilik Sarana Apotek
Staff Pengajar Fakultas Farmasi Apotek Sarana
Universitas Sumatera Utara Medan
Medan

Medan, Agustus 2020


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. apt. Masfria, M.S.


NIP195707231986012001

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Praktik Kerja Profesi (PKP) Apoteker dan laporan Praktik Kerja Profesi (PKP)

Farmasi Komunitas di Apotek Sarana yang beralamat di Jalan Aip II K.S Tubun

No. 94, Medan. Laporan ini ditulis berdasarkan teori dan hasil pengamatan selama

melakukan Praktik Kerja Profesi (PKP) Apoteker di Apotek Sarana.

Praktik Kerja Profesi ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti

Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara untuk mencapai gelar Apoteker. Terlaksananya Praktik Kerja

Profesi Apoteker ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Selama

melaksanakan Praktik Kerja Profesi (PKP) Apoteker ini penulis banyak

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak berupa arahan, bimbingan dan

masukan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Ibu Prof. Dr. apt. Masfria, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi,

Universitas Sumatera Utara, Medan yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk dapat menjalani Praktik Kerja Profesi (PKP) Apoteker, Ibu Dr. apt.

Aminah Dalimunthe, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi

Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan, serta Ibu apt.

Embun Suci Nasution, S.Si., M.Farm.Klin., selaku pembimbing apotek di

Fakultas Farmasi yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis

untuk dapat menjalani Praktik Kerja Profesi (PKP) Apoteker dan membimbing

penulis dengan penuh tanggung jawab selama Praktik Kerja Profesi Apoteker

hingga selesainya penulisan laporan ini. Penulis juga ingin berterima kasih kepada

iii
Bapak Drs. apt. Hartono selaku pembimbing dan pemilik Apotek Sarana yang

telah membimbing penulis selama Praktik Kerja Profesi serta kepada Ibu Dra. apt.

Ross Ernny selaku Apoteker Penanggung jawab Apotek di Apotek Sarana Medan

yang telah memberikan fasilitas dan dukungan pengarahan selama melaksanakan

Praktik Kerja Profesi Apoteker dan kepada seluruh karyawan di Apotek Sarana

Medan, atas kerja sama dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan

Praktik Kerja Profesi.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang tiada terhingga kepada orang tua tercinta, Ayahanda Zulfikar,

SH dan Ibunda Evie Mayni Tambunan, Amd yang telah memberikan cinta dan

kasih sayang, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus

yang tidak pernah berhenti, kakak dan adik serta sahabat tercinta serta seluruh

keluarga, terima kasih atas dukungan, doa dan semangat yang telah diberikan

kepada penulis.

Penulis menyadari atas kekurangan dalam penulis laporan ini. Untuk itu

diharapkan kritik dan saran guna mendapat perbaikan yang positif yang

membangun demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini

dapat memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, Juni 2020


Penulis,

Dwi Tami Annisa Zulfita, S.Farm.


NIM 193202106

iv
RINGKASAN

Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) farmasi


komunitas di Apotek Sarana Medan pada 02 Juni 2020-30 Juni 2020. PKPA ini
dilaksanakan dalam upaya memberikan perbekalan, keterampilan dan keahlian
bagi calon Apoteker. Praktek kerja dilakukan dengan mengamati secara langsung
pengelolaan suatu apotek sehingga mengetahui dan memahami peran dan tugas
Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA) dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian di Apotek.
Kegiatan PKPA di Apotek Sarana meliputi: membuat catatan pelayanan
resep harian, melihat dan mempelajari sistem penyusunan obat di apotek,
mempelajari item obat yang ada di Apotek beserta indikasinya, pendataan
perbekalan Farmasi dan masa kadaluarsa obat, tata cara pembelian dan
penerimaan barang dari PBF, serta ikut berperan dalam kegiatan pelayanan resep
dan swamedikasi di Apotek. Berdasarkan kegiatan pelayanan yang telah
dilakukan maka dipilih 5 kasus pelayanan resep dan 10 kasus pelayanan
swamedikasi untuk dibahas dalam laporan ini.

v
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
RINGKASAN ........................................................................................... v
DAFTAR ISI............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................... 1
1.2 Tujuan Kegiatan................................................................. 3
1.3 Manfaat Kegiatan............................................................... 3
1.4 Pelaksanaan Kegiatan........................................................ 3
BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK .................................................. 4
2.1 Apotek................................................................................ 4
2.1.1 Definisi, Tugas dan Fungsi Apotek........................... 4
2.2 Pendirian Apotek................................................................ 5
2.2.1 Studi Kelayakan........................................................ 5
2.2.2 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat....................... 5
2.2.3 Survei dan Pemilihan Lokasi.................................... 6
2.3 Persyaratan Apotek............................................................ 7
2.4 Perizinan Apotek................................................................
8
2.5 Pencabutan Izin Apotek.....................................................
11
2.6 Pengelolaan Apotek........................................................... 12
2.6.1 Sumber daya Manusia..............................................
12
2.6.2 Sarana dan Prasarana................................................
13
2.7 Ruang Lingkup Pelayanan Kefarmasian di Apotek...........
15
2.7.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis pakai.........................................
15
2.7.2 Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek........................
18
2.8 Pengelolaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor.......... 22
2.8.1 Peredaran................................................................... 24
2.8.2 Pemesanan................................................................. 25
2.8.3 Penyimpanan............................................................. 26
2.8.4 Penyerahan................................................................ 28
2.8.5 Pencatatan dan Pelaporan.......................................... 30
2.8.6 Pemusnahan.............................................................. 33
2.9 Apoteker ......................................................................... 36

vi
2.9.1 Definisi Apoteker...................................................... 36
2.9.2 Peran Apoteker di Apotek......................................... 37
2.9.3 Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)................ 40
2.9.4 Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).......................... 40
BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK SARANA............................. 42
3.1 Sejarah Apotek................................................................... 42
3.2 Letak dan Lokasi................................................................ 42
3.3 Struktur Organisasi dan Personalia.................................... 42
3.4 Sarana dan Prasarana......................................................... 43
3.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi....................................... 45
3.5.1 Perencanaan Pembelian............................................. 45
3.5.2 Pelaksanaan Pembelian............................................. 45
3.5.3 Penerimaan dan Pemeriksaan Hasil Pembelian........ 47
3.5.4 Penyimpanan dan Penataan....................................... 47
3.6 PelayananKefarmasian di Apotek...................................... 48
3.6.1 Pelayanan Resep....................................................... 48
3.6.2 Pelayanan Swamedikasi ...........................................
48..............................................................................
3.7 Administrasi dan Pelaporan............................................... 49
3.7.1 Pencatatan Keuangan................................................ 49
3.7.2 Pajak.......................................................................... 50
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................... 51
4.1 Lokasi................................................................................. 51
4.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi....................................... 51
4.3 Perandan Pelayanan Apoteker Penanggung jawab
Apotek................................................................................
53........................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 55
5.1 Kesimpulan......................................................................... 55
5.2 Saran.................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 57
LAMPIRAN ............................................................................................. 58

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
3.1 Struktur Organisasi dan Personalia................................................... 42

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Formulir Surat Pesanan........................................................... 58
2. Formulir Surat Pesanan Obat yang Mengandung Prekursor. . 59
3. Formulir Surat Pesanan Psikotropika..................................... 60
4. Formulir Surat Pesanan Narkotika.......................................... 61
5. Formulir Laporan Penggunaan Psikotropika.......................... 62
6. Formulir Laporan Penggunaan Narkotika ............................. 63
7. Salinan Resep.......................................................................... 64

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang diselenggarakan secara

mandiri atau bersama-sama dan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

yang optimal bagi masyarakat. Salah satu sarana penyedia layanan kesehatan

adalah apotek. Pentingnya fungsi apotek terhadap peningkatan derajat kesehatan

masyarakat, didukung oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 9 tahun 2017 tentang apotek yang mengatakan bahwa apotek

adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh

apoteker.

