Latar Belakang
Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental. Penelitian
Gilberg, tahun 2009 mengatakan bahwa angka hipotiroid kongenital di dunia adalah 1:3000
kelahiran.1,2 Di Asia insiden hipotiroid kongenital dilaporkan 1 : 2720 kelahiran di daerah
non endemik dan 1 : 1000 kelahiran di daerah endemik.2 Di Indonesia belum diketahui angka
kejadian hipotiroid kongenital dengan pasti, namun apabila mengacu pada angka kejadian di
Asia dan di Yogyakarta, maka di Indonesia dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun,
diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai
3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium, lahir setiap
tahunnya.
Hipotiroid Kongenital merupakan gangguan hormon tiroid yang dapat menyebabkan
perawakan dismorfik, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan2 . Penelitian
yang dilakukan di India pada tahun 2010, dengan 30 sample penderita hipotiroid kongenital
didapatkan 94% mengalami gambaran dismorfik terdiri dari : 29% dengan kelainan jantung
kongenital dan 41% dengan kelainan spina bifida4 . Di RSCM Jakarta, dilakukan penelitian
terhadap 30 anak dengan kasus hipotiroid kongenital. Terdapat 30 sample yang terdiri dari 9
lakilaki dan 21 perempuan. Didapatkan gejala klinis tersering adalah perkembangan motorik
yang lambat (83,3%), konstipasi (73,3%), makroglosi (70%), wajah tipikal (60%), usia tulang
terhambat (95,5%), retardasi mental (IQ < 69) sebesar (62,5%),dll.5 Gangguan mental
merupakan masalah dengan implikasi yang besar terutama bagi negara berkembang.
Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3 % dari seluruh populasi, dan 3
% memmpunyai IQ dibawah 70. Sebagai SDM (Sumber Daya Manusia) tentunya mereka
akan sulit dimanfaatkan, terutama pada anak- anak yang masih mempunyai masa depan
panjang akan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.
Indonesia, sebagai negara berkembang memiliki permasalahan yang serius mengenai
retardasi mental. Di Kabupaten Ponorogo, terdapat desa yang menjadi pusat perhatian
masyarakat, pemerintah , dan media. Desa tersebut adalah Desa Karangpatihan atau yang
lebih dikenal sebagai “kampung idiot”. Terdapat 64 keluarga yang menderita retardasi mental
dan memiliki perawakan dismorfik. Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo mengatakan
bahwa, berdasarkan letak wilayah yang berada di lereng pegunungan, juga tingkat
kesejahteraan masyarakat yang rendah, kejadian “kampung idiot” ini dimungkinkan karena
adanya penyakit hipotiroid. Penegakkan diagnosis hipotiroid kongenital dilakukan dengan
pengukuran Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan Free Tetraiodotironin (FT4) yang
digunakan sebagai parameter diagnosis kelainan pada tiroid.
Pengertian
Tiroid merupakan kelenjar kecil, dengan diameter sekitar 5 cm dan terletak di leher,
tepat dibawah jakun. Kedua bagian tiroid dihubungkan oleh ismus, sehingga bentuknya
menyerupaihuruf H atau dasi kupu-kupu. Dalam keadaan normal, kelenjar tiroid tidak terlihat
dan hampir tidak teraba, tetapi bila membesar, dokter dapat merabanya dengan mudah dan
suatu benjolan bisa tampak dibawah atau di samping jakun.
Klasifikasi hipertiroid
Berdasarkan etiologinya, hipertiroid diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hipertiroid
primer dan hipertiroid sekunder:
1. Hipertiroid primer.
a. Grave’s disease
b. Toxic Multinodular Goiter
c. Toxic Adenoma
d. Functioning thyroid carcinoma metastases
e. Activating mutation of TSH receptor
f. Mc Cune-Albright Syndrome
g. Struma Ovarii
h. Efek obat: pemberian iodine berlebih
2. Hipertiroid Sekunder.
a. TSH-secreting pituitary adenoma
b. Syndrome resistensi hormone tyroid
c. Chorionic Gonadotropin-secreting tumor
d. Tirotoksikosis Gestasional
Berikut ini gejala yang muncul jika tubuh kelebihan atau kekurangan hormone tiroid:
KELAINAN TIROID
Pada orang dewasa dikenal ada 4 jenis kelainan/gangguan tiroid. Pertama dan kedua
gangguan fungsi atau keseimbangan homeostasis berupa kekurangan hormon tiroid
(hipotiroid) dan kelebihan hormon tiroid (hipertiroid). Ketiga, kelainan berupa pembesaran
kelenjar tiroid dan keempat kelainan hormon tiroid tanpa disertai gangguan klinis (eutiroid).
Perlu pula diperhatikan adanya pengaruh obat-obatan terhadap fungsi tiroid.
1. Hipotiroid
Hipotiroid dapat dibedakan antara yang klinis jelas (overt) dan klinis tidak jelas
(subklinis). Hipotiroid subklinis didefinisikan sebagai keadaan dengan kadar TSH meningkat
ringan dan kadar fT3 dan T4 normal disertai dengan sedikit/tanpa gejala klinis. Hipotiroid
klinis/overt atau tiroid yang kurang aktif merupakan kelainan klinis yang paling umum,
didefinisikan sebagai kadar TSH tinggi dan fT4 rendah dalam serum. Penyebab utamanya
adalah kadar yodium yang tidak cukup atau asupan yodium yang rendah.
2. Hipertiroid
Hipertiroid juga dapat dibedakan antara klinis jelas (overt) dan klinis tidak jelas
(subklinis). Hipertiroid klinis atau tirotoksikosis ditandai dengan peningkatan kadar T3 dan
T4 dan penurunan kadar TSH serum. Penyebab tersering adalah penyakit Graves yang
disebabkan oleh produksi antibodi terhadap reseptor TSH yang merangsang pembentukan
hormon tiroid berlebih.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,
mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit yang
dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
Diagnosis
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada
posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat
pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran,
jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk
menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam
posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan
ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin
serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam
sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay
radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid.
Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada
pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian
pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan
untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).
e. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar
TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang
mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis
dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m
dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di
bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian
tiroid.
g. Biopsi Aspirasi Jarum
Halus Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang
tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau
positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.
Penatalaksanaan Medis
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain
sebagai berikut:
Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme
yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-
obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan
tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal
ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan
tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian
diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi
hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma
dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid
sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian
yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh
lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik
Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah
sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat
tiroksin.
Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan
TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid
(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial
penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai
beriku:
a) Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan
mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.
b) Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c) Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan
bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui
melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan
rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi
aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.