Secara umum apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat dan sebagai suatu tempat usaha yang menerapkan

prinsip laba. Kedua fungsi tersebut dapat berjalan secara bersamaan jika apotek

memiliki pengelolaan manajemen yang baik (Bogadenta, 2012). Dalam PP 51

tahun 2009 pasal 21 ayat 2 disebutkan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan

kefarmasian di apotek, apoteker harus mampu melaksanakan peran profesinya

sebagai professional kesehatan yang mengabdikan ilmu dan pengetahuannya

dalam memberikan pelayanan kefarmasian yang terbaik, serta upaya pengobatan

diri sendiri oleh pasien (swamedikasi) (Presiden RI, 2009).

Diperlukan kurikulum yang dapat memberikan gambaran implementasi ilmu

kefarmasian di era globalisasi. Salah satunya adalah dengan melaksanakan Praktik

Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek yang telah diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.73 tahun 2016 tentang Standar

1
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. PKPA dilaksanakan untuk calon Apoteker

agar dapat meningkatkan pemahaman tentang peran, fungsi, posisi, dan tanggung

jawab Apoteker dalam praktik kefarmasian serta dapat mempersiapkan calon

Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional

(Menkes RI, 2016).

Berdasarkan hal tersebut, penting untuk dilaksanakan Praktik Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) agar calon Apoteker dapat mengetahui dan melihat secara

langsung pengelolaan Apotek serta tanggung jawab, tugas, dan peran Apoteker

Penanggung jawab Apotek (APA) dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian

yang bersifat manajerial dan pelayanan farmasi klinis secara profesional sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kaidah profesi yang berlaku

yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara bekerja

sama dengan berbagai Apotek di Medan salah satunya adalah Apotek Sarana.

Adapun Praktik Kerja Profesi Apoteker ini dilaksanakan mulai tanggal 02 Juni

2020 sampai dengan 30 Juni 2020 di Jalan Aip II K.S. Tubun nomor 94/ Jl.

Sumatera No. 72 Medan.

1.2 Tujuan

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek bagi mahasiswa Program

Studi Pendidikan Profesi Apoteker bertujuan untuk:

1. Meningkatkan pemahaman kepada calon apoteker tentang peran, fungsi dan

tanggung jawab apoteker terkait pekerjaan kefarmasian di apotek, sehingga

dapat mengetahui praktik pengelolaan apotek secara profesional sesuai

dengan peraturan perundang-undangan dan kaidah profesi yang berlaku.

2
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,

keterampilan dan pengalaman praktik untuk melakukan pekerjaan

kefarmasian di apotek.

1.3 Manfaat

1. Mengetahui dan memahami tugas serta tanggung jawab apoteker dalam

mengelola apotek.

2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di apotek.

3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di apotek.

4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang professional.

1.4 Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek

Sarana dilaksanakan mulai 02 Juni sampai dengan 30 Juni 2020 di Jalan Aip II

K.S. Tubun nomor 94/ Jl. Sumatera No. 72 Medan. Pembagian tugas Praktik

Kerja Profesi Apoteker menggunakan dua shift, yaitu pukul 09.00-16.00 WIB ,

dan pukul 13.00-20.00 WIB.

3
BAB II

TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Apotek

2.1.1 Definisi, Tugas, dan Fungsi Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73

Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek, apotek adalah

sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh

apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Apotek merupakan tempat bagi apoteker dalam melaksanakan pengabdian

profesi berdasarkan keilmuan,tanggung jawab dan etika profesi (Menkes RI,

2016).

Apotek menyelenggarakan fungsi:

a. Mengelola sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

b. Pelayanan farmasi klinik

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2017 tentang apotek,

apotek hanya dapat menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai kepada:

a. Apotek lainnya

b. Puskesmas

c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

d. Instalasi Farmasi Klinik

e. Dokter

4
f. Bidan praktik mandiri

g. Pasien

h. Masyarakat

Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat

dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai dalam hal:

a. Terjadi kelangkaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai di fasilitas distribusi; dan

b. Terjadi kekosongan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai di fasilitas pelayanan kesehatan

Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

sebagaimana dimaksud pada huruf e sampai huruf h hanya dapat dilakukan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes RI, 2017).

2.2 Pendirian Apotek

2.2.1 Studi Kelayakan

Sebelum suatu apotek didirikan harus terlebih dahulu dilakukan studi

kelayakan (Feasibility study-FS). Studi Kelayakan adalah suatu metode

penjajakan gagasan (idea) suatu proyek mengenai kemungkinan layak atau

tidaknya untuk dilaksanakan. Studi kelayakan pendirian suatu apotek berfungsi

sebagai pedoman atau landasan pelaksanaan pekerjaan, karena dibuat berdasarkan

data-data dari berbagai sumber yang dianalisis (Umar, 2011).

2.2.2 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Sebelum melakukan pendirian apotek, dilakukan survei tentang keadaan sosial

5
ekonomi masyarakat sekitar apotek yang akan dibangun, hal ini dilakukan untuk

melihat seberapa besar minat masyarakat, dan omset yang akan didapat ketika apotek

itu berdiri. Semakin baik kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar apotek, maka

peluang untuk mengembangkan apotek semakin besar pula. Adapun persyaratan

modal pendirian sebuah apotek, yaitu sebagai berikut :

a. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal

dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.

b. Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal

maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh

Apoteker yang bersangkutan.

Persyaratan lain yang harus d i penuhi untuk mendirikan suatu apotek

antara lain:

a. Lokasi

b. Bangunan

c. Sarana, prasarana dan peralatan

d. Ketenagaan

2.2.3 Survei dan Pemilihan Lokasi

Menurut Umar (2011), dasar pertimbangan yang paling utama untuk

menentukan lokasi usaha adalah pasar. Pasar merupakan masalah yang harus

diperhitungkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, dalam pemilihan lokasi untuk

mendirikan suatu Apotek ada beberapa hal yang harusikut diperhitungkan yaitu

sebagai berikut :

a. Jumlah penduduk

b. Ada tidaknya Apotek lain

6
c. Letak Apotek, mudah tidaknya pasien untuk parkir kendaraan

d. Jumlah praktik dokter, klinik, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain.

2.3 Persyaratan Pendirian Apotek

Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal

dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Apoteker yang

mendirikan apotek dengan bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan

kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan

(Menkes RI, 2017).

Ketentuan mengenai persyaratan pendirian apotek yang harus dipenuhi di

dalam Permenkes RI No. 9 tahun 2017 diantaranya:

1. Lokasi

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran apotek di

wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan kefarmasian.

2. Bangunan

Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan

kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan

keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan

orang lanjut usia. Bangunan apotek harus bersifat permanen dan dapat

merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah

toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.

3. Sarana, prasarana dan peralatan

Bangunan apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:

a. Ruang penerimaan resep

7
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

c. Ruang penyerahan obat

d. Ruang konseling

e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai

f. Ruang arsip

Prasarana apotek paling sedikit terdiri atas instalasi air bersih, instalasi

listrik, sistem tata udara, dan sistem proteksi kebakaran. Peralatan apotek meliputi

rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi,

komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien

yaitu catatan riwayat penggunaan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan atas

permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada

pasiendan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan (Menkes RI, 2017).

4. Ketenagaan

Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan apotek dapat dibantu oleh

apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.

Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes RI, 2017).

2.4 Perizinan Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 tahun 2018tentang

Pelayanan Perizinan Berusaha Terintergrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan,

dinyatakan bahwa pendirian apotek harus memenuhi syarat yaitu:

a. Apotek diselenggarakan oleh pelaku usaha perseorangan. Pelaku usaha

perseorangan sebagaimana dimaksud yaitu apoteker.

8
b. Persyaratan untuk memperoleh izin apotek disertai dengan kelengkapan

dokumen administrasi yang harus menelusuri aplikasi online single submission

(OSS) dikirim melalui situs online, meliputi:

 Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA);

 Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA);

 Denah bangunan;

 Daftar sarana danprasarana, dan

 Berita acara pemeriksaan, (Menkes RI, 2018).

Perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single

Submisson yang selanjutnya disingkat sebagai OSS adalah perizinan berusaha

yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan

lembaga, gubernur atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem

elektronik yang terintegrasi (Menkes RI, 2018).

Izin mendirikan apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek

kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dimana izin yang dimaksud adalah

Surat Izin Apotek (SIA). SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama

memenuhi persyaratan (Menkes RI, 2017).

Apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017

Tentang Apotek,Surat Izin Apotek (SIA) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai izin untuk

menyelenggarakan Apotek. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 9 Tahun 2017 Pasal 13 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian

9
Izin Apotek, yaitu :

1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

2. Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan

dokumen administratif meliputi:

a. fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli;

b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);

c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker;

d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan

e. daftar prasarana, sarana, dan peralatan.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah

menerima permohonan dapat menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan

pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek.

4. Tim pemeriksa yang melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota yang

meliputi tenaga kefarmasian dan tenaga lainnya yang menangani bidang

sarana dan prasarana selambat-lambatnya 6 hari kerja sejak ditugaskan harus

melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

5. Dalam jangka 12 hari kerja setelah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

menerima laporan pemeriksaan dan dinyatakan memenuhi persyaratan, maka

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan

kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai

POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi.

10
6. Dalam hasil pemeriksaan tim pemeriksa bila dinyatakan masih belum

memenuhi syarat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam waktu 12 hari

kerja mengeluarkan surat penundaan.

7. Terhadap surat penundaan, apoteker diberikan kesempatan untuk melengkapi

persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu satu

bulan sejak tanggal surat penundaan.

8. Terhadap permohonan izin apotek bila tidak memenuhi persyaratan, maka

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib mengeluarkan surat penolakan

disertai dengan alasan-alasannya.

9. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA

melebihi jangka waktu, Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek

dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.

Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka penerbitannya bersama

dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA.Masa berlaku SIA

mengikuti masa berlaku SIPA (Menkes RI, 2017).

2.5 PencabutanIzinApotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 tahun

2017 tentang Pencabutan Izin Apotek dijelaskan bahwa:

1. Pencabutan SIA dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

berdasarkan:

a. Hasil pengawasan, dan/atau

b. Rekomendasi kepala Balai POM

2. Pelaksanaan pencabutan SIA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan setelah dikeluarkan teguran tertulis berturut-turut sebanyak 3

11
(tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan dengan

menggunakan Formulir 8.

3. Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan jiwa,

SIA dapat dicabut tanpa peringatan terlebih dahulu.

4. Keputusan Pencabutan SIA oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

disampaikan langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada Direktur

Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Badan dengan

menggunakan Formulir 9.

5. Dalam hal SIA dicabut selain oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, selain

ditembuskan kepada sebagaimana dimaksud pada ayat (4), juga

ditembuskan kepada Dinas Kabupaten/Kota.

2.6 Pengelolaan Apotek

2.6.1 Sumber Daya Manusia

Berdasarkan Peraturan MenteriKesehatanRepublik IndonesiaNo. 73 tahun

2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa Pelayanan

Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh

apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian yang memiliki Surat

Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja. Dalam melakukan

Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:

1. Persyaratan administrasi

a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi.

b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).

c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku.

d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).

12
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.

3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan dan mampu memberikan pelatihan

yang berkesinambungan.

4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri,

baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau

mandiri.

5. Apoteker harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan

perundang-undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan,

standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku (Menkes

RI, 2016).

2.6.2 Sarana dan Prasarana

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.73

tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa apotek

harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana apotek dapat

menjamin mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta

kelancaran praktik pelayanan kefarmasian.

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang keberlangsungan

pelayanan kefarmasian di apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi sebagai

berikut:

1. Ruang penerimaan resep

Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan

resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang

penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat

oleh pasien.

13
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas

meliputi rak-rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan

sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air

minum (air mineral) untuk pengenceran, sendok obat, bahan pengemas obat,

lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label

obat. Ruang ini diatur sedemikian agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi

udara yang baik atau cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air

conditioner).

3. Ruang penyerahan obat

Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat

digabungkan dengan ruang penerimaan resep.

4. Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi

konseling, lemari buku, buku-buku referensi, poster, alat bantu konseling, buku

catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.

5. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,

kelembapan, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan

petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari obat,

pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus

narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu.

14
6. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen-dokumen pengelolaan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta pelayanan

kefarmasian dengan jangka waktu tertentu (Menkes RI, 2016).

2.7 Ruang Lingkup Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016, pelayanan

kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat

manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus

didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

2.7.1 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meliputi

perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,

pencatatan dan pelaporan (Menkes RI, 2016).

a. Perencanaan

Pembuatan perencanaan pengadaan sediaan farmasi yang meliputi alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan dengan memperhatikan

pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

b. Pengadaan

Pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan

peraturan perundang undangan untuk menjamin kualitas pelayanan

kefarmasian.

15
c. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam

surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

d. Penyimpanan

- Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka

harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang

jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat,

nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

- Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga

terjamin keamanan dan stabilitasnya.

- Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan

kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.

- Pengeluaran obat memakai sistem First Expired First Out (FEFO) dan

First In First Out (FIFO).

e. Pemusnahan

Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan

bentuk sediaan.Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung

narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan

psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga

kefarmasian lain yang memiliki Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja.

Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan. Resep yang telah

16
disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.

Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-

kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan

lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep, dan selanjutnya

dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

f. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan

sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau

pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,

kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian

persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau

elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal

kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

g. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,

faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan)

dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari

pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan

yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan,

barang dan laporan lainnya.Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang

dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan

17
perundang undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan

pelaporan lainnya (Menkes RI, 2014).

2.7.2 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016, pelayanan

farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang

pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian resep, Dispensing,

Pelayanan Informasi Obat (PIO), Konseling, Pelayanan Kefarmasian di Rumah

(Home Pharmacy Care), Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek

Samping Obat (MESO).

1. Pengkajian resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi :

a. Kajian administratif yaitu nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan,

nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon, paraf dan

tanggal penulisan resep.

b. Kajian kesesuaian farmasetik yaitu bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas dan

kompatibilitas (ketercampuran obat).

c. Pertimbangan klinis yaitu ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan

lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak

diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain), kontra indikasi

dan interaksi. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian

maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.

18
2. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi

obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:

a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:

i. Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep;

ii. Mengambil obatyang dibutuhkanpadarak penyimpanan dengan

memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.

b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan

c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

i. Warna putih untuk obat dalam/oral;

ii. Warna biru untuk obat luar dan suntik;

iii. Menempelkan label “KOCOK DAHULU” pada sediaan bentuk suspensi

atau emulsi.

d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang

berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:

- Sebelum obat diserahkan kepadapasien harus dilakukan pemeriksaan

kembali mengenai penulisan nama pasien padaetiket, cara penggunaan serta

jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).

- Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

- Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

- Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

19
- Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait

dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus

dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.

- Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,

mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil.

- Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.

- Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker

(apabila diperlukan).

- Menyimpan resep pada tempatnya.

- Apoteker membuat catatan pengobatan pasien (Menkes RI, 2016).

Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan

swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang

memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas

atau bebas terbatas yang sesuai.

3. Pelayanan informasi obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan

obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi yang

diberikan meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda

pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,

keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,

stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain

(Menkes RI, 2016).

20
4. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan

kepatuhan pasien sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat

serta menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. (Menkes RI, 2016).

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,

ibu hamil dan menyusui).

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,

AIDS, epilepsi).

c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan

kortikosteroid dengan tappering down/off).

d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,

fenitoin, teofilin).

e. Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat untuk indikasi

penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari

satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis

obat.

f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

5. Pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkanjuga dapat melakukan

pelayanan kefarmasianyang bersifat kunjungan rumah,khususnya untuk kelompok

lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

21
6. Pemantauan terapi obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien yang wajib dilakukan pemantauan terapi obat (PTO):

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang

merugikan.

7. Monitoring efek samping obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan

pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi

fungsi fisiologis (Menkes RI, 2016).

2.8 Pengelolaan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Golongan-golongan narkotika menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009

tentang narkotika adalah sebagai berikut :

a. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,

serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Narkotika dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dalam

22
jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk reagensia diagnostik,

sertareagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan menteri atas

rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Presiden RIc,

2009).

b. Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan

sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan (Presiden RIc, 2009).

c. Narkotika golongan III adalah narkotikaberkhasiat pengobatan dan banyak

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan

(Presiden RIc, 2009).

Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat,baikalamiah maupun sintetis

bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental

dan perilaku (Menkes RI, 2015) yang dibedakan kedalam 4 golongan, namun di

dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, psikotropika

golongan I dan II telah dipindahkan menjadi narkotika golongan I sehingga

psikotropika terbagi menjadi 2 golongan yaitu :

a. Psikotropika golongan IIIa dalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Presiden

RIb, 1997)

23
b. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

sangat luas digunakan dalam terapidanatau tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan (Presiden

RIb, 1997)

Prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang

dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi

industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang

mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin,

ergometrin atau kalium permanganat.

2.8.1 Peredaran

Peredaran narkotika, psikotropika dan prekursor terdiri dari penyaluran

dan penyerahan yang harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu

setelah mendapat izin edar dari menteri.Izin edar dalam bentuk obat jadi yang

digunakan dalam program terapi dan rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud

harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan dan

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes

RI, 2015).

a. Penyaluran

Penyaluran adalah setiap kegiatan distribusi narkotika, psikotropika dan

prekursor farmasi dalam rangka pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu

pengetahuan wajib memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes RI, 2015).

i. Penyaluran narkotika, psikotropika dan prekursor hanya dapat dilakukan

berdasarkan:

24
a) Surat pesanan; atau

b) Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan

dari puskesmas.

ii. Surat pesanan sebagaimana dimaksud poin a (i) hanya dapat berlaku untuk

masing-masing narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi

iii. Surat pesanan narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis nakotika

iv. Surat pesanan psikotropika atau prekursor hanya dapat digunakan untuk 1 atau

beberapa jenis psikotropika atau prekursor farmasi

v. Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada poin ii harus terpisah dari pesanan

barang lain.

b. Penyerahan

Penyerahan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi hanya dapat

dilakukan dalam bentuk obat jadi. Penyerahan dilakukan kepada pasien, harus

dilaksanakan oleh apoteker secara langsung sesuai dengan standar pelayanan

kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian (Menkes RI, 2015).

2.8.2 Pemesanan

Pemesanan Narkotika dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat

Pesanan Narkotika model N-9 kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia

Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan Narkotika harus ditandatangani oleh

Apoteker Penanggung Jawab dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK,

SIA, dan stempel apotek. Satu surat pesanan terdiri dari rangkap empat dan

hanya dapat memesan satu jenis obat Narkotika.

Pengiriman narkotika yang dilakukan oleh industri farmasi, PBF atau

Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi dengan:

25
a. Surat pesanan

b. Faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:

i. Nama narkotika

ii. Bentuk sediaan

iii. Kekuatan

iv. Kemasan

v. Jumlah

vi. Tanggal kadaluarsa

vii. Nomor batch

Pengiriman narkotika sebagaimana dimaksud yang dilakukan melalui jasa

pengangkutan hanya dapat membawa narkotika sesuai dengan jumlah yang

tecantum dalam surat pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang yang

dibawa pada saat pengiriman (Menkes RI, 2015).

Pemesanan psikotropika dan prekursor dapat dipesan dari PBF resmi

dengan menggunakan suratpesanan psikotropika dan prekursor model khusus dan

ditanda tangani oleh Apoteker Penanggung jawab Apotek dengan

mencantumkan nomor SIK. Surat pemesanan psikotropika dibuat sekurang-

kurangnya 3 rangkap dan dapat digunakan untuk pemesanan beberapa jenis

psikotropika dan prekursor (Menkes RI, 2015).

2.8.3 Penyimpanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.3 Tahun

2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,

Psikotropika dan Prekursor Farmasi, dinyatakan tempat khusus untuk

penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi di fasilitas produksi,

26
fasilitas distribusi dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus mampu menjaga

keamanan, khasiat dan mutu narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

a. Tempat penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dapat

berupa gudang, ruangan, dan lemari khusus.

b. Tempat penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dilarang

digunakan untuk menyimpan barang selain narkotika, psikotropika dan

prekursor farmasi dalam bentuk bahan baku.

Gudang khusus untuk narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang dilengkapi

dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda.

b. Langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi.

c. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi.

d. Gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin apoteker penanggung

jawab.

e. Kunci gudang dikuasai oleh apoteker penanggung jawab dan pegawai lain yang

dikuasakan.

Ruang khusus harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat.

b. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi.

c. Mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda.

d. Kunci ruang khusus dikuasai oleh apoteker penanggung jawab/apoteker yang

ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

27
e. Tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin apoteker penanggung

jawab/apoteker yang ditunjuk.

Lemari khusus harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Terbuat dari bahan yang kuat.

b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda.

c. Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi Farmasi

Pemerintah.

d. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk apotek,

Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik dan

Lembaga Ilmu Pengetahuan.

e. Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggung jawab/apoteker yang

ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi

Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus memiliki tempat penyimpanan

narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi berupa lemari khusus yang

dimaksud berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab (Menkes RI,

2015).

2.8.4 Penyerahan

Penyerahan adalah setiap kegiatan memberikan narkotika, psikotropika

dan prekursor farmasi, baik antar penyerah maupun kepada pasien dalam rangka

pelayanan kesehatan (Menkes RI, 2015).

Penyerahan narkotika, psikotropika dan prekursor menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2015 adalah sebagai

berikut:

28
a. Penyerahan hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi.

b. Penyerahan dilakukan kepada pasien harus dilaksanakan oleh apoteker di

fasilitas pelayanan kefarmasian.

c. Penyerahan dilakukan secara langsung sesuai dengan standar pelayanan

kefarmasian.

Penyerahan narkotika, psikotropika dan prekursor hanya dapat dilakukan

oleh:

a. Apotek

b. Puskesmas

c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

d. Instalasi Farmasi Klinik

e. Dokter

Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika, psikotropika dan prekursor

kepada:

a. Apotek lainnya

b. Puskesmas.

c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

d. Instalasi Farmasi Klinik

e. Dokter

f. Pasien

Penyerahan narkotika, psikotropika dan prekursor pada poin a sampai

dengan b hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah narkotika

berdasarkan resep yang telah diterima berdasarkan surat permintaan tertulis yang

ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab. Apotek, Puskesmas, Instalasi

29
Farmasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan

narkotika, psikotropika dan prekursor kepada pasien berdasarkan resep dokter.

Penyerahan narkotika, psikotropika dan prekursor oleh apotek kepada

dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:

a. Dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan narkotika,

psikotropika dan prekursor melalui suntikan; dan/atau

b. Dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak ada

apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyerahan sebagaimana dimaksud harus berdasarkan surat permintaan

tertulis yang ditandatangani oleh dokter yang menangani pasien.

Penyerahan narkotika, psikotropika dan prekursor oleh dokter kepada

pasien hanya dapat dilakukan dalam hal:

a. Dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan narkotika melalui

suntikan.

b. Dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan

narkotika melalui suntikan.

c. Dokter menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek

berdasarkan surat penugasan dari pejabat yang berwenang.

Surat penugasan sebagaimana dimaksud termasuk sebagai izin

penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekursor untuk keperluan pengobatan

(Menkes RI, 2015).

2.8.5 Pencatatan dan Pelaporan

30
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun

2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,

Psikotropika dan Prekursor Farmasi dinyatakan bahwa:

a. Pencatatan

Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Puskesmas,

Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu

Pengetahuan, atau dokter praktek perorangan yang melakukan produksi,

penyaluran, atau penyerahan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi wajib

membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika,

psikotropika dan prekursor. Pencatatan terdiri atas:

i. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika, psikotropika, dan

prekursor farmasi

ii. Jumlah persediaan

iii. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan

iv. Jumlah yang diterima

v. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan.

vi. Jumlah yang disalurkan atau diserahkan

vii. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran

/penyerahan

viii. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk

b. Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

i. Industri Farmasi yang memproduksi narkotika, psikotropika dan prekursor

wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan produksi dan

penyaluran produk jadi narkotika, psikotropika dan prekursor setiap bulan

31
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.

ii. PBF yang melakukan penyaluran narkotika, psikotropika dan prekursor

dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan dan menyampaikan

laporan pemasukan dan penyaluran narkotika, psikotropika dan prekursor

dalam bentuk obat jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.

iii. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan, dan

menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran narkotika, psikotropika

dan prekursor dalam bentuk obat jadi kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan Kepala Badan.

iv. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan dan

menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran narkotika, psikotropika

dan prekursor dalam bentuk obat jadi kepada Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi atau Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala

Balai setempat.

v. Pelaporan sebagaimana dimaksud (i sampai iv) paling sedikit terdiri atas:

a) Nama, bentuk sediaan,kekuatannarkotika, psikotropika dan prekursor.

b) Jumlah persediaan awal dan akhir bulan.

c) Tanggal, nomor dokumen dan sumber penerimaan.

d) Jumlah yang diterima.

e) Tanggal, nomor dokumen dan tujuan penyaluran.

f) Jumlah yang disalurkan.

g) Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan

persediaan awal dan akhir.

32
vi. Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga

Ilmu Pengetahuan dan dokter praktik perorangan wajib membuat,

menyimpan dan menyampaikan laporan pemasukan dan

penyerahan/penggunaan narkotika, psikotropika dan prekursor setiap

bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan

Kepala Balai setempat.

vii. Pelaporan sebagaimana dimaksud paling sedikit terdiri atas:

a) Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika, psikotropika dan

prekursor.

b) Jumlah persediaan awal dan akhir bulan.

c) Jumlah yang diterima.

d) Jumlah yang diserahkan.

viii. Puskesmas wajib membuat, menyimpan dan menyampaikan laporan

pemasukan dan penyerahan/penggunaan psikotropika sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Laporan sebagaimana dimaksud pada poin (i) sampai dengan (iv) dan (vi)

dapat menggunakan sistem pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor

secara elektronik dan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan

berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan psikotropika

diatur oleh Direktur Jenderal.

2.8.6 Pemusnahan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun

2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,

Psikotropika dan Prekursor Farmasi, dinyatakan bahwa pemusnahan narkotika,

33
psikotropika dan prekursor hanya dilakukan dalam hal:

a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau

tidak dapat diolah kembali

b. Telah kadaluarsa

c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau

untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisapenggunaan

d. Dibatalkan izin edarnya

e. Berhubungan dengan tindak pidana

Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada poin a sampai dengan d

dilaksanakan oleh industri farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek,

Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu

Pengetahuan, Dokter atau Toko Obat. Psikotropika yang memenuhi kriteria

pemusnahan tersebut yang berada di Puskesmas harus dikembalikan kepada

Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah setempat.Instalasi Farmasi Pemerintah yang

melaksanakan pemusnahan harus melakukan penghapusan sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah.Pemusnahan psikotropika yang berhubungan dengan tindak

pidana dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang berwenang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor harus dilakukan

dengan:

i. Tidak mencemari lingkungan.

ii. Tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

34
Pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut:

a. Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan

kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktek perorangan menyampaikan

surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:

i. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi

Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat.

ii. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan

Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu

Pengetahuan atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi.

iii. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas

Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,

Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah Kabupaten/Kota,

Dokter atau Toko Obat.

b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas

Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan

setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di

lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan

sebagai saksi.

c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana

dimaksud poin b.

d. Narkotika, psikotropika dan prekursor dalam bentuk bahan baku, produk

antara dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan

pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.

35
e. Narkotika, psikotropika dan prekursor dalam bentuk obat jadi harus

dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum

dilakukan pemusnahan.

Dalam hal pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor dilakukan oleh

pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik psikotropika dan saksi. Penanggung

jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan

kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan

pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor harus membuat Berita Acara

Pemusnahan.

Berita Acara Pemusnahan paling sedikit memuat:

a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.

b. Tempat pemusnahan.

c. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi`

d. Pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan.

e. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana

tersebut.

f. Nama dan jumlah narkotika, psikotropika dan prekursor yang dimusnahkan.

g. Cara pemusnahan.

h. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan dan saksi.

Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya

disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai (Menkes

RI, 2015).

2.9 Apoteker

36
2.9.1 Defenisi Apoteker

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun

2016, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan

telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

2.9.2 Peran ApotekerdiApotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73

Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasiaan di Apotek, seorang

Apoteker harus melakukan Pelayanan Kefarmasian dengan menjalankan peran 7

(tujuh). Sedangkan,menurut WHO yang semula dikenal dengan "Seven Stars

ofPharmacist" selanjutnya ditambahkan menjadi “Nine Stars of Pharmacist”, hal

ini menjadi tantangan bagi Apoteker untuk lebih mengembangkan diri di masyarakat

maupun dengan tenaga kesehatan lainnya.

1. Care Giver

Apoteker sebagai pengelola Apotek dalam memberikan pelayanan

kefarmasian yang profesional harus dapat mengintegrasikan pelayanannya dalam

sistem dan profesi lainnya sehingga dihasilkan sistem pelayanan kesehatan yang

berkesinambungan (Mashuda, 2011).

2. Decision Maker

Apoteker memiliki peran dalam penyusunan ataupun pembuatan peraturan

kebijaksanaan obat–obatan, dan sebagai pembuat keputusan harus mampu

mengambil keputusan yang tepat, berdasarkan pada efikasi, efektifitas dan

efisiensi obat yang digunakan (Mashuda, 2011).

3. Communicator

37
Apoteker merupakan posisi ideal untuk berkomunikasi antara dokter dan

pasien dalam memberikan informasi obat dan masalah kesehatan. Apoteker harus

memiliki ilmu pengetahuan dan rasa percaya diri dalam berkomunikasi dengan

pasien dan profesi kesehatan lainnya secara verbal, non verbal dan menggunakan

bahasa yang dapat dipahami (Mashuda, 2011).

4. Leader

Apoteker harus mampu menempatkan diri sebagai pimpinan dalam

berbagai disiplin ilmu. Apoteker harus mampu menjadi pemimpin,yaitu mampu

mengambil keputusan yang tepat dan efektif,serta mampu mengelola hasil

keputusan tersebut dan bertanggung jawab (Mashuda, 2011).

5. Manager

Apoteker harus mempunyai kemampuan mengelola sumber daya

(manusia, fisik dan anggaran) dan informasi secara efektif, juga harus dapat

dipimpin dan memimpin orang lain dalam kerja tim(Mashuda, 2011).

6. Long Life Learner

Apoteker harus selalu belajar sepanjang karirnya dan menggali informasi

terbaru sehingga ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (uptodate)

(Mashuda, 2011).

7. Teacher

Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik, melatih, dan

membagi ilmu pengetahuan kepada masyarakat maupun tenaga kesehatan lain,

tapi juga harus bisa menerima ilmu dari sisi lain sehingga menambah pengetahuan

dan menyesuaikan keterampilan yang telah dimilikinya (Mashuda, 2011).

8. Researcher

38
Apoteker harus dapat menggunakan sesuatu yang berdasarkan bukti

(ilmiah, praktik farmasi, sistem kesehatan) yang efektif dalam memberikan saran

dalam penggunaan obat secara rasional. Apoteker juga berkontribusi dalam

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang baru (Mashuda, 2011).

9. Entrepreneur

Seorang farmasis harus mampu menjadi wirausahawan yang dapat

mendirikan sebuah usaha seperti perusahaan obat, kosmetik maupun makanan,

apotek, serta bisnis lain yang dapat menjadi lapangan pekerjaan.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi

kriteria berikut ini.

1. Persyaratan administrasi

a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi

b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

c. Memiliki Sertifikat Kompetensi yang masih berlaku

d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

2. Menggunakan atribut praktik antara lainbaju praktik, dan tanda pengenal.

3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan atau Continuing Professional

Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang

berkesinambungan.

4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan

diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan

atau mandiri.

39
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan

perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar

pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dankode etik yang

berlaku) (Menkes RI, 2016).

2.9.3 Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 tahun

2017 tentang Apotek, STRA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga

kefarmasian kepada Apoteker yang telah diregistrasi.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009

tentang Pekerjaan Kefarmasian, STRA dikeluarkan oleh Menteri. STRA berlaku

selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun

apabila memenuhi syarat sebagaimana di bawah ini. Untuk memperoleh STRA,

Apoteker harus mengajukan permohonan kepada KFN dengan memenuhi

persyaratan:

a. Memiliki ijazah Apoteker

b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi

c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker

d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memiliki surat izin praktik

e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi.

2.9.4 Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

40
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 tahun

2017, SIPA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota kepada Apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk

menjalankan praktik kefarmasian.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 31 Tahun 2016, SIPA

bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk

1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Dikecualikan SIPA bagi Apoteker

pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan paling banyak 3

(tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. Dalam hal Apoteker telah memiliki

Surat Izin Apotek, Apoteker yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua)

SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain. SIPA diberikan oleh pemerintah

daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di

kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya.SIPA masih

tetap berlaku sepanjang STRA masih berlaku. Untuk memperoleh SIPA atau

SIKA, Apoteker harus mengajukan permohonan dengan melampirkan:

a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan

dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas

produksi atau distribusi/penyaluran

c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi

d. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus

dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan

kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.

41
F
R
k
w
S
y
s
i
m
d
A
t
c
n
r
o
p
a
l
e
P
3.1 Sejarah Apotek

Pe
S
l
w
s
P
a
y
e na
a
F
l
a m
t
t
y
a
a r
a
r
a
n
e m
a
di
n
n
a
na
a
ks
s
i
R
to
n
n
e
a i
i
s
a
s
i
r
i
p
e
BAB III

TINJAUAN KHUSUS APOTEK SARANA

Apotek Sarana didirikan pada tahun 26 Februari 1991 dengan nomor Surat

Izin Apotek (SIA): 442/162.68/IV/2015 yang dikelola oleh Dra. apt. Ross Ernny

sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan Drs. apt. Hartono sebagai Pemilik

Sarana Apotek (PSA).

3.2 Letak dan Luas

Apotek Sarana berada di Jl. Aip II K.S. Tubun No. 94 Medan, yang terletak

di daerah pertokoan dan pemukiman dengan penduduk yang cukup padat, mudah

dijangkau oleh kendaraan umum, tersedia tempat parkir dan dekat dengan tempat-

tempat pelayanan kesehatan lain seperti praktik dokter dan klnik. Luas bangunan

apotek sekitar 4 m x 22 m, yang terdiri atas ruang tunggu, ruang penjualan bebas/

kasir, ruang peracikan, gudang, ruang Apoteker Penanggung Jawab Apotek,

tempat pencucian dan kamar mandi.

3.3 Struktur Organisasi dan Personalia

Struktur organisasi Apotek Sarana dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :
PA
P e e d
n l c
m
a a p

42
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Apotek Sarana

Kegiatan apotek dilakukan setiap hari kerja mulai pukul 08.00 WIB

hingga pukul 21.00 WIB kecuali hari Minggu/libur dimulai pukul 19.00 WIB

sampai dengan pukul 22.30 WIB.

3.4 Sarana dan Prasarana

Apotek harus mudah dijangkau oleh masyarakat. Sarana dan prasarana

apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian. Sarana dan

prasarana yang terdapat di dalam Apotek Sarana antara lain :

a. Ruang Tunggu

Ruang tunggu terdapat di sebelah kiri bagian depan apotek. Ruang ini

dilengkapi dengan tempat duduk sehingga dapat memberikan kenyaman bagi

pasien yang menunggu.

b. Ruang penerimaan resep, penyerahan obat dan pelayanan obat Over The
Counter (OTC)

Ruang penyerahan obat digabungkan dengan ruang penerimaan resep dan

pelayanan obat OTC. Ruang penerimaan resep berada bersamaan dengan bagian

over the counter. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan

dan mudah terlihat oleh pasien Bagian pelayanan resep ini dipisahkan oleh

counter yang tidak terlalu tinggi. Bagian pelayanan obat Over The Counter terdiri

dari perbekalan kesehatan yang dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter. Area

43
OTC terletak dekat pintu masuk dan mudah terlihat dari ruang tunggu,

menyediakan obat bebas, obat bebas terbatas, obat herbal, vitamin dan suplemen,

alat kesehatan, perawatan tubuh, perawatan bayi, makanan dan minuman ringan

serta produk susu. Produk produk ditata dan disusun sedemikian rupa berdasarkan

bentuk sediaan obat dan efek farmakologis.

c. Ruang Penyimpanan Obat dan Ruang Peracikan

Ruang penyimpanan obat terletak di bagian belakang tempat penerimaan

resep dan penyerahan obat. Ruang penyimpanan obat juga dibedakan atas obat

generik pada ruang penyimpanan bagian kanan, produk paten pada ruang

penyimpanan bagian kiri, psikotropika pada lemari khusus, dan obat-obatan yang

harus disimpan di kulkas (suhu dingin).

Pada ruangan penyimpanan untuk obat generik dan paten terdapat lemari

yang terdiri dari banyak rak dimana obat tersusun sedemikian rupa sehingga

mudah untuk disimpan dan dijangkau pada saat penyiapan, peracikan dan

pengemasan. Setiap jenis obat tersusun rapi pada rak obat. Penataan obat disusun

berdasarkan bentuk sediaan dan cara pemakaian (sediaan padat; setengah padat;

cair oral; cair tetes mata, hidung, telinga; topikal; dan preparat mata). Penyusunan

obat dilakukan secara alfabetis agar mempermudah dalam pencarian dan

penyimpanan obat.

Ruang peracikan menyatu dengan ruang penyimpanan obat, dilengkapi

dengan fasilitas untuk peracikan seperti meja dan kursi untuk tempat peracikan

lumpang dan alu, bahan baku, bahan pengemas seperti cangkang kapsul, kertas

perkamen, kertas pembungkus puyer, wadah plastik air minum (air mineral) untuk

pengenceran, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, blanko salinan

44
resep, kwitansi, etiket dan label obat. Ruang ini diatur sedemikian dan

mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang baik atau cukup. Pada ruang

peracikan ini dilakukan kegiatan penimbangan, pencampuran, peracikan dan

pengemasan obat-obat yang dilayani berdasarkan resep dokter.

d. Kasir

Bagian kasir teletakdi dekat ruang penyimpanan obat-obatan generik apotek

yang menjadi tempat pembayaran baik pembelian obat dengan resep maupun

tanpa resep.

e. Ruang penunjang lainnya

Ruang ini terdiri atas toilet, ruang penyimpanan arsip resep.

3.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Pengelolaan perbekalan farmasi pada Apotek Sarana meliputi perencanaan,

pelaksanaan pembelian, penerimaan, pemeriksaan hasil pembelian dan

penyimpanan.

3.5.1 Perencanaan Pembelian

Perencanaan pembelian dilakukan dengan terlebih dahulu memeriksa stok

barang atau perbekalan farmasi di ruang peracikan dan ruang penyimpanan.

Barang yang habis atau yang stoknya tinggal sedikit dicatat dalam suatu buku

barang kosong. Selanjutnya, menetapkan jumlah barang yang akan dibeli dengan

memperhatikan kebutuhan penjualan resep dan penjualan bebas dan sifat barang

apakah slow moving (lama terjual) atau fast moving (cepat terjual). Selain itu,

pemasok tempat dimana obat dipesan ditentukan dengan memperhatikan

legalitasnya, kondisi pembelian dan kecepatan pengiriman barang.

45
3.5.2 Pelaksanaan Pembelian

Pelaksanaan pembelian dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Barang yang sudah direncanakan dan ditetapkan untuk dibeli diperiksa dan

disetujui oleh Apoteker Penanggung Jawab di apotek

2. Barang yang telah disetujui untuk dibeli selanjutnya dicatat dalam buku

pesanan barang.

3. Buku pesanan barang diberikan kepada sales obat agar sales dapat mengetahui

dan mencatat kebutuhan apotek.

4. Bila ada barang yang tidak dapat disediakan oleh salesman, maka apotek akan

menghubungi pemasok lain melalui telepon. Bila barang yang dipesan tersedia,

maka diberikan surat pesanan kepada sales yang bertanggungjawab. Gambar

formulir surat pesanan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pembelian psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan

psikotropika yang ditujukan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang

menyediakan dengan ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek.

Gambar formulir surat pesanan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 3.

Untuk pembelian narkotika, dilakukan dengan cara khusus dimana

pemesanan langsung kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma Medan

menggunakan surat pesanan narkotika (Formulir N-9) rangkap 5. Pemesanan dan

penerimaan barang dilakukan langsung oleh Apoteker Penanggung Jawab di

apotek. Gambar formulir surat pesanan narkotika dapat dilihat pada Lampiran 4.

Untuk pemesanan obat yang mengandung prekursor dilakukan dengan

menggunakan surat pesanan tersendiri yang ditujukan kepada Pedagang Besar

Farmasi (PBF) yang menyediakan dengan ditandatangani oleh Apoteker

46
Penanggung Jawab Apotek. Gambar formulir surat pesanan prekursor dapat

dilihat pada Lampiran 2.

3.5.3 Penerimaan dan Pemeriksaan Hasil Pembelian

Prosedur penerimaan dan pemeriksaan pembelian barang yang dipesan

sebagai berikut:

1. Petugas pembelian menerima barang dari pemasok disertai dengan surat

pengantar barang dan faktur rangkap dua atau lebih.

2. Menyesuaikan faktur dengan barang yang diterima meliputi jumlah, jenis,

kebenaran harga obat, melakukan pemeriksaan secara visual kondisi fisik dari

barang, nomorbets dan tanggal kadaluarsa obat tersebut.

3. Meminta penjelasan pemasok apabila keadaan barang tidak sesuai dengan yang

diinginkan sebagaimana tertulis dalam faktur agar segera dikoreksi.

4. Jika telah selesai petugas menandatangani faktur dan membubuhkan stampel

apotek. Satu lembar fotokopi faktur sebagai pertinggal untuk apotek dan

sisanya dikembalikan kepada petugas pengantar barang.

5. Membukukan pembelian yang telah dilakukan.

3.5.4 Penyimpanan dan Penataan

Penyimpanan barang dilakukan di ruang penyimpanan dan dicatat dalam

buku stok. Penyimpanan dan penataan barang dilakukan berdasarkan jenis, bentuk

sediaan, abjad (alfabetis) yang menggunakan prinsip First In First Out (FIFO)

yaitu obat yang masuk lebih dahulu dikeluarkan terlebih dahulu dan prinsip First

47
Expired First Out (FEFO) yaitu obat yang tanggal kadaluarsanya lebih dekat

dikeluarkan terlebih dahulu.

Barang dagangan yang terdapat di etalase depan adalah obat-obat yang

dapat dijual bebas tanpa resep dokter, obat tradisional, sediaan kosmetik dan alat-

alat kesehatan. Pada ruang peracikan obat-obat ditempelkan pada kotak obat

dimana tertulis nama dan harga obat.

Untuk suppositoria disimpan dalam lemari pendingin. Bahan baku obat

disimpan pada rak tersendiri dalam wadah tertutup rapat, diberi label dan etiket

yang jelas. Obat narkotika dan psikotropika di simpan dalam lemari khusus yang

dibagi menjadi 2 bagian dengan kunci yang berlainan.

3.6 Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Pelayanan Kefarmasian di Apotek Sarana dapat berupa pelayanan resep dan

pelayanan swamedikasi.

3.6.1 Pelayanan resep

Prosedur pelayanan resep tunai antara lain:

1. Petugas menerima resep dari pasien dan memeriksa apakah obat yang diresepkan

ada atau tidak. Jika ada maka obat tersebut diberi harga dan diinformasikan

kepada pembeli.

2. Jika pembeli setuju dengan harga yang diinformasikan maka resep diteruskan

ke apoteker untuk disiapkan obatnya, diberi etiket, diperiksa dan dikemas.

3. Obat diberikan ke bagian penjualan untuk diperiksa kembali dan kemudian

diserahkan kepada pembeli serta diinformasikan pemakaian obat seperlunya.

4. Pembeli membayarkan harga resep ke kasir.

5. Resep asli disimpan dan diarsipkan.

48
6. Diberikan salinan resep kepada pasien apabila pasien meminta salinan resep.

3.6.2 Pelayanan swamedikasi

Prosedur pelayanan swamedikasi di Apotek Sarana adalah sebagai berikut:

1. Pasien datang dan berjumpa langsung dengan apoteker.

2. Pasien menyampaikan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan

kesehatannya.

3. Apoteker memilihkan obat yang sesuai dengan keluhan pasien, bila pasien

setuju dengan obat yang diberikan, apoteker segera menyediakan obat yang

diminta kemudian menyerahkannya kepada pasien dan disertai informasi yang

diperlukan.

3.7 Administrasi dan Pelaporan

3.7.1 Pencatatan Keuangan

Kegiatan pencatatan keuangan di Apotek Sarana meliputi:

a. Administrasi pembelian dan penjualan

1. Buku pembelian, yaitu buku yang mencatat semua barang yang diterima

dari distributor sebagai hasil pembelian.

2. Buku penjualan, yaitu buku yang mencatat semua penjualan barang baik

melalui resep maupun penjualan bebas.

3. Buku pesanan barang, yaitu buku yang mencatat daftar barang yang akan

dipesan atau barang yang sudah habis persediannya.

4. Buku barang dagang, yaitu buku yang mencatat pembelian secara kredit.

5. Buku stok, yaitu buku yang mencatat pemasukan dan pengeluaran barang

dari gudang.

49
6. Buku pencatatan Obat Keras Tertentu (OKT) seperti Psikotropika, yaitu

buku yang mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat golongan Obat

Keras Tertentu (OKT).

b. Administrasi pelaporan

Administrasi pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan sekali sebulan,

selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulannya. Laporan ditandatangani oleh

Apoteker Penanggung Jawab di apotek dan ditujukan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kota Medan, dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Badan Besar POM Medan.

3.7.2 Pajak

Apotek Sarana berkewajiban membayar pajak pertambahan nilai (PPN),

pajak penghasilan (PPh) yakni pajak atas gaji/upah/honorium, imbalan jasa dan

kenikmatan lain yang dibayarkan kepada orang pribadi, terhitung oleh pemberi

pajak sehubungan dengan pekerjaan jabatan dan hubungan kerja lainnya yang

dilakukan di Indonesia. Selain itu, apotek Sarana juga membayar pajak reklame

dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

50
BAB IV

PEMBAHASAN

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Komunitas/Apotek

merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan untuk membekali mahasiswa

calon apoteker dalam hal keahlian di bidang perapotekan.Dalam rangka praktek

kerja profesi apoteker (PKPA), penulis ditempatkan di Apotek Sarana selama 28

hari, mulai dari 02 Juni hingga 30 Juni 2020 dengan apotek melakukan kegiatan

mulai dari 08.00 WIB sampai 21.00 WIB dan beralamat di Jalan Aip II K.S.

Tubun No 94 Medan.

4.1 Lokasi

Apotek Sarana merupakan salah satu apotek swasta yang letaknya berada di

kawasan yang strategis, terletak di kawasan penduduk yang ramai, mudah

dijangkau kendaraan, dekat dengan praktik dokter, klinik dan rumah sakit

sehingga mudah dijangkau oleh berbagai kalangan. Apotek Sarana juga memiliki

ruang tunggu bagi pasien, lemari untuk pengarsipan resep, ruang peracikan serta

keranjang untuk pembuangan sampah. Apotek Sarana juga menyediakan genset

untuk suplai listrik bila terjadi pemadaman listrik untuk menjaga mutu sediaan

dan kenyamanan operasional apotek. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 73 tahun 2016 Apotek Sarana telah memenuhi sebagian

51
besar syarat sarana maupun prasarana yang harus dimiliki apotek kecuali ruangan

tertutup untuk konseling.

4.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Pengelolaan perbekalan farmasi yang baik akan menentukan pelayanan

kefarmasian kepada pasien dan berpengaruh pada citra apotek. Banyaknya jenis

obat dan berbagai merek dagang untuk satu macam bahan obat menyulitkan

apotek untuk melengkapi semua jenis yang dipengaruhi oleh besarnya

modal.Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan oleh Apotek Sarana

telah dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi:

perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran obat

memakai sistem First In First Out (FIFO) dan First Expire First Out (FEFO).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun 2016

Apotek Sarana telah memenuhi syarat:

1. Perencanaan

Perencanaan perbekalan farmasi di Apotek Sarana memperhatikan pola

penyakit, pola konsumsi, dan kemampuan daya beli.

2. Pengadaan

Pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Sarana melalui PBF (Pedagang Besar

Farmasi) yang resmi sehingga sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3. Penerimaan

Penerimaan perbekalan farmasi di Apotek Sarana diterima oleh asisten

apoteker dan dilakukan penyesuaian spesifikasi, jumlah, mutu, keadaan, harga

dan nama perusahaan pemasok, sesuai dengan yang tertera di dalam surat

pesanan.

52
4. Penyimpaan

Penyimpanan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik dan disimpan

berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis.

5. Pegeluaran

Pengeluaran obat dilakukan dengan memakai prinsip FIFO (First In First Out)

dan FEFO (First Expired First Out).

Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilakukan

kegiatan administrasi yang meliputi: administrasi umum; berupa pencatatan,

pengarsipan, pelaporan psikotropika, dan administrasi pelayanan berupa

pengarsipan resep dan pengarsipan faktur dan bon penerimaan barang.

4.3 Peran dan Pelayanan Apoteker Penanggung Jawab Apotek

Pelayanan yang dilakukan oleh Apotek Sarana yakni pelayanan resep yang

meliputi skrining resep dan penyiapan obat. Pelayanan di Apotek Sarana

dilakukan secara tunai baik untukpelayanan resep, swamedikasi serta penjualan

obat bebas. Kepuasan pelanggan merupakan prioritas Apotek Sarana sehingga

apotek selalu berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan dengan senantiasa

menyediakan stok obat yang sering dibutuhkan oleh pasien. Selain itu, karyawan

selalu bersikap ramah kepada pelanggan, keadaan apotek juga selalu dijaga

kebersihan dan kenyamanannya.

Kehadiran apoteker di apotek sebaiknya sepenuh waktu (full time) agar

fungsi pelayanan di apotek lebih maksimal. Diharapkan agar apoteker berada di

apotek pada jam-jam sibuk yang biasanya terjadi pada sore sampai pada malam

53
hari dan pada jam tersebut apoteker aktif dalam memberikan pelayanan kepada

pasien. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan

pentingnya fungsi seorang apoteker dalam meningkatkan kesehatan masyarakat,

maka sebaiknya apoteker tetap berada di apotek, hal ini sesuai dengan fungsi

farmasi masa depan yaitu berorientasi pasien (patient oriented) dan apabila

apoteker tidak di tempat maka tidak ada pelayanan (no pharmacist no service).

Salah satu nilai tambah bagi Apotek Sarana adalah kehadiran apoteker pada pagi

hari dan pada jam-jam sibuk apotek sehingga apoteker dapat memberikan

pelayanan kefarmasian kepada pasien. Apoteker menyadari pentingnya

pengobatan yang rasional sehingga diperlukan pemahaman akan keluhan pasien

mengenai kesehatan dan obat, memilihkan obat yang tepat sesuai keluhan pasien,

memastikan obat yang diresepkan sesuai dengan kondisi pasien dan memberikan

KIE kepada pasien. Oleh sebab itu, apoteker di Apotek Sarana memberikan

pelayanan langsung kepada pasien baik itu pelayanan resep maupun swamedikasi

dan pembelian obat bebas. Apoteker memberikan KIE kepada pasien dengan

harapan KIE yang diberikan dapat memberikan manfaat bagi pasien,

meningkatkan kualitas hidup pasien, meningkatkan kepuasan pasien akan

pelayanan yang diberikan serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat akan

pentingnya peranan apoteker sehingga pada akhirnya dapat mengangkat derajat

profesi apoteke rmenjadi profesi yang dapat dikenal dan diakui oleh masyarakat

luas.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun

2016, tentang pelayanan farmasi klinis di Apotek, Apotek Sarana telah memenuhi

persyaratan pelayanan klinis meliputi pengkajian dan pelayanan resep, dispensing,

54
pelayanan informasi obat (PIO), konseling, dan pelayanan kefarmasian di rumah

(home-care), namun perlu ditingkatkan lagi sehingga memenuhi persyaratan yang

lain seperti pemantauan terapi obat dan monitoring efek samping obat.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Melalui pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek

Sarana dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

a. Calon apoteker telah memahami tugas, tanggung jawab dan peran apoteker

dalam pekerjaan kefarmasian di apotek secara profesional sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Apoteker dapat meningkatkan kemampuan dalam hal berkomunikasi dan

memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien dengan cara terus

melakukan PIO dan konseling secara langsung, serta harus mempunyai

keinginan untuk belajar dan mengikuti perkembangan zaman (Long life

learner).

c. Calon apoteker telah dibekali oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek

mengenai ilmu dan keterampilan dalam mengelola apotek dari berbagai

aspek, baik aspek pelayanan kefarmasian, administrasi, manajerial maupun

aspek bisnis.

55
d. Calon Apoteker telah dibimbing oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek

mengenai strategi praktis manajemen dan pelayanan kefarmasian di Apotek,

pemasaran produk obat serta tantangan dalam pengembangan Apotek.

5.2 Saran

1. Sebaiknya disediakan ruangan khusus untuk konseling yang tertutup agar

pasien merasa lebih nyaman untuk menyampaikan keluhan.

2. Sebaiknya dilakukan jadwal khusus setiap 6 bulan untuk memeriksa stok

barang yang mendekati expired date sehingga diketahui dan ditangani

dengan cepat, seperti mengembalikan barang kepada PBF.

3. Sebaiknya kelengkapan barang dan stok di Apotek Sarana ditingkatkan

agar mempermudah pelayanan barang serta meningkatkan citra apotek.

56
DAFTAR PUSTAKA

Mashuda, A. (2011). Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB).


Jakarta: Kerja Sama Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dengan Pengurus
Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. Halaman 12-13. Presiden RI. (2009).
Menkes RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3
Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi.Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
MenkesRI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73
Tahun 2016 Tentang Estándar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
MenkesRIa. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9
Tahun 2017 Tentang Apotek. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
MenkesRIb. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2
Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2018). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26
Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik Sektor Kesehatan. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
Presiden RI. (2009a). Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009
Tentang Narkotika. Jakarta: Lembaran Negara Republik Indonesia.
Presiden RI. (2009b). Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan.
Presiden RI. (2009c). Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Cetakan IV. Solo: Penerbit CV Ar
Rahman. Hal. 1, 117-119, 179-182, 229.

57
Lampiran 1. Formulir surat pesanan

58
Lampiran 2. Formulir surat pesanan obat yang mengandung prekursor farmasi

59
Lampiran 3. Formulir surat pesanan psikotropika

60
Lampiran 4. Formulir surat pesanan narkotika

61
Lampiran 5. Formulir laporan penggunaan psikotropika

62
Lampiran 6. Formulir laporan penggunaan narkotika

63
64
Lampiran 7. Salinan resep

65

Anda mungkin juga menyukai